Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas (seperti
rhinitis, faringitis, dan otitis) serta saluran pernafasan bagian bawah (seperti
laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia) yang dapat berlangsung
selama 14 hari. ISPA disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,
maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru .1
ISPA salah satu penyebab utama kematian pada anak di bawah 5 tahun
tetapi diagnosis sulit ditegakkan. World Health Organization memperkirakan
insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang
dengan angka kejadian ISPA pada balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup
adalah 15%-20% pertahun pada 13 juta anak balita di dunia golongan usia
balita.2
Gejala ISPA sangat banyak ditemukan pada kelompok masyarakat di
dunia, karena penyebab ISPA merupakan salah satu hal yang sangat akrab di
masyarakat. ISPA merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus
meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran
pernapasan bagian bawah. ISPA menjadi perhatian bagi anak-anak
(termasuk balita) baik dinegara berkembang maupun dinegara maju karena
ini berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Anak-anak dan balita akan
sangat rentan terinfeksi penyebab ISPA karena sistem tubuh yang masih
rendah, itulah yang menyebabkan angka prevalensi dan gejala ISPA sangat
tinggi bagi anak-anak dan balita.3
Prevalensi ISPA tahun 2007 di Indonesia adalah 25,5% (rentang:
17,5% - 41,4%) dengan 16 provinsi di antaranya mempunyai prevalensi di
atas angka nasional. Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan
gejala penyakit. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA
setiap tahunnya. Angka ISPA tertinggi pada balita (>35%), sedangkan
terendah pada kelompok umur 15 -

24 tahun.

Prevalensi cenderung

meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur. Antara laki-laki dan

perempuan relatif sama, dan sedikit lebih tinggi di pedesaan. ISPA


cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat
pengeluaran per kapita lebih rendah . 3
Salah satu penyebab kematian akibat ISPA adalah Pneumonia dimana
penyakit

ini

disebabkan

oleh

infeksi

Streptococus

pneumonia

atauHaemophillus influenzae. Banyak kematian yang diakibatkan oleh


pneumonia terjadi di rumah, diantaranya setelah mengalami sakit selama
beberapa hari.Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai
sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang
disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian
tersebut masih tetap tinggi. 4
Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA (Infeksi
Saluran Pernafasan Akut) di Indonesia sebanyak 150.000 bayi/balita
meninggal tiap tahun atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus sehari
atau 17 anak per jam atau seorang bayi/balita tiap lima menit meninggal
akibat pneumonia. 5
Di Indonesia, prevalensi nasional ISPA 25% (16 Provinsi di atas angka
rasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada bayi 2,2%, balita
3%, sedangkan angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8% dan balita
15,5% . 3
Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan
RI menetapkan 10 program prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di
masyarakat untuk mencapai tujuan Indonesia Sehat 2010, dimana salah satu
diantaranya adalah Program Pencegahan Penyakit Menular termasuk
penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut. 6
Menurut survey kesehatan Indonesia, angka kematian Balita pada
tahun 2007 sebesar 44/1000 kelahiran hidup, sementara perkiraan kelahiran
hidup diperoleh 4.467.714 bayi. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung
jumlah kematian balita 196.579. Menurut Riskesdas penyebab kematian
balita karena pneumonia adalah 15,5%. Dan jumlah kematian balita akibat
pneumonia setiap harinya adalah 30.470 atau rata rata 83 orang balita7

Berdasarkan data epidemiologi dan studi sejenis, sekarang ini sudah


banyak yang diketahui tentang masalah ISPA. Namun demikian masih ada
beberapa hal yang cenderung menjadi penting dan perlu diketahui lebih
lanjut, misalnya saja ISPA pada negara berkembang masih lebih banyak
disebabkan oleh golongan bakteri daripada golongan virus. Selain itu, perlu
ditentukan jenis antibiotika yang paling tepat mengingat pola resistensi
bakteri terhadap antibiotika tertentu cenderung berbeda menurut waktu
maupun daerah, pengelolaan penderita ISPA secara lebih bermutu di tingkat
masyarakat, puskesmas, dan rumah sakit. Dari masalah pokok tentang
kecenderungan tersebut, jelaslah bahwa penentuan etiologi ISPA menjadi
bagian yang terpenting. 8
Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut
cara mendiagnosis dan mengelola pasien ISPA non pneumonia ditinjau dari
1.2

pendekatan kedokteran keluarga.


Tujuan
Mengetahui cara mendiagnosis dan mengelola pasien ISPA non pneumonia

1.3

ditinjau dari pendekatan kedokteran keluarga.


Manfaat
Penyusunan laporan kasus ini sebagai media pembelajaran bagi mahasiswa
agar dapat mendiagnosis dan mengelola ISPA non pneumonia serta dapat
melaksanakan praktek kedokteran keluarga secara langsung kepada pasien
ISPA non pneumonia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

2.1.1 Gambaran Umum ISPA


Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas (seperti rhinitis,
faringitis, dan otitis) serta saluran pernafasan bagian bawah (seperti laryngitis,
bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia) yang dapat berlangsung selama 14 hari.
Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta organ
seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura 9
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Baktei
penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus,
Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain
golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,
Herpesvirus.
Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam
hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan
ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak
merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan
sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan
berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis,
faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis
dan pneumonia (radang paru). Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala
menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan
pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernafasan maka
dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas
masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat
dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam
kegagalan pernafasan

2.1.2 Klasifikasi ISPA10


a) Klasifikasi Berdasarkan Umur

a. Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas :


1) Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti
menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk
yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi,
demam (38C atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5
C), pernafasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding
dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi
abdomen dan abdomen tegang.
2) Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi kurang dari 60
kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti diatas.

b. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, diklasifikasikan atas :


1) Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai
dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding
dada, anak kejang dan sulit dibangunkan. b.2. Pneumonia berat: batuk
atau kesulitan bernafas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai
sianosis sentral dan dapat minum.
2) Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa
penarikan dinding dada.
3) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernafas)
tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.
4) Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit
walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang
adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding
dada, frekuensi pernafasan yang tinggi, dan demam ringan.
b) Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi
a. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek,
otitis media, faringitis.
b. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)

Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring


sampai dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas,
seperti epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis,
pneumonia.
2.1.3 Cara Penularan ISPA11
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar,
kuman penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka
penyakit ISPA ini termasuk golongan Airborne Disease. Penularan melalui udara
dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita
maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara
dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang
sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung
unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyakit ISPA12
a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa
secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis,
tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai
selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling
sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie,
dan Echo. Berdasarkan hasil penelitian Isbagio (2003), mendapatkan bahwa
bakteri Streptococcus pneumonie adalah bakteri yang menyebabkan sebagian
besar kematian 4 juta balita setiap tahun di negara berkembang.
b. Manusia
1. Umur
2. Jenis Kelamin
Menurut beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan
pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, terutama anak usia
muda, dibawah 6 tahun.

3. Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab
utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anakanak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh
keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat
gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit
penyakit dalam tubuh.
4. Berat Badan Lahir
Berdasarkan hasil penelitian Syahril (2006), didapatkan bahwa
proporsi anak balita yang menderita pneumonia dengan berat badan lahir
<2.500 gram sebesar 62,2%.
5. Status ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang
bayi kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan
virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan
menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan
(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit)
yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi. Hasil uji statistik
diperoleh bahwa anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2 kali
lebih besar pada anak balita yang tidak mendapat ASI eksklusif.
6. Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap
penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi
tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa
pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan
kesehatan anak.
c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan
(2004), didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap

terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa
faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya
kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi
faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.
2. Suhu Ruangan
Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan (1830C)menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), didapatkan bahwa
prevalens rate ISPA pada bayi yang memiliki ventilasi kamar tidur yang
tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 69,9%, sedangkan untuk yang
memenuhi syarat kesehatan sebesar 30,1%. Hasil uji statistik diperoleh
bahwa ada hubungan yang bermakna antara kondisi ventilasi dengan
kejadian penyakit ISPA (p <0,05).
4. Kepadatan Hunian Rumah
Kepadatan penghuni dalam rumah dikatakan padat jika luas lantai
rumah 3,9 m2/orang. Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera
Selatan (2004) menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita
lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan
dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil
penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat
memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.
5. Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan
nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena
menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru
sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan. Berdasarkan
hasil penelitian Afrida (2007), didapatkan bahwa adanya hubungan yang
bermakna antara penggunaan anti nyamuk dengan kejadian penyakit
ISPA (p <0,05).

6. Bahan Bakar Untuk Memasak


Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat
menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Berdasarkan hasil penelitian
Afrida (2007), prevalens rate ISPA pada bayi yang dirumahnya
menggunakan bahan bakar untuk memasak adalah minyak tanah sebesar
76,6%, sedangkan gas elpiji sebesar 33,3%.
7. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok
pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya
merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian
Syahril (2006), dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 2,7 (CI 95%;
1.481 4.751) artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya
2,7 kali lebih besar pada anak balita yang terpapar asap rokok
dibandingkan dengan yang tidak terpapar.
8. Status Ekonomi dan Pendidikan
Untuk bayi dan anak balita persepsi ibu sangat menentukan
tindakan pengobatan yang akan diterima oleh anaknya. Ibu dengan
pendidikan lebih tinggi, akan lebih banyak membawa anak berobat ke
fasilitas kesehatan, sedangkan ibu dengan pendidikan rendah lebih
banyak mengobati sendiri ketika anak sakit ataupun berobat ke dukun.
Ibu yang berpendidikan minimal tamat SLTP 2 kali lebih banyak
membawa anaknya ke pelayanan kesehatan ketika sakit dibandingkan
dengan ibu yang tidak bersekolah, hal ini disebabkan karena ibu yang
tamat SLTP ke atas lebih mengenal gejala penyakit yang diderita oleh
balitanya.
2.1.5 Pencegahan Penyakit ISPA13
Penyelenggaraan Program P2 ISPA dititikberatkan pada penemuan dan
pengobatan penderita sedini mungkin dengan melibatkan peran serta aktif

masyarakat terutama kader, dengan dukungan pelayanan kesehatan dan rujukan


secara terpadu di sarana kesehatan yang terkait.
a) Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Intervensi yang ditujukan bagi pencegahan faktor risiko dapat dianggap
sebagai strategi untuk mengurangi kesakitan (insiden) pneumonia. Termasuk
disini ialah :
o Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal
yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan
ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif,
penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak,
penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok.
o Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka
kesakitan (insiden) pneumonia.
o Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi vitamin
A.
o Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir
rendah.
o Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani
masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.
b) Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini
mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu
:
a. Untuk kelompok umur < 2 bulan, pengobatannya meliputi :

Pneumonia Berat: rawat dirumah sakit, beri oksigen (jika anak


mengalami sianosi sentral, tidak dapat minum, terdapat penarikan
dinding dada yang hebat), terapi antibiotik dengan memberikan
benzilpenisilin dan gentamisin atau kanamisin.

10

Bukan Pneumonia: terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan, nasihati


ibu untuk menjaga agar bayi tetap hangat, memberi ASI secara sering,
dan bersihkan sumbatan pada hidung jika sumbatan itu menggangu saat
memberi makan.

b. Untuk kelompok umur 2 bulan - <5 tahun, pengobatannya meliputi

Pneumonia Sangat Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi


antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara intramuskular
setiap 6 jam. Apabila pada anak terjadi perbaikan (biasanya setelah 3-5
hari), pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati demam,
obati mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi
cairan, nilai ulang dua kali sehari.

Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi


antibiotik dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular
setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati demam, obati mengi,
perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang
setiap hari.

Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan


kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin
prokain intramuskular per hari, nasihati ibu untuk memberikan
perawatan di rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2
hari.

Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik


sebaiknya tidak diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek),
obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah.

Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan


memberikan kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan
adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif, penilaian ulang.

c) Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak
bertambah parah dan mengakibatkan kematian.

11

o Pneumonia Sangat Berat: jika anak semakin memburuk setelah


pemberian kloramfenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi
dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu
pneumonia stafilokokus.
o Pneumonia Berat: jika anak tidak membaik setelah pemberian
benzilpenisilin dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah
pemberian benzipenisilin kemudian periksa adanya komplikasi dan
ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda
pneumonia setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab
pneumonia persistensi.

Pneumonia: Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan


periksa adanya tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam
berkurang, nafsu makan membaik. Nilai kembali dan kemudian
putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau
tanda penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati
sebagai pneumonia berat atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak
membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau
tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau
secara ketat.

2.2 Faringitis Akut


2.2.1 Gambaran Umum Faringitis Akut12
Faringitis akut adalah infeksi akut mukosa dan struktur limfe pada faring
disebabkan oleh berbagai bakteri dan faktor pendukung seperti adanya rangsangan
oleh asap, uap, dan zat kimia. Faringitis akut merupakan penyakit menular yang
dapat ditularkan melalui percikan saliva. Faktor predisposisi yang membantu
timbulnya penyakit flu, yaitu turunnya daya tahan tubuh karena infeksi virus
(seperti virus influenza), flu, makanan kurang bergizi, konsumsi alkohol yang
berlebihan, gejala dan penyakit scarlet fever, pneumonia, pertusis dan sebaginya.
2.2.2

Etiologi Faringitis Akut12

12

Faringitis dapat menular melalui udara yaitu melalui percikan saliva/ludah


dan orang yang menderita faringitis akut. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh
virus dan bakteri, dipermudah oleh adanya rangsangan seperti asap, uap dan zat
kimia. Biasanya penyakit ini didahului oleh virus. Virus yang menyebabkan
faringitis akut sama seperti virus yang menyebabkan tonsilitis akut, yaitu: adeno
virus, ECHO virus, influenza dan herpes.
Bakteri

penyebab

faringitis

akut

25%

disebabkan

oleh

bakteri

Streptokokuss hemolitikus group A. Selain itu dapat juga disebabkan oleh


Streptokokus non hemolitikus, pneumokokus, basil influenza, Stafilococcus dan
diphteroid.
Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya
tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang
kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, gejala predominal dan penyakit
xcarlet fever dan seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit
tenggorokan atau demam.
2.2.3 Gejala-gejala Faringitis Akut12
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis akut tergantung pada bakteri
yang menginfeksi. Pada pasien faringitis yang disebabkan oleh bakteri
Streptokokus hemolitikus, diawali perasaan yang tiba-tiba dingin, demam, sakit
kepala, sakit di punggung kaki dan tangan, konstipasi, anoreksia, pada bayi dapat
terjadi kejang. Beberapa hari kemudian tenggorokan akan terasa kering dan sakit,
photalgia, disfagia, odinofagia, bau mulut, terlihat adanya critema faring, eksudat
yang kental dan sukar dibuang, perdarahan palatum (doughnut lession), servikal
mukosa anterior, lymphadenophaty, dan kadang-kadang terdapat bercak merah
karena scarlet fever. Pada pasien yang menderita faringitis akut oleh infeksi
streptokokus non hemolitik, gejalanya berjalan perlahan dan tidak berat. Yang
sering dijumpai hanya batuk, pilek dan suara parau.
2.2.4 Pengobatan Faringitis Akut 12

13

Pengobatan terhadap penderita faringitis yang disebabkan oleh bakteri,


diberikan penisilin, dan jika pasien alergi terhadap penisilin maka diberikan
eritromisin merupakan obat yang paling disarankan. Untuk menghindari infeksi
dari jamur maka diberikan solusi dengan nystatin 100.000 unit dua kali sehari.
Pada penderita yang disebabkan oleh virus maka diberikan aspiria,
acetominopher (tylenol) untuk membantu mengurangi rasa sakit dan nyeri pada
tenggorokan. Dianjurkan untuk beristirahat dirumah, karena faringitis yang
disebabkan oleh virus dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Kepada pasien juga dianjurkan untuk mengurangi aktivitas sehari-hari
dengan kata lain beristirahat, mengkonsumsi cairan yang banyak, tidak meminum
minuman mengandung alkohol alkohol dan minuman yang dingin, kumur-kumur
larutan NaCl hangat setiap 2-3 jam untuk mengurangi keluhan rasa sakit,
menghindari makanan yang merangsang seperti cabe dan lain-lain.
2.2.5 Edukasi bagi Keluarga Penderita Faringitis akut13
Virus penyebab sfaringitis akut sangat mudah menyebar lewat udara.
Untuk menghindarkan diri dari penyakit faringitis akut ini, secara umum yang
perlu diperhatikan dan dilakukan setiap harinya, antara lain:
1. Menjaga kebersihan perorangan seperti sering mencuci tangan, menutup mulut
ketika batuk dan bersin, dan membuang ludah / dahak dari mulut dan ingus
hidung dengan cara yang bersih dan tidak sembarangan.
2. Bila memungkinkan, hindari jangan sampai berjejal di satu ruangan, misalnya
ruang keluarga, atau tempat tidur. Ruangan harus memiliki ventilasi yang
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

cukup lega.
Hindari merokok di dalam rumah, apalagi dimana ada banyak anak-anak.
Berpola hidup sehat, hindari minum alkohol, stres, istirahat cukup, dll.
Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan.
Bila akan menyentuh/menggendong bayi, cucilah tangan dahulu.
Makan makanan yang bersih, higienis, sehat, gizi-nutrisi seimbang.
Memperhatikan dan menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.
Konsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum memutuskan untuk
menggunakan obat-obatan, jamu, jamur, herbal, atau suplemen untuk
mengatasi faringitis akut.

