Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PUTRI JUMIARTI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
PUTRI JUMIARTI. Pemurnian dan Karakterisasi Protein Insektisidal dari Bakteri
Entomopatogen Serratia marcescens. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan TRI
PUJI PRIYATNO.
Pengendalian serangga hama merupakan masalah utama yang dihadapi
olah para petani Indonesia, namun belum ada solusi tepat dalam penanganannya.
Penggunaan insektisida berbahan aktif kimia yang selama ini dilakukan
menimbulkan dampak negatif seperti resistensi, resurgensi, dan fenomena biotipe
pada hama. Selain itu juga timbul dampak negatif terhadap lingkungan serta
terhadap organisme bukan sasaran. Pemanfaatan protein insektisidal dari bakteri
entomopatogen Serratia marcescens berpotensi dalam menekan pertumbuhan
serangga hama. Penelitian ini bertujuan melakukan pemurnian protein insektisidal
dari S. marcescens dan mengetahui tingkat toksisitasnya terhadap larva serangga
hama Tenebrio molitor. Protein insektisidal dimurnikan dengan metode presipitasi
dengan ammonium sulfat, dialisis, dan kromatografi penukar ion. Selain itu juga
dilakukan uji toksisitas terhadap larva serangga T. molitor instar II-III serta
penentuan nilai LC50. Protein yang telah dimurnikan kemudian dianalisis bobot
molekulnya. Hasil menunjukkan adanya pita protein yang berukuran 30.42 KDa
sampai dengan 95.29 KDa. Berdasarkan hasil penelitian, protein insektisidal S.
marcescens merupakan protein toksin yang bersifat oral dengan nilai LC50
terendah yang ditunjukkan oleh protein insektisidal fraksi B, yaitu pada
konsentrasi 4.82 g/ml.
Kata kunci: bakteri entomopatogen, protein insektisidal, Serratia marcescens, dan
Tenebrio molitor.
ABSTRACT
PUTRI JUMIARTI. Purification and Characterization of Insecticidal Protein
Isolated from Entomopathogenous Bacteria Serratia marcescens. Under the
direction of I MADE ARTIKA and TRI PUJI PRIYATNO.
Insect pest control has been a major problem faced by farmers in Indonesia,
and there has been no perfect solution to handle it. The use of insecticides derived
from chemically active compound has made a negative impact such as the
emergence of resistant pest, pest resurgence, and phenomenon of biotype. In
addition, it has other negative impacts on the environment and on non-target
organisms. Use of insecticidal proteins from the bacterium Serratia marcescens
entomopathogenic is one potential solution in suppressing the growth of insect
pests. This study aims to isolate and purify the insecticidal protein from S.
marcescens and determine the level of toxicity against Tenebrio molitor larvae of
insect pests. After the isolation, the insecticidal protein was purified by the
method of precipitation with ammonium sulphate, dialysis, and ion exchange
chromatography. It was also subjected to toxicity test using insect larvae T.
molitor instar II-III as well as determination of LC50 values. The purified protein
was subjected to molecular weight analysis. Results showed that the protein bands
were 30.42 to 95.29 kDa. Based on the results of the study, the insecticidal protein
S. marcescens is a protein toxin that is active orally with the lowest LC50 value
indicated by the insecticidal protein fraction B, which is at a concentration of 4.82
ug / ml.
Key words: Entomopathogenic bacteria, insecticidal protein, Serratia marcescens,
and Tenebrio molitor.
