Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
Pendahuluan
Tuberkulosis Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia, sebagai
penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara
serius. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang bersifat
permanen. Di samping proses destruksi terjadi pula secara simultan proses
restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan struktural
yang bersifat menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam
kelainan faal paru.
Penyakit Tuberkulosis paru (TB paru) sudah lebih dari 100 tahun yang lalu
ada dipermukaan bumi kita ini. Di dunia diperkirakan penyakit ini dapat
menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang per hari terdaftar hampir 2400
kematian yang berhubungan dengan TB setiap harinya, atau 140.000 per tahun,
dan kurang lebih juta penduduk diduga terinfeksi TB setiap tahun.
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya
sangat mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin dan berbicara. Untuk mengurangi
bertambahnya TB paru dan masalah yang ditimbulkan oleh penyakit TB paru,
perlu dilakukan penanganan awal yang dapat dilakukan adalah dilingkungan
keluarga.
Penyebaran penyakit tuberkulosis paru yang sangat mudah ini, sangat rentan
pada keluarga yang anggota keluarganya sedang menderita penyakit tersebut.
Penyakit dapat menular pada anggota keluarga yang lain. Oleh karena itu,
penyakit tuberkulosis harus mendapat penanganan yang tepat karena penyakit ini
menyerang tidak memandang kelompok usia produktif, kelompok ekonomi lemah
dan berpendidikan rendah. Penyakit TB paru lebih banyak ditemukan di daerah
miskin. Karena faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi penyebab TB
paru. Beberapa faktor yang erat hubunganya dengan terjadinya infeksi basil
tuberkulosis yaitu adanya sumber penularan, jumlah basil yang cukup banyak dan
terus menerus memapar calon penderita, virulensi (keganasan basil serta daya
tahan tubuh dimana daya tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan faktor
Tujuan
Adapun tujuan dari case ini adalah sebagai berikut.
Mengetahui faktor-faktor risiko penyebab TB paru
Menemukan gejala-gejalanya lebih awal sehingga para dokter dapat
memberikan pencegahan kepada pasien TB paru lebih awal melalui
edukasi.
Dapat memberikan pengobatan baik secara farmakologis maupun non
farmakologis dalam tatalaksana TB paru.
Menjadi dokter yang berwawasan dalam
melestarikan
ilmu
pengetahuan.
Menjadi dokter yang dapat melakukan tindakan preventif dan kuratif
lebih baik.
Qw`
BAB II
LAPORAN KASUS
: Tn. JN
Umur
: 60 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Sudah Menikah
Pekerjaan
: Tani
Agama
: Islam
Alamat
Suku
: Sumatera
Kebangsaan
: Indonesia
No.Rek. Medik
: 150501
2.1.2 Anamnesis
a Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 3 hari SMRS
b Keluhan Tambahan : Batuk lama (+) sejak 1 bulan SMRS
c Riwayat Perjalanan Penyakit
1 bulan SMRS os mengeluh batuk, batuk berdahak (+), dahak
berwarna putih, banyak dahak sendok teh, batuk berdarah (-).
Sesak nafas (+), sesak tidak dipengaruhi posisi, cuaca, debu,
makanan dan aktivitas. Sesak berlangsung terus menerus dan
semakin hari makin bertambah, sesak bertambah hebat saat malam
hari (-), os terbangun saat malam hari karena sesak (-), sesak
berkurang saat setelah mengeluarkan dahak, saat bekerja
mencangkul sawah os sering merasakan sesak . Nyeri dada (-).
Demam (+), demam tidak terlalu tinggi, demam berlangsung terus
menerus, kejang (-), menggigil (-).Mual (-), muntah (-), BAB dan
BAK normal.
