Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh:
Novina Eka S.
P056111291.47
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ........................................................................... 3
I.1 Latar Belakang ............................................................................ 3
I.2 Tujuan Penulisan ......................................................................... 4
BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Upah merupakan persoalan mendasar dalam urusan ketenagakerjaan dan
hubungan industrial di Indonesia. Berbagai aksi industrial dan demonstrasi buruh
dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan buruh atas upah yang mereka dapatkan.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi, sehingga
menarik bagi para penanam modal asing untuk menginvestasikan dana mereka di
Indonesia. Hal ini mereka lakukan semata-mata demi mendapatkan biaya produksi
yang lebih rendah. Ternyata keinginan penanam modal asing tersebut disambut dan
difasilitasi dengan baik oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah menetapkan
kebijakan upah rendah sebagai daya tarik, sekaligus sebagai cara untuk
memenangkan persaingan dengan sesama negara berkembang lainnya di Asia
Pasifik.
Kebijakan pemerintah untuk memberlakukan upah rendah ternyata dilandasi
oleh pemikiran obyektif bahwa memang kualitas tenaga kerja di Indonesia rendah.
Jumlah angkatan kerja yang masih menganggur sangat tinggi, sehingga membuat
pemerintah sengaja memberlakukan upah rendah untuk menahan pembengkakan
angka pengangguran. Pemerintah berharap angkatan kerja harus bekerja meskipun
upah yang diterima rendah.
Nike adalah salah satu perusahaan asal Amerika Serikat yang memproduksi
sepatu, pakaian, dan alat-alat olahraga. Nike mensponsori beberapa olahragawan
terkenal dunia, sehingga Nike menjadi pemain besar dalam industri tersebut. Nike
telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1988 dan hampir sepertiga sepatu yang ada
sekarang menrupakan produk dari sana. Tony Band, selaku koordinator perusahaan
Nike di Indonesia, mengatakan perusahaan yang digunakan di Indonesia berjumlah
11 kontraktor. Beberapa diantaranya merupakan bekas-bekas basis perusahaan
asosiasi Nike di Korea Selatan dan Taiwan. Hubungan antara Nike dan kontraktor di
Indonesia cukup dekat. Setiap personel Nike di setiap pabrik di Indonesia memeriksa
kualitas dan pengerjaan yang memenuhi persyaratan ketat Nike. Semua pekerja
produksi berasal dari Indonesia, terutama wanita muda dalam kelompok usia 16-22
tahun, dan biasanya berasal dari Pulau Jawa (Anonim, 2011).
I.2 Tujuan
Kasus Nike di Indonesia, sudah seharusnya menjadi pembelajaran nyata bagi
seluruh perusahaan asing di Indonesia. Paper ini mencoba untuk:
1. Menganalisis alasan terjadinya kasus Nike di Indonesia
2. Mengaitkan kasus Nike dengan kebijakan upah tenaga kerja yang dirumuskan
oleh pemerintah
3. Merumuskan secara sederhana manajemen organisasi dan sumber daya
manusia yang seharusnya diterapkan di perusahaan dengan penanaman modal
asing.
3. Situasi SDM; Tenaga kerja yang berhasil direkrut oleh perusahaan biasanya
tidak memenuhi seluruh kebutuhan SDM perusahaan dengan baik. Jumlah,
mutu, dan penyebaran SDM dalam perusahaan yang tidak merata juga
merupakan kendala bagi jalannya manajemen SDM.
4. Kebijakan
pemerintah;
Kebijakan
perburuhan
pemerintah,
seperti
kompensasi, jenis kelamin, warga negara asing (WNA), pajak, dan berbagai
aturan lain, merupakan tantangan tersendiri bagi manajemen SDM untuk
membuat rencana yang baik dan tepat.