PUTRI JUMIARTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui,
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT atas segala berkah
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya
ilmiah yang berjudul Pemurnian dan Karakterisasi Protein Insektisidal dari
Bakteri Entomopatogen Serratia marcescens. Penelitian ini bertujuan
memurnikan protein insektisidal dari S. marcescens dan mengetahui tingkat
toksisitasnya terhadap larva serangga hama Tenebrio molitor. Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 di Laboratorium Kimia dan Biokimia,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya
Genetik Pertanian (BB-Biogen). Melalui penelitian ini diharapkan dapat
dihasilkan protein insektisidal yang potensial untuk dikembangkan sebagai
biopestisida untuk pengendalian hama tanaman.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing utama Dr. Ir. I Made
Artika, MApp. Sc. serta pembimbing kedua Dr. Tri Puji Priyatno yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, saran, serta waktunya selama penelitian dan
penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis
ucapkan kepada orang tua tercinta dan keluarga atas doa, dukungan, dan kasih
sayang yang telah diberikan. Penulis juga ingin menyampaikan ungkapan terima
kasih kepada Ibu Ifa Mandzila, Mbak Pipiet, yang telah banyak membantu dalam
penelitian ini, Arena YP, Cinthya LHD, Daniel RSN, M Faris Fathin, temanteman Wisma Jelita, serta teman-teman Biokimia 45 yang telah banyak
memberikan dukungan. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan
dalam penyusunan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk perbaikan dalam penulisan selanjutnya.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.
.
Putri Jumiarti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 4 Maret 1990 dari ayah Joko
Sumanto dan ibu Sumarni Parmi. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari TK Pewa Natar, SD Al-Kautsar
Bandar Lampung, kemudian melanjutkan ke SLTP Al-Kautsar Bandar Lampung.
Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Al-Kautsar Bandar Lampung dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih program studi mayor Biokimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan
Profesi Mahasiswa Biokimia Community Research and Education of Biochemistry
(CREBs) pada tahun 2009/2010 sebagai staf Divisi Keilmuan Metabolisme.
Penulis pernah mendapatkan Beasiswa Penelusuran Prestasi Akademik (PPA)
(2009/2010). Prestasi yang didapat penulis saat kuliah antara lain, lolos seleksi
Program Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKMGT) Dikti dengan judul
karya ilmiah Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai Alternatif Penjernih Air yang
Alami dan Murah pada Daerah Rawan Banjir pada tahun 2010 dan mendapat
pendanaan dalam Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) dengan
judul karya ilmiah Pengendalian Masa Pembungaan Padi Lokal Beaq Ganggas
Asal NTB dengan Mengekspresikan Gen Umur Genjah pada tahun 2011. Tahun
2011 penulis juga melakukan kegiatan praktik lapang di Laboratorium Genetika
Tumbuhan, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Science Centre Cibinong Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Entomopatogen ...........................................................................
Serratia marcescens .................................................................................
Protein Toksin (Insecticidal Toxin)..........................................................
Pemurnian dan Karakterisasi Protein Insektisidal....................................
Tenebrio molitor .......................................................................................
2
2
3
4
5
5
6
DAFTAR TABEL
1 Data mortalitas protein insektisidal terhadap larva T. molitor .....................
12
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Sel Bakteri Entomopatogen Serratia marcescens ........................................
10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Alur metode penelitian ................................................................................
18
19
20
20
21
21
22
22
23
23
23
23
24
24
24
24
PENDAHULUAN
Masalah hama sudah menjadi rutinitas
yang dihadapi oleh petani dalam budidaya
tanaman. Berbagai teknologi pengendalian
hama telah diaplikasikan tetapi persoalan
hama belum juga terselesaikan. Pengendalian
hama menggunakan insektisida berbahan
kimia, meskipun efektif tetapi juga memiliki
dampak negatif seperti timbulnya resistensi,
resurgensi, dan dampak negatif lainnya
terhadap lingkungan serta terhadap organisme
bukan sasaran (Arifin 2011). Munculnya
fenomena biotipe, yaitu berkembangnya strain
serangga baru yang mampu beradaptasi secara
fisiologis ataupun genetis terhadap tanaman
yang tahan, juga merupakan salah satu
persoalan pengendalian serangga hama
(Clarige & Hollander 1983).
