Вы находитесь на странице: 1из 23

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH ORGANISASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Analisis Kasus Sumber Daya Manusia Pada NIKE, Inc di Indonesia


(Upah, Jam Kerja, Usia Pegawai, Uang Lembur, dan Pesangon)

Oleh:

Novina Eka S.
P056111291.47
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi ........................................................................................................... 2


BAB I.

PENDAHULUAN ........................................................................... 3
I.1 Latar Belakang ............................................................................ 3
I.2 Tujuan Penulisan ......................................................................... 4

BAB II. LANDASAN TEORI ...................................................................... 5


II.1 Manajemen Sumber Daya Manusia ........................................... 5
II.2 Profil Perusahaan Nike, Inc ....................................................... 7
BAB III. PEMBAHASAN ............................................................................ 12
III.1 Penjabaran Kasus .................................................................... 12
III.2 Pembahasan ............................................................................. 15
III.3 Manajemen Sumber Daya Manusia ........................................ 19
BAB IV. PENUTUP ...................................................................................... 22
V.1 Kesimpulan ............................................................................... 22
V.2 Saran ......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Upah merupakan persoalan mendasar dalam urusan ketenagakerjaan dan
hubungan industrial di Indonesia. Berbagai aksi industrial dan demonstrasi buruh
dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan buruh atas upah yang mereka dapatkan.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi, sehingga
menarik bagi para penanam modal asing untuk menginvestasikan dana mereka di
Indonesia. Hal ini mereka lakukan semata-mata demi mendapatkan biaya produksi
yang lebih rendah. Ternyata keinginan penanam modal asing tersebut disambut dan
difasilitasi dengan baik oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah menetapkan
kebijakan upah rendah sebagai daya tarik, sekaligus sebagai cara untuk
memenangkan persaingan dengan sesama negara berkembang lainnya di Asia
Pasifik.
Kebijakan pemerintah untuk memberlakukan upah rendah ternyata dilandasi
oleh pemikiran obyektif bahwa memang kualitas tenaga kerja di Indonesia rendah.
Jumlah angkatan kerja yang masih menganggur sangat tinggi, sehingga membuat
pemerintah sengaja memberlakukan upah rendah untuk menahan pembengkakan
angka pengangguran. Pemerintah berharap angkatan kerja harus bekerja meskipun
upah yang diterima rendah.
Nike adalah salah satu perusahaan asal Amerika Serikat yang memproduksi
sepatu, pakaian, dan alat-alat olahraga. Nike mensponsori beberapa olahragawan
terkenal dunia, sehingga Nike menjadi pemain besar dalam industri tersebut. Nike
telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1988 dan hampir sepertiga sepatu yang ada
sekarang menrupakan produk dari sana. Tony Band, selaku koordinator perusahaan
Nike di Indonesia, mengatakan perusahaan yang digunakan di Indonesia berjumlah
11 kontraktor. Beberapa diantaranya merupakan bekas-bekas basis perusahaan
asosiasi Nike di Korea Selatan dan Taiwan. Hubungan antara Nike dan kontraktor di
Indonesia cukup dekat. Setiap personel Nike di setiap pabrik di Indonesia memeriksa
kualitas dan pengerjaan yang memenuhi persyaratan ketat Nike. Semua pekerja
produksi berasal dari Indonesia, terutama wanita muda dalam kelompok usia 16-22
tahun, dan biasanya berasal dari Pulau Jawa (Anonim, 2011).

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

Nike bukan hanya terkenal sebagai perusahaan penghasil peralatan olahraga,


namun juga terkenal sebagai perusahaan yang sering memperkerjakan anak-anak di
bawah umur. Pada standar penerimaan pegawai, Nike Internasional sebenarnya
memiliki peraturan ketat tentang perekrutan pegawai, termasuk umur minimal yang
harus dipenuhi oleh pegawai. Ternyata hal ini tidak diimplementasikan dengan baik
oleh kontraktor-kontraktor Nike di Indonesia. Aturan lengkap tentang pekerja juga
telah dirumuskan oleh Nike Internasional, dan sudah dipikirkan sedemikian rupa agar
tidak memberatkan salah satu pihak.
Kasus Nike di Indonesia ternyata didasari oleh pelanggaran yang berkaitan
dengan kaum buruh. Nike telah mereduksi kekuatan kaum buruh sehingga kaum
buruh amat rentan kehilangan pekerjaan mereka. Pabrik membuat aneka alasan yang
dapat membuat buruh merasa akan digeser ke industri lain namun dengan upah yang
lebih rendah. Buruh juga mudah kehilangan hak-haknya seperti dalam masalah
pesangon, dalam hal berserikat denngan pekerja lain, dan terutama tentang upah dan
jam kerja. Buruh juga sering mengalami kekerasan baik fisik maupun psikis.
Berbagai upaya damai sudah dilakukan oleh pihak buruh kepada perusahaan, namun
bukannya ditanggapi dengan baik, buruh diancam dipecat tanpa uang pesangon.
Akhirnya buruh melakukan demonstrasi masal bersama industri-industri lain yang
juga masih diketuai oleh Nike. Protes yang terus terjadi dari pertengahan tahun 2007
lalu, baru ditanggapi Januari 2012 ini.