3 hari SMRS os mengeluh sesak nafas yang semakin berat,
sesak tidak dipengaruhi posisi, cuaca, debu, makanan dan aktivitas,
sesak bertambah hebat saat malam hari (-), os terbangun saat
malam hari karena sesak (-), sesak berkurang saat setelah
Nyeri dada (+), nyeri dada menjalar sampai ke bagian belakang (-),
nyeri diseluruh bagian dada kanan dan kiri depan (+), nyeri dada
dirasakan terutama saat os batuk. Demam (+), demam tidak terlalu
tinggi, demam berlangsung terus menerus, kejang (-), menggigil (-)
Os mengaku sering berkeringat dimalam hari hingga 3 kali berganti
pakaian. Nafsu makan os berkurang, dan os merasakan berat badan
turun drastis dalam 1 bulan terakhir. Os mengaku badannya
semakin lemas (+), Semenjak sakit os tidak bekerja dan beristirahat
dirumah. Mual (-), muntah (-), BAB dan BAK normal. Namun Os
tidak pernah berobat.
R/ Mengalami penyakit yang sama sebelumnya (-). R/
Lingkungan kerja dengan penyakit yang sama (-). R/ Keluarga
dengan penyakit yang sama (+). Anak os menderita batuk lama,
selama 3 bulan. Dikatakan sakit paru dan minum obat lama. R/
merokok lama lebih kurang 40 tahun, dengan intensitas merokok 1
bungkus per hari.
Os mengaku tinggal di pinggir jalan raya, dengan rumah yang
terbuat dari papan dan berlantai semen, mempunyai 1 kamar tidur,
dan 2 jendela, dan terdapat 5 orang dalam 1 rumah. Jendela di
rumah os jarang dibuka.
2.1.3
Pemeriksaan Fisik
a
6
7
b Pemeriksaan Spesifik
a Kepala
Mata
b
c
Hidung
Telinga
Mulut
normal
Leher
: pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Thorax
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba, Thrill (-)
Perkusi
: Batas jantung normal
Batas atas jantung ICS II
Batas kanan jantung ICS IV linea
strenalis
Batas kiri jantung ICS V linea
Auskultasi
Paru
Inspeksi
midclavicularis
: BJI-II normal, murmur (-),gallop (-)
: simetris, barrel chest (-), venektasi
Rontgent Thorax
Kondisi foto baik
Tidak Simetris
Trachea tidak di tengah
Tulang-tulang baik
Sela iga melebar
Sinus kostofrenikus kanan tajam, kiri tajam
Diafragma tenting (-)
CTR tidak bisa dinilai
Parenkim paru: Bercak infiltrat bilateral apeks.
Kesan: TB Paru.
orang lain
o Makan-makanan bergizi dan minum vitamin
o Minum obat secara teratur
Oksigenisasi 3 liter per menit
Farmakologis
IVFD RL gtt xx/menit
RHZE
Rimfapisin 450 mg 1 x 1 tablet
Ethambutol 500 mg 1 x 1 1/2 tablet
INH 300 mg 1 x 1 tabet
Pyrazinamide 500 mg 1 x 3 tablet
Vitamin B1B6B12 1x1 tablet
Ambroxol syr 3 x 1 cth
a. Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad malam
2.1.6. Follow Up
16/1/2015
RR:28 x/menit
N:96 x/menit
T:36,5 C
KS:
Kepala: CA (-), SI (-)
Leher: JVP (5-2) CmH2O, Pem. KGB (-)
Thorax: Cor: BJ I-II normal, m (-), g (-)
Pulmo: Vesikuler (+) normal, Wh(-), Rh (+) dibagian apex
paru
Abd: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), bising usus (+) normal
Eks: Edema pretibia (-), Akral hangat.
17/1/2015
RR:36x/menit
N:97x/menit
T:36C
KS:
Kepala: CA (-), SI (-)
Leher: JVP (5-2) CmH2O, Pem. KGB (-)
Thorax: Cor: BJ I-II normal, m (-), g (-)
Pulmo: Vesikuler (+) normal, Wh(-), Rh (+) dibagian apex
paru
Abd: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), bising usus (+) normal
Eks: Edema pretibia (-), Akral hangat.
18/1/2015
RR:34x/menit
N:98 x/menit
T:36,5C
KS:
Kepala: CA (-), SI (-)
Leher: JVP (5-2) CmH2O, Pem. KGB (-)
Thorax: Cor: BJ I-II normal, m (-), g (-)
Pulmo: Vesikuler (+) normal, Wh(-), Rh (+) dibagian apex
paru
Abd: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), bising usus (+) normal
Eks: Edema pretibia (-), Akral hangat.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
positif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan
Radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan juga positif.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
f. Kasus Bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan
lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada
perubahan gambaran radiologi.