Program pengendalian hama terpadu
merupakan strategi pengendalian yang
dianggap paling tepat dan efektif dalam
menekan pertumbuhan serangga hama
(Priyatno et al 2011). Strategi ini memerlukan
beberapa komponen pengendalian yang
kompatibel dan dapat diaplikasikan secara
terpadu, disamping kemampuan petani dalam
mengaplikasikannya. Selain itu komponen
pengendalian yang digunakan dalam program
pengendalian hama terpadu (PHT) juga harus
selalu dikembangkan untuk meningkatkan
efektivitasnya serta kemudahan dalam
pengaplikasiannya oleh petani.
Dalam
program
PHT,
agensia
pengendalian hayati, seperti Metarhizium
anisopliae, Beauveria bassiana, dan Bacillus
thuringiensis menjadi komponen utama
pengendalian (Iman & Priyatno 2001).
Pemanfaatan agensia hayati mempunyai
beberapa kelebihan terutama selektivitasnya,
meski harus diakui tidak seefektif insektisida
berbahan aktif kimia. Agensia hayati yang
sudah sangat umum digunakan untuk
pengendalian hama serangga salah satunya
adalah B. thuringiensis (Bt). Bakteri ini
menghasilkan protein insektisidal deltaendotoksin yang sudah dikembangkan
menjadi insektisida dan gen penyandi protein
insektisidalnya
dimanfaatkan
dalam
pengembangan tanaman transgenik (Iman &
Priyatno
2001).
Bakteri
lain
yang
menghasilkan protein insektisidal di antaranya
adalah
Photorhabdus
luminescens,
Xenorhabdus
nematophilus,
Serratia
entomophila and Serratia proteamaculans
(Binglin et al 2006).
Bakteri entomopatogen dari genus
Serratia, kecuali S. entomophila dan S.
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Entomopatogen
Pengendalian
hama
serangga
menggunakan musuh alaminya merupakan hal
yang banyak dianjurkan oleh pakar
perlindungan tanaman saat ini dibandingkan
pengendalian dengan insektisida berbahan
aktif
kimia.
Musuh
alami
berupa
entomopatogen terdiri dari jamur, bakteri,
protozoa, dan virus, dapat menghasilkan suatu
metabolit yang bersifat toksin terhadap
serangga hama. Keunggulan entomopatogen
adalah kekhususan atau selektivitas inangnya
relatif tinggi, sehingga tidak menimbulkan
polusi dan kontaminasi pada lingkungan
hidup. Hal ini sangat selaras dengan tujuan
program pengendalian hama terpadu (PHT)
yang memperketat penggunaan insektisida
kimia ataupun program pertanian organik
(Iman & Priyatno 2001). Entomopatogen
potensial yang banyak dimanfaatkan dan
tersedia produk komersialnya adalah Bacillus
thuringiensis atau Bt, Nuclear Polyhedrosis
Virus (NPV), serta jamur entomopatogen
misalnya Metarizhium anisopliae dan
Beauveria bassiana.
Salah satu entomopatogen yang potensial
adalah bakteri. Bakteri entomopatogen
merupakan parasit atau bakteri patogen dari
serangga hama yang menghasilkan protein
toksin yang dapat mengendalikan populasi
serangga hama. (Akhdiya et al 2007). Bakteri
entomopatogen merupakan bakteri yang
menjadi musuh alami atau bakteri pengganggu
bagi serangga. Bakteri akan tumbuh pada
tubuh serangga yang mati, ketika berada pada
fase stasioner bakteri akan melepaskan
berbagai macam faktor virulensi seperti
kompleks protein toksin (Toxin complex)
dengan bobot molekul tinggi, lipopolisakarida
(LPS), lipase, protease, dan berbagai macam
antibodi (Forst & Nealson 1996).
oleh
Photorhabdus
luminescens
Xenorhabdus nematophila.
dan
Keterangan :
[X] : konsentrasi protein sampel
Ax : absorban sampel
(Grimsley & Pace 2003)
Analisis Natif Gel
Pembuatan natif gel 10%. Separation
gel dibuat dengan cara mencampurkan 1.95
L dH2O, buffer Tris HCl pH 8.6 1.3 ml, 1.7
mL 30% akrilamid (30:1), 50 L APS
(amonium persulfat) 10%, dan 2 L TEMED
(N,N,N,N-tetrametil-etilendiamin).
