Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
I. Pendahuluan
Kerahasiaan pajak merupakan isu sensitif yang menjadi topik yang banyak
dibahas di dunia. Terlebih setelah negara negara yang selama ini dikenal sebagai
negara dengan kerahasiaan perbankan yang ketat mulai membuka diri untuk
membagi data perbankan untuk tujuan perpajakan dengan negara negara lain.
Wacana memberi jalan bagi otoritas pajak untuk membuka kerahasiaan
perbankan terhadap data nasabah, kembali menjadi isu cukup hangat. Adalah
Wakil Menteri Keuangan, Bambang PS Brojonegoro, yang kembali
menghangatkan isu ini. Alasan Bambang, banyak nasabah bank yang membayar
pajak tak sesuai dengan jumlah simpanannya di bank. Undang-Undangn tentang
Perbankan memang merahasiakan soal ini. Tapi, sampai kapan UU ini mau
dipertahankan? Dirjen Pajak, Fuad Rahmany sempat mengatakan, kerahasiaan
bank sudah ketinggalan zaman. Menurutnya, di beberapa negara lain, sudah
tidak ada lagi kerahasiaan bank bagi otoritas pajak. Swiss, Singapura,
Liechtenstein, Bahama, Siprus, Luksemburg, Monako, Panama, San Marino, dan
Seychelles, adalah sederet negara yang selama ini disebut sebagai tax haven.
Konon di negara-negara inilah para pemilik dana besar menyimpan uang
mereka, terutama dari hasil kejahatan. Pemerintah dan otoritas moneter di
negara-negara tersebut melarang bank dan karyawannya membocorkan data
nasabah. Bila aturan ini dilanggar, hukumannya amat berat. 1
Dalam pertemuan para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam G20 di London, Inggris bulan April 2009, mereka sepakat mengakhiri kerahasiaan
bank. Selain mendobrak kerahasiaan perbankan, G-20 juga menyepakati untuk
menghapus peraturan bebas pajak bagi para penyimpan uang di negara
1 Businessnews: 2014
Page 1 of 28
anggotanya. Keputusan itu diambil G-20 setelah mereka melihat banyak orang
kaya berusaha menghindari pajak, lalu menyimpan uang mereka di rekeningrekening yang dirahasiakan oleh perbankan. Para penjahat kerah putih pun ikut
memanfaatkan kerahasiaan ini. G-20 adalah kumpulan 20 negara maju dan
berkembang Indonesia masuk di dalamnya yang bertujuan membahas isu-isu
penting perekonomian dunia.2
Selain isu terkait perbankan, kerahasiaan data Wajib Pajak yang diatur dalam
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Tata Cara dan Ketentuan Umum
Perpajakan (UU KUP) menyisakan silang sengketa di antara dua lembaga. Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga tinggi negara merasa tugasnya
dihalangi pihak pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam mengaudit
data pajak.
Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana konsep kerahasiaan pajak dari segi
aturan, isu kewenangan audit BPK dan isu kerahasiaan data nasabah perbankan
terkait tujuan perpajakan serta konsep pembahasan serupa dengan negara yang
lain yaitu Selandia Baru.
II. Pembahasan
Wajib Pajak memiliki hak agar seluruh data yang berkaitan dengan diri dan
usahanya dirahasiakan oleh pejabat pajak. Di beberapa negara aturan ini diatur
dengan tegas. Data Wajib Pajak hanya bisa diberikan apabila data itu diperlukan
untuk proses penyelidikan yang diperlukan sebagaimana diatur dalam undangUndang. Dalam bahasan OECD3 yang bertajuk Taxpayers Rights and
Obligations Practice Note oleh OECD Committee of Fiscal Affairs on Tax
Administration dijelaskan bahwa pada Negara demokrasi, Wajib Pajak akan
memiliki beberapa hak dan kewajiban dasar dalam hubungannya dengan
pemerintah dan kementerian/lembaga di bawah pemerintah. Dalam survey
terhadap Negara-negara anggota OECD yang diadakan pada tahun 1990,
disimpulkan beberapa hak dasar yang diberikan kepada Wajib Pajak, antara lain:
(1) Hak untuk mendapatkan informasi, panduan, dan perhatian (The right to be
informed, assisted and heard); (2) Hak untuk menggugat (The right of appeal);
(3) Hak untuk tidak membayar lebih dari jumlah pajak yang benar (The right to
pay no more than the correct amount of tax); (4) Hak atas kepastian (The right
to certainty); (5) Hak atas privasi individu (The right to privacy); dan (6) Hak atas
kerahasiaan (The right to confidentiality and secrecy).