14

2.3 Kedokteran Keluarga


2.3.1 Hakikat Kedokteran Keluarga
Kedokteran keluarga merupakan disiplin akademik profesional, yaitu
pengetahuan klinik yang diimplementasikan pada kemunitas keluarga. Dokter
harus memamhami manusia bukan hanya sebagai makhluk biologi, tetapi juga
makhluk sosial. Dalam hal ini harus memahami hakikat biologik, psikologik,
sosiologik, ekologik, dan medik.
a. Hakikat biologik
Kedokteran keluarga memperhatikan pula perihal dinamika kehidupan keluarga
sebagai makhluk biologis, yaitu masuk keluarnya seseorang anggota keluarga
dalam organisasi keluarga. Mulai dari proses pra-konsepsi/pra-nikah sampai
lahirnya anak, atau bertambahnya jumlah anggota keluarga. Bertambahnya usia
kemudian meninggal, atau anggota keluarga yang pindah tempat, sehingga jumlah
anggota keluarga berkurang.
Untuk lebih terinci menilai permasalahn keluarga, dinilai dari
kualitas hidup keluarga serta fungsi keluarga, yaitu peranan fungsi biologis
keluarga perihal yang berkenaan dengan organ sistem terpadu dari
individu dan anggota keluarga lainnya yang memiliki resiko, meliputi:
adanya faktor keturunan, kesehatan keluarga,dan reproduksi keluarga;
yang semuanya berpengaruh terhadap kualitas kehidupan keluarga.
b.

Hakikat psikologik
Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai aktifitas dan tingkah
laku yang merupakan gambaran sikap manusia yang menentukan

c.

penampilan dan pola perilaku dan kebiasaannya.


Hakikat Sosiologik
Dalam kehidupannya manusia berhubungan dengan sesama baik
lingkup keluarga, pekerjaan, budaya, dan geografis, yang menimbulkan
berbagai proses dan gejolak. Kebijaksanaan yang digunakan dokter
keluarga adalah yang berorientasikan penyakit/permasalahan yang
berhubungan dengan:

Proses dinamika dalam keluarga


Potensi keluarga
Kualitas hidup yang dipengaruhi oleh budaya positif

15

d.

Pendidikan dan lingkungannya


Hakikat ekologik
Ekologi dalam kedokteran keluarga membahas manusia seutuhnya
dalam interaksinya dengan sesama dan spesies lainnya juga hubungannya

e.

dengan lingkungan fisik dalam rumah tangganya.


Hakikat Medik
Temuan-temuan di bidang teknologi kedokteran akan juga
mempengaruhi kedokteran keluarga. Pergeseran pola perilaku dan pola
penyakit, akan mempengaruhi pola pelayanan kedokteran. Karena itu,
kedokteran keluarga sebagai ilmu akan berkembang dalam bidang yang
mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan keluarga.

2.3.2 Pendekatan Kedokteran Keluarga


Prinsip dalam kedokteran keluarga

adalah

pendekatan

keluarga.

Pendekatan keluarga merupakan serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang


terencana, terarah, untuk menggali, meningkatkan dan mengarahkan peran serta
keluarga agar dapat memanfaatkan potensi yang ada guna menyembuhkan
anggota keluarga dan menyelesaikan masalah kesehatan keluarga yang mereka
hadapi. Dalam pendekatan ini diberdayakan apa yang dimiliki oleh keluarga dan
anggota keluarga untuk menyembuhkan dan menyelesaikan masalah keluarga. Hal
ini dapat dilakukan bila memahami profil dan fungsi keluarga.
Pelayan kedokteran keluarga merupakan pelayanan yang bersifat
komprehensif, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Materi
kedokteran keluarga pada hakikatnya merupakan kepedulian dunia kedokteran
perihal

masalah-masalah

eko0nomi

dan

sosial,

disamping

masalah

organobiologik, yaitu ditujukan terhadap pengguna jasa sebagai bagian dalam


lingkungan keluarga. Demikian pula pemanfaatan ilmunya yang bersifat
menyeluruh, yaitu pemberdayaan terhadap masalh organ, mental psikologikal, dan
sosial keluarga.

16

BAB III
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

1.1 Identitas Pasien dan Keluarga


a. Identitas Pasien
Nama
: An. A
Jenis kelamin
: Laki - laki
Usia
: 1 tahun 2 bulan
Alamat
: RT 4/RW 2 Dusun Brigasan, Desa Tugurejo,
Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Pendidikan
: Belum sekolah
b. Identitas Kepala Keluarga
Nama
: Tn. M
Jenis Kelamin
: Laki laki
Umur
: 27 tahun
Status Pernikahan
: Menikah
Alamat
: RT 4/RW 2 Dusun Brigasan, Desa Tugurejo,
Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan

Tengah
: Islam
: Jawa
: Tamat SD
: Pelayan rumah makan

1.2 Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah


Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga Kandung
No

Nama

Kedudukan L/P Umur


dalam

Munandir

Keluarga
KK

Pendidika

(th)