Campuran tersebut kemudian diaduk
dan dicetak ke dalam cetakan gel hingga
mencapai 2/3 bagian cetakan, kemudian 1/3
bagian diisi dengan akuades dan didiamkan
sampai gel mengeras. Selanjutnya stacking gel
dibuat dengan mencampurkan 1.4 mL dH2O,
250 L bufer Tris-HCl pH 6.8 1 M, 330 L
30% akrilamid, 20 L SDS 10%, 20 L APS
10%, dan 2 L TEMED. Selanjutnya
campuran tersebut diaduk, sementara itu
akuades dalam 1/3 bagian cetakan dibuang,
untuk kemudian diganti dengan campuran
stacking gel. Sisir pencetak sumur disisipkan
pada cetakan.
Preparasi dan running sampel.
Sampel protein ditambahkan dengan 2x SB
(sample buffer) dalam volume 30 L dengan
perbandingan 1:1. Gel dimasukkan ke dalam
bak elektroforesis yang telah diisi running
kromatografi
penukar
ion
dalam
pemurniannya. Protein insektisidal yang
terdapat dalam supernatan kultur dimurnikan
menggunakan metode kromatografi kolom
penukar ion. Elusi dilakukan menggunakan
KCl dengan konsentrasi 300 mM agar
menjaga aktivitas protein insektisidal serta
mereduksi adanya protein-protein lainnya
(Bowen & Esign 1998).
Setelah proses elusi, dihasilkan 35 fraksi
yang ditampung berdasarkan volumenya.
Setiap 2 ml fraksi yang dihasilkan ditampung.
Fraksi-fraksi yang dihasilkan kemudian
diukur
absorbansinya
pada
panjang
gelombang 280 nm dengan spektrofotometer
UV Vis. Hasil pembacaan absorban untuk 35
fraksi protein insektisidal disajikan pada
Lampiran
4.
Berdasarkan
pembacaan
absorban dari fraksi-fraksi yang ditampung
dihasilkan kromatogram pada Gambar 4.
Diambil dua fraksi protein yang masingmasing terletak pada titik A dan B.
Berdasarkan pembacaan absorban, diduga
pada titik tersebut terdapat protein insektisidal
yang memiliki aktivitas tosik. Kedua fraksi
tersebut dipekatkan dengan metode freeze dry,
kemudian diukur konsentrasinya dengan
metode Bradford. Setelah uji Bradford
diketahui bahwa protein insektisidal fraksi A
dan Fraksi B, masing-masing memilki
konsentrasi sebesar 2196.591 g/ml dan
76.222 g/ml. Keduanya memiliki konsentrasi
yang jauh berbeda. Efek toksik protein
insektisidal Fraksi A dan B akan ditentukan
melalui uji toksisitas terhadap serangga hama
T. molitor instar II-III.
Absorban 280 nm
1.400
1.200
1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
A
B
50
Fraksi protein
100
10
Gambar
Profil
Protein
Insektisidal
pada
Elektroforegram SDS PAGE
Analisis bobot molekul keempat protein
insektisidal yang telah dimurnikan dilakukan
dengan SDS PAGE. Prinsip dasar metode ini
adalah pergerakan molekul protein pada
media yang dialiri arus listrik. Molekul
protein akan bergerak dari katoda ke anoda,
pergerakan molekul protein dipengaruhi oleh
ukuran, bentuk, dan muatan elektrik protein
tersebut (Koolman & Roehm 2005). Selain
analisis ukuran molekul dari protein, dengan
dilakukannya analisis SDS PAGE juga dapat
menunjukkan tingkat kemurnian protein yang
dihasilkan (Barker 1998).