Dalam paragraf yang membahas mengenai hak atas kerahasiaan, disebutkan
bahwa
the information available to the tax authorities on the affairs of a taxpayer is
confidential and will only be used for the purposes specified in tax legislation. Tax
legislation usually imposes very heavy penalties on tax officials who misuse confidential
information and the confidentiality rules that apply to tax authorities are far stricter than
those applying to other government departments.
2 ibid
3 OECD: 2003
Page 2 of 28
Dari pernyataan tersebut dapat diambil beberapa poin utama, antara lain:
(1) Informasi yang diterima oleh otorisasi pajak bersifat rahasia, dan hanya
digunakan khusus untuk legislasi perpajakan; (2) adanya sanksi bagi pihak yang
menyalahgunakan informasi pajak tersebut; dan (3) aturan pemberian informasi
rahasia kepada pihak ketiga lebih sulit dibandingkan dengan departemen pada
pemerintahan (eksekutif).
Dicontohkan pula adanya The Taxpayers Charter, yaitu sebuah pernyataan
tentang perilaku (hak dan kewajiban kalau di Indonesia) yang diharapkan dari
pejabat dan wajib pajak. Paper ini akan membahas secara singkat mengenai
kerahasiaan data Wajib Pajak di Indonesia, disandingkan dengan mekanisme
pengamanan data nasabah pada Bank serta membandingkan dengan ketentuan
penggunaan data Wajib Pajak di Selandia Baru.
Page 3 of 28
Dijelaskan pula keterangan apa saja yang dapat diberitahukan terkait Wajib
Pajak, yaitu identitas Wajib Pajak dan informasi yang bersifat umum tentang
perpajakan, meliputi:
1. Identitas Wajib Pajak, meliputi :
a. Alamat Wajib Pajak
b. Nama Wajib Pajak
c. Nomor Pokok Wajib Pajak
d. Alamat Wajib Pajak
e. Alamat kegiatan usaha
f. Merek usaha; dan/atau
g. Kegiatan usaha Wajib Pajak
2. Informasi yang bersifat umum tentang perpajakan, meliputi:
a. Penerimaan pajak secara nasional ;
b. Penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak ;
c. Penerimaan pajak per jenis pajak ;
d. Penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha ;
e. Jumlah Wajib Pajak dan/atau pengusaha kena pajak terdaftar ;
f. Register permohonan Wajib Pajak;
g. Tunggakan pajak secara nasional; dan/atauTunggakan pajak per Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak.
Lebih lanjut, Undang Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan mengatur ancaman pidana bagi aparatur perpajakan yang melanggar
kewajiban menjaga rahasia jabatan itu:
1. Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan karena alpa.
Dalam Pasal 41 ayat (1) UU KUP disebutkan Pejabat yang karena
kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 akan dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah). Hal ini dilakukan untuk menjamin kerahasiaan
mengenai perpajakan tidak akan diberitahukan kepada pihak lain dan
supaya Wajib Pajak dalam memberikan data dan keterangan tidak raguragu, dalam rangka pelaksanaan Undang Undang Perpajakan.
Pengungkapan kerahasiaan ini dilakukan karena kealpaan dalam arti lalai,
tidak hati hati, atau kurang mengindahkan sehingga kewajiban untuk
merahasiakan keterangan atau bukti-bukti Wajib Pajak yang dilindungi
oleh Undang Undang Perpajakan dilanggar.
2. Sengaja tidak memenuhi kewajiban merahasiakan.
Dalam Pasal 41 ayat (2) UU KUP disebutkan bahwa Pejabat yang dengan
sengaja
tidak
memenuhi
kewajibannya
atau
seseorang
yang
menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat untuk merahasiakan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah). Perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan
sengaja ini dikenai sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan
perbuatan atau tindakan yang dilakukan karena kealpaan agar pejabat
yang bersangkutan lebih berhati-hati dan tidak melakukan perbuatan
membocorkan rahasia Wajib Pajak demi kepentingan individu.
Page 5 of 28
Page 6 of 28
Karena itu, pembatasan informasi yang boleh diberikan kepada BPK jelasjelas bertentangan dengan Pasal 9 UU BPK ini. Padahal, Pasal 9 itu merupakan
atribusi dari Pasal 23E UUD' 45 yang merupakan legal standing pemohon.
Informasi yang Diperlukan untuk Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan Penerimaan
Pajak
Penjelasan Pasal
34 ayat 2A UU
KUP
Versi Pemerintah
Identitas
Pajak
a.
b.
c.
d.
a. Laporan Penerimaan
Pajak oleh DJP
b. Surat Setoran Pajak
(SSP) sebagai bukti
transaksi penerimaan
pajak.
c. Akses
data
penerimaan
pajak
pada sistem informasi
komputer
e.
f.
