Вы находитесь на странице: 1из 13

TUGAS KELOMPOK

FARMAKOTERAPI I

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
ANGGOTA KELOMPOK:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

RENDIKA YUDISTHIRA
RISDA PAUJIAH
RIZQAH
SAUDA RIZHA ASTRIANI
SUCI LESTARI
SURYATI
YULIANITA PRATIWI INDAH LESTARI

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


TANGERANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

Osteoarthritis yang dikenal sebagai sendi degenerative atau osteoarthritis


(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering di
temukan

dan

kerap

kali

menimbulkan

ketidak

mampuan

(disabilitas).

Osteoarthritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang


menduduki urutan pertama dan akan meningkatkan dengan meningkatnya
usia,penyakit ini jarang di temui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering di
jumpai pada usia di atas 60 tahun.
Faktor

umur

dan

jenis

kelamin

menunjukkan

adanya

perbedaan

frekuensi,osteoarthritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai


sendi yang dapat digerakkan,terutama sendi penumpu badan,dengan gambaran
patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang rawan sendi serta
terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang
membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia,metabolism,
fisiologi dan patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan
subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai
dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-

sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Seringkali berhubungan
dengan trauma atau mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress oleh
beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya.
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Hasil penelitian menunjukan
87% adalah kasus OA primer, dan 13% kasus OA sekunder. Menurut
klasifikasi rontgentography, 38% adalah jenis awal, 28,5% jenis patellofemoral
dan 23,2% jenis medio-patellofemoral. Klasifikasi radiologi itu terkait dengan
manifestasi klinis jika varus dan deformitas valgus lebih parah, penilaian X ray
juga akan menjadi lebih parah.
Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini,
yaitu:
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa
d. Genetik
e. Kegemukan den penyakit metabolic
f. Cedera sendi, pekerjaan, olahraga
g. Kelainan pertumbuhan
h. Kepadatan tulang, dan lain-lain.

C. Patofisiologi
Akibat peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul
matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen) terjadi kerusakan fokal
tulang rawan sendi secara progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar
lesi tulang rawan sendi serta tepi sendi (osteofit). Osteofit terbentuk sebagai
suatu proses perbaikan untuk membentuk kembali persendian, sehingga
dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif.
Pada awal OA, kandungan air pada kartilago meningkat, kemungkinan sebagai
akibat kerusakan jaringan kolagen yang tidak mampu untuk mendesak
proteoglikan dan selanjutnya memperoleh air. Seiring perkembangan OA,
kandungan proteoglikan kartilago menurun, kemungkinan melalui kerja
metallopproteinase.

Perubahan

dalam

komposisi

glikosaminoglikan

juga

terjadi

dengan

peningkatan keratin sulfat dan penurunan rasio kondroitin 4-sulfat terhadap


kondroitin 6-sulfat. Perubahan ini dapat mengganggu interaksi kolagen
proteoglikan pada kartilago. Kandungan kolagen tidak berubah sampai
penyakit menjadi parah. Peningkatan dalam sintesis kolagen dan perubahan
distribusi dan diameter serat dapat terlihat.
Peningkatan aktivitas metabolik yang ditandai dengan peningkatan sintesis
matriks yang dikontrol oleh kondrosit, dianggap merupakan suatu respon
perbaikan terhadap kerusakan. Bagaimanapun, jika berlanjut menjadi
hilangnya proteoglikan, merefleksikan kehilangan netto sebagai proses
degradasi yang lebih cepat daripada sintesisnya.
Tulang subkondral yang berdekatan dengan kartilago artikular juga mengalami
tulang yang lebih cepat dengan peningkatan aktivitas osteoklast dan osteoblast.
Terdepat hubungan antara pelepasan peptida vaso aktif dan matrix
metallopproteinase, neovaskularisasi dan peningkatan permeabilitas kartilago
yang berdekatan. Peristiwa ini selanjutnya mengakibatkan degradasi kartilago
dan pada akhirnya hilangnya kartilago, berakibat pada rasa sakit dan
deformitas sendi.
Fibrilasi, robeknya kartilago yang tidak mengandung kalsium, mengekspos
bagian dalam tulang sehingga dapat menyebabkan mikrofraktur pada tulang
subkondral. Selanjutnya kartilago tererosi meninggalkan tulang subkondral
yang gundul dan menjadi padat, halus dan berkilau.
Mikrofraktur berakibat pada produksi callus dan osteoid. Tulang paru (osteofit)
terbentuk pada tepi sendi, jauh dari area destruksi kartilago. Osteofit dapat
merupakan suatu usaha untuk menstabilkan sendi daripada suatu aspek yang
destruktif dari OA.
Inflamasi dicatat secara klinis sebagai sinovitis, terjadi dan dapat diakibatkan
dari pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin dari kondrosit.
D. Klasifikasi

