Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PEMBAHASAN
2.1 TUMBUH KEMBANG USIA TODLER
a. Pengertian
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran
atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran
berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan ( skill) dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil dari proses pematangan.
b. Tumbuh kembang pada anak usia todler
2. Pertumbuhan
Selama tahun ke 2 masa kehidupan masih nampak kelanjutan perlambatan
pertumbuhan fisik yaitu dengan kenaikan BB berkisar antara 1,5 2,5 kg ( rata rata
) dan PB 6 10 cm ( rata rata 8 cm per tahun. Anak akan mengalami penurunan
nafsu makan sampai usia 3 tahun, hal ini mengakibatkan jaringan sub kutan
berkurang sehingga anak yang tadinya nampak gemuk dan montok akan menjadi
lebih langsing dan berotot. Demikian pula dengan pertumbuhan otak yang akan
mengalami perlambatan selama tahun ke 2, kenaikan lingkar pada tahun pertama
mencapai pertambahan sebesar 12 cm dan selanjutnya pada tahun ke 2 hanya
bertambah 2 cm, sedangkan lingkar dada pada tahun pertama berukuran
sama.Namun demikian untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam tabel NCHS WHO
dengan menggunakan rumus :
Bila nilai riel hasil pengukuran nilai median BB/U, TB/U atau BB/TB, maka
rumusnya : Zscore
nilairiel nilaimedian
SDUpper
Bila nilai riel hasil pengukuran nilai median BB/U, TB/U atau BB/TB, maka
rumusnya : ZScore
nilairiel nilaimedian
SDLower
Berat badan
Tinggi badan
Lingkar kepala
LLA mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak
terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan berat badan,
laju tumbuh lambat, dari 11 cm waktu lahir menjadi 16 cm pada satu tahun,
selanjutnya tidak banyak berubah pada umur 1 3 tahun.
Lipatan kulit
Tebalnya lipatan kulit pada daerah triseps dan subskapular merupakan refleksi
tumbuh jaringan lemak dibawah kulit, yang mencerminkan kecukupan energi. dalam
keadaan defisiensi lipatan kulit akan menipis dan sebaliknya menebal jika masukan
energi berlebihan
b. Gejala/tanda pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Pemeriksaan radiologis
Umur tulang
4. Perkembangan
Aspek perkembangan yang seharusnya dicapai anak pada usia todler adalah sebagai
berikut
a. Usia 12 18 bulan
b. Usia 18 24 bulan
c. Usia 2 3 tahun
Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3 6
bulan, 9 12 bulan, 18 24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun.
Tahap kedua : dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama kemudian dilarutkan dengan evaluasi diagnostik
yang lengkap.
c. Penilaian
Penilaian apakah lulus (Passed: P), gagal (Fail: F), ataukah anak tidak mendapat
kesempatan melakukan tugas (No Opportunity: N.O). Kemudian ditarik garis
berdasarkan umur kronologis, yang memotong garis horisontal tugas perkembangan
pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P
dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasi dalam
normal, abnormal, meragukan (Questionable) dan tidak dapat dites (Untestable).
Abnormal
-
Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan plus 1
sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak
ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
Meragukan
-
Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang
sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
Tidak dapat dites
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau
meragukan.
Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut di atas.
a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuhkembang anak, yaitu:
1. Faktor Genetik
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan
patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Seperti sindrom Down, sindrom
Turner yang disebabkan oleh kelainan kromosom.
2. Faktor Lingkungan
Faktor Lingkungan Pra natal, antara lain:
Gizi ibu pada waktu hamil
Mekanis (trauma dan cairan ketuban yang kurang, posisi janin)
Toksin / zat kimia (zat teratogen: obat-obatan teralidomide, pkenitoin, methadion,
obna-obat anti kanker)
Endokrin (defisiensi hormon somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid,
insulin)
Radiasi
Infeksi (Torch, Varisela, Coxsakie, Echovirus, Malaria, Lues, HIV, polio,
campak, teptospira, virus influenza, virus hepatitis)
Stres
Imunitas
Anoksia embrio
Faktor Lingkungan Post Natal, yaitu :
Lingkungan Biologis, antara lain: Ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi,
perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi
metabolisme, hormon.
Faktor Fisik, antara lain: cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah, sanitasi,
keadaan rumah, radiasi.
Faktor Psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, hukuman yang wajar,
kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anakorang tua.
Faktor Keluarga dan Adat Istiadat, antara lain: pekerjaan/ pendapatan keluarga,
pendidikan ayah/ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah
tangga, kepribadian ayah/ibu, adat-istiadat, norma-norma, agama, urbanisasi,
kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak,
angaran, dll. (Soetjiningsih, 1998)
Meningitis adalah infeksi cairan otak dan disertai proses peradangan yang
mengenai piameter, araknoid dan dapat meluas ke permukaan jaringan otak dan
medula spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang
terdapat secara akut dan kronis.
Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak
serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus
meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna
D.,1999).
Meningitis adalah suatu peradangan selaput otak yang biasanya diikuti pula oleh
peradangan otak. (penyakit dalam dan penanggulangan,1985).
B. ETIOLOGI
a. Bakteri merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberpa bakteri
yang secara umum diketahui dapat menyebabkan mengitis adalah:
Streptococcus, grup A
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Klebsiella
Proteus
Pseudomonas
b. Virus merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini
biasanya bersifat self-limitting dimana akan mengalami penyembuhan sendiri
dan penyembuhan bersifat sempurna.
c. Jamur
d. Protozoa
e. Faktor predisposisi: jenis kelamin: laki-laki lebih sering dibandingkan dengan
wanita
f. Faktor maternal: rupture membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan
g. Faktor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobilin, anak
yang mendapat obat-obat imunosupresi
h. Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan system persyarafan.
C. KLASIFIKASI
1. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang
menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non
virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa.
Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain.
Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit
faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat
pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat
selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain.
Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus
influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang
tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis
purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan
muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung
dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran
klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan
selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda
tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka
terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan
perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang
berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasipupil dan koma.
2. Meningitis serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang
dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis
primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput
otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan
tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang
kemudian pecah kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada
meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau
pengobatan yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis
sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau
produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta
dan kadang kadang menderita retardasi mental.
D. TANDA DAN GEJALA
Pada meningitis purulenta ditemukan tanda dan gejala :
1. Gejala infeksi akut atau sub akut yang ditandai dengan keadaan lesu, mudah
terkena rangsang, demam, muntah penurunan nafsu makan, nyeri kepala.
2. Gejala peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan muntah, nyeri kepala,
penurunan kesadaran ( somnolen sampai koma ), kejang, mata juling, paresis atau
paralisis.
3. Gejala rangsang meningeal yang ditandai dengan rasa nyeri pada leher dan
punggung, kaku kuduk, tanda brodsinky I dan II positif dan tanda kerning positif.
10
Tanda kerning yaitu bila paha ditekuk 90ke depan, tuungkai dapat diluruskan pada
sendi lutut.
Tanda brudzinky I positif adalah bila kepal di fleksi atau tunduk ke depan, maka
tungkai akan bergerak fleksi di sudut sendi lutut.
Tanda brodzinky II positif adalah bila satu tungkai ditekuk dari sendi lutut ruang
paha, ditekankan ke perut penderita, maka tungkai lainnya bergerak fleksi dalam
sendi lutut.
Pada meningitis tuberkulosa didapatkan gejala dalam stadium-stadium yaitu :
1. Stadium prodomal ditandai dengan gejala yang tidak khas dan terjadi perlahanlahan yaitu demam ringan atau kadang-kadang tidak demam, nafsu makan menurun,
nyeri kepala, muntah, apatis, berlangsung 1-3 minggu, bila tuberkulosis pecah
langsung ke ruang subaraknoid, maka stadium prodomal berlangsung cepat dan
langsung masuk ke stadium terminal.
2. Stadium transisi ditandai dengan gejala kejang, rangsang meningeal yaitu kaku
kuduk, tanda brudzinky I dan II positif, mata juling, kelumpuhan dan gangguan
kesadaran.
3. Stadium terminal ditandai dengan keadaan yang berat yaitu kesadaran menurun
sampai koma, kelumpuhan, pernapasan tidak teratur, panas tinggi dan akhirnya
meninggal.
E. PATOFISIOLOGI
Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu: durameter, arachnoid,dan piameter.cairan otak
dihasilkan didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub
arachnoid dalam system ventrikuler seluruh otak dan sumsum tulang belakang,
direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari jari didalam lapisan
subarchnoid.
Organisme ( virus/ bakteri ) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan
otak melalui aliran darah didalam pembuluh darah otak. Cairan hidung ( secret
hidung ) atau secret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat
menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan
lingkungan (dunia luar ), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan kecairan otak
melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan
penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat
11
yang dibentuk akan menyebar, baik kecranial maupun kesaraf spinal yang dapat
menyebabkan kemunduran
neurologis
selanjutnya,
Kerusakan neurologist
F. MANIFESTASI KLINIK
Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku
Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor
Sakit kepala
Sakit sakit pada otot
Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata
pasien.
