Вы находитесь на странице: 1из 28

KERAHASIAAN DATA WAJIB PAJAK

STUDI PERBANDINGAN DI INDONESIA DAN SELANDIA


BARU
Ahmad Yusuf
Birochi Puspo Raharjo
Indriani Natasya
Rahmat Stiady
Tigor Ramadhan Lubis
Mahasiswa Program D-IV Akuntansi Kurikulum Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan perbandingan konsep kerahasiaan data
Wajib Pajak di Indonesia dan Selandia Baru dilihat dari sisi peraturan untuk
fiskus dan isu isu terkait seperti kewenangan auditor negara untuk mengaudit
dan kewajiban bank untuk menyerahkan data Wajib Pajak untuk tujuan
perpajakan.
Keywords : Indonesia, Selandia Baru, Kerahasiaan Data, Pajak

I. Pendahuluan
Kerahasiaan pajak merupakan isu sensitif yang menjadi topik yang banyak
dibahas di dunia. Terlebih setelah negara negara yang selama ini dikenal sebagai
negara dengan kerahasiaan perbankan yang ketat mulai membuka diri untuk
membagi data perbankan untuk tujuan perpajakan dengan negara negara lain.
Wacana memberi jalan bagi otoritas pajak untuk membuka kerahasiaan
perbankan terhadap data nasabah, kembali menjadi isu cukup hangat. Adalah
Wakil Menteri Keuangan, Bambang PS Brojonegoro, yang kembali
menghangatkan isu ini. Alasan Bambang, banyak nasabah bank yang membayar
pajak tak sesuai dengan jumlah simpanannya di bank. Undang-Undangn tentang
Perbankan memang merahasiakan soal ini. Tapi, sampai kapan UU ini mau
dipertahankan? Dirjen Pajak, Fuad Rahmany sempat mengatakan, kerahasiaan
bank sudah ketinggalan zaman. Menurutnya, di beberapa negara lain, sudah
tidak ada lagi kerahasiaan bank bagi otoritas pajak. Swiss, Singapura,
Liechtenstein, Bahama, Siprus, Luksemburg, Monako, Panama, San Marino, dan
Seychelles, adalah sederet negara yang selama ini disebut sebagai tax haven.
Konon di negara-negara inilah para pemilik dana besar menyimpan uang
mereka, terutama dari hasil kejahatan. Pemerintah dan otoritas moneter di
negara-negara tersebut melarang bank dan karyawannya membocorkan data
nasabah. Bila aturan ini dilanggar, hukumannya amat berat. 1
Dalam pertemuan para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam G20 di London, Inggris bulan April 2009, mereka sepakat mengakhiri kerahasiaan
bank. Selain mendobrak kerahasiaan perbankan, G-20 juga menyepakati untuk
menghapus peraturan bebas pajak bagi para penyimpan uang di negara
1 Businessnews: 2014
Page 1 of 28

anggotanya. Keputusan itu diambil G-20 setelah mereka melihat banyak orang
kaya berusaha menghindari pajak, lalu menyimpan uang mereka di rekeningrekening yang dirahasiakan oleh perbankan. Para penjahat kerah putih pun ikut
memanfaatkan kerahasiaan ini. G-20 adalah kumpulan 20 negara maju dan
berkembang Indonesia masuk di dalamnya yang bertujuan membahas isu-isu
penting perekonomian dunia.2
Selain isu terkait perbankan, kerahasiaan data Wajib Pajak yang diatur dalam
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Tata Cara dan Ketentuan Umum
Perpajakan (UU KUP) menyisakan silang sengketa di antara dua lembaga. Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga tinggi negara merasa tugasnya
dihalangi pihak pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam mengaudit
data pajak.
Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana konsep kerahasiaan pajak dari segi
aturan, isu kewenangan audit BPK dan isu kerahasiaan data nasabah perbankan
terkait tujuan perpajakan serta konsep pembahasan serupa dengan negara yang
lain yaitu Selandia Baru.

II. Pembahasan

Wajib Pajak memiliki hak agar seluruh data yang berkaitan dengan diri dan
usahanya dirahasiakan oleh pejabat pajak. Di beberapa negara aturan ini diatur
dengan tegas. Data Wajib Pajak hanya bisa diberikan apabila data itu diperlukan
untuk proses penyelidikan yang diperlukan sebagaimana diatur dalam undangUndang. Dalam bahasan OECD3 yang bertajuk Taxpayers Rights and
Obligations Practice Note oleh OECD Committee of Fiscal Affairs on Tax
Administration dijelaskan bahwa pada Negara demokrasi, Wajib Pajak akan
memiliki beberapa hak dan kewajiban dasar dalam hubungannya dengan
pemerintah dan kementerian/lembaga di bawah pemerintah. Dalam survey
terhadap Negara-negara anggota OECD yang diadakan pada tahun 1990,
disimpulkan beberapa hak dasar yang diberikan kepada Wajib Pajak, antara lain:
(1) Hak untuk mendapatkan informasi, panduan, dan perhatian (The right to be
informed, assisted and heard); (2) Hak untuk menggugat (The right of appeal);
(3) Hak untuk tidak membayar lebih dari jumlah pajak yang benar (The right to
pay no more than the correct amount of tax); (4) Hak atas kepastian (The right
to certainty); (5) Hak atas privasi individu (The right to privacy); dan (6) Hak atas
kerahasiaan (The right to confidentiality and secrecy).
Dalam paragraf yang membahas mengenai hak atas kerahasiaan, disebutkan
bahwa
the information available to the tax authorities on the affairs of a taxpayer is
confidential and will only be used for the purposes specified in tax legislation. Tax
legislation usually imposes very heavy penalties on tax officials who misuse confidential
information and the confidentiality rules that apply to tax authorities are far stricter than
those applying to other government departments.