Osteoartritis dapat dibagi atas dua jenis yaitu:


1. Osteoartritis Primer
OA Primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat mengenai satu
atau beberapa sendi. OA jenis ini terutama ditemukan pada pada wanita
kulit putih, usia baya, dan umumnya bersifat poli-articular dengan nyeri
akut disertai rasa panas pada bagian distal interfalang, yang selanjutnya
terjadi pembengkakan tulang (nodus heberden).
2. Osteoartritis Sekunder
OA sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan
pada sinovia sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder. Beberapa
keadaan yang dapat menimbulkan osteoartritis sekunder sebagai berikut:

Trauma /instabilitas.
OA sekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi, setelah
menisektomi, tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya
hipermobilitas, instabilitas sendi, ketidaksejajaran dan ketidakserasian

permukaan sendi.
Faktor Genetik/Perkembangan
Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh (displasia
epifisial, displasia asetabular, penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi

sendi panggul bawaan, tergelincirnya epifisis) dapat menyebabkan OA.


Penyakit Metabolik/Endokrin
OA sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit metabolik/sendi
(penyakit okronosis, akromegali, mukopolisakarida, deposisi kristal, atau
setelah inflamasi pada sendi. (misalnya, OA atau artropati karena
inflamasi).

Menurut Kellgren dan Lawrence, secara radiologis Osteoartritis di klafikasikan


menjadi:
1. Grade 0 : Normal
2. Grade 1

: Meragukan, dengan gambaran sendi normal,

terdapat osteofit
minim
3. Grade 2
: Minimal, osteofit sedikit pada tibia dan patella dan
permukaan

sendi menyempit asimetris.


4. Grade 3
: Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa
tempat,
permukaan sendi menyepit, dan tampak sclerosis subkondral.
5. Grade 4 : Berat, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi
menyempit secara komplit, sklerosis subkondral berat, dan
kerusakan permukaan sendi.
E. Manifestasi Klinik
Gejala utama OA ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu
bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat
hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan
perubahan gaya berjalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan
krepitasi tulang.
Tempat

prediksi

osteoarthritis

adalah

sendi

karpometakarpal

I,

metatarsofalangeal I, apofiseal tulang belakang, lutut, paha. Pada falang distal


timbul nodus Heberden dan pada sendi interfalangproksimal timbul nodus
Bouchard. Tanda-tanda peradangan pada sendi tersebut tidak menonjol dan
timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari
nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan.
Prevalensi dan keparahan OA meningkat seiring usia. Faktor resiko yang
potensial meliputi obesitas, penggunaan berulang melalui pekerjaan atau
aktivitas di waktu luang, trauma persendian dan hereditas. Presentasi klinis
tergantung pada durasi dan keparahan penyakit dan jumlah sendi yang
dipengaruhi. Gejala yang dominan adalah rasa sakit yang dalam dan
terlokalisasi berhubungan dengan sendi yang dipengaruhi. Pada awal OA, rasa
sakit mengiringi aktivitas persendian dan berkurang dengan istirahat.
Selanjutnya, rasa sakit terjadi walaupun dengan aktivitas yang minimal atau
pada saat istirahat.
Sendi yang paling umum dipengaruhi adalah sendi interfalangeal distal dan
proksimal (DIP dan PIP) pada tangan, sendi karpometakarpal (CMC) pertama,