Sebuah perusahaan membutuhkan SDM karena perusahaan harus menjalankan
aktivitas bisnis mereka. Ada tiga faktor permintaan SDM:
1. Faktor
internal;
kondisi
persiapan
dan
kesiapan
SDM
sebuah
Inc
merupakan
perusahaan
multinasional
terkemuka
yang
dari Jepang untuk bersaing dengan merek Jerman seperti Adidas dan Puma yang
kemudian mendominasi pasar Amerika Serikat. Keuntungannya adalah bahwa sepatu
Jepang lebih murah karena tenaga kerja lebih murah di Jepang.
Terlepas dari eksperimen singkat namun tidak berhasil dengan manufaktur di
AS, sepatu Nike selalu dibuat di Asia, awalnya di Jepang, kemudian di Korea Selatan
dan Taiwan, dan baru-baru ini di China dan Asia Tenggara. Nike memulai produksi
di Korea Selatan dan Taiwan pada tahun 1972, karena tertarik oleh tenaga kerja
murah di sana, dan segera bergabung dengan perusahaan lain termasuk Adidas dan
Reebok. Tapi Nike kemudian memulai langkah lebih jauh. Alih-alih memiliki pabrik
sendiri, mereka dikontrak produksi lokal di Korea dan Taiwan.
mencari tenaga kerja lebih murah dan tidak merepotkan. Upah di kedua negara
tersebut disebut-sebut sebagai salah satu yang murah karena hanya memakai
seperempat tarif dari yang dibayarkan di Korea Selatan. Beberapa asosiasi Nike yang
bermarkas di Taiwan juga didirikan di Asia Tenggara.
Alasan lain untuk perpindahan ini adalah bahwa pada tahun 1988, baik Korea
Selatan dan Taiwan kehilangan akses khusus untuk pasar AS, yang telah lama
mereka nikmati sebagai status "negara berkembang" di bawah Sistem Preferensi
Umum (GSP) AS. investor Korea dan Taiwan lantas bergerak ke pabrik di Thailand,
Indonesia dan Cina dengan menggunakan pembuatan hak istimewa GSP dari negaranegara miskin
.
Gambar 2. Proporsi Manufaktur Nike
Dari tujuh Nike pemasok atas sepatu olahraga pada tahun 1992, tiga adalah
perusahaan Taiwan yang memproduksi produknya di Cina, tiga lainnya beroperasi di
Korea Selatan, dan juga di Indonesia, satu adalah sebuah perusahaan di Thailand
(Anonim, 2011).
Pada awal tahun 1990-an, Produk Nike di hasilkan oleh enam pabrik yang
mempekerjakan 25.000 pekerja. Empat diantaranya milik suplier Nike Korea. Nike
mempunyai standar panduan kebijakan pabrik perusahaan seperti yang dapat dilihat
dalam kutipan berikut:
10
11
12
selama ini memproduksi sepatu Nike, namun tanpa alasan yang tidak jelas Nike
memutuskan kontrak. Pegawai kedua perusahaan tersebut yang jumlahnya mencapai
14.000 orang pun dibuat gelisah, mereka semua terancam di PHK. Surat pemutusan
kontrak datang tanggal 6 Juli 2007, dan menyatakan bahwa kontrak akan berakhir
tahun 2008 ini. CEO HASI, Ibu Hartati beranggapan Nike hanya mengada-ada
tentang pemutusan kontrak, HASI termasuk sebagai 15 besar pabrik Nike dengan
performa terbaik, bahkan return produk hanya 2%. Nilai tersebut jauh lebih kecil
dibanding pabrik Nike lainnya yang mencapai 11-12%. Semua tuntutan Nike
terhadap kinerja hanya masalah administratif, dan terkesan tidak masuk akal. Ibu
Hartati yakin bahwa standard produk dari HASI dan NASA sudah sangat memenuhi
permintaan Nike. Jadi tidak mungkin pemutusan kontrak terjadi karena kualitas
buruk (Anonim, 2011).