2 ibid
3 OECD: 2003
Page 2 of 28

Dari pernyataan tersebut dapat diambil beberapa poin utama, antara lain:
(1) Informasi yang diterima oleh otorisasi pajak bersifat rahasia, dan hanya
digunakan khusus untuk legislasi perpajakan; (2) adanya sanksi bagi pihak yang
menyalahgunakan informasi pajak tersebut; dan (3) aturan pemberian informasi
rahasia kepada pihak ketiga lebih sulit dibandingkan dengan departemen pada
pemerintahan (eksekutif).
Dicontohkan pula adanya The Taxpayers Charter, yaitu sebuah pernyataan
tentang perilaku (hak dan kewajiban kalau di Indonesia) yang diharapkan dari
pejabat dan wajib pajak. Paper ini akan membahas secara singkat mengenai
kerahasiaan data Wajib Pajak di Indonesia, disandingkan dengan mekanisme
pengamanan data nasabah pada Bank serta membandingkan dengan ketentuan
penggunaan data Wajib Pajak di Selandia Baru.

Kerahasiaan Data Wajib Pajak di Indonesia


1. Kerahasiaan data Wajib Pajak yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu
antara keseimbangan hak negara dan hak warga negara pembayar pajak,
Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah
mengakomodasi mengenai berbagai hak-hak Wajib Pajak. Salah satu hak Wajib
Pajak yang dituangkan ke dalamnya adalah kerahasiaan data Wajib Pajak. Wajib
Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala
sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak
dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang
melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan
kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan,
pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu
pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kewajiban untuk merahasiakan data perpajakan atau data yang diperoleh
dari Wajib Pajak sesungguhnya telah ada sejak UU Pajak sebelum reformasi
1983, yaitu dalam Pasal 44 Ordonansi Pajak Perseroan (PPs) tahun 1925, pasal
21 dan 22 Ordonansi Pajak Pendapatan (PPd) tahun 1944 dan Pasal 33 Ordonansi
Pajak Penjualan (PPn) tahun 1951. Seiring perkembangannya, barulah kemudian
terdapat aturan yang khusus mengatur tentang kerahasiaan mengenai data
Wajib Pajak yang harus dijaga oleh pejabat pajak yang tertuang dalam undangundang KUP yang pertama kali diterbitkan yaitu pada Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 dan terus mengalami penyempurnaan sampai dengan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2009. Kerahasiaan mengenai data Wajib Pajak yang
harus dijaga oleh pejabat pajak di Indonesia diatur dalam Undang Undang
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pasal 34 UU KUP
ayat (1) dan (2) berbunyi:
(1).
Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak
dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2).
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga
terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal pajak untuk

Page 3 of 28

membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan


perpajakan.
Kemudian dalam Pasal 34 ayat (2a), (3), (4), dan (5) UU KUP diatur bahwa
ketentuan khusus yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagai berikut:
(2a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) adalah:
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli
dalam
sidang
pengadilan, atau
b. Pejabat dan/ atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk
memberikan
keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi pemerintah
yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan
negara.
(3).
Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi
izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) supaya memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib
Pajak kepada pihak yang ditunjuk.
(4).
Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara
pidana
atau
perdata,
atas
permintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara
Perdata, Menteri Keuangan dapat memberi izin tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti
tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(5).
Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus
menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang
diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang
bersangkutan dengan keterangan yang diminta.
Pada Penjelasan Pasal 34 UU KUP disebutkan setiap pejabat, baik petugas
pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang
mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan,
antara lain :
1. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan
oleh Wajib Pajak,
2. Data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan,
3. Dokumen dan atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat
rahasia,
4. Dokumen dan atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang berkenaan.
Terkait kerahasiaan data Wajib Pajak, DJP pernah mengumumkan daftar
pengemplang pajak yang menimbulkan perdebatan apakah tindakan tersebut
termasuk dalam pelanggaran terhadap aturan kerahasiaan Wajib Pajak. 4
4 Fitria Sulistya Nova Rini : 2010
Page 4 of 28

Dijelaskan pula keterangan apa saja yang dapat diberitahukan terkait Wajib
Pajak, yaitu identitas Wajib Pajak dan informasi yang bersifat umum tentang
perpajakan, meliputi:
1. Identitas Wajib Pajak, meliputi :
a. Alamat Wajib Pajak
b. Nama Wajib Pajak
c. Nomor Pokok Wajib Pajak
d. Alamat Wajib Pajak
e. Alamat kegiatan usaha
f. Merek usaha; dan/atau
g. Kegiatan usaha Wajib Pajak
2. Informasi yang bersifat umum tentang perpajakan, meliputi:
a. Penerimaan pajak secara nasional ;
b. Penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak ;
c. Penerimaan pajak per jenis pajak ;
d. Penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha ;
e. Jumlah Wajib Pajak dan/atau pengusaha kena pajak terdaftar ;
f. Register permohonan Wajib Pajak;
g. Tunggakan pajak secara nasional; dan/atauTunggakan pajak per Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak.
Lebih lanjut, Undang Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan mengatur ancaman pidana bagi aparatur perpajakan yang melanggar
kewajiban menjaga rahasia jabatan itu:
1. Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan karena alpa.
Dalam Pasal 41 ayat (1) UU KUP disebutkan Pejabat yang karena
kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 akan dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah). Hal ini dilakukan untuk menjamin kerahasiaan
mengenai perpajakan tidak akan diberitahukan kepada pihak lain dan
supaya Wajib Pajak dalam memberikan data dan keterangan tidak raguragu, dalam rangka pelaksanaan Undang Undang Perpajakan.
Pengungkapan kerahasiaan ini dilakukan karena kealpaan dalam arti lalai,
tidak hati hati, atau kurang mengindahkan sehingga kewajiban untuk
merahasiakan keterangan atau bukti-bukti Wajib Pajak yang dilindungi
oleh Undang Undang Perpajakan dilanggar.
2. Sengaja tidak memenuhi kewajiban merahasiakan.
Dalam Pasal 41 ayat (2) UU KUP disebutkan bahwa Pejabat yang dengan
sengaja
tidak
memenuhi
kewajibannya
atau
seseorang
yang
menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat untuk merahasiakan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah). Perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan
sengaja ini dikenai sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan
perbuatan atau tindakan yang dilakukan karena kealpaan agar pejabat
yang bersangkutan lebih berhati-hati dan tidak melakukan perbuatan
membocorkan rahasia Wajib Pajak demi kepentingan individu.