lutut,

pinggul,

tulang

belakang

serviks

dan

lumbar

dan

sendi

metatersofalangeal (MTP) pertama pada jari kaki. Selain rasa sakit,


keterbatasan pergerakan, kekakuan, crepitus dan deformitas dapat pula terjadi.
Pasien dengan lower extrimity involvement dapat melaporkan adanya suatu
perasaan kelelahan atau ketidakstabilan. Kekakuan sendi berlangsung kurang
dari 30 menit dan sembuh dengan bergerak. Pembesaran sendi berhubungan
dengan proliferasi tulang atau penebalan sinovium dan kapsul sendi. Adanya
rasa hangat, kemerahan dan sendi yang empuk mengesankan terjadinya
inflamasi sinovitis.
Deformitas sendi dapat terjadi pada tahap selanjutnya sebagai akibat dari
subluxasi, kolapsnya tulang subkondral, pembentukan tonjolan tulang atau
pertumbuhan tulang berlebih. Pemeriksaan fisik terhadap sendi ditandai dengan
pengempukkan, krepitasi dan mungkin pembesaran sendi. Nodus Heberden
dan Bouchard secara berturut-turut merupakan pembesaran tulang (osteofit)
dari sendi DIP dan PIP.

Gambar 1 anatomi sendi lutut yang sehat dengan terserang osteoarthritis

F. Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang
terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostic.

Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :


1. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian
2.
3.
4.
5.

yang menanggung beban seperti lutut).


Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).
Kista pada tulang.
Osteofit pada pinggir sendi.
Perubahan struktur anatomi sendi.

Berdasarkan temuan radiografi, maka OA dapat diberikan suatu derajat.


Kriteria OA berdasarkan temuan radiografi dikenal sebagai kriteria Kellgren
dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat
berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografi sendi
masih terlihat normal.
Bila pada seorang penderita hanya ditemukan nyeri lutut, maka untuk diagnosis
osteoarthritis sendi lutut hams ditambah 3 kriteria dan 6 kriteria berikut, yaitu
umur lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit, nyeri tekan pada
tulang, pembesaran tulang dan pada perabaan sendi lutut tidak panas. Kriteria
ini memiliki sensitifitas 95% dan spesifisitas 69% (Altman, 1991). Bila selain
nyeri lutut juga didapatkan gambaran osteofit pada foto sendi lutut, maka untuk
diagnosis osteoarthritis sendi lutut dibutuhkan 1 kriteria tambahan dan 3
kriteria berikut, yaitu umur lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30
menit dan krepitus. Kriteria ini mempunyai sensitifitas 91% dan spesifisitas
86%.
G. Penatalaksanaan Osteoartritis
Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
1. Terapi non Farmakologi
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,
bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar

persendiaanya tetap terpakai. Hasil penelitian yang telah dilakukan


Zhang et al., bahwa edukasi memiliki manfaat sebesar 59% untuk terapi
non farmakologi pada pasien OA.
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit. Hasil penelitian yang
telah dilakukan Zhang et al., bahwa rehabilitasi memiliki manfaat sebesar
67% untuk terapi non farmakologi pada pasien OA.
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.
Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan
diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan
berlebih.
2. Terapi Farmakologis
Penanganan terapi farmakologi meliputi penurunan rasa nyeri yang timbul,
memeriksa gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasimanifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.
a. NSAID (Non-steroid-inflammatory drugs), Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX-2), dan Asetaminofen.
Hasil penelitian yang dilakukan Rahme et al., menunjukan proporsi
penggunaan NSAIDs di populasi geriatrik sebanyak 61% dan
penggunaan NSAIDs memiliki efek samping GI sebanyak 29,9%.
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA, penggunaan obat
NSAIDs dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan
asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat NSAIDs lebih tinggi
daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama
dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi
dampak

toksisitas

dari

NSAIDs

adalah

dengan

mengkombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.

cara

Keterbatasan penggunaan NSAIDs adalah toksisitasnya. Toksisitas


NSAIDs

yang sering dijumpai efek sampingnya

pada traktus

gastrointestinal, terutama jika NSAIDs digunakan bersama obat lain,


alkohol, kebiasaan merokok atau dalam keadaaan stres. Usia juga
merupakan

faktor

resiko

untuk

mendapatkan

efek

samping

gastrointestinal akibat NSAIDs.