Berdasarkan hasil SDS PAGE yang
ditunjukkan pada Gambar 6 dan 7, terlihat
bahwa protein insektisidal fraksi A, fraksi B,
dialisis, dan nondialisis memiliki jumah pita
yang berbeda setelah diwarnai. Protein
insektisidal fraksi A (lajur 2) memperlihatkan
adanya 10 pita protein dengan bobot molekul
14.00 KDa hingga 95.29 KDa. Protein
insektisidal fraksi B (lajur 1) memperlihatkan
adanya 6 pita protein yang berbobot molekul
30.42 KDa hingga 95.29 KDa. Protein
insektidal dialisis (lajur 3) memperlihatkan
jumlah pita protein yang sama dengan protein
fraksi A, namun dengan rentang ukuran
molekul yang berbeda. Protein insektisidal
hasil dialisis memiliki rentang ukuran molekul
protein dari 12.75 KDa hingga 95.29 KDa.
Sementara protein nondialisis (lajur 4)
memiliki jumlah pita protein yang paling
banyak, yaitu 11 pita protein dengan rentang
ukuran molekul 12.25 KDa hingga 95.29
KDa. Perbedaan jumlah pita protein pada hasil
analisis SDS PAGE ini menandakan tingkat
kemurnian masing-masing protein insektisidal
yang juga berbeda. Terlihat pada Gambar 6
dan 7 protein insektisidal dengan tahap
pemurnian terendah, protein nondialisis (lajur
4) memiliki jumlah pita protein yang paling
banyak yaitu sebnayak 11 pita protein.
Berdasarkan hasil elektroforesis keempat
protein insektisidal tersebut, masing-masing
protein memiliki pita dengan ukuran yang
mirip. Terlihat pada Gambar 6 dan 7 masingmasing
protein
insektisidal
memiliki
kesamaan rentang bobot molekul dari 30 KDa
hingga yang tertinggi 95.29 KDa. Hal ini
dibuktikan dengan adanya pita dengan ukuran
95.29 KDa dan 58~59 KDa pada masingmasing protein insektisidal. Hasil SDS PAGE
ini sesuai dengan penelitian mengenai protein
insektisidal
bakteri
entomopatogen
Photorabdus luminescens yang pernah
dilakukan oleh Bowen dan Esign pada tahun
11
Gambar
Gambar
protein
protein
B (1),
protein
protein
12
13
Penentuan LC50
Lethal concentration (LC50) merupakan
konsentrasi toksin yang dapat membunuh 50%
dari populasi hewan uji. Setelah dilakukan
pengamatan selama 7 hari (Tan et al 2006),
didapatkan persentase kematian larva.
Kemudian dilakukan analisis probit untuk
menentukan nilai LC50 dari setiap protein
insektisidal yang diujikan.
Nilai probit didapat dengan cara
mentransformasikan persentase kematian ke
unit probit menggunakan tabel tranformasi
nilai probit yang terdapat pada Lampiran 11.
Nilai probit yang didapat kemudian
diregresikan terhadap Log konsentrasi protein
insektisidal yang diujikan. Selanjutnya didapat
grafik dan persamaan linier untuk masingmasing protein insektisidal. Grafik serta
persamaan linier untuk masing-masing protein
insektisidal dapat diamati pada Lampiran 12,
13, 14, dan 15. Penentuan LC50 dilakukan
dengan cara memasukkan nilai probit 5
sebagai nilai y pada persamaan grafik probit
hingga didapat nilai x. Nilai antiLog x
tersebut merupakan konsentrasi LC50 dari
protein insektisidal yang diujikan.
Setelah dilakukan analisis probit
persentase mortalitas dan perhitungan LC50
didapatkan konsentrasi LC50 untuk masingmasing
protein
insektisidal.