Tidak cukup dengan masalah pemutusan kontrak secara sepihak, keluhan
tentang manajemen Nike juga terjadi di Sukabumi, Jawa Barat. Pou Chen Group,
sebuah perusahaan asal Taiwan, telah memproduksi Converse yang telah diambil
Nike selama empat tahun terakhir ini. Salah seorang pekerja mereka mengatakan
bahwa supervisor Pou Chen Group sangat tidak memperhatikan hak-hak pekerja. Ia
pernah ditendang oleh supervisor saat salah memotong sol sepatu. Pekerja bingung
harus melakukan tindakan apa, jika mereka diam maka akan terus disiksa, namun
jika mereka membawa berita ini keluar, mereka akan dipecat dengan tidak hormat.
Pabrik ini memiliki 10.000 orang pekerja yang didominasi oleh perempuan.
Mereka menerima bayaran 50 sen per jam, makanan, dan barak untuk menginap.
Pada Maret dan April lalu pekerja dipukul hingga lengannya terluka, bahkan sampai
berdarah. Ketika pekerja mengeluhkan tindakan tersebut, tanpa pertimbangan apapun
akan langsung dipecat.
Kasus penganiayaan pekerja juga terjadi di PT Amara, pabrik Nike yang juga
memproduksi Converse. Para supervisor dengan sengaja menjemur 6 orang pekerja
perempuan mereka di bawah terik matahari saat mereka gagal menyelesaikan target
60 lusin sepatu di waktu yang telah ditentukan. Ketika 6 perempuan tersebut
menangis, setelah dijemur selama 2 jam di bawah terik matahari, mereka kembali
diijinkan untuk bekerja. Supervisor PT Amara sebenarnya telah mendapatkan surat
13
peringatan dari serikat pekerja tentang peristiwa tersebut. Namun kasus yang sama
terus berulang (Megasari, 2011).
Hampir di seluruh pabrik Nike di Indonesia melakukan pelanggaran jam
kerja, fakta di lapangan menunjukkan bahwa:
a. 50% hingga 100% buruh Nike, jam kerja melebihi yang ditentukan oleh Code
of Conduct.
b. 25% hingga 50% pabrik Nike, buruh bekerja selama 7 hari dalam seminggu.
c. 25% hingga 50% pabrik Nike, jam kerja buruh melebihi jam kerja yang diatur
secara hukum.
d. 25% pabrik Nike, pekerja dihukum ketika menolak bekerja lembur.
Fakta lain yang mengejutkan adalah mengenai upah para buruh yang tidak
sebanding dengan harga sepasang sepatu yang dibandrol oleh Nike. Gaji sebulan dari
buruh pabrik HASI (tidak termasuk lembur) yang sudah bekerja selama 10 tahun
sebesar Rp 900.000,- atau sama dengan $97,8 (dengan kurs Rp 9.200/ $1) yang
berarti mereka hanya mendapatkan RP 30.000,-/harinya atau setara dengan $ 3,3.
Dengan pendapatan harian sebesar $3,3 terebut mereka bisa membuat sejumlah
sepatu Nike yang dijual oleh pabrik ke Nike di kisaran $11-$20. Sedangkan untuk
satu pasang sepatu Nike bisa dijual seharga $60 (Rp 552.000,-). Berdasarkan
gambaran tersebut, Nike sudah dipastikan tidak menghargai buruh dengan
sepantasnya. Mengingat dengan gaji Rp 900.000,-/bulan bagi buruh pabrik yang
tinggal di Tangerang adalah jauh dari cukup karena harga kebutuhan maupun ongkos
transportasi semakin meningkat.
Sepasang sepatu Nike bisa berharga lebih dari 100 dollar AS. Nike jelas
mampu mengeruk uang dalam jumlah yang sangat besar. Bahkan Nike mampu
membayar Michael Jordan sebesar 20 juta dollar per tahun untuk membantu
menciptakan citra Nike. Demikian pula Andre Agassi yang bisa memperoleh 100
juta dollar untuk kontrak iklan selama 10 tahun. Sementara itu bos dan dedengkot
Nike Inc, Philip H. Knight, mengantongi gaji dan bonus sebesar 864.583 dollar dan
787.500 dollar pada tahun 1995. Jumlah ini belum termasuk stok Nike sebesar 4,5
biliun dollar. Dari harga sepatu sekitar 100 dollar AS tersebut, hanya sekitar 2,46
dollar per hari yang disisihkan untuk buruh di Indonesia. Itupun dihitung sebelum
ada krisis moneter. Sementara buruh di Vietnam hanya menerima 1 dollar.