I.2 Tujuan
Kasus Nike di Indonesia, sudah seharusnya menjadi pembelajaran nyata bagi
seluruh perusahaan asing di Indonesia. Paper ini mencoba untuk:
1. Menganalisis alasan terjadinya kasus Nike di Indonesia
2. Mengaitkan kasus Nike dengan kebijakan upah tenaga kerja yang dirumuskan
oleh pemerintah
3. Merumuskan secara sederhana manajemen organisasi dan sumber daya
manusia yang seharusnya diterapkan di perusahaan dengan penanaman modal
asing.

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

BAB II. LANDASAN TEORI


II.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya
fisik yang dimiliki individu. Perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan
lingkungannya, sedangkan prestasi kerja individu dimotivasi oleh keinginan untuk
mencapai kepuasan masing-masing. Perencanaan sumber daya manusia (SDM) harus
mempunyai tujuan yang didasari oleh kepentingan individu, organisasi, dan
kepentingan nasional. Tujuan perencanaan SDM adalah menghubungkan SDM yang
ada untuk kebutuhan perusahaan pada masa yang akan datang, dan menghindari
kesimpangsiuran tugas serta kegagalan pelaksanaan tugas.
Perencanaan SDM ini terkait dengan rencana organisasi untuk mencapai
tujuan bersama. Perencanaan organisasi sendiri mencakup aktivitas yang dilakukan
perusahaan untuk mengadakan kegiatan yang positif bagi perkembangan organisasi.
Perencanaan SDM dan juga organisasi sangat dipengaruhi oleh:
1. Tingkat produksi perusahaan
2. Perubahan teknologi, terutama dalam bidang produksi.
3. Kondisi penerimaan dan penawaran pasar.
4. Perencanaan karir untuk setiap SDM di dalam organisasi.
Ketika organisasi sudah mengetahui faktor-faktor di atas dengan baik, maka
organisasi dapat merumuskan tujuan mereka, dan merencakanan pengelolaan SDM
yang akan dipakai.
Terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan SDM, yaitu:
1. Standar kemampuan SDM; Standar kemampuan SDM yang pasti belum ada,
akibatnya informasi hanya berdasarkan ramalan-ramalan (prediksi) saja yang
bersifat subjektif. Hal ini menjadi kendala yang serius untuk proses
perencanaan sumber daya manusia, yaitu dalam penghitungan potensi SDM
secara pasti.
2. Manusia (SDM) adalah makhluk hidup; Manusia sebagai makhluk hidup
tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti mesin, oleh karena itu sulit
memperhitungkan dengan pasti dalam sebuah rencana. Terkadang banyak
SDM yang mampu menjalankan tugas, namun dengan sengaja malas
mengeluarkan kemampuannya.

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

3. Situasi SDM; Tenaga kerja yang berhasil direkrut oleh perusahaan biasanya
tidak memenuhi seluruh kebutuhan SDM perusahaan dengan baik. Jumlah,
mutu, dan penyebaran SDM dalam perusahaan yang tidak merata juga
merupakan kendala bagi jalannya manajemen SDM.
4. Kebijakan

pemerintah;