Page 5 of 28

2. Kerahasiaan data Wajib Pajak sehubungan wewenang audit Badan


Pemeriksa Keuangan
Latar belakang BPK mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi atas
Undang Undang No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU No.6 tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan karena dalam pasal
tersebut ada pasal tentang prosedur yang membatasi BPK untuk memperoleh
data dan informasi perpajakan. Pasal yang dimaksud adalah pasal 34 ayat 2a
(huruf b) yang berbunyi dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) adalah: pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan
Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga
negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan
dalam bidang keuangan negara.
Ketentuan ini diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
539/KMK.04/2000 tentang Pihak Lain yang Dapat Diberikan Keterangan oleh
Pajabat dan Tenaga Ahli yang Ditunjuk mengenai Segala Sesuatu yang Diketahui
atau Diberitahukan Kepadanya oleh Wajib Pajak dalam Rangka Jabatan atau
Pekerjaannya untuk Menjalankan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
Perpajakan, yang ketentuannnya memuat syarat-syarat bagaimana pihak lain
tersebut dapat meminta data Wajib Pajak, antara lain: (1) Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP);
(2) menyampaikan Surat Tugas yang harus menyebutkan nama Wajib Pajak dan
keterangan yang ingin diketahui tentang Wajib Pajak yang bersangkutan; dan (3)
Keterangan yang dapat diberitahukan adalah keterangan yang bersifat umum
mengenai perpajakan yang menyangkut Wajib Pajak dan pelaksanaannya
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
BPK mempunyai mandat sesuai pasal 23 E ayat 1 UUD 1945 untuk
melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang diterjemahkan dalam UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dan UU No.15 tahun 2006
tentang BPK. Menurut undang-undang tersebut BPK diberikan kewenangan untuk
mengakses data dan informasi terkait dengan pengelolaan keuangan negara.
Sedangkan dalam pasal 34 UU No. 28/2007 ada pembatasan yaitu hanya pejabat
dan tenaga ahli yang ditetapkan Menkeu yang boleh memberikan keterangan
tersebut. BPK meminta frasa ditetapkan oleh Menkeu tidak mempunyai
kekuatan hukum sehingga BPK dapat meminta data/informasi kepada aparat dan
pejabat pajak dimana pun terkait pemeriksaan BPK.
Selain pembatasan prosedur, BPK menilai ada yang lebih menghambat lagi
bagi BPK yaitu seperti yang tertera dalam penjelasan pasal 34 ayat 2a. Pasal
tersebut mengatur secara limitatif tentang jenis-jenis data/dokumen yang boleh
diberikan kepada BPK. Data dan informasi yang ada dalam penjelasan pasal 34
ayat 2a tidak cukup memadai bagi BPK untuk melakukan audit. Penjelasan
tersebut berisi pembatasan informasi yang bisa diberikan kepada BPK itu
bertentangan dengan Pasal 9 UU No15 Tahun 2006 tentang BPK. Isi pasal 9 UU
BPK itu adalah kewenangan BPK secara keseluruhan. Pasal 9 huruf a
menegaskan kewenangan BPK untuk:
...menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan,
menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan

Page 6 of 28

pemeriksaan. Huruf b nya adalah ...meminta keterangan dan/atau dokumen yang


wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan
Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola
keuangan negara.

Karena itu, pembatasan informasi yang boleh diberikan kepada BPK jelasjelas bertentangan dengan Pasal 9 UU BPK ini. Padahal, Pasal 9 itu merupakan
atribusi dari Pasal 23E UUD' 45 yang merupakan legal standing pemohon.
Informasi yang Diperlukan untuk Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan Penerimaan
Pajak
Penjelasan Pasal
34 ayat 2A UU
KUP

Versi Pemerintah

Identitas
Pajak

Dokumen minimal yang


harus diperoleh:

a.
b.
c.
d.

a. Laporan Penerimaan
Pajak oleh DJP
b. Surat Setoran Pajak
(SSP) sebagai bukti
transaksi penerimaan
pajak.
c. Akses
data
penerimaan
pajak
pada sistem informasi
komputer

e.
f.

Wajib Dokumen
yang
digunakan
sebagai dasar pencatatan, yaitu
dokumen berupa penerimaan
Nama
pajak
berdasarkan
hasil
NPWP
rekonsiliasi
antara
Ditjen
Alamat
Perbendaharaan dengan bank
Alamat
kegiatan usaha persepsi yang didukung dengan:
Merek
usaha:
a. Surat Setoran Pajak (SSP)
dan/atau
b. Surat Setoran Bea Perolehan
Kegiatan usaha
Hak atas Tanah dan Bangunan
(SSBPHTB)
c. Surat Tanda Terima Setoran
(STTS)
d. Surat Setoran Pabean, Cukai
dan Pajak (SSPCP)
e. Bukti Pemindahbukuan

Versi BPK

Hasil Putusan Judicial Review adalah Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi


memutuskan untuk menolak gugatan "judicial review" BPK karena dianggap
tidak memiliki kedudukan hukum atau "legal standing" sehubungan tidak ada
kewenangan konstitusional BPK yang dirugikan.
3. Kerahasiaan data Wajib Pajak sehubungan dengan perbankan.
Aturan kewajiban memberikan data telah diatur Pasal 35A UU Ketentuan
Umum Perpajakan Nomor 16/2009. Pasal ini mewajibkan lembaga pemerintah,
lembaga, asosiasi dan pihak lain (termasuk bank) untuk memberikan data
perpajakan kepada Ditjen Pajak, meliputi data nasabah debitur, transaksi
keuangan, kartu kredit, lalu lintas devisa. Pada pasal 41 C UU KUP telah diatur
bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) bisa dipidana penjara
Page 7 of 28

