Вы находитесь на странице: 1из 17

PAJAK PENGHASILAN (PPH) YANG HARUS DIPUNGUT/DIPOTONG

OLEH BENDAHARAWAN

bisniskeuangan.kompas.com

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan dan perkembangan di negeri Indonesia tercinta ini tentunya
bersumber dari warga negaranya sendiri. Hal-hal yang dilakukan oleh Warga Negara
Indonesia untuk meningkatkan kemajuan Negara ini salah satunya adalah dengan
membayar pajak. Pembayaran pajak di lakukan untuk kepentingan Warga Negara
Indonesia sendiri, untuk pembangunan negeri, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM),
memberi gaji bagi para pegawai negeri, dan kebutuhan/kepentingan Negara lainnya.
Sehingga pendapatan Negara bersumber dari rakyat, dan kembali lagi untuk
kepentingan rakyat.1 Hal ini sesuai dengan moto yang kita kenal dalam dunia
perpajakan yaitu Dari Kita, Oleh Kita, Dan Untuk Kita.
Moto tersebut memiliki arti yang sangat bagus yaitu dari kita sebagai wajib
pajak juga untuk kita dalam hal menikmati hasil pajak yang kita berikan yaitu dapat
berupa fasilitas jalan raya yang bagus (tidak banyak berlubang yang dapat
mencelakai

para

pengendara

di

jalanan),

menikmati

berbagai

subsidi

dari

pemerintah seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang membebaskan


bayaran kepada sekolah tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) di indonesia, Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi pada saat harga
minyak Internasional meningkat, dan lain-lain.
Dari sudut pandang ekonomi, pajak adalah salah satu primadona penerimaan
negara yang paling potensial. Bahkan, saat ini sektor pajak memberikan kontribusi
yang terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penerimaan

MembayarPajak,ArtiCintaIndonesia,RirisYusrina,www.kabarindonesia.com,31Maret2010.

1
SieInfokumDitamaBinbangkum


dari sektor pajak ini merupakan penerimaan dalam negeri dan penerimaan sektor
lainnya selanjutnya digunakan oleh negara untuk membiayai pembangunan sarana
dan prasarana kepentingan umum bagi masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa
betapa pentingnya pajak bagi negara karena pajak merupakan sumber dana yang
diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran negara/pemerintah yang
disebut sebagai fungsi budgeteir 2.
Sebagai salah satu elemen penting dalam pembangunan, keberadaan pajak
ini harus ditopang dengan adanya suatu sistem pengelolaan pajak yang dilakukan
secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. Guna mencegah terjadinya halhal yang tidak diinginkan seperti penyalahgunaan salah satu penerimaan negara ini
untuk memperkaya diri sendiri seperti yang terjadi pada kasus Gayus Tambunan.
Hal tersebutlah yang kemudian menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak terkait dengan
pemungutan dan penggunaan pajak tersebut. Dimana, muncul kekhawatirankekhawatiran antara lain apakah pajak yang telah dipungut telah disetorkan dan
benar-benar sudah sampai ke kas negara, serta telah optimalkah pemanfaatannya
dalam pembangunan untuk kepentingan umum.
Di negara kita terdapat beberapa jenis pajak, salah satunya adalah Pajak
Penghasilan (PPH). Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang
pribadi dan badan berkenan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh
selama satu tahun pajak. Pajak Penghasilan diperoleh dengan jalan dipotong
langsung oleh Bendaharawan. Pajak Penghasilan di negara kita juga terbagi lagi
menjadi beberapa jenis pajak penghasilan. Namun, bagaimana cara pemotongannya,
berapa besar potongannya, bagaimana mekanisme penyetorannya sampai dengan
macam-macam pajak penghasilan di negara kita inilah yang akan dibahas lebih jauh
dalam penulisan ini.
II.

PERMASALAHAN
1. Pajak

Penghasilan

(PPh)

apa

sajakah

yang

harus

dipungut/dipotong

oleh

Bendaharawan?
2. Bagaimana tata cara pemungutan/pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan
(PPh)?

WaluyodanWirawanB.Ilyas,2003

2
SieInfokumDitamaBinbangkum


III.

