Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
biaya
mahal.
Pencegahan
penularan
antara
lain
dengan
2143
0,23
83
2,58
2002
1913
13
4,03
77
2,47
2003
892
4,04
36
2,50
2004
1233
0,73
45
2,74
2005
2568
33
1,29
92
2,78
2006
4195
23
0,55
148,59
2,83
Sumber : Data Sekunder Subdin P2P Dinas Kesehatan Kota Surabaya 2007
dapat berpengaruh terhadap Incidence Rate DBD dan Angka Bebas Jentik (ABJ)
adalah sebagai berikut :
Sosial Demografi
pengetahuan spesifik
tingkat pendidikan masyarakat
tingkat pendapatan masyarakat
Incidence Rate
DBD
1. Sosial Demografi
a. Pengetahuan spesifik
Pengetahuan masyarakat mengenai pemberantasan nyamuk Aedes aegypti
masih kurang. Masyarakat di Surabaya masih beranggapan bahwa
pemberantasan
nyamuk
berarti
membunuh
nyamuk
dewasa
saja.
Aedes
aegypti
sehingga
perlu
dilakukan
kegiatan
PSN
10
DBD sebesar 60% dari semua kasus DBD (Harrison, 2005). Akan tetapi
pada KLB DBD tahun 2004, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Balitbang Depkes terhadap 65 sampel di 10 rumah sakit di Jakarta,
dilakukan pemeriksaan RT-PCR (%) dengan hasil serotipe 3 paling banyak
ditemukan pada pasien DBD sebanyak 37 % dan dari 3 kasus kematian 2
diantaranya penyebabnya adalah serotipe 4 (Anonim, 2005). Penulis tidak
mengetahui serotipe virus yang mana yang banyak didapat di kota Surabaya
dan karena penelitian ini bukan penelitian virologi maka serotipe virus tidak
diteliti.
3. Pelayanan Kesehatan
a. Faktor kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses yang mengarahkan dan mempengaruhi
kegiatan yang berhubungan dengan tugas dari anggota kelompok.
Pemberantasan DBD akan berjalan baik apabila ada koordinasi, supervisi
dan pembinaan dari pimpinan (Kepala Puskesmas) kepada anak buahnya.
Penulis mengamati bahwa pimpinan (Kepala Puskesmas) di Surabaya
melakukan
koordinasi,
supervisi
dan
pembinaan
dalam
program
11
berdasarkan
hasil
laporan
penyelidikan
epidemiologis.
12
d. Sistem kompensasi
Menurut Dessler (2005) kompensasi adalah suatu bentuk imbalan atau
pembayaran bagi pekerja yang muncul dari pekerjaannya. Petugas P2P,
promkes dan sanitasi semuanya adalah Pegawai Negri Sipil karena
sehubungan dengan kompensasi berupa gaji sudah ditentukan berdasarkan
jabatan, pangkat dan masa kerjanya bukan berdasarkan kinerjanya.
Kompensasi berupa gaji variabel yang didasarkan pada kinerja dipandang
perlu untuk ditambahkan dangan harapan akan meningkatkan motivasi dan
kinerja petugas. Kompensasi berupa gaji variabel sangat bervariasi di setiap
Puskesmas besarnya tidak sama dan berhubungan dengan pola penyakit
DBD di daerahnya.
e. Supervisi dan koordinasi
Supervisi adalah bentuk proses untuk memacu anggota unit kerja untuk
berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi tercapai. Supervisi perlu
dilakukan oleh Kepala Puskesmas supaya program PSN dapat berjalan
optimal. Pengamatan di lapangan menunjukan bahwa supervisi sudah
dilakukan oleh Kepala Puskesmas.
Koordinasi merupakan inti manajemen yang bertujuan untuk menjaga
keharmonisan berbagai individu ke arah tercapainya tujuan kelompok.
Koordinasi yang ada sekarang belum berjalan sempurna terutama koordinasi
internal lintas program di Puskesmas.
f. Pembiayaan (anggaran)
Untuk pemberantasan DBD seharusnya ada dana yang memadai terutama
untuk usaha kesehatan masyarakat. Komitmen dari stake holder diperlukan
13
14
kurang, hal ini bisa dilihat dari hasil pemantauan jentik yang belum rutin
diadakan.
