Вы находитесь на странице: 1из 7

Gambaran Karakteristik Ibu Nifas dan Praktik Menyusui

Yang Benar di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum


Semarang
Indah Tri Kuntarti
Arie Wuryanto, SKM, M.Kes
Ester Ratnaningsih, SST

Abstract
Aims (s)
: This study aims to find out the the overview of mother puerperal
characteristics and the right breastfeeding practices at Panti Wilasa Citarum
Semarang Hospital.
Method
: The design of this study uses descriptive research method. The
research was conducted at Panti Wilasa Citarum Semarang Hospital with
Accidental Sampling techniques. The data were collected through behavioral
mothers observations during breastfeeding that refers to the 13 action items of
breastfeeding.
Result : The results of this study indicate that mother puerperal has fairly the
feeding behavior of 62.5%. This behavior can be found in the is distributed in the
mother with the age category 20-35 years. 62.5% of the mothers have secondary
education background, 62.5% of the mothers works and 56.3% of the mothers
have delivered 2-5 timing.
Conclusion : Puerperal mothers in the age of 20-35 years having secondary
school background, working, and delivering 2-5 times have fairly good finding
behavior that is 62.5%.
Keywords

: Characteristics of mothers, breast-feeding practices

Kerangka Pemikiran
Air Susu Ibu (ASI) sebagai
makanan alamiah adalah makanan
yang tarbaik yang dapat diberikan oleh
seorang ibu kepada anaknya yang
baru dilahirkan. Selain komposisinya
sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi yang berubah
sesuai untuk pertumbuhan bayi. ASI
yang mengandung zat-zat pelindung
yang dapat menghindarkan bayi dari
berbagai penyakit infeksi. Pemberian
ASI juga memiliki pengaruh emosional
yang luar biasa, yang mampengaruhi
hubungan batin ibu dan anak, dan
perkembangan jiwa anak.(1,2)

ASI eksklusif sangat penting


untuk peningkatan SDM kita di masa
yang akan datang, terutama dari segi
kecukupan gizi sejak dini. Memberikan
ASI secara eksklusif sampai bayi
berusia 6 bulan akan menjamin
tercapainya pengembangan potensial
kecerdasan anak secara optimal. Hal
ini karena selain sebagai nutrien yang
ideal dengan komposisi yang tepat
serta disesuaikan dengan kebutuhan
bayi, ASI juga mengandung nutriennutrien khusus yang diperlukan otak
bayi agar tumbuh optimal. (3)
WHO/ UNICEF (1990)(dikutip dari 3)
membuat deklarasi yang dikenal

Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 2 No. 1, Oktober 2011`____________________

dengan Deklarasi Innocenti (Innocenti


Declaration). Dalam deklarasi ini
bertujuan
untuk
melindungi,
mempromosikan,
dan
memberi
dukungan pada pemberian ASI. Dan
semua bayi diberikan ASI ekslusif
sejak lahir sampai berusia 4-6 bulan.
Setelah 4-6 bulan bayi diberi makanan
pendamping / padat yang benar dan
tepat, sehingga ASI tetap diteruskan
sampai usia 2 tahun atau lebih.
Pemberian makanan bayi yang ideal
seperti ini dapat dicapai dengan cara
menciptakan
pengertian
serta
dukungan dari lingkungan sehingga
ibu-ibu dapat menyusui secara
eksklusif ".(3)
Saat ini, pemberian ASI Eksklusif
di Indonesia dalam angka yang sangat
memprihatinkan, karena secara umum
masyarakat
telah
memberikan
makanan pendamping pada saat bayi
masih berumur muda. Berdasarkan
hasil
Survey
Demografi
dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 20022003 pemberian ASI eksklusif pada
bayi berumur 2 bulan sebanyak
48,3%, sedangkan 28,6% lainya
adalah bayi yang diberi susu formula
dan 12,2% telah diberi makanan
tambahan. Pemberian ASI eksklusif
pada bayi yang berumur 6 bulan
menurun menjadi 17,3% dimana
11,2% nya adalah bayi dengan susu
formula sedangkan 48,1% lainnya
adalah
bayi
dengan
makanan
(4)
tambahan.
Hal-hal
yang
menghambat rendahnya pemberian
ASI Eksklusif menurut SDKI (2003)
adalah pengetahuan ibu mengenai
manfaat ASI dan cara menyusui yang
benar, yaitu sebesar 19,07%.(4)
Sedangkan pada tahun 2007 (SDKI)
bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
selama 6 bulan sebanyak 32 %, dan
30% mendapat ASI dan makanan
tambahan. (5)
Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Angsuko (2007)

