Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Retina merupakan bagian mata memiliki reseptor penerima
rangsang cahaya1. Retina sangat teroganisir melakukan pengolahan
informasi visual sebelum dikirim melalui saraf optik menuju korteks
visual2. Pada retina terdapat makula dengan diameter 5-6 mm
diantara temporal vascular arcades. Bagian inti retina terdapat
fovea yang kaya akan sel kerucut dan bertanggung jawab untuk
penglihatan berwarna dan ketajaman visual tertinggi. Bagian perifer
retina,

dapat

dipantulkan

terlihat
dari

ora

sklera

serrata.
posterior

Transmisi
melalui

cahaya
kapiler

yang
koroid

menghasilkan warna kemerahan pada retina. Retina diperdarahi


oleh arteri retina sentral merupakan cabang pertama dari arteri
oftalmik dan bercabang menjadi empat cabang yang mendarahi
setiap kuadrannya3.
Kehilangan penglihatan secara mendadak, menyeluruh, dan
tanpa rasa sakit pada satu mata merupakan karaktekteristik dari
central retinal artery occlusion (CRAO). Retina menjadi opaque dan
edematous, terutama di bagian posterior pada serat nervus dan
lapisan tebal sel ganglion. Reflek merah dari pembuluh darah koroid
dibawah foveola begitu kontras menonjol pada sekitar bagian
neural

retina

yang

mengalami

keadaan

opaque,

sehingga

menimbulkan cherry-red spot. CRAO sering disebabkan oleh arteri


sklerosis berkaitan dengan trombosis yang terjadi pada lamina
kribrosa. Embolisasi menjadi penting dalam beberapa kasus, seperti
perdarahan dibawah plak arteri sklerotik, trombosis, spasme, dan
diseksi aneurisma dalam arteri retina sentral. Keseluruhan, emboli
1

dapat terlihat dalam sistem retina arteri sekitar 20% dari mata yang
mengalami CRAO3.
CRAO merupakan kasus sangat darurat pada oftalmologi. CRAO
pertama kali dideskripsikan oleh Von Graefe pada tahun 1985.
CRAO

adalah

suatu

kejadian

yang

jarang

terjadi.

Penelitian

dilakukan oleh Jain dan Juang didapatkan 0.85% dari 100.000 orang
pertahun menderita CRAO. Penelitian Ducker menunjukkan rata-rata
kejadian CRAO terjadi pada umur 60 tahun 4. Prevalensi oklusi arteri
retina terjadi 1-2% pada orang berusia diatas 40 tahun dan
mengenai 16 juta orang di seluruh dunia. Branch retinal artery
occlusion (BRAO) empat kali lebih besar dari pada CRAO. Studi di
Amerika menunjukkan CRAO terjadi pada 1:10.000 orang. Bahkan,
1-2% penderita CRAO dengan gangguan bilateral.
CRAO

seperti

hiperlipidemia,

hipertensi,
giant

cell

diabetes,
artritis5,

cardiac

Faktor risiko

valvular

obesitas,

dan

disease,
penyakit

kardiovaskular.
1.2.Tujuan Penulisan
Tujuan dari telaah ilmiah ini adalah untuk memberikan
gambaran mengenai CRAO yang meliputi anatomi, perdarahan,
fisiologi, definisi CRAO, pemeriksaan CRAO, dan prognosis CRAO
bertujuan untuk menuntun kita curiga akan kehadiran kelainan ini
sehingga penegakan diagnosis dapat dilakukan dan manajemen
terapi dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi Retina
Retina merupakan bagian mata memiliki reseptor yang
cahaya1.

menerima

rangsang

melakukan

pengolahan

Retina

informasi

sangat

visual

teroganisir

sebelum

dikirim

melalui saraf optik menuju korteks visual 2. Pada retina terdapat


makula dengan diameter 5-6 mm diantara temporal vascular
arcades. Bagian inti retina terdapat fovea yang kaya akan sel
kerucut dan bertanggung jawab untuk penglihatan berwarna
dan ketajaman visual tertinggi. Bagian perifer retina, dapat
terlihat ora serrata. Transmisi cahaya yang dipantulkan dari
sklera posterior melalui kapiler koroid menghasilkan warna
kemerahan pada retina. Retina diperdarahi oleh arteri retina
sentral merupakan cabang pertama dari arteri oftalmik dan
bercabang menjadi empat cabang yang mendarahi setiap
kuadrannya3.
Neurosensori retina secara anatomis didefinisikan sebagai
makula lutea atau yellow spot, hal tersebut disebabkan terdiri
3