maksimal 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.1 milyar. Andai saja data
akses ke perbankan bisa diberikan, kemungkinan banyak wajib pajak yang bisa
dihimbau untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh aparatur pajak dalam rangka
penegakan kepatuhan pajak ialah dengan cara melakukan pemeriksaan
keuangan wajib pajak melalui lembaga perbankan. Akan tetapi, perbankan
mempunyai ketentuan-ketentuan mengenai kerahasiaan nasabahnya seperti
diatur dalam undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan pada Pasal 1 ayat 28 dikatakan Rahasia Bank
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpanan dan simpanannya. Dari pengertian rahasia bank tersebut
dapat diketahui bahwa hanya nasabah penyimpan saja yang dilindungi oleh
kerahasiaan bank sedangkan nasabah peminjam tidak.
Terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank, ada beberapa kewajiban
utama yang harus dilakukan oleh pihak bank. Adapun kewajiban bank terhadap
nasabahnya adalah sebagai berikut5:
1. Kewajiban bank untuk tetap menjaga rahasia keuangan nasabah;
2. Kewajiban bank untuk mengamankan dana nasabah;
3. Kewajiban bank untuk menerima sejumlah uang dari nasabah;
4. Kewajiban bank untuk melaporkan kegiatan perbankan secara transparan
kepada masyarakat;
5. Kewajiban bank untuk mengetahui secara mendalam tentang nasabahnya.
Kewajiban menjaga rahasia keuangan nasabah menjadi sebuah kewajiban
utama yang harus dipegang teguh oleh bank. Dasar pemikiran adanya kewajiban
bank untuk memegang rahasia keuangan nasabah 6:
1. Hak setiap orang atau badan hukum untuk tidak diikutcampurkan atas
masalah yang bersifat pribadi;
2. Hak yang timbul dari hubungan perikatan antara bank dengan
nasabahnya;
3. Atas dasar ketentuan UU Perbankan No. 7 tahun 1992 (sekarang UU No.
10 tahun 1998), yang menegaskan bahwa berdasarkan fungsi utama bank
dalam menghimpun dana dari masyarakat bekerja berdasarkan
kepercayaan dari masyarakat. Dengan demikian pengetahuan bank
tentang keadaan keuangan nasabah tidak disalahgunakan dan wajib
dijaga kerahasiaannya oleh setiap bank;
4. Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan;
5. Karakteristik kegiatan usaha bank. (Ronny Sautma Hotma Bako,1995:53)
Ketentuan mengenai kerahasiaan bank lebih lanjut diatur dalam pasal 40
ayat 1 dan 2 UU No. 10 Tahun 1998 yang menyatakan Bank Wajib merahasiakan
keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 44, dan Pasal
44A. Ketentuan kerahasiaan tersebut juga berlaku bagi Pihak Terafiliasi. Pihak
5 menurut Ronny Sautma Hotma Bako, S.H., M.H., dalam bukunya Hubungan
Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito dalam Chandra
Puspitasari Dewi
6 menurut Bambang Setijoprodjo dalam Chandra Puspitasari Dewi
Page 8 of 28

terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan dengan kegiatan serta


pengelolaan usaha jasa pelayanan yang diberikan oleh bank. Pengecualian
kerahasiaan bank yang dimaksud dalam pasal 40 ayat 1 ialah sebagai berikut:
1. Pasal 41, Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis
kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan buktibukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah
Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Perintah tertulis sebagaimana
harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak
yang dikehendaki keterangannya.
2. Pasal 41A, Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan
kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan
Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada
pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang
Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan
Nasabah Debitur. Izin tersebut diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia
Urusan Piutang Negara. Permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan
nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang
bersangkutan.
3. Pasal 42, Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan
Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim
untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka
atau terdakwa pada bank. Izin tersebut diberikan secara tertulis atas
permintaan tertulis dari Kepala Kepolisisan Republik Indonesia, Jaksa
Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Permintaan tertulis harus
menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka
atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara
pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
4. Pasal44, Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi
bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank
lain. Ketentuan ini diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
5. Pasal 44A, Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah
Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan
keterangan mengenai simpan Nasabah Penyimpan pada bank yang
bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan
tersebut. Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris
yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak
memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan
tersebut.
Pelanggaran terhadap kerahasiaan bank akan dikenakan ketentuan
pidana dan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 47 ayat 2 dimana
disebutkan bahwa Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau
Pihak Terafiliasi lainnya yang sengaja memberikan keterangan yang wajib
dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp
4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp
8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Pun bagi Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang
dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Page 9 of 28

Rp4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak


Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sesuai dengan Pasal 47A.
Adanya celah kemungkinan kerahasiaan nasabah bank dapat
diungkap kepada pihak tertentu menunjukkan penerapan kerahasiaan
bank di Indonesia tidak dilakukan secara mutlak. Terkait perpajakan,
aparatur pajak dapat meminta data yang sekiranya dibutuhkan dengan
mengajukan permintaan tertulis. Akan tetapi, prosedur ini dirasa
menghambat aparat pajak karena dibutuhkan prosedur yang panjang
yakni melalui perintah Menteri Keuangan kepada Pimpinan Bank Indonesia
yang kemudian diteruskan kepada bank tertentu tempat wajib pajak
menaruh simpanan. Hambatan lain ialah nasabah debitur yang pada
dasarnya tidak terikat ketentuan kerahasiaan bank diberlakukan seperti
nasabah penyimpan jika nasabah debitur memiliki simpanan. Hal ini
memperpanjang waktu yang ditempuh dalam rangka pemeriksaan.
Hal ini membuat Direktorat Jenderal Pajak merasa perlu adanya
perubahan terkait kerahasiaan bank. Perubahan dapat terkait dengan
kewenangan Menteri Keuangan dan Pimpinan Bank Indonesia yang
diteruskan ke pejabat yang lebih rendah sehingga memotong alur
birokrasi yang panjang. Tentu saja apapun ketentuan kerahasiaan bank
yang diterapkan harus meminimalisasi adanya kemungkinan celah
permainan baik dari oknum pajak maupun bank. Perubahan lain dapat
terkait ijin akses agar dapat diproses tidak hanya ketika dilakukan
pemeriksaan pajak. Menurut Anandita Budi Suryana dalam tulisannya
mendobrak batas kerahasiaan bank, BI perlu menambahkan opsi
persyaratan pembukaan rekening bank bahwa bank diperbolehkan
memberikan data simpanan dan pinjaman nasabah jika ada permintaan
dari kantor pajak, tanpa harus ada tindak pidana perpajakan. 7
Sejalan dengan keinginan DJP, Kementerian Keuangan, Menteri
Keuangan Chatib Basri dalam detik finance mengatakan berharap revisi
undang-undang perbankan selesai pada tahun ini. Sehingga adanya
keterbukaan data 180.000 nasabah perbankan yang memiliki dana di atas
Rp 2 miliar. Lebih lanjut Direktur Pelayanan Penyuluhan Hubungan
Masyarakat (P2 Humas) DJP Kismantoro Petrus mengatakan DJP akan
memberikan rekomendasi itu di mana mengubah UU perbankan terkait
kerahasiaan untuk perpajakan. Dengan diperbolehkan DJP untuk
mengakses data nasabah, maka ada peluang untuk memastikan kejujuran
dari pelaporan wajib pajak. Yustinus Prastowo, pengamat perpajakan
menyarankan agar klausula kerahasiaan yang ingin diterobos DJP diatur
dengan jelas dan rinci. Termasuk membuat jelas definisi atau batasan
kepentingan perpajakan. Selain itu, harus jelas pula siapa yang diberi
wewenang atas akses data nasabah. Jika usulan DJP diterima, harus pula
ada klausula expire barter, semacam maklumat yang melindungi WP
bahwa data perbankannya hanya digunakan untuk kepentingan
perpajakan secara spesifik, dan kalau terjadi penyalahgunaan harus
dijamin siapa yang dihukum dan apa hukumannya.8
Namun demikian perlu dikaji lebih lanjut pembukaan rahasia bank
dalam rangka pengejaran penghindaran pajak. 9