(dikutip dari 6)

yang dilakukan di Klaten,


diperoleh hasil dimana ibu memiliki
pengetahuan baik sebanyak 54% dan
ibu berpengetahuan kurang sebanyak
10%.
Dimana
ibu
yang
berpengetahuan baik berada pada
usia 20-35 tahun, yang berpendidikan
SMA dan PT serta ibu bekerja. Dari
ibu
yang
berpengetahuan
baik
tersebut, sebanayak 54% berperilaku
menyusui dengan baik dan 28%
berperilaku
menyusui
cukup.(6)
Menyusui adalah proses yang alamiah
yang tidak mudah dilakukan sehingga
untuk
mencapai
keberhasilan
menyusui diperlukan pengetahuan
mengenai teknik-teknik menyusui yang
benar.(2,4)
menurut
Notoatmodjo
dari
8)
(2010)(dikutip
pengetahuan
merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang. Perilaku yang didasari
pengetahuan, kesadaran dan sikap
positif akan semakin langgeng. (2,7)
Menurut data yang peneliti
peroleh dari ruang rekam medik
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
Semarang ibu melahirkan setiap bulan
berkisar antara 70-90 orang dan
42,8% di antaranya adalah ibu
melahirkan primipara. Pada bulan
januari 2011 ada sebanyak 71 ibu
bersalin, baik secara SC ataupun
secara normal. Dari 71 ibu nifas
tersebut 16 diantaranya mengalami
masalah seputar menyusui seperti
puting susu lecet dan engorgement,
dimana 11 ibu nifas yang mengalami
masalah tersebut adalah ibu nifas
primipara.
Masalah
seputar
menyusui
sering terjadi terutama pada ibu
primipara. Untuk itu, ibu menyusui
perlu untuk diberikan penjelasan
tentang cara menyusui yang benar
dan hal- hal yang berhubungan
dengan seputar menyusui. Masalah
menyusui bisa timbul sejak masa
sebelum persalinan (antenatal) seperti

Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 2 No. 1, Oktober 2011`____________________

puting susu datar, dan masa setelah


persalinan seperti puting susu lecet,
payudara bengkak, dll.(2)
Teknik menyusui yang tidak
benar dapat mengakibatkan puting
susu menjadi lecet, ASI tidak keluar
optimal,
sehingga
mempengaruhi

produksi ASI selanjutnya atau bayi


enggan menyusu dan bayi jarang
menyusu. Bila bayi jarang menyusu
karena bayi enggan untuk menyusu
maka berakibat kurang baik, karena
isapan bayi sangat berpengaruh pada
rangsangan
produksi
ASI.(7)

Faktor Ekstrinsik
Sosial budaya
Lingkungan
Sumber
informasi

Tingkat

Praktik

pengetahuan

Menyusui

ibu nifas

Yang Benar

Jenis informasi

Faktor Intrinsik
Umur
Pendidikan
Status Bekerja
Paritas
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini variabel
yang digunakan adalah Praktik
menyusui
yang
benar,
Umur,
Pendidikan, Status bekerja, Paritas.
Jenis penelitian ini adalah penelitian
diskriptif. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua ibu nifas di ruang nifas
RS Panti Wilasa Citarum Semarang
pada 1 minggu pertama bulan Juni
2011. Sampel dalam penelitian ini
adalah semua ibu nifas yang
melahirkan secara pervaginam pada 1
minggu pertama bulan Juni 2011 di
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
Semarang.
Data primer dikumpulkan dengan
menggunakan metode wawancara,di
mana peneliti mendapat informasi
secara lisan tentang karakteristik ibu

menyusui
yaitu,usia,
pendidikan,
status bekerja, paritas ibu menyusui.
Metode
observasional
digunakan
untuk mengukur praktik ibu menyusui,
yaitu suatu suatu prosedur yang
berencana yang antara lain meliputi
melihat, mendengar, dan mencatat
aktivitas ibu tentang cara menyusui
yang benar. (18,21,22)
Instrumen pada penelitian ini
menggunakan Check List y berisi
identitas, karakteristik ibu menyusui
serta daftar yang menunjukan praktek
menyusui yang benar. Pada penelitian
ini
menggunakan
analisa
data
univariat, yang bertujuan untuk
mengetahui
distribusi
frekuensi
perilaku menyusui ibu berdasarkan
karakteristik ibu.

Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 2 No. 1, Oktober 2011`____________________

Hasil
Dari 16 responden menunjukkan
bahwa seluruh responden termasuk
dalam kategori umur 20-35 tahun. Dari
kategori pndidikan, Sebagian besar
berada pada kategori pendidikan SMA
yaitu sebanyak 62,5% (10 orang),
sedangkan sebagian kecil berada
pada kategori pendidikan SMP yaitu
12,5% (2orang) dan sebanyak 25% (4
orang) berpendidikan Akademi. Dari
kategori pekerjaan, sebagian besar
responden berada dalam kategori
bekerja yaitu sebanyak 62,5% (10
orang), sedangkan sebagian kecil
berada dalam kategori tidak bekerja
yaitu 37,5% (6 orang). Dari kategori
paritas, sebagian besar responden
berada dalam kategori bersalin 2 5
kali yaitu 56,3% (9 orang) sedangkan
43,8% (7 orang) berada pada kategori
bersalin 1 kali.
Pada penelitian ini dibedakan
atas praktek menyusui yang baik,
kurang dan cukup, skor praktek
menyusui diperoleh melalui observasi.
Nilai diperoleh dari pembagian Skor
yang didapat dibagi skor maksimal,
kemudian hasilnya dimasukkan ke
dalam kriteria Baik, Cukup, Kurang.
Sebagian besar teknik menyusui
sudah dapat dilakukan dengan baik.
Akan tetapi ada 3 item teknik
menyusui yang hampir sebagian besar
tidak dilakukan oleh ibu menyusui,
yaitu
mengoleskan
sedikit
ASI
sebelum dan sesudah menyusui serta
menyendawakan bayi. Sebagian besar
melakukan praktik menyusui cukup
baik yaitu sebanyak 62,5% (10 orang)
sedangkan 31,3% (5 orang) berada
pada kategori kurang dan 6,3% (1
orang) berada pada kategori baik
dalam praktek menyusui yang benar.
Dari hasil tabel silang, nampak
bahwa seluruh responden berperilaku
menyusui cukup baik pada kategori
umur 20-35 tahun yaitu 100% (16
orang). Sebagian besar responden

berperilaku menyusui kurang baik


berada pada kategori pendidikan SMA
yaitu sebanyak 40% (4 orang).
Sebagian besar responden berperilaku
menyusui kurang baik berada dalam
kategori bekerja yaitu sebanyak
33,3%(2 orang). Sebagian besar
berperilaku menyusui kurang baik
responden berada dalam kategori
bersalin 2-5 kali yaitu 44,4% (5 orang).
Pembahasan
Pada hasil penelitian ini sebagian
besar ibu memiliki pengetahuan yang
cukup tentang cara menyusui akan
tetapi ada beberapa yang masih
dianggap kurang. Hal ini disimpulkan
oleh peneliti setelah mengajukan
beberapa pertanyaan seputar cara
menyusui. Sedangkan pada teknik
menyusui didapatkan
kesimpulan
sebagai berikut:
a. Dari 16 responden sebanyak
81,25% (13 orang) sudah memilih
posisi yang nyaman saat menyusui
yaitu duduk bersandar di kursi
dengan kaki diberi alas, ada pula
ibu yang duduk di tempat tidur
dengan bersandar dengan rileks
dan nyaman. Hal ini sesuai yang
dikemukakan oleh Perinasia posisi
menyusui yang benar bahwa ibu
duduk atau berbaring dengan
santai, bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah
(agar kaki ibu tidak menggantung)
dan punggung ibu bersandar pada
sandaran kursi.
b. Dari 16 responden tidak ada yang
mengeluarkan sedikit ASI dan
mengoleskan pada puting dan
areola sebelum menyusui, hal ini
disebabkan karena ketidaktahuan
ibu
akan
manfaat
dari
mengeluarkan sedikit ASI dan
mengoleskan di sekitar puting dan
areola yang sebenarnya berfungsi
sebagai disinfektan dan menjaga

Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 2 No. 1, Oktober 2011`____________________