Wajib Dokumen
yang
digunakan
sebagai dasar pencatatan, yaitu
dokumen berupa penerimaan
Nama
pajak
berdasarkan
hasil
NPWP
rekonsiliasi
antara
Ditjen
Alamat
Perbendaharaan dengan bank
Alamat
kegiatan usaha persepsi yang didukung dengan:
Merek
usaha:
a. Surat Setoran Pajak (SSP)
dan/atau
b. Surat Setoran Bea Perolehan
Kegiatan usaha
Hak atas Tanah dan Bangunan
(SSBPHTB)
c. Surat Tanda Terima Setoran
(STTS)
d. Surat Setoran Pabean, Cukai
dan Pajak (SSPCP)
e. Bukti Pemindahbukuan
Versi BPK
maksimal 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.1 milyar. Andai saja data
akses ke perbankan bisa diberikan, kemungkinan banyak wajib pajak yang bisa
dihimbau untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh aparatur pajak dalam rangka
penegakan kepatuhan pajak ialah dengan cara melakukan pemeriksaan
keuangan wajib pajak melalui lembaga perbankan. Akan tetapi, perbankan
mempunyai ketentuan-ketentuan mengenai kerahasiaan nasabahnya seperti
diatur dalam undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan pada Pasal 1 ayat 28 dikatakan Rahasia Bank
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpanan dan simpanannya. Dari pengertian rahasia bank tersebut
dapat diketahui bahwa hanya nasabah penyimpan saja yang dilindungi oleh
kerahasiaan bank sedangkan nasabah peminjam tidak.
Terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank, ada beberapa kewajiban
utama yang harus dilakukan oleh pihak bank. Adapun kewajiban bank terhadap
nasabahnya adalah sebagai berikut5:
1. Kewajiban bank untuk tetap menjaga rahasia keuangan nasabah;
2. Kewajiban bank untuk mengamankan dana nasabah;
3. Kewajiban bank untuk menerima sejumlah uang dari nasabah;
4. Kewajiban bank untuk melaporkan kegiatan perbankan secara transparan
kepada masyarakat;
5. Kewajiban bank untuk mengetahui secara mendalam tentang nasabahnya.
Kewajiban menjaga rahasia keuangan nasabah menjadi sebuah kewajiban
utama yang harus dipegang teguh oleh bank. Dasar pemikiran adanya kewajiban
bank untuk memegang rahasia keuangan nasabah 6:
1. Hak setiap orang atau badan hukum untuk tidak diikutcampurkan atas
masalah yang bersifat pribadi;
2. Hak yang timbul dari hubungan perikatan antara bank dengan
nasabahnya;
3. Atas dasar ketentuan UU Perbankan No. 7 tahun 1992 (sekarang UU No.
10 tahun 1998), yang menegaskan bahwa berdasarkan fungsi utama bank
dalam menghimpun dana dari masyarakat bekerja berdasarkan
kepercayaan dari masyarakat. Dengan demikian pengetahuan bank
tentang keadaan keuangan nasabah tidak disalahgunakan dan wajib
dijaga kerahasiaannya oleh setiap bank;
4. Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan;
5. Karakteristik kegiatan usaha bank. (Ronny Sautma Hotma Bako,1995:53)
Ketentuan mengenai kerahasiaan bank lebih lanjut diatur dalam pasal 40
ayat 1 dan 2 UU No. 10 Tahun 1998 yang menyatakan Bank Wajib merahasiakan
keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 44, dan Pasal
44A. Ketentuan kerahasiaan tersebut juga berlaku bagi Pihak Terafiliasi. Pihak
5 menurut Ronny Sautma Hotma Bako, S.H., M.H., dalam bukunya Hubungan
Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito dalam Chandra
Puspitasari Dewi
6 menurut Bambang Setijoprodjo dalam Chandra Puspitasari Dewi
Page 8 of 28
7 Hukum online
8 Detik finance
Page 10 of 28
Page 11 of 28
Page 12 of 28
uang.
10
Page 13 of 28
Page 14 of 28
Page 15 of 28
Page 16 of 28
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
yang telah dibayar di luar negeri bila memiliki objek yang sama. 12
Untuk menjaga keseimbangan antara privacy individual dan efisien
dan efektifitas layanan pemerintah beberapa aturan telah dibuat. Aturan
tersebut mensyaratkan bahwa informasi yang diminta lembaga
pemerintah lain untuk dibagi telah diotorisasi dan lembaga tersebut bisa
memperoleh informasi itu sendiri. Lebih lanjut, Inland Revenue
Department dan Lembaga pemerintah ainnya yang ingin berbagi informasi
harus berdasarkan Memorandum of Understanding, batasan material, dan
jaminan keamanan informasi yang dibagi.