Protein
insektisidal fraksi A memiliki nilai LC50 pada
konsentrasi 9.33g/ml, protein insektisidal
fraksi B memiliki nilai LC50 pada konsentrasi
4.82g/ml, protein dialisis pada konsentrasi
23.44g/ml, dan protein nondialisis pada
konsentrasi 19.49g/ml. Hasil analisis probit
menunjukkan nilai LC50 yang berbeda-beda
antara keempat protein insektisidal yang
diujikan. Hal ini sesuai dengan tingkat
kematian yang juga sangat bervariasi di antara
keempat
protein
insektisidal.
Tingkat
kemurnian
protein
insektisidal
(tahap
pemurnian yang didapat) juga mempengaruhi
nilai LC50 setiap protein insektisidal. Hasil
analisis probit menunjukkan bahwa protein
fraksi B memiliki nilai LC50 yang paling kecil
dibandingkan
dengan
ketiga
protein
insektisidal lainnya. Telah diketahui bahwa
protein insektisidal Fraksi B merupakan
protein insektisidal yang diperoleh melalui
proses pemurnian hingga tahap kromatografi
penukar ion, sehingga dapat dikatakan protein
insektisidal yang melalui pemurnian dengan
kromatografi penukar ion ini merupakan
protein insektisidal yang memiliki tingkat
kemurnian paling tinggi pada penelitian ini.
Sementara itu protein insektisidal fraksi A
yang juga melewati proses pemurnian dengan
Saran
Penelitian protein insektisidal dari bakteri
entomopatogen Serratia marcescens ini perlu
dilanjutkan hingga jenis kompleks toksin
dapat diidentifikasi apakah merupakan toksin
TCa atau TCd. Teknik bioasai perlu diperbaiki
agar didapat hasil yang lebih maksimum dan
perlu juga dilakukan uji toksisitas lanjutan
untuk mengetahui apakah protein toksin ini
berspektrum luas atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Akhdiya A, Pratiwi E, dan Samudra I M.
2007. Protein toksin dari bakteri
pathogen serangga Photorjabdus
luminescens HJ. Berita Biologi 8 (6).
Arifin K. 2011. Penggunaan musuh alami
sebagai komponen pengendalian
hama
padi
berbasis
ekologi.
Pengembangan Inovasi Pertanian
4:29-46.
Barker K. 1998. At the Bench : A Laboratory
navigator. New York : Cold Spring
Harbor Laboratory Press.
Baskoro et al. 2002. Pengendalian serangga
hama dengan menggunakan bakteri
merah. Laporan Hasil Penelitian,
Balai Pengamatan dan Peramalan
Hama dan Penyakit Tanaman.
14
15
16
Triwibowo.
2005.
Biologi
Molekular. Jakarta : Erlangga.
17
LAMPIRAN
18
Supernatan yang
mengandung protein
insektisidal
Pengendapan
ammonium
sulfat
Protein
nondialisis
Fraksi
didialisis
Protein
dialisis
Kromatografi
kolom dengan eluen
KCl 300 mM
SDS PAGE
Bioasai
menggunakan
serangga
19
Protein
Nondialisis
Protein
Dialisis
Protein
Fraksi A
Protein
Fraksi B
Dilakukan tiga
ulangan untunk setiap
dosis
Protein
insektisidal S.
marcescens
Pakan buatan
luntuk larva
Lima ekor larva T.