kelembaban puting susu. Hal ini


tidak sesuai dengan teori yang
diungkapkan
oleh
Perinasia
dimana
sebelum
menyusui,
keluarkan ASI sedikit, kemudian
dioleskan pada puting dan sekitar
areola payudara. Akan tetapi ibuibu
menyusui
membersihkan
puting
dengan
menggunakan
sabun karena ibu tidak mengetahui
bahwa sabun dapat menyebabkan
iritasiyaitu sebanyak 43,8 %(7
orang).
c. Dari 16 responden sebagian besar
sudah dapat memegang dan
memposisikan bayi dengan baik.
Hal ini sesuai dengan teori yang
diungkapkan oleh Perinasia Bayi
dipegang pada belakang bahunya
dengan satu tangan, kepala bayi
terletak pada lengkung siku ibu.
Satu tangan bayi diletakkan di
belakang badan ibu dan yang satu
didepan. Tangan bayi diletakkan di
belakang badan ibu dan yang satu
didepan, telinga dan lengan bayi
terletak pada satu garis lurus.
Akan tetapi masih ada beberapa di
antaranya yang masih ragu
disebabkan ibu merasa takut kalau
kepala bayi defleksi (dengklak)
yaitu sebanyak 75%(12 orang).
d. Dari 16 responden sebanyak
68,75%
sudah
menyangga
payudaranya
saat
menyusui
dengan baik dan benar hal ini
disebabkan karena ibu merasa
lebih mudah untuk memberikan
rangsang pada mulut bayi dan
mendekatkan payudara saat bayi
sudah mulai membuka mulut. . Hal
ini sesuai dengan teori yang
diungkapkan oleh Perinasia bahwa
saat akan menyusui payudara
dipegang dengan ibu jari diatas
dan jari yang lain menopang
dibawah.
e. Dari 16 responden sebanyak
62,5% sudah memberi rangsangan

pada bayi agar membuka mulut


dan segera memasukkan puting
susu dan areola ke dalam mulut
bayi akan tetapi setelah bayi
menyusu, dan sebanyak 62,5% ibu
masih tetap memegang payudara
dan tidak melepasnya karena takut
jika hidung bayi tertutup sehingga
bayi tidak bisa bernafas. Hal ini
sesuai
dengan
teori
yang
diungkapkan oleh Perinasia bahwa
menyusui yang benar adalah
memberi rangsangan pada bayi
agar membuka mulut.
f. Dari 16 responden sebanyak
62,5% (10 orang) melepas isapan
bayi dengan sedikit menekan dagu
tetapi tidak sempurna, akan tetapi
37,5% (6 orang) di antaranya
langsung menarik puting susu. Hal
ini disebabkan karena ibu tidak
mengetahui bahwa menarik dan
melepas isapan bayi
secara
langsung dapat menyebabkan
puting susu menjadi lecet.
g. Dari 16 responden sebanyak
93,75% tidak mengoleskan sedikit
ASI pada puting dan areola
setelah selesai menyusui, hal ini
disebabkan karena ibu tidak
mengetahui
manfaat
dari
mengoleskan sedikit ASI yaitu
sebagai disinfektan, dan menjaga
kelembaban
puting
sehingga
putting tidak lecet. Hal ini tidak
sesuai
dengan
teori
yang
diungkapkan
oleh
Perinasia
dimana
sesudah
menyusui,
keluarkan ASI sedikit, kemudian
dioleskan pada puting dan sekitar
areola payudara.
h. Dari 16 responden sebanyak 75%
ibu menyusui sudah menyusui
pada kedua payudara secara
bergantian yaitu payudara kiri dan
kanan,
karena
mereka
mempercayai
mitos
yang
beranggapan
pada
payudara
kanan
berisi
makanan
dan

Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 2 No. 1, Oktober 2011`____________________

i.

payudara kiri berisi minuman


sehingga
bayi
kebutuhan
nutrisinya cukup.
Dari 16 responden sebanyak
62,5% tidak menyendawakan bayi
setelah menyusui akan tetapi
langsung menidurkan bayi setelah
ibu selesai menyusui. Hal ini
disebabkan karena ibu tidak
mengetahui
manfaat
menyendawakan
bayi
yaitu
mengeluarkan udara dari perut
bayi sehingga bayi tidak gumoh.
Dan ibu menganggap bila bayi
mengalami gumoh itu disebabkan
karena
ibu
terlalu
banyak
memberikan ASI.

Kesimpulan
1. Gambaran
karakteristik
umur
responden menunjukkan bahwa
seluruh ibu menyusui memiliki
perilaku menyusui yang cukup baik
pada kategori umur 20-35 tahun.
2. Gambaran karakteristik pendidikan
menunjukkan bahwa sebagian
besar
responden
berperilaku
cukup baik dalam praktik menyusui
yang benar berada pada kategori
pendidikan SMA yaitu sebanyak
62,5% dan kategori pendidikan PT
sebanyak 25%.
3. Gambaran karakteristik pekerjaan
responden menunjukkan bahwa
sebagian
besar
responden
berperilaku menyusui cukup baik
pada kategori ibu yang bekerja
yaitu sebanyak 62,5%.
4. Gambaran karakteristik paritas
responden menujukkan bahwa
sebagian
besar
responden
berperilaku menyusui cukup baik
pada kategori paritas 2-5 kali yaitu
sebayak 56,3%.
5. Gambaran praktik menyusui yang
benar
sebagian besar masuk
dalam kategori cukup baik yaitu
sebanyak 62,5 %.