7 Hukum online
8 Detik finance
Page 10 of 28

1. penindakan wajib pajak yang menyimpan uang di luar negeri. Bentuk


diplomasi bisa dilakukan dengan mencabut ijin bank-bank dari negara
tersebut di Indonesia.
2. revisi batasan pencantuman NPWP untuk pembelian valuta asing menjadi
$10,000 ke atas. Jika mampu membeli valas $10.000, sementara
penghasilan pada SPT Tahunan hanya Rp.30 juta, tentu ada penghasilan lain
yang tidak dilaporkan.
3. revisi UU Perbankan bahwa kewajiban jabatan untuk merahasiakan data
dikecualikan atas kepentingan perpajakan. Akses data wajib pajak seperti
rekening bank, basisdata pembeli Surat Utang Negara dan Sistem Informasi
Debitur Bank Indonesia (SIDBI), diperlukan untuk penggalian potensi pajak,
terutama sektor informal atau Usaha Kecil Menengah. Pemilik 746 ribu
rekening dengan saldo di atas Rp.500 juta, tentu perlu diteliti kepatuhan
pembayaran pajaknya. Seharusnya, akses data tidak harus menunggu
adanya pemeriksaan tindak pidana perpajakan.
Di peraturannya masih harus selevel menteri yang meminta data.
4. Indonesia perlu meniru program voluntary disclosure dari IRS, yang
memberikan bebas denda pajak bagi wajib pajak yang sukarela melaporkan
kepemilikan rekening bank di luar negeri. Cara ini dengan mempersuasif
pemilik rekening agar memberikan data rekening bank luar negeri.
5. BI perlu menambahkan opsi persyaratan pembukaan rekening bank bahwa
bank diperbolehkan memberikan data simpanan dan pinjaman nasabah jika
ada permintaan dari kantor pajak, tanpa harus ada tindak pidana
perpajakan.

Kerahasiaan Data Wajib Pajak di Selandia Baru

1. Kerahasiaan data Wajib Pajak yang diatur dalam peraturan


Sistem Perpajakan di New Zealand sangat bergantung kepada
kerelaan Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakannya. Agar
Wajib Pajak bersedia untuk memenuhi kewajiban perpajakannya,
kepercayaan Wajib Pajak kepada Inland Revenue Department menjadi
sangat penting. Oleh karena itu, bagaimana Inland Revenue Department
mengolah dan menjaga data Wajib Pajak menjadi bagian tak terpisahkan
dalam menjaga kepercayaan Wajib Pajak.
Di lain pihak, kebutuhan untuk mengungkapkan informasi perpajakan kepada
Wajib Pajak dan pihak lain dipandang penting untuk meningkatkan efisiensi dari
operasional system perpajakan. Ada juga kondisi yang tidak berhubungan
langsung dengan operasional perpajakan yang membutuhkan data perpajakan.
Contoh dari kondisi yang disebutkan yaitu, adanya usaha tax evasion dan tax

Page 11 of 28

avoidance, serta kondisi pidana-pidana tertentu seperti korupsi dan pencucian

Page 12 of 28

uang.

10

Peraturan yang berkaitan dengan kerahasiaan data Wajib Pajak ini


dijelaskan dalam section 81 dari Tax Administration Act 1994. Menurut Tax
Administration Act 1994, yang telah diamandemen pada Juni 2010,
seluruh pegawai Inland Revenue Department diwajibkan untuk menjaga
kerahasiaan data Wajib Pajak. Namun, dengan adanya amandemen di
tahun 2010, peraturan kerahasiaan data Pajak menjadi lebih fleksible
dengan adanya perluasan kewenangan Commisoner untuk memberikan
informasi perpajakan menurut batasan-batasan tertentu.
a. Kewenangan Commisioner berkaitan dengan kerahasiaan data pajak
Menurut Tax Administration Act 1994, yang telah diamandemen pada
Juni 2010, Commisioner memiliki kewenangan untuk memberikan
informasi Wajib Pajak. Kewenangan Commisioner ini ditujukan untuk
meningkatkan efisiensi administrasi system perpajakan. Peraturan
tersebut membatasi pengungkapan data Wajib Pajak hanya untuk hal-hal
yang berkaitan untuk membantu pelaksanaan tugas Commisioner. Faktor-

Page 13 of 28

faktor yang harus dipertimbangkan Commisioner dalam mengungkapkan

Page 14 of 28

informasi perpajakan antara lain11:


1. menjaga integritas system perpajakan
2. meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak
3. meningkatkan efisiensi sumber daya,
4. menjamin adanya informasi public yang dibutuhkan berkaitan dengan
perpajakan
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, Commisioner dapat
mengungkapkan informasi perpajakan bila dipandang memiliki alasan
yang kuat.
b. Pengungkapan informasi berkaitan dengan hubungan antar lembaga
pemerintah
Tax Administration Act, memfasilitasi adanya sharing informasi antara
Inland Revenue Department dan lembaga pemerintah yang lain. Hal ini
akan meningkatkan efisiensi dari penggunaan informasi yang telah
diperoleh Inland Revenue Department dan mengurangi Wajib Pajak untuk
mengisi informasi yang sama di lembaga pemerintah lain. Kewenangan
suatu informasi akan dibagi kepada lembaga pemerintah lain ditentukan
oleh Cabinet. Namun, sebelum Cabinet menentukan adanya sharing
informasi, Menteri yang mengusulkan harus berkonsultasi dengan Privacy
Commisioner dan lembaga yang nantinya terkena dampak atas
pembagian informasi tersebut. Selanjutnya Menteri harus memastikan
bahwa informasi yang dibagi bukanlah informasi yang sensitive dan
membuat pihak pemberi informasi menjadi ragu untuk memberikan
informasinya.
Peraturan untuk berbagi informasi dengan lembaga pemerintah lain di
Tax Administration Act tidak dibatasi hanya untuk lembaga pemerintah
New Zealand. Hal ini dapat terjadi karena system perpajakan New

Page 15 of 28

Zealand memberikan fasilitas untuk dapat mengkredit pajak penghasilan

Page 16 of 28

a.
b.

c.
d.
e.

f.
g.

yang telah dibayar di luar negeri bila memiliki objek yang sama. 12
Untuk menjaga keseimbangan antara privacy individual dan efisien
dan efektifitas layanan pemerintah beberapa aturan telah dibuat. Aturan
tersebut mensyaratkan bahwa informasi yang diminta lembaga
pemerintah lain untuk dibagi telah diotorisasi dan lembaga tersebut bisa
memperoleh informasi itu sendiri. Lebih lanjut, Inland Revenue
Department dan Lembaga pemerintah ainnya yang ingin berbagi informasi
harus berdasarkan Memorandum of Understanding, batasan material, dan
jaminan keamanan informasi yang dibagi.
Sementara aturan umum mengenai informasi wajib pajak adalah salah
satu dari kerahasiaan yang ketat, ada sejumlah pengecualian untuk aturan
ini. Sehubungan dengan hal itu, Inland Revenue saat ini memiliki
perjanjian berbagi informasi dengan lebih dari 20 departemen pemerintah
lainnya. Dalam perjanjian tersebut, Inland Revenue dapat memberikan
informasi kepada badan-badan seperti:
the Accident Compensation Corporation, untuk mengidentifikasi ACC
retribusi pembayar, dan untuk menghitung dan mengumpulkan premi dan
sisa pungutan klaim;
Kementerian
Pembangunan
Sosial, untuk
membantu
Departemen
mengidentifikasi orang-orang yang memenuhi syarat untuk kartu layanan
masyarakat, mengidentifikasi kelebihan pembayaran manfaat, dan
menemukan debitur dan memulihkan kelebihan pembayaran manfaat;
Departemen Dalam Negeri, untuk membantu dalam perannya administrasi
amal;
Departemen Bisnis, Inovasi dan Ketenagakerjaan (Labour), untuk
memverifikasi hak untuk pembayaran cuti;
Selandia Baru Customs Service, untuk memastikan bunga tersebut
digunakan secara benar untuk pinjaman mahasiswa Selandia Baru dan
peminjam berbasis di luar negeri, dan untuk membantu menemukan dan
mangkir tunjangan anak kontak;
Departemen Kehakiman, untuk memungkinkannya untuk mencari orang
dengan denda yang luar biasa dan menegakkan pembayaran; dan
Statistik Selandia Baru, untuk keperluan statistik.
Hukum pajak mengharuskan Inland Revenue untuk menjaga rahasia
informasi dan setiap petugas Inland Revenue harus menandatangani
deklarasi kerahasiaan. Ini adalah tindak pidana untuk pelanggaran
kewajiban, dihukum sampai enam bulan penjara dan denda sampai $
15.000.
Sebelum amandemen, tidak ada ketentuan dalam UU Administrasi
Pajak, maupun perjanjian di tempat, yang memungkinkan informasi untuk
dibagikan atau diberikan dalam kaitannya dengan pelanggaran serius.
Tidak ada hukum saat ini memungkinkan Inland Revenue untuk membuat
perjanjian secara umum dalam kaitannya dengan kejahatan berat.
Sebagaimana dicatat, "pemeliharaan hukum" pengecualian prinsip 11 di
Privacy Act 1993, yang memungkinkan lembaga-lembaga lain untuk
mengungkapkan informasi mengenai menyinggung pidana, tidak tersedia
untuk Inland Revenue. Ada ketentuan untuk berbagi dengan Kepolisian
Selandia Baru sehubungan dengan tindakan yang dilakukan oleh
Kepolisian Selandia Baru di bawah bagian 98 (1) Criminal Proceeds
(Recovery) Act 2009. Ketentuan terbatas berbagi informasi sangat
ditentukan dan, berkaitan dengan tindakan untuk memulihkan aset
kriminal.

Page 17 of 28

Pada bulan Agustus 2011, Departemen Kehakiman merilis peraturan


Strengthening New Zealands resistance to organised crime, an all-ofgovernment response, yang mengidentifikasi kebutuhan meningkatkan
berbagi informasi domestik dan internasional, bantuan hukum dan
koordinasi.
Sementara Inland Revenue berpartisipasi dalam pencegahan lintas
instansi dan deteksi kejahatan terorganisir, tidak diperbolehkan membagi
informasi-wajib pajak yang spesifik dengan instansi peserta lain di bawah
undang-undang saat ini. Peran Inland Revenue sebagai peserta dalam
situasi ini terbatas pada berbagi keahlian teknis umum mengenai hal-hal
seperti perusahaan penataan atau masalah hukum.
Selain itu, Selandia Baru adalah anggota perjanjian multilateral dan
terlibat dalam forum-forum internasional yang mengatur atau memantau
praktik terbaik yang relevan untuk memerangi kejahatan terorganisir misalnya, Konvensi OECD tentang Combating Bribery of Foreign Public
Officials in International Business Transactions and the Asia Pacific Group
on Money Laundering, berkaitan dengan pelaksanaan rekomendasi FATF di
kawasan Asia-Pasifik.
Model Selandia Baru telah diidentifikasi sebagai tidak sejalan dengan
praktik-praktik internasional saat ini, yang melibatkan kerja sama tingkat
tinggi antara otoritas pendapatan dan lembaga penegak hukum, dan