Kebijakan

perburuhan

pemerintah,

seperti

kompensasi, jenis kelamin, warga negara asing (WNA), pajak, dan berbagai
aturan lain, merupakan tantangan tersendiri bagi manajemen SDM untuk
membuat rencana yang baik dan tepat.
Sebuah perusahaan membutuhkan SDM karena perusahaan harus menjalankan
aktivitas bisnis mereka. Ada tiga faktor permintaan SDM:
1. Faktor

internal;

kondisi

persiapan

dan

kesiapan

SDM

sebuah

organisasi/perusahaan dalam melakukan operasional bisnis pada masa


sekarang dan untuk mengantisipasi perkembangannya di masa depan. Faktor
internal adalah alasan permintaan SDM yang bersumber dari kebutuhan dan
kekurangan SDM di dalam organisasi, sehingga dibutuhkan penambahan
pegawai. Alasan tersebut terdiri dari:
a. Rencana operasional dan strategik
b. Prediksi produksi dan penjualan
c. Pembiayaan (cost) SDM
d. Pengembangan bisnis baru
e. Desain organisasi dan desain pekerjaan
f. Keterbukaan dan keikutsertaan manajer
2. Faktor eksternal; kondisi lingkungan bisnis yang berada di luar kendali
perusahaan yang berpengaruh pada rencana strategis dan rencana operasional,
sehingga langsung atau tidak langsung berpengaruh pada perencanaan SDM.
Faktor eksternal tersebut, pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai sebab
atau alasan permintaan SDM dilingkungan sebuah organisasi. Sebab-sebab
tersebut terdiri dari:
a. Ekonomi nasional dan internasional (global)
b. Sosial, politik, dan hukum
c. Teknologi
d. Pasar tenaga kerja dan pesaing

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

3. Faktor ketenagakerjaan; kondisi tenaga kerja yang dimiliki perusahaan


sekarang dan prediksinya di masa depan yang berpengaruh pada permintaan
tenaga kerja baru. Kondisi tersebut dapat diketahui dari hasil audit SDM dan
sistem informasi SDM sebagai bagian dari sistem informasi manajemen
(SIM). Beberapa dari faktor tersebut adalah:
a. Jumlah, waktu, dan kualifikasi SDM yang pensiun
b. Prediksi jumlah karyawan yang keluar atau di PHK
c. Prediksi tenaga kerja yang akan sakit atau meninggal
Penjabaran di atas memperlihatkan bahwa peranan sumber daya manusia (SDM)
dalam organisasi atau perusahaan sangat penting. Tidak semua perencanaan bisa
berjalan dengan baik karena pengukuran kinerja SDM tidak dapat dilakukan dengan
akurat dan pasti waktunya. Manajemen SDM di perusahaan juga sangat terkait pada
biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, terutama untuk gaji
pegawai. Kemampuan pembayaran gaji juga dikaitkan dengan jumlah produksi
perusahaan dan tingkat penjualan mereka. Permintaan SDM ke pasar tenaga kerja
juga dilandasi oleh kemampuan perusahaan untuk membayar SDM (Parwiyanto,
2010).

II.2 Profil Perusahaan NIKE


Nike.

Inc

merupakan

perusahaan

multinasional

terkemuka

yang

menghasilkan produk sepatu dan perlengkapan olah raga ternama di dunia.


Perusahaan ini menyerahkan semua pengerjaan produksinya ke pihak ketiga
termasuk Indonesia.
Pada tahun 1970an Nike memusatkan produksinya di Jepang karena upah
buruh di Jepang lebih murah dibanding di Amerika Serikat. Selanjutnya pada tahun
1982, sebagian besar produk Nike dihasilkan di Korea dan Taiwan. Namun, karena
upah buruh di kedua negara tersebut kian mahal, Nike merelokasi perusahaannya ke
Indonesia, Cina, dan Vietnam.
Produk sepatu dan pakaian olahraga Nike dengan mudah diidentifikasi oleh
khas logo perusahaan, para "swoosh" tik, dan slogan "Just Do It". Berbasis dari nama
dewi Yunani yang berarti kemenangan, Nike didirikan tahun 1964 ketika atlet
sekaligus pengusaha Oregon bernama Phillip Knight, mengagas impor sepatu lari

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

dari Jepang untuk bersaing dengan merek Jerman seperti Adidas dan Puma yang
kemudian mendominasi pasar Amerika Serikat. Keuntungannya adalah bahwa sepatu
Jepang lebih murah karena tenaga kerja lebih murah di Jepang.
Terlepas dari eksperimen singkat namun tidak berhasil dengan manufaktur di
AS, sepatu Nike selalu dibuat di Asia, awalnya di Jepang, kemudian di Korea Selatan
dan Taiwan, dan baru-baru ini di China dan Asia Tenggara. Nike memulai produksi
di Korea Selatan dan Taiwan pada tahun 1972, karena tertarik oleh tenaga kerja
murah di sana, dan segera bergabung dengan perusahaan lain termasuk Adidas dan
Reebok. Tapi Nike kemudian memulai langkah lebih jauh. Alih-alih memiliki pabrik
sendiri, mereka dikontrak produksi lokal di Korea dan Taiwan.