Saran
1. Diharapkan
ibu
akan
lebih
termotivasi
untuk
tetap
memberikan ASI kepada bayinya
dengan teknik yang benar.
2. Diharapkan petugas kesehatan
lebih meningkatkan pengetahuan
ibu dengan memberikan informasi
melalui
penyuluhan
dan
memberikan bimbingan tentang
cara menyusui pada saat ibu
menyusu.
3. Diharapkan hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai data
awal untuk melakukan penelitian
selanjutnya khususnya penelitian
tentang
cara
dan
masalah
menyusui.
Daftar Pustaka
1. Lowdermilk
B.
Buku
ajar
perawatan maternitas. Jakarta:
EGC; 2004. h. 460-3,468- 76.
2. Bahiyatun. Buku ajar asuhan
kebidanan nifas normal. Jakarta:
EGC; 2009. h.9-10, 19- 22, 29, 214.
3. Suherni, Widyasih H, Rahmawati
A.
Perawatan
masa
nifas.
Yogyakarta:
Fitramaya;
2008.
h.38-40, 48-53,77-84.
4. Astriani. ASI eksklusif survey
demografi kesehatan indonesia.
2008 (diakses tanggal 2 Januari
2011)
didapat
dari
www.
Pdfwindows.com/pdf/asi-aksklusif2008.
5.

6.

Irianto T. Survey demografi


kesehatan
indonesia.
2009
(diakses tanggal 28
Mei 2011)
didapat dari www. lontar.ui.ac.id
Angsuko
DV.
Hubungan
Pengetahuan
Ibu
Menyusui
Tentang Cara Menyusui Yang
Benar Dengan Perilaku Menyusui
Bayi Usia 0-6 Bulan Di Bidan Yuda
Klaten. 2009. (diakses tanggal 2

Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 2 No. 1, Oktober 2011`____________________

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

Januari
2011)
didapat
dari
http://digilib.uns.ac.id/upload/doku
men/150931808201003191.pdf
Perinasia. Manajemen laktasi.
Jakarta: Depkes RI; 2003. H.4,711.
Notoatmodjo S. Ilmu perilaku
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;
2010. h.31-2.
Angraini Y. Asuhan kebidanan
masa nifas. Yogyakarta: Pustaka
Rihana; 2010. h.1-3,9-13,31-50.
Huliana M. Perawatan ibu pasca
melahirkan. Jakarta: Puspa Swara;
2003. h. 29-36, 43-6.
Saleha S. Asuhan kebidanan
masa nifas. Jakarta: Salemba
Medika; 2009. h. 36 - 8.
Danuadmaja B, Meiliasari M. 40
Hari pasca persalinan. Jakarta:
Puspa Swara; 2003. h. 41- 3.
Sulistyawati A. Buku ajar asuhan
kebidanan
pada
ibu
nifas.
Yogyakarta: CV Andi Offset; 2009.
h. 9-12 ,25-30, 73-83.
Fitriani S. Promosi kesehatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011.
h.124-31, 136-7.
Notoatmodjo
S.
Kesehatan
masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta; 2007. H. 20- 4, 12346. 149-50.
Wawan, Dewi M. Teori dan
pengukuran pengetahuan sikap
dan perilaku manusia. Yogyakarta:
Nuha Medika; 2010. h.16-8.
Mustafa Z. Mengurai variabel
hingga instrumentasi. Yogyakarta:
Graha Ilmu; 2009.h. 39-44. 91-9.
Notoatmodjo
S.
Metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta; 2010. h. 103-4,11530, 176- 7,182-3, 201- 8.
Setiawan A, Suryono. Metodologi
penelitian kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika; 2010. h. 54-5, 81-3,
88-108.
Nursalam. Konsep dan penerapan
metodologi
penelitian
ilmu

keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika; 2003. h. 93-9. 114-5.
21. Arikunto, S. Prosedur penelitian
suatu pendekatan praktik. Jakarta:
Rineka Cipta; 2006. h. 118-9.
22. Sugiyono.
Statistik
untuk
penelitian. Bandung: Alfabeta;
2007.
h.67-8

Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 2 No. 1, Oktober 2011`____________________

Вам также может понравиться