Pembagian Tuberkulosis menurut WHO didasarkan pada terapi yang terbagi
menjadi 4
kategori yaitu :
Kategori I, ditujukan terhadap :
Sekali batuk pasien tersebut dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan / partikel dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari dapat langsung membunuh kuman. Daya penularan
seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.
Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Jika droplet tadi terhirup oleh orang lain yang sehat, droplet akan
terdampar pada dinding saluran pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada
saluran pernapasan bagian atas, droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di
lobus mana pun; tidak ada prediksi lokasi terdamparnya droplet kecil. Pada tempat
terdamparnya, basil tuberkulosis akan membentuk suatu focus infeksi primer
berupa tempat pembiakan basil tuberkulosis tersebut dan tubuh penderita akan
memberikan reaksi inflamasi. Basil TB yang masuk tadi akan mendapatkan
perlawanan dari tubuh, jenis perlawanan tubuh tergantung kepada pengalaman
tubuh, yaitu pernah mengenal basil TB atau tidak pernah sama sekali.
Tuberkulosis Primer
Individu yang terinfeksi basil TB untuk pertama kalinya hanya memberikan reaksi
seperti jika terdapat benda asing di saluran pernapasan. Selama tiga minggu,
tubuh hanya membatasi fokus infeksi primer melalui mekanisme peradangan,
tetapi kemudian tubuh juga mengupayakan pertahanan imunitas selular (delayed
hypersensitivity). Setelah 3 minggu terinfeksi basil TB, tubuh baru mengenal
seluk-beluk basil TB. Setelah 3-10 minggu, basil TB akan mendapat perlawanan
yang berarti dari mekanisme system pertahanan tubuh ditandai dnegan timbulnya
reaktivitas dan peradangan spesifik. Proses pembentukan pertahanan imunitas
selular akan lengkap setelah 10 minggu. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui
saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu
sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini
mungkin timbul di bagian mana saja di dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis
lokal bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi beberapa pilihan sebagai berikut :
1
yang dormant.
Menyebar dengan cara :
a Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus
lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
b Penyebaran secara bronkogen, penyebaran pada paru yang bersangkutan
maupun ke paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama dahak
dan ludah sehingaa menyebar ke usus.
c Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman Penyebaran ini
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran
ini mungkin berakhir dengan :
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang
pada
anak
setelah
mendapat
ensefalomeningitis,
tuberkuloma
Meninggal. Sebagian besar orang yang terkena infeksi basil
tuberkulosis dapat berhasil mengatasinya, hanya beberapa orang saja
(3-4% dari yang terinfeksi) yang tidak berhasil menanggulanginya
keganasan basil TB.
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala sesak napas timbul jika terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang
menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar.
Nyeri dada biasanya bersifat nyeri pleuritik karena terlibatnya pleura dalam proses
penyakit. Demam dapat terjadi menetap dan naik turun sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari serangan demam ini. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk.
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan
makin kurus (berat badan turun),sakit kepala, ,meriang, nyeri otot, keringat malam
dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul
secara tidak teratur. Proses penegakan diagnosis diawali dengan anamnesis
tentang gejala gejala yang ada kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.
Setelah itu akan dilakukan pemeriksaan dahak untuk mencari ada tidaknya kuman
TB dalam bentuk basil tahan asam (BTA). Untuk mendapatkan hasil yang akurat
diperlukan rangkaian kegiatan yang baik, mulai dari cara batuk untuk
mengumpulkan dahak, pemilihan bahan dahak yang akan diperiksa, teknik
pewarnaan dan pengolahan sediaan serta kemampuan membaca sediaan di bawah
mikroskop. Harus diketahui bahwa untuk mendapatkan BTA (+) di bawah
mikroskop diperlukan jumlah kuman yang tertentu, yaitu sekitar 5.000 kuman/ml
dahak. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk menegakkan diagnosis dengan mengumpulkan 3 bahan dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan yang dikenal dengan
konsep Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
Sewaktu : dahak dikumpulkan pada saat pasien yang diduga TB dating
berkunjung pertama kali. Saat pulang suspek membawa pot penampung dahak..