PEMBAHASAN
Sekilas Tentang Pajak Penghasilan (PPh)
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
disebutkan bahwa Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi
atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu Tahun Pajak.3
Kemudian pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1993 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah
Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, Pasal tersebut disempurnakan
sehingga berbunyi : Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.4
Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh
penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam
Undang-Undang ini disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak
untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya
dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
Yang menjadi subjek pajak adalah:5
a. 1. orang pribadi;
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun di luar Indonesia.6
2.

warisan

yang

belum

terbagi

sebagai

satu

kesatuan

menggantikan

yang

berhak;
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak
pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar
pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat
dilaksanakan.7
b. badan;
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik

Pasal1UUNomor7Tahun1983.
Pasal1UUNomor10Tahun1994.
5
Pasal2UUNomor36Tahun2008.
6
PenjelasanPasal2HurufaUUNomor36Tahun2008.
7
PenjelasanPasal2HurufaUUNomor36Tahun2008.
4

3
SieInfokumDitamaBinbangkum


negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma,

kongsi,

koperasi,

dana

pensiun,

persekutuan,

perkumpulan,

yayasan,

organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.8
c. bentuk usaha tetap.
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, seperti cabang
perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, dan lain-lain.9
Subjek pajak dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :10
1. Subjek pajak dalam negeri, yang terdiri dari :11
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya

dimasukkan

dalam

anggaran

Pemerintah

Pusat

atau

Pemerintah Daerah; dan


4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
5. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
2. Subjek pajak luar negeri, yang terdiri dari :12
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

PenjelasanPasal2HurufbUUNomor36Tahun2008.
Pasal2Ayat(5)UUNomor36Tahun2008.
10
Pasal2Ayat(2)UUNomor36Tahun2008.
11
Pasal2Ayat(3)UUNomor36Tahun2008.
12
Pasal2Ayat(4)UUNomor36Tahun2008.
9

4
SieInfokumDitamaBinbangkum


bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Sesuai dengan kelaziman internasional, kantor perwakilan negara asing beserta
pejabat-pejabat

perwakilan

diplomatik,

konsulat

dan

pejabat-pejabat

lainnya,

dikecualikan sebagai subjek pajak di tempat mereka mewakili negaranya. Pengecualian


sebagai subjek pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara
Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh
penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia
termasuk subjek pajak yang dapat dikenai pajak atas penghasilan lain tersebut. Hal
tersebut sesuai dengan persyaratan terkait organisasi-organisasi

internasional yang

tidak termasuk subjek pajak penghasilan yang diatur dalam Undang-Undang yaitu :
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran para anggota;13
Yang dimaksud dengan tahun pajak adalah tahun kalender, tetapi Wajib Pajak
dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, sepanjang
tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji,
honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk

13

Pasal3HurufcUUNomor36Tahun2008.

5
SieInfokumDitamaBinbangkum


apapun.14 Yang termasuk objek pajak penghasilan antara lain penggantian atau imbalan
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji,
upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan
dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.15
Objek Pajak yang dikenakan PPh final Atas penghasilan berupa:
bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
penghasilan

tertentu

lainnya,

pengenaan

pajaknya

diatur

dengan

Peraturan

16

Pemerintah.

Yang tidak Termasuk Objek Pajak antara lain bantuan

atau

sumbangan

termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, warisan, pembayaran dari perusahaan asuransi,
dividen, dan lain sebagainya.17
Khusus untuk dividen diberikan pengecualian. Dividen adalah bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi,
BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia.18 Pada umumnya semua penghasilan berupa dividen
yang memenuhi pengertian dividen di atas adalah objek Pajak Penghasilan. Namun
demikian, Undang-Undang PPh memberikan pengecualian dividen tertentu bukan objek
pajak. Penghasilan dividen dikatakan bukan objek pajak jika memenuhi syarat-syarat
tertentu, yaitu :
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.19
Berdasarkan ketentuan ini, dividen yang dananya berasal dari laba setelah
dikurangi pajak dan diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak

14

Pasal4Ayat(1)UUNomor36Tahun2008.
Pasal4Ayat(1)HurufaUUNomor36Tahun2008.
16
Pasal4Ayat(2)UUNomor36Tahun2008.
17
Pasal4Ayat(3)UUNomor36Tahun2008.
18
Pasal4Ayat(3)HuruffUUNomor36Tahun2008.
19
Ibid.
15