Sementara aturan umum mengenai informasi wajib pajak adalah salah
satu dari kerahasiaan yang ketat, ada sejumlah pengecualian untuk aturan
ini. Sehubungan dengan hal itu, Inland Revenue saat ini memiliki
perjanjian berbagi informasi dengan lebih dari 20 departemen pemerintah
lainnya. Dalam perjanjian tersebut, Inland Revenue dapat memberikan
informasi kepada badan-badan seperti:
the Accident Compensation Corporation, untuk mengidentifikasi ACC
retribusi pembayar, dan untuk menghitung dan mengumpulkan premi dan
sisa pungutan klaim;
Kementerian
Pembangunan
Sosial, untuk
membantu
Departemen
mengidentifikasi orang-orang yang memenuhi syarat untuk kartu layanan
masyarakat, mengidentifikasi kelebihan pembayaran manfaat, dan
menemukan debitur dan memulihkan kelebihan pembayaran manfaat;
Departemen Dalam Negeri, untuk membantu dalam perannya administrasi
amal;
Departemen Bisnis, Inovasi dan Ketenagakerjaan (Labour), untuk
memverifikasi hak untuk pembayaran cuti;
Selandia Baru Customs Service, untuk memastikan bunga tersebut
digunakan secara benar untuk pinjaman mahasiswa Selandia Baru dan
peminjam berbasis di luar negeri, dan untuk membantu menemukan dan
mangkir tunjangan anak kontak;
Departemen Kehakiman, untuk memungkinkannya untuk mencari orang
dengan denda yang luar biasa dan menegakkan pembayaran; dan
Statistik Selandia Baru, untuk keperluan statistik.
Hukum pajak mengharuskan Inland Revenue untuk menjaga rahasia
informasi dan setiap petugas Inland Revenue harus menandatangani
deklarasi kerahasiaan. Ini adalah tindak pidana untuk pelanggaran
kewajiban, dihukum sampai enam bulan penjara dan denda sampai $
15.000.
Sebelum amandemen, tidak ada ketentuan dalam UU Administrasi
Pajak, maupun perjanjian di tempat, yang memungkinkan informasi untuk
dibagikan atau diberikan dalam kaitannya dengan pelanggaran serius.
Tidak ada hukum saat ini memungkinkan Inland Revenue untuk membuat
perjanjian secara umum dalam kaitannya dengan kejahatan berat.
Sebagaimana dicatat, "pemeliharaan hukum" pengecualian prinsip 11 di
Privacy Act 1993, yang memungkinkan lembaga-lembaga lain untuk
mengungkapkan informasi mengenai menyinggung pidana, tidak tersedia
untuk Inland Revenue. Ada ketentuan untuk berbagi dengan Kepolisian
Selandia Baru sehubungan dengan tindakan yang dilakukan oleh
Kepolisian Selandia Baru di bawah bagian 98 (1) Criminal Proceeds
(Recovery) Act 2009. Ketentuan terbatas berbagi informasi sangat
ditentukan dan, berkaitan dengan tindakan untuk memulihkan aset
kriminal.
Page 17 of 28
Page 18 of 28
Page 19 of 28
Inland revenue sebagai entitas publik juga harus diaudit oleh Audior
General jika merujuk pada aturan tersebut. Selain itu, Inland Revenue
telah membuat Protocol acces to audit working papers between New
Zealan Institute Of Chartered Accountant and Inland Revenue.
3. Kerahasiaan data Wajib Pajak sehubungan dengan perbankan
Page 20 of 28
Page 21 of 28
Page 22 of 28
http://www.financialsecrecyindex.com/PDF/NewZealand.pdf
Page 23 of 28
Page 24 of 28
III.
Dari pembahasan yang telah kami sampaikan di atas, dapat kami simpukan
sebagai berikut:
1. Baik di Indonesia maupun Selandia Baru, kerahasiaan data Wajib Pajak
menjadi hal yang dijamin dalam peraturan masing-masing. Di Indonesia
kerahasiaan di atur dalam KUP sedangkan di Selandia Baru diatur dalam
Private Act 1993.
2. Di Indonesia Undang-undang perbankan telah memberi ruang untuk
tujuan perpajakan dalam hal permintaan data dan informasi nasabah.
