Вы находитесь на странице: 1из 11

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEMAM TIFOID
1. Definisi Demam Tifoid
Demam Tifoid adalah sindroma klinik yang ditandai dengan demam lebih dari 7 hari ,
disertai gejala gastrointestinal berupa nyeri perut, diare atau konstipasi dan konstituen seperti
mual, muntah,dll yang disebabkan Salmonella species (1).
2. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A,
dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan
oleh s. Typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang
lain. (1)
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak
membentuk spora, dan tidak berkapsul. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan
mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik
namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C
(140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang
rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam
sampah, bahan makanan kering, dan bahan tinja. (1)
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah
komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H
adalah protein labil panas. (2)
1. Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur
kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100C
selama 25 jam, alkohol dan asam yang encer. (2)

2. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan
berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga
dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu
60C dan pada pemberian alkohol atau asam. (2)
3. Patogenesis
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya
Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama cairan,
maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme
penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi
pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp lebih mudah masuk ke dalam usus
penderita. Salmonella spp kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam
lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih
banyak Salmonella spp. (4)
Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran
darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati kapilerkapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau secara tidak langsung melalui kapilerkapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana.
Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya yang lebih
berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada
jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid
merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang
dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang
membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan
sumsum tulang. (4)
Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial
yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh sumbatan
pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa

yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas sehingga
terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus
sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika
submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat
mencapai membran serosa. (4)
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka
perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut
yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan
kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid
tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam
tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa
telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan
bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi
baik perdarahan maupun perforasi. (4)
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap
mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan
urinary karier penyakit tersebut. (4)
Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak. Anakanak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis. Tromboflebitis, periostitis
dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada
demam tifoid. (4)

4. Faktor Resiko Demam Tifoid


Demam typoid memiliki beberapa faktor risiko. Faktor risiko demam typoid
terdiri dari :
a. Pengetahuan
Pengetahuan Individu dalam suatu komunitas terkecil yang disebut keluarga berbedabeda didalam sebuah keluarga, tergantung dari pembinaan keluarga, dan pengetahuan

yang didapat dari luar. Pengetahuan yang kurang memadai tentang demam tifoid
terutama aspek preventif mengakibatkan sikap dan perilaku yang tidak sehat.
Pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap anggota keluarga adalah, pengetahuan
tentang apa itu penyakit demam tifoid, Bagaimana tanda dan gejala demam tifoid,
media transmisi, dan yang paling penting adalah Bagaimana tindakan preventif yang
bisa dilakukan untuk meminimalisir faktor resiko terjadinya demam tifoid.
b. Sikap
Pengetahuan yang memadai akan melahirkan fase selanjutnya yaitu affektif dan
psikomotor (sikap dan perilaku). Apabila setiap individu didalam keluarga memahami
penyakit tifoid maka sikap sehari-hari akan menjadi sadar akan sikap hidup sehat.
c. Perilaku

5. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi rata-rata bervariasi 7-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60
hari. Lamanya masa inkubasi berkorelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum
atau status gizi serta status imunologis pasien. Walaupun gejala demam tifoid ini bervariasi
namun secara garis besar dapat dikelompokan, antara lain (2) :
-

Demam satu minggu atau lebih;

Gangguan pencernaan; dan gangguan kesadaran.


Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut pada umumnya,
seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, demam tifoid, dan konstipasi. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu kedua
maka gejala dan tanda klinis makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran
hati dan limpa, perut kembung, mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan
sampai dengan yang berat (2,7).
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti orang dewasa,
kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat pula mendadak
tinggi dan remiten (39-41C) serta dapat juga bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid
kongenital (7).

Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan tanda-tanda antara
lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat, di
bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif akan terjadi
deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominem (7).
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua.
Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4 cm, berwarna merah pucat, serta
hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan emboli kuman dimana di dalamnya
mengandug kuman salmonella dan terutama didapatkan di daerah perut, dada, dan kadangkadang daerah pantat maupun bagian flexor lengan atas (8).
Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu
pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria. Pembesaran limpa
pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih lunak (8).
Demam tifoid pada anak usia < 2 tahun jarang dilaporkan, bila terjadi biasanya
gambaran klinisnya berbeda dengan anak yang lebih besar. Kejadiannya sering mendadak
disertai panas yang tinggi, muntah-muntah, kejang, dan tanda-tanda perangsangan
meningeal. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis (20.000-25.000/mm3), limpa
sering teraba pada pemeriksaan fisik dan angka kematian yang tinggi ( 12,5%) (7).
6. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat
oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan Laboratorium meliputi
pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi
molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis,
menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta
timbulnya penyulit (3).
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau
perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau
tinggi.
Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.
LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat
Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). (3)