6
SieInfokumDitamaBinbangkum


dalam negeri, koperasi, dan BUMN atau BUMD, dari penyertaannya pada badan usaha
lainnya yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan penyertaan
sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen), dan penerima dividen tersebut
memperoleh penghasilan dari usaha riil di luar penghasilan yang berasal dari penyertaan
tersebut, tidak termasuk Objek Pajak. Yang dimaksud dengan BUMN dan BUMD dalam
ayat ini antara lain adalah perusahaan perseroan (Persero), bank pemerintah, bank
pembangunan daerah, dan Pertamina. Perlu ditegaskan bahwa dalam hal penerima
dividen atau bagian laba adalah Wajib Pajak selain badan-badan tersebut di atas, seperti
orang

pribadi baik dalam negeri maupun luar negeri, firma, perseroan komanditer,

yayasan dan organisasi sejenis dan sebagainya, maka penghasilan berupa dividen atau
bagian laba tersebut tetap merupakan Objek Pajak. Dividen lain yang bukan objek pajak
adalah bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi.20
A. Jenis-Jenis

Pajak

Penghasilan

(PPH)

Yang

Harus

Dipungut

Oleh

Bendaharawan
Kewajiban utama yang harus dilaksanakan oleh Bendahara Pemerintah Pusat
dan Daerah di Lingkungan Kementerian/Lembaga/Instansi Pemerintah adalah :
1. Melakukan pemotongan/pemungutan pajak;
2. Melakukan penyetoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
3. Melakukan pelaporan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai batas waktu yang
ditentukan;
Atas setiap transaksi yang dananya berasal dari APBN/APBD.21
Pajak-pajak yang harus dipotong/dipungut oleh Bendahara Pemerintah Pusat
dan Daerah yaitu PPh dan PPN. Adapun PPh yang harus dipungut/dipotong oleh
Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah terdiri dari :
1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
PPh

Pasal

21

adalah

pajak

atas

penghasilan

berupa

gaji,

upah,

honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib

20

Pasal4Ayat(3)HurufIUUNomor36Tahun2008.
PengumumanDirjenPajakNomor:PENG05/PJ.09/2010tentangKewajibanBendaharaPemerintahPusatdan
DaerahUntukMelakukanPemotongan/PemungutanPajak.

21

7
SieInfokumDitamaBinbangkum


Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa, dan kegiatan.

22

Dasar Hukum pemungutan/pemotongan PPh Pasal 21 adalah Pasal 21


ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
yang berbunyi : Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan
oleh bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Dan
Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan
Orang Pribadi sebagai pengganti dari Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-545/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2006.
Lingkup pemotongan PPh Pasal 21 adalah berupa penghasilan sehubungan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain. Dengan
demikian, PPh Pasal 21 hanya dikenakan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi
dengan lingkup penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dari usaha dan modal seperti sewa,
dividen, dan royalti bukan merupakan objek PPh Pasal 21.23
Yang bertindak sebagai Pemotong PPh Pasal 21 adalah :
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
b. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
c. Dana

pensiun

atau

badan

lain

seperti

Jaminan

Sosial

Tenaga

Kerja

(Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI.

22

Pasal 1 Angka 2 Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26
SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.
23

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Duddy Wahyudi, 5 Maret 2008, Blog Pajak Indonesia, www.dudiwahyudi.com.
8

SieInfokumDitamaBinbangkum


d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga
ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan
dan magang.
e. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
f. Penyelenggara kegiatan.24
Sedangkan Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
a. Pegawai tetap.
b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola
proyek,
c. peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi, distributor MLM/direct selling
dan kegiatan sejenis.
d. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya
yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
e. Penerima honorarium.
f. Penerima upah.
g. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai,
dan Aktuaris).
h. Peserta Kegiatan.25
Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 :
a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:

bukan warga negara Indonesia dan

di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar


jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik;

b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan


Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak

24

Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26
SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.
25
Pasal 3 Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
PenyetoranDanPelaporanPajakPenghasilanPasal21Dan/AtauPajakPenghasilanPasal26SehubunganDengan
Pekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.