27

Tamat SD

Pekerjaan

Keterangan

Pelayan

Sehat

rumah
2

Siti

Istri KK

29

Tamat SMP

makan
Ibu Rumah

Sehat

17

asmuni
Alif

Anak

14 bln

Belum

Tangga
-

Sakit

sekolah
Tabel 2. Daftar Anggota Yang Tinggal Serumah
No

Nama

Kedudukan

L/P

dalam
1

Munandir

Keluarga
KK

Umur

Pendidikan Pekerjaan

Keterangan

(th)
L

27

Tamat SD

Pelayan

Sehat

rumah
2

Siti

Istri KK

29

Tamat SMP

makan
Ibu

Asmuni

Rumah

Alif

Tangga
-

Anak

14 bln

Belum

Sehat

Sakit

sekolah

Gambar 1. Pohon Keluarga

Keterangan :

18

: laki-laki

: sakit batuk pilek

: perempuan
II. RESUME PENYAKIT DAN PENATALAKSANAAN YANG SUDAH
DILAKUKAN
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis dengan ibu pasien pada
tanggal 9 Desember 2014 pukul 13.00 WIB di rumah pasien di RT 4/RW 2
Dusun Brigasan, Desa Tugurejo, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang,
Jawa Tengah.
a. Keluhan Utama
Batuk
b. Riwayat Penyakit Saat Datang Pertama (15 Agustus 2014)
anak batuk sejak 5 hari yang lalu, batuk berdahak (+) tetapi sulit keluar,
batuk dirasakan terus menerus sepanjang hari, pilek (+), nafsu makan
turun (+), nyeri telan (+), demam (-), anak rewel (-), muntah (-), sesak
nafas (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi (-)
Riwayat batuk lama (-)
Riwayat pneumonia (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat dirawat di rumah sakit karena luka bakar pada bulan Oktober
2014
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi (-)
Riwayat batuk lama (-)
Ibu mempunyai riwayat asma (-)
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah bekerja sebagai pelayan di rumah makan, ibu sebagai ibu rumah
tangga, penghasilan orang tua Rp. 1.200.000/bulan, orang tua menanggung
1 anak yang belum mandiri, pembiayaan dengan jamkesmas.
Kesan : Sosial ekonomi kurang
f.

Riwayat Pemeliharaan Prenatal

19

ANC >4x di bidan, TT 2x, minum tablet Fe, dan vitamin (-), minum jamu /
obat (-), ANB (-), riwayat trauma (-), riwayat sakit saat hamil (-)
g.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

No

Kehamilan dan kelahiran

Usia

laki-laki, aterm, lahir spontan, di tolong

14 bulan

Status
Kesehatan
Sehat

bidan, BBL 3500 gram, PBL 50 cm


Tanggal 5 Oktober 2013, Lahir bayi laki-laki dari ibu G1P0A0, 40
minggu, spontan, ditolong oleh bidan, langsung menangis (+), biru-biru
(-), kuning (-), BBL : 3500 gram, PBL : 50 cm.
h.

Riwayat Pemeliharaan Post natal


Rutin ke Posyandu. Jika sakit periksa di Puskesmas.

i.

Riwayat Kontrasepsi
Ibu penderita belum pernah melakukan KB.

j.

Riwayat Makan dan Minum


0-6 bulan :
ASI ad libitum
7-12 bulan : ASI ad libitum + Bubur susu 3x sehari @3sdm harus
dipaksa
13-14 bulan : ASI ad libitum + Nasi lembek 3x sehari @3sdm harus
dipaksa, lauk sayur bayam, telur, susu SGM 2x sehari @
gelas susu bubuk 2 sendok takar
Kesan : ASI eksklusif, kualitas dan kuantitas kurang.

k.

Riwayat Imunisasi
1. BCG
1 kali
2. Difteri
3 kali
3. Tetanus
3 kali
4. Pertusis
3 kali
5. Polio
4 kali
6. Hepatitis B
1 kali
Kesan:
Lengkap dan sesuai umur

Usia 1 bulan
Usia 2,3,4 bulan
Usia 2,3,4 bulan
Usia 2,3,4 bulan
Usia 0,2,3,4 bulan
Usia 9 bulan

20

l.

Riwayat Perkembangan Anak


Tersenyum
: 1 bulan
Miring
: 2 bulan
Tengkurap
: 2,5 bulan
Duduk
: 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Berbicara
: 12 bulan (dapat mengucapkan satu atau dua kata)
Kesan : Perkembangan anak sesuai umur.

j,

Riwayat Pertumbuhan Anak


Pertumbuhan berdasarkan KMS :
Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan lahir 51 cm, berat badan
sekarang 8 kg, tinggi badan sekarang 80 cm,
Kesan : T2 berat badan bertambah tetapi di luar pita pertumbuhan

Pemeriksaan Fisik
Tanggal 9 Desember 2014 pukul 13.00 WIB di rumah pasien.
Keluhan
: Batuk
Keadaan umum : Compos mentis, GCS = 15
Tanda vital:
Nadi
: 90 x/menit
TB : 82 cm
0
Suhu
: 37,6 C
BB : 8 kg
RR
: 20x/menit
Status Generalis
Kepala

: Mesosefal

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga

: benjolan (-), oedem (-), nyeri tekan tragus (-)

Hidung

: Deviasi septum (-), nafas cuping (-), epistaksis (-),


discharge (+) jernih

Bibir
Tenggorok

: pucat (-), sianosis (-)


: T1-T1, faring hiperemis (+) tampak oedem, granulasi (-),
nyeri telan (+), post nasal drip (-)

21

Leher

: Simetris, trakhea di tengah, pembesaran KGB (-/-)

Thoraks

Paru
-

Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Palpasi

: Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi: Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

Jantung
-

Inspeksi: Iktus kordis tak tampak


Palpasi: Iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial dari linea mid

klavikularis kiri
Perkusi: batas jantung kanan pada linea sternalis dextra setinggi SIC
IV, batas jantung kiri setinggi SIC V 2 cm medial garis midklavikularis

kiri, batas atas jantung kiri setinggi SIC II linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
-