Pagi : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot penampung dibawa sendiri kembali.
Sewaktu : dahak dikumpulkan pada hari kedia, saat pasien menyerahkan dahak
pagi hari.
ditemukan
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Bayangan berawan di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
nodular.
Bayangan bercak milier.
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Harus dilakukan
pemeriksaan foto toraks dada untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
(+)
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
penanganan
khusus
(seperti:
pneumotorak,
pleuritis
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
600 mg / kali
Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50
mg /kg BB 2 X semingggu atau :
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB,
30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 kali seminggu atau :
BB >60kg : 1500 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Streptomisin:15mg/kgBB atau
BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin
B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain
ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra). Efek samping berat
dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita.
Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan
sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
kadang diare.
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air
liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak
perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman
TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan
kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang
terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi
bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali
seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita. Risiko
tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal.
Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera
dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan
alat
keseimbangan
makin
parah
dan
menetap
(kehilangan
keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang
timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek
samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan
telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini
mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat menembus
barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat
merusak syaraf pendengaran janin.
imunosupresi / kortikosteroid)
TB kasus berat (milier, dll)
komorbid
(Diabetes
Melitus,
Pemakaian
obat
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi.
TB Paru (kasus baru).
BTA negative Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH Alternatif : 2 RHZ/
4R3H3 atau 6 RHE Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan
TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase
intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai
hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari
pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan
obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3
TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal
menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya
H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 2
tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk
kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
optimal
Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji
resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitive dengan H
tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti
penyembuhan
Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru.
kemungkinan
TB paru milier
Meningitis TB
b Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikansesuai dengan keadaan
klinis dan indikasi rawa
BAB IV
ANALISA KASUS
Laki-laki usia 60th datang ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan SMRS
os mengeluh batuk, batuk berdahak (+), dahak berwarna putih, banyak dahak
sendok teh, disertai Sesak nafas (+), sesak tidak dipengaruhi posisi, cuaca, debu,
makanan dan aktivitas. Demam (+), demam tidak terlalu tinggi, demam
berlangsung terus menerus. Tiga hari SMRS os mengeluh sesak nafas yang
semakin berat, sesak tidak dipengaruhi posisi, cuaca, debu, makanan dan aktivitas.
Batuk (+), batuk berdahak (+), dahak berwarna putih, banyak dahak sendok
teh, batuk berdarah bercampur dengan dahak (+), darah berwarna merah segar (+),
berbusa (+), banyak darah 2-3 tetes setiap kali batuk. Nyeri dada (+), nyeri
diseluruh bagian dada kanan dan kiri depan (+), nyeri dada dirasakan terutama
saat os batuk. Demam (+), demam tidak terlalu tinggi, demam berlangsung terus
menerus. Os mengaku sering berkeringat dimalam hari hingga 3 kali berganti
pakaian. Nafsu makan os berkurang, dan os merasakan berat badan turun drastis
dalam 1 bulan terakhir. Os mengaku badannya semakin lemas (+). Riwayat
Mengalami penyakit yang sama sebelumnya (-). Riwayat Lingkungan kerja
dengan penyakit yang sama (-). Riwayat Keluarga dengan penyakit yang sama
(+). Anak os menderita batuk lama, selama 3 bulan. Dikatakan sakit paru dan
minum obat lama. Os mengaku tinggal di pinggir jalan raya, dengan rumah yang
terbuat dari papan dan berlantai semen, mempunyai 1 kamar tidur, dan 2 jendela,
dan terdapat 5 orang dalam 1 rumah.