Adanya disfungsi pada saraf III, IV, VI
Pergerakan motorik pada awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan
biasa
terjadi hemiparesis, hemiplagia, dan penurunan tonus otot
Reflex brudzinski dan reflex kernig positif
Nausea
Vomiting
Takikardia
Kejang
Pasien merasa takut dan cemas
12
G. KOMPLIKASI
a. Ketidaksesuaian sekresi ADH
b. Pengumpulan cairan subdural
c. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan
d. Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II
( optikus )
e. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut,
konjungtivitis.
f. Epilepsi
g. Pneumonia karena aspirasi
h. Efusi subdural, emfisema subdural
i. Keterlambatan bicara
j. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ),
nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisa CSS dan fungsi lumbal
Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis
bakteri
Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negative, kultur
virus biasanya hanya dengan prosedur khusus
2.Glukosa serum : meningkat
3. LDH serum : meningkat pada meningitis bakteri
Sel darah putih : meningkat dengan peningkatan neotrofil (infeksi bakteri)
Elektrolit darah : abnormal
4.LED : meningkat
Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi /mengidentifikasikan tipe penyebab infeksi
5. MRI /CT Scan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel
; hematum daerah serebral, hemoragik maupun tumor
I. MANAGEMEN TERAPI
13
14
keluhan
kejang
tersebut.
15
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan
secara Umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung
conginetal ( abses otak ).
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat
(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ).
Takikardi, distritmia (pada fase akut) seperti distrimia sinus (pada meningitis )
3. Eleminasi
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
4. Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut )
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
5. Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode
akut )
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala (mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat) .
Pareslisia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi
(kerusakan pada saraf cranial). Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas (minimitis) .
Timbul kejang (minimitis bakteri atau abses otak) gangguan dalam penglihatan,
seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi). Fotopobia (pada minimtis).
Ketulian (pada minimitis / encephalitis) atau mungkin hipersensitifitas terhadap
kebisingan, adanya hulusinasi penciuman / sentuhan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk
oleh ketegangan leher /punggung kaku ,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri
16
17
Intervensi
a. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan baik pasien, pengunjung, maupun staf.
Rasional : menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol
penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi ( mis :
individu yang mengalami infeksi saluran napas atas )
b. Pantau dan catat secara teratur tanda-tanda klinis dari proses infeksi.
Rasional : Terapi obat akan diberikan terus menerus selama lebih 5 hari setelah suhu
turun ( kembali normal ) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis
terus menerus merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang
dapat bertahan sampai berminggu minggu / berbulan bulan atau penyebaran
pathogen secara hematogen / sepsis.
c. Ubah posisi pasien dengan teratur tiap 2 jam.
Rasionalisasi : Mobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan
menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan.
d. Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau
Rasionalisasi : Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko
terhadap infeksi kandung kemih / ginjal / awitan sepsis.
e. Kolaborasi tim medis
Rasional : Obat yang dipilih tergantung pada infeksi dan sensitifitas individu. Catatan
;
obat cranial mungkin diindikasikan untuk basilus gram negative, jamur, amoeba.
Dx kep 2 : Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
yang mengubah / menghentikan aliran darah arteri / vena.
Tujuan : perfusi jaringan serebral (edema serebral) berkurang
Hasil yang diharapkan / kriteria pasien anak : mempertahankan tingkat kesadaran ,
mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil, melaporkan tak adanya / menurunkan
berat sakit kepala, mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif dan tanda
peningkatan TIK.
Intervensi
a. Perubahan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai
indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal.
18
Pantau
gas
darah
arteri.
Berikan
terapi
oksigen
sesuai
kebutuhan.
Rasional : terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel
yang memperburuk / meningkatkan iskemia serebral.
f. Berikan obat sesuai indikasi.
Dx kep 3 : Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : tanda dan gejala trauma berkurang / tidak ditemukan
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : tidak mengalami kejang atau
penyerta atau cedera lain.
Intervensi
a. Pantau adanya kejang / kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang
lain.
Rasional : mencerminkan pada iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi
segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.
b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang tempat
tidur dan pertahankan tetap terpasang dan pasang jalan napas buatan plastik atau
gulungan lunak dan alat penghisap.
19
Rasional : melindungi pasien jika kejang. Catatan ; masukan jalan napas bantuan /
gulungan lunak jika hanya rahangnya relaksasi, jangan dipaksa memasukkan ketika
giginya mengatup dan jaringan lunak akan rusak.
c. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Pindahkan .gerakkan dengan bantuan
sesuai membaiknya keadaan.
Rasional : menurunkan resiko terjatuh / trauma jika terjadi vertigo, sinkope atau
ataksia.
d. Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin ( dilantin ), diazepam , fenobarbital.
Rasional : merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang .catatan :
fenobarbital dapat menyebabkan defresi pernapasan dan sedative serta menutupi
tanda / gejala dari peningkatan TIK.
Dx kep 4 : Nyeri ( akut ) berhubungan dengan adanya proses inflamasi / infeksi.
Tujuan : Nyeri dapat teratasi
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : melaporkan nyeri hilang /
terkontrol, menunjukkan poster rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi
a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada
cahaya dan meningkatkan istirahat / relaksasi.
b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan yang penting .
Rasional : menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
c. Berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara aktif dan massage otot daerah
leher
/bahu.
20
21