Inspeksi: Datar, supel

Auskultasi: Bising usus (+) normal

Perkusi: timpani, pekak alih (-), pekak sisi (+) normal

Palpasi: Nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas

Superior

Inferior

Oedema

-/-

-/-

22

Sianosis

-/-

-/-

Diagnosis Banding
ISPA non pneumoni
Faringitis akut
Hasil Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
Belum dilakukan pemeriksaan laboratorium
Diagnosis Kerja
Faringitis akut
Rencana Penatalaksanaan
Tatalaksana medikamentosa yang akan diberikan :
OBH Sirup 3 x 1 Cth
Paracetamol syrup 120mg/5ml 3x 1 C (bila demam)
Vitamin C 50 mg tablet hisap rasa jeruk 2 x 1 tab
Tatalaksana nonmedikamentosa

Edukasi kepada keluarga pasien mengenai infeksi saluran pernafasan,

faktor resiko, faktor pencetus serta penanganan.


Edukasi kepada keluarga pasien, agar pasien istirahat yang cukup dan

hindari faktor pencetus ( debu, asap rokok dan udara dingin)


Edukasi kepada keluarga pasien mengenai rumah sehat.

III. TABEL PERMASALAHAN PADA PASIEN


Tabel 3. Tabel Permasalahan Pada Pasien
No.

Resiko & masalah

Rencana pembinaan

Sasaran

kesehatan
1.

Batuk dan pilek yang diderita Pemberian obat dan edukasi

Kelurga

pasien

pasien

untuk menghindari faktor


pencetus dan penanganan saat
kambuh.

2.

Lingkungan rumah yang

Edukasi mengenai cara

Keluarga

berdebu, ventilasi dan

membersihkan dan menata

pasien

23

3.

4.

pencahayaan yang kurang

rumah.

Angota keluarga tidak

Edukasi mengenai penyakit

Keluarga

mengetahui secara jelas

ISPA, faktor resiko, faktor

pasien

tentang penyakit yang

pencetus dan cara

diderita pasien

penanganannya

Ayah pasien merokok di

Mengedukasi mengenai dampak

Keluarga

dalam rumah

asap rokok sebagai faktor risiko

pasien

ISPA

IV. IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA


a. Fungsi Biologis
Dari wawancara dengan

ibu penderita diperoleh keterangan bahwa

penderita pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.


b. Fungsi Psikologis
Penderita adalah anak tunggal dan tinggal bersama kedua orang tua. Ayah
bekerja sebagai pelayan di rumah makan, ibu sebagai ibu rumah tangga.
Anak terlihat ceria dan aktif.
c. Fungsi Ekonomi
Biaya kebutuhan sehari-hari anak dipenuhi oleh ayah. Pendapatan
perbulan kira-kira Rp. 1.200.000. Uang tersebut dipakai untuk kebutuhan
rumah tangga seperti listrik dan makan. Pasien

mempunyai kartu

Jamkesmas.
d. Fungsi Pendidikan
Penderita belum bersekolah
.

24

e. Fungsi Religius
Penderita dan keluarga memeluk agama Islam. Penerapan nilai agama
dalam keluarga cukup baik.
f. Fungsi Sosial dan Budaya
Penderita dan keluarga tinggal di dusun Brigasan di kawasan pemukiman
yang cukup padat penduduk. Penderita dan keluarga dapat diterima dengan
baik di lingkungan rumahnya. Komunikasi dengan tetangga baik. Keluarga
penderita aktif dalam kegiatan di lingkungan seperti pengajian yang rutin
dilakukan seminggu sekali.
V.

POLA KONSUMSI PENDERITA


Frekuensi makan rata-rata 3x sehari. Penderita biasanya makan di
rumah. Jenis makanan dalam keluarga ini kurang bervariasi. Variasi
makanan sebagai berikut : nasi, lauk (tahu, tempe, telur), sayur (kangkung,
bayam, dll), air minum (air putih dan teh). Pasien jarang mengkonsumsi
ayam, daging atau ikan. Air minum berasal dari air sumur galian yang
dimasak sendiri. Anak juga minum susu sehari dua kali masing masing
setengah gelas dengan susu bubuk sebanyak dua sendok takar.

VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KESEHATAN
a. Faktor Perilaku
Anak sering bermain tanah, selalu ingin jajan dan orangtua tidak bisa
melarang.
b. Faktor Lingkungan
Tinggal dalam rumah yang pencahayaan oleh sinar matahari kurang,
serta sirkulasi udara dalam rumah tidak lancar. Dapur dan ruang makan
jadi satu, tidak mempunyai saluran pembuangan asap. Sumber air dari
sumber mata air yang dialirkan lewat selang dan dimasak sebelum

25

dikonsumsi. Saluran pembuangan air limbah ke got dan mengalir ke


sungai, kebiasaan buang air besar dengan menggunakan jamban umum
milik dusun, pembuangan sampah dilakukan di halaman belakang rumah
yang dibakar 2 kali seminggu. Ayah pasien
c. Faktor Sarana pelayanan kesehatan
Terdapat Puskesmas Tempuran yang berjarak +- 10 km.
d. Faktor keturunan
Orang tua tidak memiliki riwayat penyakit keluarga yang dapat
diturunkan.

VII.

IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH


a. Gambaran Lingkungan Rumah
Rumah pasien terletak di Dusun Brigasan, Desa Tugurejo, Kecamatan
Tempuran, Kabupaten Magelang, dengan ukuran rumah

5x 8 m2,

bentuk bangunan 1 lantai. Secara umum gambaran rumah terdiri dari 2


kamar tidur dan ruang tamu. 1 dapur di bagian samping belakang
rumah. Rumah tidak mempunyai langit-langit, dinding dari tembok,
lantai dari plesteran semen. Penerangan dalam rumah dan kamar
kurang sehingga rumah terasa lembab. Ventilasi dan jendela yang
kurang memadai, yaitu dengan luas < 10 % dan jarang dibuka. Cahaya
matahari masuk lewat pintu dan jendela kaca. Sumber air bersih dari
sumber mata air untuk minum maupun cuci dan masak. Air minum
dimasak sendiri. Fasilitas MCK menggunakan jamban umum milik
dusun. Kebersihan dapur kurang, tidak ada lubang asap dapur.
Pembuangan air limbah ke saluran terbuka. Tempat sampah utama di
halaman belakang rumah, dan setiap seminggu dua kali dibakar. Jalan
di depan rumah lebarnya 1 meter terbuat dari tanah . Kebersihan
lingkungan di sekitar rumah cukup.

26

b. Denah Rumah
K Mandi

Kamar
Tidur

Rg.
makan

Kamar
Tidur

Dapur

Rg.
Keluarga

Rg. Tamu

Gambar 2. Denah Rumah


VIII. DIAGNOSIS FUNGSI KELUARGA
b. Fungsi Biologis

Pasien pernah menderita penyakit ini sebelumnya.

c. Fungsi Psikologis

Hubungan pasien dengan keluarga terjalin baik

Hubungan sosial dengan tetangga dan kerabat baik.

d. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

27

Kesan sosial ekonomi cukup dilihat dari pendapatan Rp 1.200.000 per


bulan.

e. Fungsi Religius dan Sosial Budaya


Termasuk keluarga yang taat beragama dan keyakinannya tinggi.
Hubungan keluarga dan pasien dengan tetangga baik, komunikasi
berjalan dengan lancar. Tidak terdapat keterbatasan hubungan antara
pasien dan masyarakat.
f. Faktor Perilaku
Pasien tinggal di rumah yang pencahayaannya kurang baik dan ventilasi
udara di rumah kurang sehingga sirkulasi udara kurang baik. Pasien
sering bermain di halaman rumah yang berlatarkan tanah dan berdebu,
pasien juga sering merangkak di dalam rumah dengan lantai yang
berdebu.
g. Faktor Non Perilaku
Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah cukup jauh. Jarak antara
rumah pasien dengan puskesmas +- 10 km.
IX. DIAGRAM REALITA YANG ADA PADA KELUARGA

28

GENETIK

STATUS

YANKES

LINGKUNGAN

KESEHATAN
Puskesmas

Pencahayaan kurang

Bidan desa

Ventilasi kurang

PERILAKU

Lantai rumah yang


berdebu

Kebiasaan bermain di
tanah dan tempat
berdebu

X.

Tanggal

Gambar 3. Diagram Realita


PEMBINAAN DAN HASIL KEGIATAN
Tabel 4. Pembinaan dan Hasil Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan

Keluarga

Hasil Kegiatan

yang
terlibat
9

Desember Melakukan pemeriksaan

2014

Pasien

kepada pasien dan mengamati

kerja pasien dan

keadaan kesehatan rumah dan

mendapatkan foto foto

lingkungan sekitar

keadaan rumah pasien.

Desember Memberikan penjelasan kepada keluarga

2014

Mendapatkan diagnosis

Orangtua pasien dapat

keluarga pasien mengenai

memahami penjelasan

penyakit infeksi saluran

yang diberikan dan

pernafasan akut serta faktor-

diharapkan dapat merubah

faktor pencetus penyakit nya.

pola hidup

29

XI. KESIMPULAN PEMBINAAN KELUARGA


1. Tingkat pemahaman : Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakukan
cukup baik.
2. Faktor pendukung :
-

Keluarga pasien dapat memahami dan menangkap penjelasan yang


diberikan tentang common cold/infeksi saluran pernafasan akut dan
perilaku hidup sehat.

Keluarga yang kooperatif dan adanya keinginan untuk hidup sehat

3. Faktor penyulit : keadaan rumah dan lingkungan yang kurang


Indikator keberhasilan : keluarga pasien mengetahui perilaku yang tidak
baik untuk kesehatan dan hubungannya dengan penyakit yang diderita
pasien, dan dapat meningkatkan status gizi anak.

30

BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penatalaksanaan pasien anak laki-laki umur 14 bulan dengan pendekatan
kedokteran keluarga adalah sebagai berikut:
Pengobatan medikamentosa yang diberikan:
R/ OBH Syrup fl No I 3 dd
Terapi edukasi
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa anaknya terkena Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Atas
Edukasi pasien mengenai infeksi saluran pernafasan, faktor resiko, faktor
pencetus serta penangannya
Menjelaskan kepada keluarga pasien agar anaknya istirshat yang cukup
dan hindari faktor pencetus (debu, asap rokok dan udara dingi)
Menjelaskan kepada keluarga pasien, agar anaknya mengkonsumsi obat
secara teratur
Menjelaskan kepada keluarga pencegahan agar anggota keluarga
pencegahan agar anggota keluarga yang lain tidak tertular, antara lain
dengan mencuci tangan sebelum makan, memisahkan peralatan makan
anak yang sedang sakit.
Menejelaskan kepada keluarga pasien mengenai rumah sehat

31

Menjelaskan kepada keluarga pasien pentingnya mencuci tangan sebelum


dan sesudah makan, menjaga kebersihan lingkungan dan hiegene sanitasi,
memasak air minum sampai mendidih
Edukasi kepada keluarga agar memakan makanan dengan gizi seimbang

DAFTAR PUSTAKA

1.

Alsagaff, Hood & H. Abdul Mukty, 2009. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru..
Surabaya : Airlangga University Press.

2.

World Health Organization, 2002, WHO World Health Organization Report


2000,. WHO, Genewa.

3.

Suhandayani, I., 2007.


Universitas

Negeri

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Semarang.