dari pigmen xanthophyll. Pada bagian tengah 1,5 mm dari


makula terdapat fovea atau fovea sentralis secara anatomi dan
komposisi fotoreseptor, memiliki fungsi khusus berhubungan
dengan tajam penglihatan dan untuk penglihatan warna. Retina
diluar makula terbagi atas beberapa bagian yaitu ekuator retina
dan perifer retina. Bagian perifer terjauh batas antara retina
dan pars pellana disebut ora serrata. Lapisan retina dari dalam
ke luar terdiri dari lapisan yaitu membran limitan interna, lapis
serabut saraf, lapis sel ganglion, lapis pleksiform dalam, lapis
nukleus dalam, lapis pleksiform luar, lapis nukleus, membran
limitan eksterna, dan lapis fotoreseptor1.

2.1.1.
Lapisan Retina1
2.1.1.1.
Membran Limitan Interna
Merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
2.1.1.2.
Lapis Serabut Saraf
Merupakan lapis akson sel ganglion menuju
ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini
terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
2.1.1.3.
Lapis Sel Ganglion
Merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua.

2.1.1.4.
Lapis Pleksiform Dalam
Merupakan lapisan aselular tempat sinaps
sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
2.1.1.5.
Lapis Nukleus Dalam
Merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal,
dan sel Muller lapis mendapat metabolisme dari
arteri retina sentral.
2.1.1.6.
Lapis Pleksiform Luar
Merupakan lapis aselular dan merupakan
tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar
dan sel horizontal.
2.1.1.7.
Lapis Nukleus Luar
Merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut
dan sel batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan
mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
2.1.1.8.
Membran Limitan Eksterna dan Lapis Fotoreseptor
Merupakan
membran
ilusi
dan
lapis
fotoreseptor merupakan lapis terluar retina terdiri
atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping
dan sel kerucut.
2.2.

Perdarahan Retina
Retina diperdarahi oleh arteri retina sentral, merupakan

cabang pertama dari arteri oftalmikus, memasuki mata terbagi

empat cabang untuk mensuplai bagian kuadran retina. Cabangcabang tersebut terletak di bagian dalam retina dan bercabang
menjadi lebih kecil. Terkadang percabangan arteri silioretina dari
sirkulasi silier, akan mensuplai bagian dalam retina diantara
nervus optikus pusat makula. Pada tingkat jaringan, perdarahan
retina disuplai oleh dua lapis kapiler. Satu pada bagian perifer di
lapis serabut saraf dan lapis sel ganglion dan lebih dalam pada
lapis nukleus dalam. Vaskularisasi retina, termasuk kapiler,
terdapat blood-brain barrier diantara sel endotel kapiler. Darah
dikumpulkan dari dari akumulasi kapiler dengan sebuah cabang
vena yang membelok ke vena sentral. Sistem vaskuler retina
membutuhkan 5% oksigen untuk digunakan di fundus3.
2.3.

Fisiologi Retina
Retina merupakan jaringan okuler yang sangat kompleks.
Mata berfungsi sebagai intrumen optik yaitu sebuah reseptor
kompleks dan transduser efektif. Sel batang dan kerucut
berada dalam lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan
cahaya melalui impuls saraf yang dihubungkan melalui visual
pathways menuju korteks visual oksipital2.
Fotoreseptor memiliki banyak sel kerucut pada bagian
fovea yang berada di tengah makula dan sel batang di bagian
perifer.

Pada

foveola

terdapat

sel

ganglion

yang

menghubungkan setiap sel kerucut dan sel saraf, begitu juga


pada

bagian

perifer.

Fovea

bertanggung

jawab

untuk

ketajaman penglihatan dan penglihatan warna, maka untuk


mencapai hasil terbaik dibutuhkan pencahayaan yang baik di
foveola, sedangkan retina yang tersisa digunakan untuk
pergerakan, kontras, dan penglihatan pada malam3.