9
SieInfokumDitamaBinbangkum


menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.26
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
c. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua,
dan pembayaran lain sejenis;
d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan
secara bulanan;
e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
f.

imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.27

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 termasuk pula penerimaan dalam


bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diberikan oleh:
1. bukan Wajib pajak;
2. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
3. Wajib

Pajak

yang

dikenakan

Pajak

Penghasilan

berdasarkan

norma

penghitungan khusus (deemed profit).28

26

Pasal 4 Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
PenyetoranDanPelaporanPajakPenghasilanPasal21Dan/AtauPajakPenghasilanPasal26SehubunganDengan
Pekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.
27
Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26
SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.
28
Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26
SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.

10
SieInfokumDitamaBinbangkum


Yang Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
adalah:
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun
diberikan

oleh

Wajib

Pajak

atau

Pemerintah,

kecuali

penghasilan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);


c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan
hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia
yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan.29
2. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
Bendaharawan Pemerintah memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari Rekanan
atas

pembelian

barang

dengan

syarat

tertentu.

Dasar

hukum

pemungutan/pemotongan PPh Pasal 22 adalah :

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 36


Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 j.o. 80/PMK.03/2010

Pengumuman Nomor PENG - 05/PJ.09/2010

Yang berkewajiban melakukan pemungutan/pemotongan terhadap PPh Pasal 22


adalah Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau
lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan

29

Pasal 8 Ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26
SehubunganDenganPekerjaan,Jasa,DanKegiatanOrangPribadi.

11
SieInfokumDitamaBinbangkum


pembayaran

atas

pembelian

barang.

Sedangkan

yang

bertindak

sebagai

Penanggung PPh Pasal 22 adalah Rekanan yang menjual barang kepada


Bendaharawan Pemerintah.
Yang merupakan objek dalam pemungutan/pemotongan PPh Pasal 22 adalah
Pembayaran atas pembelian barang dari Rekanan yang jumlahnya diatas
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). Ketentuan sebelumnya jumlahnya diatas
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) yang dicabut dengan Peraturan Menteri
Keuangan terbaru nomor 154/PMK.03/2010 yang mulai berlaku 31 Agustus 2010.
Tarif yang dikenakan adalah sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga
pembelian. Namun, tidak bersifat final dalam artian dapat dikreditkan oleh Wajib
Pajak rekanan di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak penghasilan tahun
pajak yang bersangkutan. Formulir Yang Digunakan dalam pembayaran PPh
Pasal 22 adalah Surat Setoran Pajak (SSP) dan Surat Pemberitahuan (SPT) masa
PPh Pasal 22. Yang dikecualikan Dari Pemungutan/Pemotongan PPh Pasal 22
adalah :
a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta
rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air
minum/PDAM dan benda-benda pos; dan
c. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
3. Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas
penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan
penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Pemotong/Pemungut
Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23 adalah :
1. badan pemerintah;
2. Wajib Pajak badan dalam negeri;
3. penyelenggaraan kegiatan;
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT);
5. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
6. Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak.
Sedangkan Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah :
1. WP dalam negeri (orang pribadi atau badan); dan

12
SieInfokumDitamaBinbangkum


2. Badan Usaha Tetap (BUT).
Objek PPh Pasal 23 yaitu dividen, bunga, royalty, hadiah, penghargaan
dan bonus selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21 yang dikenakan tarif sebesar
15% terhadap penghasilan bruto objek-objek pajak tersebut. Sedangkan,
sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan dan
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
PPh Pasal 23 bersifat Tidak Final artinya dapat menjadi kredit pajak dalam
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang
dipotong PPh Pasal 23. Penghasilan yang dikecualikan Dari Pemotongan PPh
Pasal 23 adalah :
a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi;
c. dividen yang diterima WP Badan (PT, BUMN,BUMD) dengan syarat, dividen
berasal dari cadangan laba ditahan, dan dari Badan yang kepemilikan saham
di badan tersebut paling rendah 25%
d. dividen yang diterima WP orang pribadi (diatur berbeda dalam PPh Pasal 17
ayat 2c, tarif 10% final)
e. bagian laba yang diterima/diperoleh ; anggota perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
f.

sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

g. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan
yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Adapun Formulir Yang Digunakan dalam pembayaran PPh Pasal 23 adalah
Surat Setoran Pajak (SSP), Bukti Potong PPh Pasal 23, Daftar Bukti Potong PPh
Pasal 23, Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23.
B. Tata Cara Pemungutan/Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh
Dalam sistem

administrasi

perpajakan

di

Indonesia

dikenal

sistem

pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan atau biasa disebut witholding tax.
Dalam sistem ini, Undang-undang menunjuk satu pihak yang biasanya merupakan

13
SieInfokumDitamaBinbangkum


sumber penghasilan untuk memotong atau memungut Pajak Penghasilan kepada
pihak lain yang menerima penghasilan. Sistem ini diterapkan agar Wajib Pajak
langsung membayar Pajak Penghasilan begitu menerima penghasilan tersebut.
Prinsip pay as you earn ini dipakai terutama untuk memastikan agar Wajib Pajak
melunasi Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya.
Dengan adanya sistem pemotongan dan pemungutan pajak ini, Wajib Pajak
melunasi pajak dengan dua cara : melalui pembayaran sendiri dan melalui
pemotongan dan/atau pemungutan pihak lain. Pelunasan pajak dengan cara
pembayaran sendiri biasanya berupa PPh Pasal 25 yang dilakukan tiap bulan dan PPh
Pasal 29 berupa setoran akhir tahun. Beberapa Wajib Pajak tertentu melunasi
pembayaran pajaknya dengan PPh Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15 dan PPh Pasal 19.
Bukti pelunasan pajak dengan cara ini adalah Surat Setoran Pajak (SSP).
Pelunasan pajak melalui pemotongan dan/atau pemungutan pajak dilakukan
melalui mekanisme sesuai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26,
PPh Pasal 4 Ayat (2), dan PPh Pasal 15. Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini
biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut. Dalam kasus tertentu ada juga
yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP).
Masing-masing pemotongan dan pemungutan PPh memiliki pemotong pajak
dan jenis penghasilan yang berlainan sehingga tidak mungkin ada 1 (satu) jenis
penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan oleh jenis pemotongan
dan pemotongan yang berlainan. Misalnya penghasilan yang telah dikenakan
pemotongan PPh Pasal 21 tidak mungkin dipotong PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26.
Dengan

demikian,

setiap

pemotongan

atau

pemungutan

PPh

memiliki

jenis

penghasilan, pemotong pajak, tarif pajak dan cara perhitungan yang berlainan.
1. PPh Pasal 21
Cara menghitung PPh Pasal 21 untuk Karyawan adalah sebagai berikut:
Langkah pertama, menjumlahkan penghasilan bruto.
Penghasilan bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima oleh karyawan
atau pegawai secara teratur dalam sebulannya. Yang termasuk dalam
penghasilan bruto ini misalnya adalah gaji, tunjangan-tunjangan, uang
lembur dan premi asuransi yang ditanggung oleh perusahaan. Tidak termasuk
dalam

penghasilan

bruto

adalah

imbalan

dalam

bentuk

natura

dan

kenikmatan.

14
SieInfokumDitamaBinbangkum


Langkah berikutnya, menghitung pengurang yang diperbolehkan yaitu pada
dasarnya ada 2 (dua) macam yaitu biaya jabatan dan iuran pensiun (termsuk
iuran Jaminan Hari Tua/JHT).
Pengurang lainnya adalah iuran pensiun dan iuran JHT. Iuran pensiun dan
iuran JHT yang dibayar atau ditanggung oleh perusahaan tidak dapat
dikurangkan.
Penghasilan bruto dikurangi pengurang diatas menghasilkan penghasilan
yang yang disebut penghasilan neto sebulan. Selanjutnya penghasilan neto
sebulan ini kita buat setahunkan dengan cara penghasilan neto sebulan dikali
12 bulan.
Setelah itu barulah dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Hasil pengurangan inilah yang merupakan Penghasilan Kena Pajak. Namun,
perlu diketahui juga, sebelum dikalikan tarif pajak, Penghasilan Kena Pajak
tersebut harus dibulatkan dulu ribuan penuh ke bawah.
Pajak Penghasilan terutang adalah tarif pajak (berdasarkan tarif Pasal 17 UU
Pajak Penghasilan) dikalikan Penghasilan Kena Pajak.
Jika kita menghitung PPh Pasal 21 untuk 1 (satu) bulan, maka PPh Pasal 21
terutang di atas dibagi 12. Hasilnya adalah merupakan PPh yang harus
dipungut/dipotong oleh Bendahara.30
Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik
diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang
pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima
Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk
penerima pensiun bulanan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim
berakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian
tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2 ) diberikan
oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang
bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. Penerima penghasilan wajib
menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang
menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau
pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri.

