Вы находитесь на странице: 1из 7

Implementasi Elemen Musik terhadap Karya Musik Dream

Theater

Disusun oleh:
Dany Indrawan Pratama / 1211806013

Diserahkan kepada Prof. Drs. Triyono Bramantyo Pamudjo Santoso, M.Ed., Ph.D
& Kustap, S. Sn., M.Sn.
Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh mata kuliah Kajian
Musik I semester gasal
Tahun Akademik 2014-2015

JURUSAN MUSIK
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
Jl. Parangtritis Km.6,5 Sewon, Bantul , Yogyakarta

PENDAHULUAN
Komposisi musik jaman ini telah banyak memiliki perubahan gaya. Jika kita berbicara
tentang musik dengan masa tertentu, pasti memiliki banyak hal yang membedakan. Contoh
ekstremenya misal gaya zaman Yunani Kuno tentu berbeda dengan musik Pop jaman sekarang.
Ada beberapa unsur yang membedakan misalnya: Irama, harmoni, dinamika, pemilihan akord,
sukat dan masih banyak lagi.

Pada kesempatan kali ini saya ingin membahas sedikitnya tentang bagaimana karya-karya
musik jaman modern ini dibentuk. Penulis ingin mengambil contoh genre musik Progressive
Metal. Progressive metal adalah subgenre dari heavy metal yang meminjam unsur-unsur hard
rock, klasik, dan sebagainya. Namun, berbeda dengan turunan metal lainnya, semisal black metal,
tak ada unsur kebrutalan atau pemujaan terhadap setan pada jenis musik ini. Progressive metal
atau lazim disingkat prog rock justru lebih menonjolkan keterampilan bermusik. Para penikmatnya
bakal disuguhi berbagai unsur musik, mulai dari klasik, simfoni, speed metal, hingga power metal
dalam satu ramuan yang harmonis. Ciri-ciri lainnya, lirik-lirik band prog rock lebih bersifat epik
dan rata-rata berdurasi di atas lima menit. Dream Theater adalah salah satu grup progressive
metal paling terkemuka di dunia saat ini. Terbentuk pertama kali pada tahun 1985 dengan nama
Majesty. Didirikan oleh John Petrucci, John Myung, dan Mike Portnoy, saat mereka belajar di
"Berklee College of Music" di Boston, Massachusetts. Mereka kemudian keluar dari kuliah mereka
untuk berkonsentrasi lebih pada band yang akhirnya akan menjadi Dream Theater. Meskipun telah
terjadi beberapa kali perubahan lineup, tiga anggota asli tetap bersama-sama dengan James LaBrie

dan Jordan Rudess sampai 8 September 2010, ketika Mike Portnoy meninggalkan band. Pada
bulan Oktober 2010, band ini mengadakan audisi drummer untuk menggantikan Portnoy. Mike
Mangini diumumkan sebagai drummer permanen baru pada tanggal 29 April 2011, setelah
menyisihkan 6 drummer kelas dunia.

Band ini terkenal dengan kemampuan teknis instrumentalis nya, yang telah memenangkan
banyak penghargaan dari majalah musik. Gitaris John Petrucci dinobatkan sebagai pemain ketiga
tur G3 enam kali, lebih banyak dari pemain lain yang diundang. Pada tahun 2009 ia dinobatkan
sebagai gitaris metal terbaik No 2 oleh Joel McIver dalam bukunya "Greatest Metal Guitarists".
Dia juga terpilih sebagai salah satu dari "Top 10 Fastest Shredders of All Time" oleh majalah
GuitarOne. Jordan Rudess dianggap salah satu pemain keyboard yang terbesar sepanjang masa
oleh banyak kalangan seperti MusicRadar. Mantan drummer Mike Portnoy telah memenangkan
26 penghargaan dari majalah "Modern Drummer" dan juga orang termuda kedua (pada usia 37)
yang dilantik ke dalam Rock Drummer Hall of Fame. Penggantinya Mike Mangini sebelumnya
juga ditetapkan mencatat rekor 5 WFD (Drumer Tercepat Dunia).[3] John Myung terpilih sebagai
bassis terbesar sepanjang masa dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh MusicRadar
pada bulan Agustus hingga September 2010.

Dari beberapa personil di atas kebanyakan dari mereka mendapat kesempatan untuk belajar
musik klasik di beberapa Institusi besar di dunia. Hal ini menjadi menarik tentunya dengan adanya
basic musik klasik yang dia miliki tentu saja permainan musik dengan teknik yang sangat baik.
Unsur klasik pun pasti terdapat di dalamnya, Entah di dalam lick lick yang sering mereka buat dan
lain sebagainya.

Sumber 1 Koran-jakarta.com

ISI
Jika kita melihat lebih detil dengan gaya permainan Dream Theater mereka memiliki
beberapa keunikan tersendiri dibanding band progressive lainnya. Kebanyakan lagu mereka yang
didapati banyak penggunaan modulasi-modulasi beserta perubahan sukat maupun nuansa musik
yang drastis berbeda.

Beberapa album lama misalnya dalam lagu The Dance of Eternity terdapat beberapa
elemen yang terdapat di dalamnya. The Dance of Eternity (juga dikenal sebagai Scene Seven: I.
The Dance of Eternity dalam konteks album) adalah lagu kesembilan dari band progressive rock

Dream Theater di album studio kelima, Metropolis Pt. 2: Scenes from a Memory. Ini adalah lagu
instrumental kedua dari album. Mengandung 104 perubahan tempo hanya dalam waktu enam
menit, tetap menjadi salah satu karya lagu yang paling berirama kompleks dalam sejarah musik
rock. Permainan keyboard juga nampak kental dengan gaya yang sering ditampilkan dengan
olahan scale Phrygian Dominant Scalenya dalam lagu ini. Muncul pula dengan teknik permainan
tapping yang dimunculkan dalam beberapa bagian oleh pemain bass.

Struktur Lagu ini dianggap sebagai salah satu karya yang paling progresif dan kompleks dari grup.
Kompleks dan banyak perubahan tempo khas yang digunakan, termasuk 2/4, 3/4, 4/4, 5/4, 6/4,
3/8, 5/8, 7/8, 9/8, 11/8, 12/8, 15/8, 5/16, 6/16, dan 7/16. Menurut drummer Mike Portnoy, band ini
ingin membuat sebuah peran yang kompleks di tengah-tengah album, seperti yang mereka lakukan
di tengah-tengah Metropolis Part 1. Lagu ini juga merupakan bagian integral dalam upaya untuk
menciptakan rekaman yang sangat progresif, karena album mereka sebelumnya, Falling into
Infinity dikritik karena terlalu umum dan tidak progresif seperti Dream Theater dahulu. Lagu ini
memiliki apa yang sering dianggap sebagai salah satu dari solo keyboard yang terbaik Jordan
Rudess, bermain di gaya ragtime.

Daftar Pustaka
Koran-jakarta.com
Wilson, Rich. 2013. Lifting Shadows the Authorized Biography of Dream Theater:
Rocket 88

Вам также может понравиться