Fotoreseptor sel batang dan kerucut berada dilapisan


terluar retina yang avaskular dan terdapat reaksi kimia untuk
menginisiasi proses visual. Setiap fotoreseptor sel batang
terdiri dari rhodopsin yaitu kombinasi protein opsin dengan
kromofon. Rhodopsin menyerap panjang gelombang 500 nm
yaitu warna biru dan hijau. Fotopigmen sel kerucut terdiri dari
kombinasi protein opsin dan skotopsin menyerap panjang
gelombang 430, 540, dan 575 nm yaitu biru, hijau, dan merah3.
Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina,
fagositosis,

membawa

vitamin,

mengurangi

penyebaran

cahaya, dan barier selektif antara koroid dan retina. Lapisan


dasar epitel pigmen retina dibentuk oleh Bruchs membrane.
Epitel

pigmen

retina

memiliki

kemampuan

regenerasi

terbatas3.
2.4.
CRAO
2.4.1. Epidemiologi CRAO
CRAO merupakan

kasus

sangat

darurat

pada

oftalmologi. CRAO pertama kali dideskripsikan oleh Von


Graefe pada tahun 1985. CRAO adalah suatu kejadian
yang jarang terjadi. Penelitian dilakukan oleh Jain dan
Juang didapatkan 0.85% dari 100.000 orang pertahun
menderita CRAO. Penelitian Ducker menunjukkan rata-rata
kejadian CRAO terjadi pada umur 60 tahun 4. Prevalensi
oklusi arteri retina terjadi 1-2% pada orang berusia diatas
40 tahun dan mengenai 16 juta orang di seluruh dunia.
Branch retinal artery occlusion (BRAO) empat kali lebih
besar dari pada CRAO. Studi di Amerika menunjukkan
CRAO

terjadi

pada

1:10.000

orang.

Bahkan,

1-2%

penderita CRAO dengan gangguan bilateral. Faktor risiko


7

CRAO

seperti

hipertensi,

diabetes,

cardiac

valvular

disease, hiperlipidemia, giant cell artritis5, obesitas, dan


penyakit kardiovaskular.

2.4.2. Patofisiologi CRAO


CRAO sering disebabkan oleh arteri sklerosis yang
berkaitan dengan trombosis yang terjadi pada lamina
kribrosa. Embolisasi menjadi penting dalam beberapa
kasus, seperti perdarahan dibawah plak arteri sklerotik,
trombosis, spasme, dan diseksi aneurisma dalam arteri
retina sentral. Secara keseluruhan, emboli dapat terlihat
dalam sistem arteri retina sekitar 20% dari mata yang
mengalami CRAO3.
Giant cell arthritis menyumbang 1-2% kasus CRAO.
Pada

kasus

tersebut,

dapat

terlihat

pembentukan

erythrocyte sedimentation rate (ESR) pada kasus CRAO


bila tidak terlihat adanya emboli. Uji C-Reaktif protein
sangat disarankan dan nilai normalnya lebih kecil serta
tidak berkaitan dengan usia. Nilai ESR dan C-Reaktif
protein menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas diagnosa
giant

cell

arthritis.

Peningkatan

jumlah

platelet

menunjukkan adanya giant cell arthritis3.


Kehilangan

penglihatan

secara

mendadak,

menyeluruh, dan tanpa rasa sakit pada satu mata


merupakan karaktekteristik dari CRAO. Retina menjadi
opaque

dan

edematous.

Hal

tersebut

disebabkan

hilangnya suplai darah pada inner layer retina.terutama di

bagian posterior pada serat nervus dan lapisan tebal sel


ganglion. Reflek merah dari pembuluh darah koroid
dibawah foveola begitu kontras menonjol pada sekitar
bagian neural retina yang mengalami keadaan opaque,
sehingga menimbulkan cherry-red spot3 (gambar 1).
Pada arteri retina sentral terbentuk rekanalisasi dan
membersihkan

edema

di

retina.

Namun,

penurunan

ketajaman penglihatan akibat CRAO bersifat permanen


karena terjadi infark pada bagian dalam retina. Sebuah
studi menunjukkan bahwa 66% memiliki visus 20/400 dan
hanya 18% memiliki visus 20/40. Sebagian besar kasus
dengan visus 20/40 terjadi pada arteri silioretina yang
masih bisa mempertahankan vaskularisasi ke sentral
makula3.
Studi pada primata menunjukkan bahwa kerusakan
retina irreversibel terjadi setelah 90 menit pasca CRAO.
Namun,

pada

beberapa

kasus

visus

dapat

kembali

walaupun obstruksi telah berlangsung selama berjamjam3.