Menurut konsensus TB paru gejala TB yang timbul berupa gejala
respiratorik seperti batuk lebih dari 3 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri
dada, dan disertai juga dengan gejala seperti demam yang tidak terlalu tinggi
disertai gejala sistemik lain seperti malaise, keringat malam, anoreksia, berat
badan menurun dan disertai dengan penurunan nafsu makan. Dari algoritma
penegakan diagnosis TB paru menurut Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
TB paru di Indonesia didapatkan jika hasil BTA +++ maka dapat langsung
ditegakkan diagnosis TB paru atau hasil BTA negatif dengan gambaran rontgen
dada mendukung TB juga dapat ditegakan diagnosis TB. Pada kasus ditemukan
hasil BTA +++, dan hasil rontgen mendukung TB, sehingga dapat segera
ditatalaksanai dengan pengobatan sesuai Konsesus TB paru.
Penatalaksanaan TB paru dibagi dua fase yaitu fase intensif dan fase
lanjutan, Fase intensif dimulai dari awal didiagnosis TB sampai 2 bulan dengan
pemberian obat anti tuberkulosis (rimfapisin, etambutol, INH, Pirazinamid) secara
dosis harian, dan dilanjutkan dengan fase lanjutan selama 4 bulan pemberian obat
anti tuberkulosis dengan dosis pemberian 3 kali dalam seminggu. Pada kasus ini
kami memberikan pengobatan fase intesif terlebih dahulu dengan penetapan dosis
diberikan sesuai berat badan penderita TB, yaitu sebagai berikut rimfapisin 450
mg 3x1 tablet, Etambutol 500 mg 1x 2 tablet, INH 300 mg 3 x1 tablet,
Pyrazinamid 500 mg 1 x 3 tablet, vitamin B complex 1 x1 tablet untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, serta pemberian obat demam, dan obat batuk
(Ambroxol syrup 3 x 1 cth) untuk memperbaiki gejala sistemik, jika diperlukan.
Selain pengobatan farmakologi diperlukan juga pencegahan penularan TB,
mengingat penularan TB sangat mudah untuk terjadi. Tindakan pencegahan yang
diperlukan menyuruh penderita TB untuk batuk dan membuang dahak tidak
disembarang tempat, jika memungkinkan penderita perlu ruang khusus agar jika
batuk atau bersin tidak menular ke lingkungan sekitar, dan penderita TB perlu
pendamping minum obat, mengingat kepatuhan meminum obat anti Tuberkulosis
sangat penting dalam kemajuan pengobatan, agar tidak terjadi resistensi obat anti
Tuberkulosis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ananya
Mandal,
MD,
History
of
Tuberculosis,
tersedia
http:news.medical.net
2. Global tuberculosis Institute, a history of Tubeculosis Treatment, New
Jersey Medical School, tersedia : http:globaltb.njms.rutgerse.edu
Penatalaksanaan)
di
Indonesia,
PDPI;
2006;
tersedia
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
6. Gilang Bagus P, Musrichan A, Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya resistensi Rifampisin dan atau isoniazid pada pasien Tuberculosis paru
di BKPM Semarang, Universitas Diponogoro 2011
7. WHO, The Consolidated action plan to prevent and combat multidrugand extensively drug-resistant tuberculosis in the WHO European Region 2011
2015, WHO, 2011; tersedia : www.who/mdr
8. Dennis Falzon, Definitions and reporting framework for tuberculosis
2013 revision Global Forum of Xpert MTB/RIF Implementers Annecy 17 April
2013, tersedia : http:www.who/tb
9. Arif R, Mekanisme dan Diagnostik MDR TB, Departemen Pulmonologi
dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , Jakarta, tersedia : http:
www.ppti.info
10. World Health Organization, Multidrug and Extensively Drug
Resistant-TB (M/XDR-TB), 2010
11. World Health Organization, Global Tuberculosis report 2012, WHO
2012, tersedia: www.whoint/tb
12.Marahatta SB et al, Risk factors of Multidrug Resistant Tuberculosis in
central Nepal: A pilot study,Kathmandu University Medical Journal
SelamawitHirpa.
et
al,Determinants
of
multidrug-resistant
study,
BMC
Public
Health
2013,
13:782,
tersedia
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/13/782
15. Centers for desease and preventive controls, TB Desease, CDC USA;
tersedia: http://www.cdc.gov/