Bagi pasien yang sensitif dapat digunakan preparat NSAIDs dalam
bentuk supositoria, pro drug, enteric coated, slow realease atau nonacidic. Preparat dalam bentuk ini kurang berpengaruh pada mukosa
lambung dibanding dengan preparat biasa. Pada pihak lain walaupun
NSAIDs dalam bantuk ini seringkali dianggap kurang menyebabkan
timbulnya iritasi gastrointestinal akibat kontak langsung dengan
gastroduodenal umumnya obat dalam bentuk ini tetap memiliki efek
sistemik terutama dalam menekan sintesis prostaglandin sehingga obat
ini juga harus digunakan secara hati-hati terutama pada pasien yang telah
memiliki gangguan mukosa gastroduodenal.
Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan NSAIDs
antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan
ginjal serta penekanan hematopoetik.
b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obatobatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obatobatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya.
c. Tetrasiklin dan derivatnya, contohnya doxycycline, mampu menghambat
kerja enzim MMP. Obat ini baru dipakai pada hewan, belum dipakai pada
manusia.
d. Asam hialuronat disebut viscosupplement karena dapat memperbaiki
viskositas cairan sinovial. Obat ini diberikan secara intraartikular. Asam
hialuronat berperan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan

melalui agregasi dengan proteoglikan.Pada binatang percobaan, obat ini


dapat mengurangi inflamasi pada sinovium, menghambat angiogenesis
dan kemotaksis sel-sel inflamasi.
e. Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan
dalam degradasi tulang rawan dan merangsang sintesis proteoglikan dan
asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia.
f. Kondroitin sulfat, merupakan bagian dari proteoglikan pada tulang rawan
sendi. Tulang rawan sendi terdiri atas 2% sel dan 98% matriks
ekstraseluler yang terdiri dari kolagen dan proteoglikan. Matriks ini
membentuk struktur yang utuh sehingga mampu menahan beban tubuh.
Pada penyakit sendi degeneratif seperti OA terjadi kerusakan tulang
rawan sendi dan salah satu penyebabnya adalah hilangnya atau
berkurangnya proteoglikan. Efektivitas kondroitin sulfat melalui 3
mekanisme utama, yaitu anti inflamasi, efek metabolik terhadap sintesis
hialuronat dan proteoglikan serta anti degradatif melalui hambatan enzim
proteolitik dan menghambat efek oksigen reaktif.
g. Vitamin C, dapat menghambat aktivitas enzim lisozim. Dalam penelitian
ternyata bermanfaat dalam terapi OA.
3. Terapi Pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas seharihari.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat yang secara klinik ditandai dengan nyeri, deformitas,
pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi
besar yang menanggung beban.
2. Seringkali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang berulangulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi
lainnya.
3. Penanganan terapi farmakologi meliputi penurunan rasa nyeri yang timbul,
memeriksa gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasimanifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.
4. Obat-obatan yang dapat digunakan meliputi NSAID (Non-steroidinflammatory drugs), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), Asetaminofen,
tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C,
dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Long, C Barbara. Perawatan Medika Bedah (Suatu pendekatan Keprawatan).


yayasan Ikatan alumi Pendidikan Keperawatan Pejajaran. Bandung. 1996.
Smeltzer C,Suzannne. (2002). buku ajar Keperawatan medical Bedah, alih
Bahasa.
Andry Hartono, dkk. Jakarta. EGC.
Depkes RI. (1995). penerapan proses keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem Maskuloskeletal. Jakarta. Pusdiknakes.

Вам также может понравиться