Gambar 1. Logo Nike


Sebagai perusahaan bos Nike Phil Knight mengatakan: "Tidak ada nilai pasti
dalam membuat sesuatu hal. Nilai tersebut akan ditambahkan oleh penelitian yang
cermat, dengan inovasi dan pemasaran" (Katz 1994). Produk Nike sekarang pada
dasarnya mengikuti ide dari seorang desainer dan pemasar sepatu. Industri lantas
dilakukan oleh pemasok Korea dan Taiwan. Sekali lagi, perusahaan lain mengikuti
model ini.
Pada 1980-an Nike mencoba membuat produksi di Cina, dalam kemitraan
dengan perusahaan milik negara, tapi hal ini malah mendatangkan bencana. Nike
lantas memindahkan investasinya ke Taiwan. Nike lantas mengambil keuntungan
dari ongkos tenaga kerja yang lebih murah di sana.
Pada akhir 1980-an dengan adanya pergolakan buruh di Korea Selatan, peningkatan tingkat upah dan hilangnya kontrol dari tempat kerja oleh otoritas Korea
- telah membuat negara tersebut menjadi kurang menarik bagi investor, baik asing
maupun dalam negeri, yang mulai mencari lokasi lain yang lebih menyenangkan.
Nike lantas memindahkan operasi mereka ke Thailand selatan dan Indonesia, dalam

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

mencari tenaga kerja lebih murah dan tidak merepotkan. Upah di kedua negara
tersebut disebut-sebut sebagai salah satu yang murah karena hanya memakai
seperempat tarif dari yang dibayarkan di Korea Selatan. Beberapa asosiasi Nike yang
bermarkas di Taiwan juga didirikan di Asia Tenggara.
Alasan lain untuk perpindahan ini adalah bahwa pada tahun 1988, baik Korea
Selatan dan Taiwan kehilangan akses khusus untuk pasar AS, yang telah lama
mereka nikmati sebagai status "negara berkembang" di bawah Sistem Preferensi
Umum (GSP) AS. investor Korea dan Taiwan lantas bergerak ke pabrik di Thailand,
Indonesia dan Cina dengan menggunakan pembuatan hak istimewa GSP dari negaranegara miskin

.
Gambar 2. Proporsi Manufaktur Nike
Dari tujuh Nike pemasok atas sepatu olahraga pada tahun 1992, tiga adalah
perusahaan Taiwan yang memproduksi produknya di Cina, tiga lainnya beroperasi di
Korea Selatan, dan juga di Indonesia, satu adalah sebuah perusahaan di Thailand
(Anonim, 2011).
Pada awal tahun 1990-an, Produk Nike di hasilkan oleh enam pabrik yang
mempekerjakan 25.000 pekerja. Empat diantaranya milik suplier Nike Korea. Nike
mempunyai standar panduan kebijakan pabrik perusahaan seperti yang dapat dilihat
dalam kutipan berikut:

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

The core standards are set forth below.


1. Forced Labor. The contractor does not use forced labor in any form
prison, indentured, bonded or otherwise.
2. Child Labor. The contractor does not employ any person below the age of 18
to produce footwear. The contractor does not employ any person below the
age of 16 to produce apparel, accessories or equipment. If at the time Nike
production begins, the contractor employs people of the legal working age
who are at least 15, that employment may continue, but the contractor will
not hire any person going forward who is younger than the Nike or legal age
limit, whichever is higher. To further ensure these age standards are
complied with, the contractor does not use any form of homework for Nike
production.
3. Compensation. The contractor provides each employee at least the minimum
wage, or the prevailing industry wage, whichever is higher; provides each
employee a clear, written accounting for every pay period; and does not
deduct from employee pay for disciplinary infractions.
4. Benefits. The contractor provides each employee all legally mandated
benefits
5. Hours of Work/Overtime. The contractor complies with legally mandated
work hours; uses overtime only when each employee is fully compensated
according to local law; informs each employee at the time of hiring if
mandatory overtime is a condition of employment; and on a regularly
scheduled basis provides one day off in seven, and requires no more than 60
hours of work per week on a regularly scheduled basis, or complies with
local limits if they are lower.
6. Environment, Safety and Health (ES&H). From suppliers to factories to
distributors and to retailers, Nike considers every member of our supply
chain as partners in our business. As such, weve worked with our Asian
partners to achieve specific environmental, health and safety goals,
beginning with a program called MESH (Management of Environment,
Safety and Health).