molitor instar II-III
diinveskan pada
setiap ulangan dosis
Pengamatan
dilakukan selama 7
hari
20
(Hardjito et al 2002)
Lampiran 4 Data pengukuran konsentrasi protein insektisidal hasil kromatografi
penukar ion pada A280
Elusi
KCl
300 mM
No Fraksi
A280
[protein] (mg/ml)
[protein] (u/ml)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
1.206
1.195
1.139
1.101
1.060
1.035
1.019
1.232
1.243
0.950
0.924
1.012
1.188
1.252
1.250
1.232
1.225
1.212
1.226
1.224
1.229
1.235
1.216
1.238
1.226
0.928
0.919
0.876
0.847
0.815
0.796
0.784
0.948
0.956
0.731
0.711
0.778
0.914
0.963
0.962
0.948
0.942
0.932
0.943
0.942
0.945
0.950
0.935
0.952
0.943
927.692
919.231
876.154
846.923
815.385
796.154
783.846
947.692
956.154
730.769
710.769
778.462
913.846
963.077
961.538
947.692
942.308
932.308
943.077
941.538
945.385
950.000
935.385
952.308
943.077
21
Tabel lanjutan..
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
1.219
1.202
1.204
1.188
1.173
1.198
1.180
1.178
1.175
1.173
0.938
0.925
0.926
0.914
0.902
0.922
0.908
0.906
0.904
0.902
937.692
924.615
926.154
913.846
902.308
921.538
907.692
906.154
903.846
902.308
Absorban
0.200
y = 0.0088x + 0.0729
R = 0.9458
0.150
0.100
0.050
0.000
0
10
15
20
25
FP
A595
A595
terkoreksi
[protein]
(mg/ml)
[protein] xFP
(ug/ml)
Dialisis
200
800
400
800
200
400
5
10
0.27
0.205
0.313
0.25
0.292
0.216
0.287
0.256
0.166
0.101
0.209
0.146
0.188
0.112
0.183
0.152
10.580
3.193
15.466
8.307
13.080
4.443
12.511
8.989
2115.909
2554.545
6186.364
6645.455
2615.909
1777.273
62.557
89.886
Nondialisis
Fraksi A
Fraksi B
Contoh perhitungan :
Protein Dialisis A595 terkoreksi = 0.166
Faktor pengenceran (FP) = 200x
[protein]
rata-rata
(ug/ml)
2335.227
6415.909
2196.591
76.222
22
Persentase mortalitas
60.0
40.0
20.0
26.711.5
26.711.5
0.0
0.0
0
0.5
2.5
5
Dosis g/ml
10
20
40
Persentase mortalitas
19.31.3
27.810.7
20.00
2.5
33.311.5 40.00
53.311.5
45.912.2
40.0
20.0
0.0
0.0
0
0.5
10
20
40
Dosis g/ml
Persentase mortalitas
60.0
40.020.0
25.910.3
2.5
40.020.0
49.910.0
10
37.73.2
46.711.5
40.0
20.0
0.0
0.0
0
0.5
Dosis g/ml
20
40
23
Persentase mortalitas
100.0
80.0
26.711.5
26.711.5
0.5
40.020.0
53.311.5
57.83.9
71.115.4
10
20
66.711.5
60.0
40.0
20.0
0.0
0.0
0
2.5
Dosis g/ml
Probit mortalitas
4.6
4.5
4.4
4.3
0
(A)
0.2
0.4
0.6
0.8
1.2
40
24
6
5
4
y = 0.508x + 4.3007
R = 0.8938
3
2
1
0
0.5
(B)
0.5
Log konsentrasi dosis
1.5
5.2
5
4.8
4.6
y = 1.0478x + 3.9768
R = 0.9819
4.4
4.2
0
(C)
0.5
1.5
Probit mortalitas
6
5
4
y = 0.8642x + 4.4098
R = 0.9852
3
2
1
0
(D)
0.5
1
Log konsentrasi dosis
1.5
Lampiran 16 Contoh perhitungan analisis probit dan penentuan nilai LC50 protein
insektisidal fraksi B
Persentase
mortalitas (%)
0
27
40
53
58
71
Nilai probit
4.39
4.75
5.08
5.20
5.55
Konsentrasi
protein (g/ml)
0
1
2.5
5
10
20
Log konsentrasi
protein
0
0.39
0.69
1
1.30
25
0.8642
4.4098
0.8642
4.4098
4.4098
0.8642
0.6829
4.8184