30

Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21, Duddy

Wahyudi, 9 Desember

2009, Blog Pajak Indonesia,

www.dudiwahyudi.com.

15
SieInfokumDitamaBinbangkum


2. PPh Pasal 22

Mekanisme Pemungutan
Saat

Bendaharawan

Pemerintah

membeli

barang

dari

rekanan

diatas dua juta rupiah, Bendaharawan memungut PPh Pasal 22 dari Rekanan
sebesar 1,5%

(satu

setengah

persen)

dari

harga

pembelian

dan

menyetorkannya ke kas negara menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) di isi


dengan data atas nama Wajib Pajak rekanan di tanda tangani oleh
Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran tersebut.

Penyetoran dan Pelaporan


Penyetoran

dan

Pelaporan

sepenuhnya

kewajiban

Bendaharawan

Pemerintah. SSP atas pemungutan PPh Pasal 22 wajib disetor di hari yang
sama saat pembayaran atas pembelian barang, kemudian dilaporkan dengan
Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPh Pasal 22 paling lama 14 hari setelah
masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 23
Pemungut Pajak saat melakukan pembayaran, langsung memotong PPh
Pasal

23

sesuai

ketentuan.

Wajib

Pajak

yang

dipotong

PPh

Pasal

23

mendapatkan Bukti Potong PPh Pasal 23. Pemungut Pajak menyetorkannya ke


kas negara melalui bank yang ditunjuk sebagai penerima pembayaran pajak
dengan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Kemudian melaporkannya dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal
23 ke Kantor Pelayanan Pajak dimana pemungut pajak terdaftar paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya.
IV.

PENUTUP
Ketentuan tentang pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan memang
relatif sulit untuk dipahami sehingga berpotensi menimbulkan kesalahan

dalam

pelaksanaannya. Ada 2 (dua) kemungkinan akibat dari kesalahan tersebut yaitu PPh
yang dipotong masih kurang dari seharusnya dan PPh yang dipotong melebihi dari
seharusnya. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang mendalam tentang siapa
pemotong pajak, jenis penghasilan yang dipotong, serta tarif dan tata cara pembayaran
dan pelaporan masing-masing jenis pajak tersebut. Diharapakan apa yang telah
diuraikan di atas dapat memberikan pemahaman yang cukup khususnya tentang jenisjenis Pajak Penghasilan yang harus dipungut/dipotong oleh Bendahara. Selain, Pajak

16
SieInfokumDitamaBinbangkum


Penghasilan masih ada lagi satu jenis pajak yang juga harus dipungut/dipotong oleh
Bendahara yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan dibahas secara khusus
dalam penulisan berikutnya.
Sumber-Sumber Kajian :

UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.

UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36
Tahun 2008.

Peraturan Menteri Keuangan - 184-PMK_03-2007

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 252/PMK.03/2008

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010

Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-31/PJ/2009

Pengumuman Dirjen Pajak Nomor : PENG- 05/PJ.09/2010 tentang Kewajiban Bendahara Pemerintah Pusat dan
Daerah Untuk Melakukan Pemotongan/Pemungutan Pajak.

Blog Pajak Indonesia, dudiwahyudi.com.

pajakdisini.blogspot.com, Radi L Ryosaki.

Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan, Duddy Wahyudi, 4 Maret 2008, dudiwahyudi.com

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2003

www.pajak.go.id

Panduan Praktis Pemungutan Pph Pasal 22 Bagi Bendaharawan Pemerintah,www.pajak-softindo.co.cc,

Informasi Perpajakan Indonesia,www.pajak.net,

17
SieInfokumDitamaBinbangkum

Вам также может понравиться