Diperoleh

dari:

ISPA.
http:

//digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. [diakses pada tanggal 9 Desember


2014].
4.

Rasmaliah, 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) dan tanda tanda
bahaya

ISPA.

Diperoleh

dari

http://repository

.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah9.pdf. [diakses pada 9 Desember


2014]
5.

WHO, 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut


yang menjadi epidemic dan pandemi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Diperoleh

dari: http://www.who.int/csr/resources /publications /WHO_

CDS_EPR_2007.8bahasa.pdf. [diakses pada tanggal 9 Desember 2014].


6.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.

Pneumonia. dari:

http://www.depkes.go.id/download/publikasi/buletin%

20Pneumonia.pdf

[ diakses pada tanggal 9 Desember 2014].

32

7.

Depkes RI (2000). Informasi Tentang ISPA pada Anak Balita, Jakarta : Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.

8.

Agustama, 2005. Kajian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita
di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Tesis, Universitas Medan.
Diperoleh dari : http://www.repisitory.usu.ac.id[diakses pada tanggal 9
Desember 2014]

9.

Sudoyo AW,Setiyohadi B,Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.2006.


10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis

dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2004 ; 61-62


11. Danusantoso, Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates,
2000
12. Sukamto H Sundara. Asma Bronkial. In Sudayo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam.Jil.2.Ed.IV. Jakarta : Interna Publishing, 2009
13. Ditjen PP & PL, Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan R.I. Indonesia. 2010

33

Вам также может понравиться

  • C PPK Pneumonia COVID 19 Dengan Komplikasi 3
    C PPK Pneumonia COVID 19 Dengan Komplikasi 3
    Документ7 страниц
    C PPK Pneumonia COVID 19 Dengan Komplikasi 3
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • 5.register Risiko
    5.register Risiko
    Документ7 страниц
    5.register Risiko
    Puskesmas Labuapi
    Оценок пока нет
  • B-PPK Pneumonia COVID-19 Berat
    B-PPK Pneumonia COVID-19 Berat
    Документ5 страниц
    B-PPK Pneumonia COVID-19 Berat
    ari
    100% (1)
  • B-PPK Pneumonia COVID-19 Berat
    B-PPK Pneumonia COVID-19 Berat
    Документ5 страниц
    B-PPK Pneumonia COVID-19 Berat
    ari
    100% (1)
  • Kasbes Interna
    Kasbes Interna
    Документ34 страницы
    Kasbes Interna
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Документ2 страницы
    Abs Trak
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Uu 36 Thun 2009
    Uu 36 Thun 2009
    Документ57 страниц
    Uu 36 Thun 2009
    kikicandrawatisuwardi
    Оценок пока нет
  • LAPORAN KASUS Curiga Keganasan
    LAPORAN KASUS Curiga Keganasan
    Документ10 страниц
    LAPORAN KASUS Curiga Keganasan
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Visum Oplosan
    Visum Oplosan
    Документ19 страниц
    Visum Oplosan
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Psikometri PANSS
    Pemeriksaan Psikometri PANSS
    Документ2 страницы
    Pemeriksaan Psikometri PANSS
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Hepatitis A
    Hepatitis A
    Документ11 страниц
    Hepatitis A
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • NAPZA
    NAPZA
    Документ2 страницы
    NAPZA
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • ABSTRAK
    ABSTRAK
    Документ2 страницы
    ABSTRAK
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Acquired Immunodeficiency Syndrome
    Acquired Immunodeficiency Syndrome
    Документ7 страниц
    Acquired Immunodeficiency Syndrome
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • SLIDE PPT Kel.A2 Farmako HPV
    SLIDE PPT Kel.A2 Farmako HPV
    Документ29 страниц
    SLIDE PPT Kel.A2 Farmako HPV
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Makalah HPV Farmako Kel.a2
    Makalah HPV Farmako Kel.a2
    Документ18 страниц
    Makalah HPV Farmako Kel.a2
    nurkholisamei
    100% (1)
  • Makalah Obat Anti Kanker
    Makalah Obat Anti Kanker
    Документ12 страниц
    Makalah Obat Anti Kanker
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Posyandu
    Posyandu
    Документ32 страницы
    Posyandu
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Farmakodiskusi
    Farmakodiskusi
    Документ21 страница
    Farmakodiskusi
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • REFERAT Finish
    REFERAT Finish
    Документ31 страница
    REFERAT Finish
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Gimul
    Gimul
    Документ2 страницы
    Gimul
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Rencana Kegiatan Fake
    Rencana Kegiatan Fake
    Документ11 страниц
    Rencana Kegiatan Fake
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • REFERAT Finish
    REFERAT Finish
    Документ31 страница
    REFERAT Finish
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Bedah Anak
    Laporan Kasus Bedah Anak
    Документ7 страниц
    Laporan Kasus Bedah Anak
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Bedah Thoracovaskular
    Laporan Kasus Bedah Thoracovaskular
    Документ6 страниц
    Laporan Kasus Bedah Thoracovaskular
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Bedah Urolog1-2
    Laporan Kasus Bedah Urolog1-2
    Документ5 страниц
    Laporan Kasus Bedah Urolog1-2
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Poliklinik SN
    Laporan Kasus Poliklinik SN
    Документ9 страниц
    Laporan Kasus Poliklinik SN
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Bedah Onkologi
    Laporan Kasus Bedah Onkologi
    Документ5 страниц
    Laporan Kasus Bedah Onkologi
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Laporan Bedah Ortopedi Re
    Laporan Bedah Ortopedi Re
    Документ7 страниц
    Laporan Bedah Ortopedi Re
    nurkholisamei
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Poliklinik SN
    Laporan Kasus Poliklinik SN
    Документ9 страниц
    Laporan Kasus Poliklinik SN
    nurkholisamei
    Оценок пока нет