4. Perilaku (Masyarakat)
a. Perilaku hidup bersih dan sehat
Masyarakat di kota Surabaya masih belum sepenuhnya melakukan perilaku
bersih dan sehat (PHBS), misalnya sampah masih dibuang sembarangan
yang bila menampung air hujan dapat menjadi sarang nyamuk. Masyarakat
jarang melakukan 3M dan hanya membasmi nyamuk dewasa saja. Padahal
jentik kelak akan menjadi nyamuk dewasa juga dalam jangka waktu
seminggu. Perilaku ini salah dan harus diluruskan, salah satu cara adalah
dengan upaya jejaring (partnership) antara petugas Puskesmas sanitasi
Puskesmas dengan pihak eksternal Puskesmas.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan selama periode bulan
April 2007 terhadap 5 orang petugas sanitasi pada 5 Puskesmas yang berbeda di
Surabaya, didapatkan informasi bahwa selama ini pihak Puskesmas telah
melakukan upaya kerja sama kemitraan (partnership) dengan beberapa pihak
terkait program pemberantasan DBD di wilayah kerja mereka. Berikut adalah data
awal yang berhasil dihimpun selama studi pendahuluan dilakukan.
Tabel 1.2. Studi Pendahuluan Penelitian
Puskesmas
Lontar
Asemrowo
Dupak
Wiyung
Rungkut
Pemahaman
Kemitraan
kurang
kurang
kurang
kurang
kurang
Penerapan
dilakukan
dilakukan
dilakukan
dilakukan
dilakukan
Jumlah
Mitra
2
2
1
1
1
Bentuk
Kemitraan
partnership model 1
partnership model 1
partnership model 1
partnership model 1
partnership model 1
15
16
2.
3.
4.
17
eksternal Puskesmas sebagai upaya untuk menurunkan Incidence Rate DBD dan
meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) di kota Surabaya.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan petugas sanitasi Puskesmas di kota
Surabaya mengenai kemitraan (partnership).
2. Menganalisis pola partnership yang selama ini telah terbentuk antara pihak
internal (sanitarian) dan eksternal Puskesmas terhadap penurunan Incidence
Rate DBD dan peningkatan Angka Bebas Jentik (ABJ) di kota Surabaya.
Analisis pola partnership ini meliputi unsur kemitraan (jumlah dan komponen
kemitraan), bentuk kemitraan, serta pelaksanaan kemitraan.
3. Menganalisis kendala yang ada dalam pelaksanaan kemitraan antara pihak
internal (sanitarian) dan eksternal Puskesmas sebagai upaya dalam penurunan
Incidence Rate DBD dan peningkatan Angka Bebas Jentik (ABJ) di kota
Surabaya.
4. Memberikan usulan mengenai bentuk kemitraan strategis antara pihak internal
(sanitarian) dan eksternal Puskesmas berdasarkan pada hasil identifikasi
pengetahuan petugas sanitasi, analisis unsur, bentuk, dan pelaksanaan
kemitraan, serta analisis kendala yang muncul dalam program kemitraan yang
telah dilakukan sebelumnya.
18
Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kota Surabaya ini dapat memberikan manfaat yang
berarti bagi berbagai pihak.
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan Puskesmas
Mendapat masukan mengenai perumusan bentuk partnership yang ideal
sebagai upaya penurunan Incidence Rate DBD dan peningkatan Angka Bebas
Jentik (ABJ) di kota Surabaya.
2. Bagi Masyarakat
Dengan adanya partnership antara pihak internal dan eksternal Puskesmas
diharapkan timbul kesadaran masyarakat untuk berperan serta secara aktif
dalam penurunan Incidence Rate DBD dan peningkatan Angka Bebas Jentik
(ABJ) di kota Surabaya.
3. Bagi Peneliti
Memberi wawasan dan menambah pengalaman peneliti terutama dalam
perumusan usulan partnership antara pihak internal dan eksternal Puskesmas
guna menurunkan Incidence Rate DBD dan meningkatkan Angka Bebas Jentik
(ABJ) di kota Surabaya, dalam kaitannya dengan penerapan ilmu manajemen
pelayanan kesehatan.