2. Urinalisis
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)
Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. (3)
3. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai
hepatitis Akut. (3)
4. Imunorologi
Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (di dalam
darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau paratyphi (reagen). Uji ini
merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di
negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test)
hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi.
Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin. (6)
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil
positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor,
antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain
(Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid
(RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah
mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit,
keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain. (6)
Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O = 1/160, bahkan
mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid
ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu 1. Melihat hal-hal di
atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa
hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan
oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya. (6)
Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih
sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid atau

Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui.
Diagnosis Demam Typhoid atau Paratyphoid dinyatakan apabila lgM positif menandakan
infeksi akut dan jika lgG positif menandakan pernah kontak atau pernah terinfeksi atau
reinfeksi atau daerah endemik. (6)
5. Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid
atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam
Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid
atau Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera
dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman
terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama
sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi (3).
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu
waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 - 7 hari, bila belum ada
pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin
dan tinja. (3)
6. Biologi molekular
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada
cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan
DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam
jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen
yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi (3).
7. Pengobatan
A. Pengobatan kausal
1. kloramfenikol/ tiamfenikol 100 mg/ kgBB/ hari dibagi 3-4 dosis selama 10 hari

2. kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari aau sulfameoksasol


40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari
3. amoksisilin 100mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 14-21 hari
4. sefriakson 80 mg/kgBB/hari selama 7 hari
5. sefiksim 15-20 mg/kgBB/hari selama 10 hari
6. Pada kasus berat deksametason 1-3 mg/kgBB/ hari dengan antibiotik yang sesuai
B. Pengobatan Suportif
Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi, hipoglikemi
C. Diet
Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan lunak/ cair mudah
dicerna tinggi kalori dan protein
D. Non Medika Mentosa
Tirah baring Total (Total Bed Rest ) bila perlu isolasi penderita
8. Pencegahan

Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan


khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi
karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid.
(Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi
dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella
typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling)
minuman/makanan (2)
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang
diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah vaksin yang
dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin
tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanya direkomendasikan untuk pelancong yang
berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan
penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium. (2)

Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-anak
kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu haruslah
diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum berpergian supaya memberikan waktu
kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang resiko
tinggi. (2)
Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak
kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan untuk
proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum bepergian
supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5
tahun untuk orang-orang yang masih memiliki resiko terjangkit. (2)
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus
menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi) adalah
orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin sebelumnya, maka ia
tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan
vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya
saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang
memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka
hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita
HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyerang sistem imunitas, orang yang sedang
mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh
semisal steroid selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan
perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan
dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik.
Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem serius
seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan bahaya serius atau
kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah
jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah : demam
(sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau
pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin tifoid yang

dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau sakit kepada (5 orang per
100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah atau ruam-ruam (jarang terjadi). (2)

9. Diagnosis Banding
a. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan karena plasmodium yag
menyerang erotrosit yang ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah.
Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodik, anemia dan splenomegali.
Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodormal dapat
terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, merasa dingin
di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tidak enak, demam
tifoid ringan dan kadang-kadang dingin.(9)
Gejala yang klasik adalah trias malaria. Secara berurutan periode dingin (15-60
menit) : mulai menggigil. Penderita sering membungkus diri dengan selimut dan pada
saat menggigil seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, diikuti dengan kenaikan
temperatur. Periode panas : penderita muka merah, nadi cepat dan panas badan tetap
tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat. Periode berkeringat : penderita
berkeringat dan temperatur mulai turun (9)
10. Dengue Fever
Dengue fever adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trobositopenia, dan diuresis hemoragi.(9)
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
dengan fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika mendapat pengobatan tidak adekuat (9)

B. Kerangka Teori

HOST:
Pengetahuan
Perilaku
Imunitas
LINGKUNGAN:
Sumber air
Pencemaran
lingkungan

ETIOLOGI :
Salmonela Typhi
Salmonela Paratyphi

C. Kerangka konseptual
Pengetahuan
masyarakat
Perilaku
Masyarakat
Riwayat imunisasi

Demam Typoid

Sumber air
Makanan dan
minuman yang
tercemar
D. Hipotesis

: Diteliti
: Tidak diteliti

Pengetahuan masyarakat yang buruk, dan perilaku masyarakat yang buruk dapat
mempengaruhi kejadian demam typoid

Вам также может понравиться