Page 18 of 28

menggunakan informasi pajak dalam deteksi dan penuntutan baik pajak

Page 19 of 28

dan non-pajak kejahatan. 13


OECD telah mengidentifikasi Selandia Baru sebagai unik karena
penuntutan sering dilakukan langsung oleh lembaga-lembaga seperti
Inland Revenue, Kepolisian Selandia Baru atau the Serious Fraud Office.
Sekretariat telah mengundang komentar dari Selandia Baru tentang apa
yang pada dasarnya ketegangan antara antar-lembaga penuntutan
kerjasama dan undang-undang kerahasiaan pajak. Dokumen diskusi ini
berfokus pada ketegangan itu.
2. Kerahasiaan data Wajib Pajak sehubungan dengan wewenang
auditor negara.
Dalam Financial Repoting Act 1993 angka 15
(2)The financial statements and any group financial statements must be audited
(a)by a licensed auditor; or
(b)by a registered audit firm; or
(c)if the issuer is a public entity under the Public Audit Act 2001, by the AuditorGeneral or any other person who may act as the auditor under that Act.

Inland revenue sebagai entitas publik juga harus diaudit oleh Audior
General jika merujuk pada aturan tersebut. Selain itu, Inland Revenue
telah membuat Protocol acces to audit working papers between New
Zealan Institute Of Chartered Accountant and Inland Revenue.
3. Kerahasiaan data Wajib Pajak sehubungan dengan perbankan

Page 20 of 28

Kerahasiaan data nasabah tidak diatur secara khusus di Selandia

Page 21 of 28

Baru.14 Selandia mempunyai hukum/peraturan khusus yang mengatur


privasi penduduknya yaitu Privacy Act 1993. Dalam pasal 1 disebutkan
agency means any person or body of persons, whether corporate or unincorporate,
and whether in the public sector or the private sector; and, for the avoidance of
doubt, includes a department

Dari definisi tersebut tersurat bahwa private sector juga termasuk


agency yang dimaksud dalam Privacy Act 1993. Di pasal 11 terdapat
pengecualian untuk merahasiakan informasi yang salah satunya demi
pendapatan negara (pajak). Dengan kata lain bank sebagai private sector
juga semestinya tunduk pada ketentuan ini.
Indeks Kerahasiaan Keuangan menyoroti tempat di seluruh dunia yang
menyediakan (relatif) aman untuk pengungsi pajak . Indeks dihitung pada
tahun 2013 dan termasuk data dari 82 negara dan wilayah . Dengan
peringkat yurisdiksi baik menurut kerahasiaan mereka, dan skala kegiatan
mereka, organisasi bertujuan untuk memberikan peringkat mereka dalam
hal kerahasiaan keuangan dan kemampuan untuk menghindari pajak.
Selandia Baru berada di peringkat ke-48 pada posisi pada 2013 Indeks

Page 22 of 28

Kerahasiaan Keuangan15. Peringkat ini didasarkan pada kombinasi skor


kerahasiaannya dan bobot skala berdasarkan pangsa pasar global untuk
layanan keuangan lepas pantai.

http://www.financialsecrecyindex.com/PDF/NewZealand.pdf

Pada tanggal 19 April 2013, Menteri Keuangan G20 (Selandia Baru


tidak termasuk) mendukung pertukaran otomatis sebagai standar baru
yang diharapkan. Pada 19 Juni 2013, para Pemimpin G8 menyambut
laporan OECD Sekretaris Jenderal "A langkah perubahan dalam
transparansi pajak" yang menetapkan langkah-langkah konkret yang
harus dilakukan untuk menempatkan model global pertukaran otomatis
dalam praktek. Pada 6 September 2013, para Pemimpin G20 berkomitmen
untuk pertukaran otomatis informasi sebagai standar global yang baru dan
didukung sepenuhnya pekerjaan OECD, dengan negara-negara G20,
bertujuan untuk menyampaikan seperti standar tunggal pada tahun 2014.
Pada tanggal 23 Februari 2014, Menteri Keuangan G20 mendukung
Pelaporan Standar umum untuk pertukaran otomatis informasi pajak. Pada
6 Mei 2014, Deklarasi OECD (Selandia Baru termasuk anggota) pada
Automatic Pertukaran Informasi dalam Masalah Pajak disahkan oleh semua
34 negara anggota bersama dengan beberapa negara bukan anggota.
Lebih dari 65 yurisdiksi sekarang telah mengumumkan komitmennya
untuk implementasi, dengan lebih dari 40 setelah berkomitmen untuk

Page 23 of 28

jadwal tertentu dan ambisius yang mengarah ke pertama pertukaran

Page 24 of 28

informasi otomatis pada tahun 2017 (pengadopsi awal). 16


Pada tanggal 22 September 2014, Forum Global tentang Transparansi
dan Pertukaran Informasi untuk Keperluan Pajak menyampaikan roadmap
Kelompok G20 Pengembangan Kerja yang untuk mengembangkan
partisipasi negara dalam OECD Standar baru pada pertukaran otomatis
informasi finansial. Roadmap ini merupakan bagian dari upaya untuk
mengekang penghindaran pajak multinasional dan penggelapan pajak
lepas pantai di negara-negara berkembang.

III.