14
III.2 Pembahasan
Kasus Nike di Indonesia sangat terkait dengan masalah manajemen sumber
daya manusia. Nike telah melaggar beberapa aturan dalam serikat buruh, melihat dari
15
kasus yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan kesalahan manajemen Nike
adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada keadilan kinerja untuk pekerja.
2. Tidak ada reward apapun yang diterima pekerja setelah menjalankan
tugasnya.
3. Perusahaan tidak memfasilitasi karyawan ketika ingin berorganisasi melalui
serikat pekerja.
4. Manajer tidak menghargai hak-hak pekerja untuk menerima uang lembur,
mendapatkan hari libur, dan diperlakukan selayaknya manusia.
5. Manajer cenderung memaksa pekerja memenuhi target produksi, tanpa
memberikan fasilitas yang memadai.
6. Perusahaan tidak memotivasi karyawan bekerja dengan baik, tapi cenderung
mengancam.
7. Perusahaan tidak pernah mendengar keluhan dan aspirasi pekerja.
8. Pekerja merasa terancam dan terpaksa bekerja karena takut menerima upah
lebih rendah lagi.
9. Upah yang diterima pekerja dibawah standar hidup layak, padahal mereka
bekerja di atas jam kerja normal.
10. Nike memperkerjakan banyak anak dibawah umur, demi meningkatkan
kapasitas produksi dengan harga murah.
11. Pekerja akan menerima hukuman jika menolak lembur.
12. Pekerja wanita yang berasal dari Jawa lebih diutamakan karena upah lebih
rendah.
16
Semua kesalahan ini akan berdampak buruk bagi perusahaan baik itu dalam jangka
waktu pendek atau panjang. Berikut akibat-akibat yang mungkin diterima
perusahaan:
1. Kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan menurun berkelanjutan.
2. Pekerja tidak loyal pada perusahaan dan dengan cara apapun berharap
perusahaan bangkrut.
3. Pekerja akan beralih dengan cepat saat ditawarkan pekerjaan dengan tingkat
upah lebih tinggi.
4. Pekerja sangat perhitungan pada perusahaan, dan cenderung malas bekerja
jika tidak sesuai dengan job description mereka.
5. Konflik kecil internal akan menyulut kemarahan pekerja dan terjadi
demonstrasi besar-besaran.
6. Pekerja cenderung membolos kerja jika ada peluang.
7. Seperti yang telah terjadi pihak penanam modal (Nike Internasional) akan
memutuskan kontrak kerja karena kualitas menurun.
8. Terjadi demo besar-besaran saat pekerja menemukan NGO yang mampu
menerima aspirasi mereka.
9. Pekerja merasa jalan kekerasan lebih baik daripada duduk berdikusi dengan
damai.
10. Efek jangka panjangnya akan mempengaruhi kesan penanam modal asing di
Indonesia, jika kinerja Indonesia buruk maka penanam modal enggan
menginvestasikan dana mereka.
Ketidakpuasan dan pemberontakan pekerja semakin menjadi karena tidak
adanya keadilan dalam pembayaran upah. Celakanya kebijakan pemerintah yang
berlaku dirasa memang sengaja memberlakukan upah rendah demi menarik investor
asing. Pelaksanaan upah minimum regional tidak pernah berjalan lancar di Indonesia.
Perdebatan tersebut sebenarnya juga didasari oleh pemahaman yang tidak terlalu
sama mengenai konsepsi tentang upah baik di kalangan buruh maupun pengusaha.
Kalangan asosiasi pengusaha sebagai pihak pemberi upah memang siap dengan
konsep upah yang memadukan antara kompensasi terhadap kerja yang dilakukan
oleh buruh dalam suatu hubungan kerja dan usaha untuk memberikan kesejahteraan
bagi buruh.