Akan tetapi, pihak yang meminta masih disyaratkan selevel menteri
keuangan. Di Selandia Baru, pengecualian di Private Act juga ada untuk
tujuan penerimaan negara (pajak). Kewenangan permintaan data berada
di Commisioner Inland Revenue (Dirjen Pajak). Selain itu, bank juga
tunduk pada ketentuan Private Act 1993.
3. Di Indonesia kewenangan BPK masih terbatas dalam mengaudit DJP
dengan alasan kerahasiaan. Bahkan MK memperkuat hal tersebut
dengan menolak uji materi yang diaukan BPK. Di Selandia Baru, General
Auditor mempunyai kewenangan dan sudah dapat mengaudit Inland
Revenue. Bahkan Inland Revenue juga dapat diaudit oleh ikatan akuntan
dengan adanya Protocol acces to audit working papers between New
Zealand Institute Of Chartered Accountant and Inland Revenue.
4. Di Selandia Baru, pertukaran informasi antar penegak hukum
dimungkinkan. Bahkan untuk tindak kriminal berat seperti pencucian
uang dan penyelundupan manusia, informasi Wajib Pajak boleh
dibagikan ke pihak berwenang terkait.
4.
IV.
Daftar Pustaka
Page 26 of 28
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Undang undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/2000 Tentang Pihak Lain
yang
Dapat
Diberikan
Keterangan Oleh Pejabat dan Tenaga Ahli yang Ditunjuk Mengenai Segala
Sesuatu
yang
Diketahui atau Diberitahukan Kepadanya Oleh Wajib Pajak Dalam Rangka
Jabatan
atau
Pekerjaannya untuk Menjalankan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
Perpajakan.
New Zealand Tax Administration Act 1994
New Zealand Goverment . Financial Reporting Act 1993
New Zealand Goverment. Privacy Act 1993
Puspitasari, Chandra Dewi. Penorobosan Rahasia Bank: Upaya Penegakan
Kepatuhan Pajak
Report
on
New
Zealand
.http://www.financialsecrecyindex.com/PDF/NewZealand.pdf
OECD, 2003. Taxpayers Rights and Obligations Practice Note. Tax
guidance series: Centre for Tax Policy and Administration.
http://www.oecd.org/tax/administration/Taxpayers
%27_Rights_and_Obligations-Practice_Note.pdf Diakses pada tanggal 11
Oktober 2014
16. OECD.
Automatic
Exchange
of
Information.
http://www.oecd.org/tax/exchange-of-taxinformation/automaticexchange.htm diakses 11 Oktober 2014
17. Ortax. Menyoal Kepastian Terjaminnya Hak Wajib Pajak Di Tengah
Perseteruan Antara BPK, MenKeu dan DJP. http://www.ortax.org/ortax/?
mod=issue&page=show&id=26&q=&hlm=3
Diakses pada tanggal 7 Oktober 2014.
18. Sulistya,Fitria Nova Rini. 2010. Tinjauan Hukum Tentang Rahasia Jabatan
Dirjen Pajak Berkaitan Dengan Pengumuman Daftar Pengemplang Pajak
Oleh Dirjen Pajak.
19. Budi, Anandita Suryana. Intensifikasi Pajak dan Rahasia Bank .
http://www.pajak.go.id/content/article/intensifikasi-pajak-dan-rahasia-bank
diakses 12 Oktober 2014
20. Hukum Online. Atas Nama HAM, BPK-Depkeu Perdebatkan Kerahasiaan Data
Pajak
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18625/atas-nama-hambpkdepkeu-perdebatkan-kerahasiaan-data-pajak Diakses pada tanggal 11
Oktober 2014
21. New Zealand Now. Taxes. http://www.newzealandnow.govt.nz/living-innz/money-tax/nz-tax-system, diakses 10 Okt 2014
22. Inland Revenue. Changes to the secrecy and information sharing rules.
http://www.ird.govt.nz/technical-tax/legislation/2011/2011-63/2011-63changes-secrecy-and-info/ , diakses 10 Okt 2014
23. Jefriando, Meikel. Demi Genjot Pajak, Aturan Kerahasiaan Bank akan
Diperlonggar
.
http://finance.detik.com/read/2014/02/25/200132/2508357/5/demi-genjotpajak-aturan-kerahasiaan-bank-akan-diperlonggar
diakses
10 Oktober
2014
24. Hukum
Online.
Mendobrak
Batas
Kerahasiaan
Bank
.http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52f913394cca5/mendobrakbatas-kerahasiaan-bank diakses 10 Oktober 2014
25. Inland
Revenue.
Chapter
2
Background
.https://taxpolicy.ird.govt.nz/publications/2013-dd-targeting-seriouscrime/chapter-2 diakses 11 Oktober 2014