Gambar 1. Opasifikasi dan cherry-red spot


pada foveola
2.4.3. Gejala Klinik CRAO
2.4.3.1. Tanda
Pada CRAO, tanda petama adalah defek
aferen pupil pada salah satu sisi. Kemudian terjadi
opasifikasi, pembentukan cherry-red spot (gambar
2),

optik

disk

menjadi

pucat,

terjadi

revaskularisasi, dan edem retina menyebabkan


penebalan

lapisan

serabut

saraf

lapisan

sel

ganglion.

10

Gambar 2. cherry-red spot pada foveola


2.4.3.2. Gejala
Gejala utama pada oklusi arteri retina adalah
kehilangan
kabur

penglihatan,

dalam

beberapa

biasanya
menit,

monokular,
lalu

terjadi

penurunan total penglihatan. Pada CRAO, terjadi


kehilangan penglihatan terpusat dan menyeluruh.
Tidak ada rasa nyeri juga menyertai sindrom
iskemik okular.

2.5.
Pemeriksaan CRAO4
2.5.1. Fluorescein Angiography
Fluorescein angiography tidak rutin dilakukan
pada pemeriksaan fase akut penyakit oklusi arteri retina.

11

Temuan

Fluorescein

angiography

berupa

CRAO

dan

Branch Retinal Artery Occlusion (BRAO).


2.5.2. Visual Field Testing
Pemeriksaan ini menunjukkan bagian temporal
dari penglihatan perifer. Pada kasus oklusi silioretina
ditemukan perdarahan di bagian tengah retina.
2.5.3. Elektroretinografi
Pemeriksaan
elektroretinografi
menunjukkan
karakteristik penurunan gelombang beta dan gelombang
alfa.

2.5.4. Optical Coherence Tomography (OCT)


OCT digunakan untuk mengetahui durasi iskemi. Fase
akut menunjukkan peningkatan reflektifitas pada lapisan
retina dan penurunan reflektifitas fotoreseptor. Iskemi
pada macula menunjukkan adanya perubahan sistoid.
Pada

kasus

iskemi

yang

telah

lama

menunjukkan

penipisan makula diiringi peningkatan reflektifitas retina.


2.5.5. Color Doppler Imaging
Color Doppler imaging

bertujuan

untuk

menilai

karakteristik aliran darah dari sirkulasi retrobulbar. Pada


CRAO menunjukkan penurunan kecepatan aliran darah
arteri sentral retina. Color Doppler imaging dapat juga
mendeteksi klasifikasi emboli di lamina kribrosa.
2.6 Penatalaksanaan4
CRAO merupakan salah satu kasus sangat gawat darurat.
Penanganan segera, tepat, dan efektif sangat penting untuk
mengembalikan aliran darah pada retina. Penanganan awal
yaitu:
12

1. Menurunkan tekanan intraokluar.


Pemberian obat tetes mata golongan -blocker
ataupun pemberian asetazolamid 500 mg IV
2. Ocular massage
Dilakukan dengan gerakan berputar selama 10
detik pada bola mata lalu dilepas, kemudian dilakukan
berulang-ulang. Cara ini dilakukan diharapkan tenaga
yang diberikan akan membuat retina menganggap
adanya hipoksia sehingga terjadi dilatasi vaskular
retina yang menyebabkan peningkatan aliran darah.
Saat pemijatan dihentikan, cairan akan mengalir dan
terjadi penurunan resistensi aliran darah. Selain itu,
diharapkan

terjadi

pemindahan

emboli

melalui

sirkulasi arteri ke arteriol yang lebih dalam dan


menyelematkan sebagian daerah retina.
3. Parasentesis bilik mata depan
Parasentesis dilakukan dengan anastesi
menggunakan jarum suntik 30G

lokal

pada spuit 1 cc.

Lakukan insersi pada daerah limbus dengan hati-hati


dan menjaga agar jarum tidak merusak lensa. Ambil
cairan sebanyak 0.1-0.2 cc. Kemudian tarik jarum
keluar dan diberikan obat tetes mata berupa antibiotik
topikal.