17
18
Kekerasan yang terjadi dalam pabrik ketika pegawai tidak mampu memenuhi
target produksi semata-mata dilakukan untuk mempertahankan kinerja pabrik
tersebut. Kualitas SDM Indoneia yang memnag masih rendah membuat pabrik harus
memperlakukan pekerja mereka dengan keras. Jika sampai kualitas menurun maka
resiko terbesarnya adalah pemutusan kontrak. Hanya dari perpanjangan kontrak ini
lah pabrik-pabrik yang hidup dari investor asing mampu bertahan. Sangat wajar jika
penanam modal menarik modal ketika pabrik tidak mampu mempertahankan
kualitas.
Hukum di Indonesia juga menyatakan bahwa seharusnya pesangon
dibayarkan oleh kontraktor Indonesia (HASI dan NASA) yang memperkerjakan para
pegawai, bukan Nike selaku pembeli produk. Pengaturan upah lembur juga secara
resmi berada di tangan kontraktor, namun aturan resminya berasal dari Nike. Posisi
pekerja semakin lemah saat pihak kontraktor secara tidak langsung dikekang oleh
target dari Nike.
Sisi pekerja juga sebenarnya tidak sepenuhnya salah, sudah sepantasnya
pekerja menerima hak mereka. Keterbatasan sumber daya dari pihak kontraktor
melatarbelakangi upah rendah. Usut punya usut dinyatakan bahwa harga beli oleh
Nike terlalu rendah, sehingga ruang bergerak kontraktor untuk bermain dana juga
sangat terbatas. Standar minimum upah yang diberlakukan oleh pemerintah dan
berbagai aturan lain dari pemerintah juga tetap harus dipenuhi oleh kontraktor dan
Nike Indonesia, ini juga menjadi kendala dalam manajemen SDM mereka.
19
Pemerintah
o Perkuat prinsip pemerintah untuk mengutamakan kepentingan rakyat.
o Permudah peraturan investasi asing di Indonesia, sehingga investor
bisa masuk dengan mudah.
o Perbaiki moral pemain pemerintah untuk menegakkan peraturan.
o Tinjau ulang upah minimum regional untuk pekerja.
o Audit dilakukan secara annual ke setiap perusahaan asing di
Indonesia.
o Ciptakan tenaga kerja yang terampil dengan pelatihan.
o Berikan
pemahaman
pada
pekerja,
bahwa
pemerintah
akan
Kontraktor (Produsen)
o Tegakkan peraturan yang telah diatur oleh perusahaan asing dengan
baik dan benar.
o Lakukan mediasi dengan pihak asing jika dirasa ada peraturan yang
memberatkan.
o Buat serikat pekerja yang terkoneksi dengan seluruh kontraktor dari
penanam modal yang sama.
o Hindari hukuman fisik dengan pekerja, lakukan jika memang
pekerjaan mereka membutuhkan kekuatan fisik.
o Berikan pelatihan dan pemberian motivasi untuk menguatkan
hubungan kekeluargaan anatara pekerja dan perusahaan.
o Jangan
kalah
dengan
ancaman
perusahaan
asing,
karena
20
Pekerja
o Beranikan diri untuk mengungkapkan apa yang terjadi dalam
perusahaan melalui NGO terkait.
o Bekerja dengan loyal dan baik sesuai peraturan perusahaan.
o Jika memang sudah tidak sanggup menerima beban pekerjaan maka
lebih baik keluar.
o Gunakan jalan damai, sebelum melakukan aksi industrial.
o Pererat ikatan antara perusahaan dan pekerja, melalui berbagai event
diluar rutinitas pekerjaan.
21
IV.2 Saran
1. Peningkatkan kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan disamping
kuantitas yang besar.
2. Komunikasi antara seluruh stakeholders merupakan kunci kesuksesan utama.
22
DAFTAR PUSTAKA
Manusia.
RI.
23