Simpulan dan Saran

Dari pembahasan yang telah kami sampaikan di atas, dapat kami simpukan
sebagai berikut:
1. Baik di Indonesia maupun Selandia Baru, kerahasiaan data Wajib Pajak
menjadi hal yang dijamin dalam peraturan masing-masing. Di Indonesia
kerahasiaan di atur dalam KUP sedangkan di Selandia Baru diatur dalam
Private Act 1993.
2. Di Indonesia Undang-undang perbankan telah memberi ruang untuk
tujuan perpajakan dalam hal permintaan data dan informasi nasabah.
Akan tetapi, pihak yang meminta masih disyaratkan selevel menteri
keuangan. Di Selandia Baru, pengecualian di Private Act juga ada untuk
tujuan penerimaan negara (pajak). Kewenangan permintaan data berada
di Commisioner Inland Revenue (Dirjen Pajak). Selain itu, bank juga
tunduk pada ketentuan Private Act 1993.
3. Di Indonesia kewenangan BPK masih terbatas dalam mengaudit DJP
dengan alasan kerahasiaan. Bahkan MK memperkuat hal tersebut
dengan menolak uji materi yang diaukan BPK. Di Selandia Baru, General
Auditor mempunyai kewenangan dan sudah dapat mengaudit Inland
Revenue. Bahkan Inland Revenue juga dapat diaudit oleh ikatan akuntan
dengan adanya Protocol acces to audit working papers between New
Zealand Institute Of Chartered Accountant and Inland Revenue.
4. Di Selandia Baru, pertukaran informasi antar penegak hukum
dimungkinkan. Bahkan untuk tindak kriminal berat seperti pencucian
uang dan penyelundupan manusia, informasi Wajib Pajak boleh
dibagikan ke pihak berwenang terkait.

Saran yang dapat kami sampaikan adalah sebagai berikut:


1. Menyelesaikan pembuatan MOU antara BPK dan DJP karena masingmasing mempunya wewenang yang diatur dalam Undang-undang. Hal
ini sesuai dengan rekomendasi putusan MK pada putusan permohonan
uji materi UU KUP pasal 34.
2. Merevisi Undang-undang perbankan dan KUP yang mensyaratkan level
menteri untuk meminta data dan informasi.
3. Membuka kemungkinan aturan kerahasiaan untuk tindak kriminal
kategori berat seperti pencucian uang dan korupsi. Selama ini, kasus
yang sering muncul hanya menggunakan UU Tipikor dan UU TPPU. Jika
UU pajak dapat dikenakan juga maka akan memunculkan deterent effect
kepada masyarakat sehingga mereka lebih aware dengan pajak.
Page 25 of 28

4.

IV.

Daftar Pustaka

Page 26 of 28

5.
6.

7.
8.

9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Undang undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/2000 Tentang Pihak Lain
yang
Dapat
Diberikan
Keterangan Oleh Pejabat dan Tenaga Ahli yang Ditunjuk Mengenai Segala
Sesuatu
yang
Diketahui atau Diberitahukan Kepadanya Oleh Wajib Pajak Dalam Rangka
Jabatan
atau
Pekerjaannya untuk Menjalankan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
Perpajakan.
New Zealand Tax Administration Act 1994
New Zealand Goverment . Financial Reporting Act 1993
New Zealand Goverment. Privacy Act 1993
Puspitasari, Chandra Dewi. Penorobosan Rahasia Bank: Upaya Penegakan
Kepatuhan Pajak
Report
on
New
Zealand
.http://www.financialsecrecyindex.com/PDF/NewZealand.pdf
OECD, 2003. Taxpayers Rights and Obligations Practice Note. Tax
guidance series: Centre for Tax Policy and Administration.
http://www.oecd.org/tax/administration/Taxpayers
%27_Rights_and_Obligations-Practice_Note.pdf Diakses pada tanggal 11
Oktober 2014

9 Budi Anandita Suryana


10 Inland Revenue. Technical tax area
11 ibid
12 New Zealand Now: 2014
13 taxpolicy
14 Menurut laporan OECD yang dilansir
http://www.financialsecrecyindex.com/database/New%20Zealand.xml#t109
15 Mengenai FSI Selandia Baru dapat dilihat di
http://www.financialsecrecyindex.com/PDF/NewZealand.pdf
16 OECD : Automatic Exchange of Information

16. OECD.
Automatic
Exchange
of
Information.
http://www.oecd.org/tax/exchange-of-taxinformation/automaticexchange.htm diakses 11 Oktober 2014
17. Ortax. Menyoal Kepastian Terjaminnya Hak Wajib Pajak Di Tengah
Perseteruan Antara BPK, MenKeu dan DJP. http://www.ortax.org/ortax/?
mod=issue&page=show&id=26&q=&hlm=3
Diakses pada tanggal 7 Oktober 2014.
18. Sulistya,Fitria Nova Rini. 2010. Tinjauan Hukum Tentang Rahasia Jabatan
Dirjen Pajak Berkaitan Dengan Pengumuman Daftar Pengemplang Pajak
Oleh Dirjen Pajak.
19. Budi, Anandita Suryana. Intensifikasi Pajak dan Rahasia Bank .
http://www.pajak.go.id/content/article/intensifikasi-pajak-dan-rahasia-bank
diakses 12 Oktober 2014
20. Hukum Online. Atas Nama HAM, BPK-Depkeu Perdebatkan Kerahasiaan Data
Pajak
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18625/atas-nama-hambpkdepkeu-perdebatkan-kerahasiaan-data-pajak Diakses pada tanggal 11
Oktober 2014
21. New Zealand Now. Taxes. http://www.newzealandnow.govt.nz/living-innz/money-tax/nz-tax-system, diakses 10 Okt 2014
22. Inland Revenue. Changes to the secrecy and information sharing rules.
http://www.ird.govt.nz/technical-tax/legislation/2011/2011-63/2011-63changes-secrecy-and-info/ , diakses 10 Okt 2014
23. Jefriando, Meikel. Demi Genjot Pajak, Aturan Kerahasiaan Bank akan
Diperlonggar
.
http://finance.detik.com/read/2014/02/25/200132/2508357/5/demi-genjotpajak-aturan-kerahasiaan-bank-akan-diperlonggar
diakses
10 Oktober
2014
24. Hukum
Online.
Mendobrak
Batas
Kerahasiaan
Bank
.http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52f913394cca5/mendobrakbatas-kerahasiaan-bank diakses 10 Oktober 2014
25. Inland
Revenue.
Chapter
2
Background
.https://taxpolicy.ird.govt.nz/publications/2013-dd-targeting-seriouscrime/chapter-2 diakses 11 Oktober 2014

Вам также может понравиться