Diharapkan

terjadi

penurunan

tekanan

intraokular yang akan memicu peningkatan perfusi


yang akan mendorong emboli bergerak lebih dalam.
4. Peningkatan perfusi pada retina melalui pemberian
obat vasodilator seperti isosorbid dinitrat sublingual
10 mg.

13

5. Terapi

antitrombolitik

perifer

bertujuan

untuk

memindahkan thrombus atau aspirin 500 mg pada


fase akut.
6. Terapi antiplatelet

(streptokinase

750.000

IU

IV,

urokinase), terapi heparin, dam hemodilusi isovolemik.


7. Inhalasi O2 95% dan CO2 5% dicampurkan selama 10
menit setiap 2 jam selama 2 hari
8. Invasif
Laser arteriotomi, embolektomi,

dan

lokal

intraarterial trombolisis merupakan tindakan invasive.


Keberhasilan dalam prosedur invasif ditentukan oleh
pengalaman dari dokter yang melakukannya.
2.7 Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi adalah glaukoma neovaskular,
hal tersebut tergantung pada letak dan lamanya terjadi oklusi
maka kadang-kadang visus dapat kembali normal tetapi lapang
pandang menjadi lebih kecil.
2.8 Prognosis
Secara umum prognosis buruk. Hanya 61% akan mencapai
ketajaman penglihatan dengan menghitung jari dan hanya 16%
akan memperoleh ketajaman penglihatan 20/40 atau lebih.

14

BAB III
KESIMPULAN
Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) adalah tersumbatnya
arteri sentral retina yang disebabkan oleh embolisasi (perdarahan
dibawah plak arteri, sklerotik, trombosis), spasme, dan diseksi
aneurisma dalam arteri retina sentral. CRAO merupakan suatu
keadaan sangat gawat darurat yang dapat menyebabkan kebutaan.
Penelitian dilakukan oleh Jain dan Juang didapatkan 0.85%
dari 100.000 orang pertahun menderita CRAO. Penelitian Ducker
menunjukkan rata-rata kejadian CRAO terjadi pada umur 60 tahun.
Prevalensi oklusi arteri retina terjadi 1-2% pada orang berusia
diatas 40 tahun dan mengenai 16 juta orang di seluruh dunia. Studi
di Amerika menunjukkan CRAO terjadi pada 1:10.000 orang.
Bahkan, 1-2% penderita CRAO dengan gangguan bilateral.
Anamnesis,

pemeriksaan

status

oftalmologis,

dan

pemeriksaan penunjang merupakan suatu prosedur yang harus

15

dilakukan

untuk

dapat

menegakkan

diagnosis

CRAO.

Penatalaksanaan awal yang cepat, tepat, dan efektif penting


dilakukan untuk mengurangi komplikasi. Bila terjadi komplikasi,
penatalaksanaan secara menyeluruh harus dilakukan sesuai disiplin
ilmu yang berkaitan.
Secara umum prognosis buruk. Hanya 61% akan mencapai
ketajaman penglihatan dengan menghitung jari dan hanya 16%
akan memperoleh ketajaman penglihatan 20/40 atau lebih.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S. 2013. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2. Vaughan

DG,

Asbury

T,

Riordan

Eva

P.

2007.

General

Ophthalmology. Edisi 17. London: McGraw-Hill.


3. American

Academy

of

Opthalmology.

2012.

Retina

and

Vitreous. Section 12. San Fransisco: MD Association.


4. American Academy of Opthalmology. 2012. Update on General
Medicine. Section 1. San Fransisco: MD Association.
5. American Academy of Opthalmology. 2012. Fundamentals and
Principles of Ophthalmology. Section 2. San Fransisco: MD
Association.
16

6. Bradvica M, Benasic T., and Vinkovic M. 2012. Retinal Vascular


Occlusion. Osijek.
7. Retina Eye Specialists. 2013. Retinal Artery Occlusion. Beverly
Hills.
8. Bandello F. and Parodi M. B. 2012. Retinal Artery Occlusion.
Milano.
9. Christine R. N. dan Agni A.N. 2012. Diagnosis Oklusi Pembuluh
Darah Retina. Jakarta: Majalah Kedokteran FK UKI.
10. Yaghoubi G. H. and Heidari B. 2008. Central retinal artery
occlusion in a 28 year-old man after 10 days of smoking
cessation. Eastern Mediterranean Health Journal.

17

Вам также может понравиться