10

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

7. Documentation and Inspection. The contractor maintains on file all


documentation needed to demonstrate compliance with this Code of Conduct
and required laws; agrees to make these documents available for Nike or its
designated monitor; and agrees to submit to inspections with or without prior
notice.
Pada kutipan di atas daat dilihat dengan pasti bahwa Nike membuat
kesepakatan yang ideal mengenai buruhnya. Nike tidak akan memperkerjakan buruh
di bawah umur, akan memberikan upah yang layak, memberikan banyak keuntungan
bagi buruh, dan memberikan semua hak buruh setiap kali lembur (Baroroh, 2011).
Peraturan di atas dilengkapi juga dengan panduan kebijakan Nike, yaitu:
Karyawan kontraktor tidak bekerja lebih dari 60 jam per minggu, atau jam kerja
reguler dan lembur yang diperbolehkan oleh undang-undang di negara produsen,
pilih yang paling sedikit. Jam kerja lembur disetujui oleh kedua belah pihak dan
mendapatkan kompensasi dengan bayaran premium. Karyawan berhak atas minimal
24 jam istirahat secara berturut-turut untuk setiap periode tujuh hari (Baroroh, 2011).

11

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

BAB III. PEMBAHASAN


III.1 Penjabaran Kasus
Kasus Nike sudah bukan rahasia umum lagi, berbagai demo terkait dengan
ketidakpuasan buruh terhadap manajemen Nike terus bergulir sejak pertengahan
2011 lalu. Berita ini menyebar hampir diseluruh media, dan akhirnya membawabawa nama pemerintah Indonesia yang dianggap tutup mata tentang kasus ini.
Sebuah Non-Governmental Organization (NGO) yang dibentuk tahun 2000, Team
Sweat, ikut turun tangan mengatasi masalah ini. Team Sweat dibentuk untuk
melakukan koalisi internasional antar pekerja Nike demi mempertahankan hak
mereka sebagai pekerja, terutama pekerja harus dibayar dengan upah yang sesuai.

Gambar 3. Logo Team Sweat


Salah satu masalah yang mereka soroti adalah kasus kontraktor Nike di
Karawang, Jawa Barat, PT Chang Shin (PT CS). Perusahaan ini telah memproduksi
Nike selama satu tahun, produk Nike yang mereka produksi ada dua jenis yaitu untuk
running shoes dan sepatu anak-anak. Seorang pekerja mereka Pak Karyana terpilih
menjadi pimpinan serikat pekerja di PT CS, namun tidak ada fasilitas apapun yang
diterima Pak Karyana untuk memimpin serikat pekerja di sana. Pak Karyana menjadi
target intimidasi oleh manajemen perusahaan.Akibat tingkah laku Pak Karyana yang
selalu mengkritisi isu-isu pekerja di PT CS membuat manajemen mengambil sikap
untuk membubarkan serikat pekerja. Pak Karyana juga diancam oleh manajer disana,
Pak Sutikno, dan dituntut dengan Pasal 158 Poin E. Pak Karyana masih terus
diintimidasi sampai sekarang (Keady, 2011).
Kasus Nike berikutnya datang dari PT Hardaya Aneka Shoes Industri (HASI)
dan PT Naga Sakti Paramashoes (NASA). NASA dan HASI adalah dua pabrik yang

12

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

selama ini memproduksi sepatu Nike, namun tanpa alasan yang tidak jelas Nike
memutuskan kontrak. Pegawai kedua perusahaan tersebut yang jumlahnya mencapai
14.000 orang pun dibuat gelisah, mereka semua terancam di PHK. Surat pemutusan
kontrak datang tanggal 6 Juli 2007, dan menyatakan bahwa kontrak akan berakhir
tahun 2008 ini. CEO HASI, Ibu Hartati beranggapan Nike hanya mengada-ada
tentang pemutusan kontrak, HASI termasuk sebagai 15 besar pabrik Nike dengan
performa terbaik, bahkan return produk hanya 2%. Nilai tersebut jauh lebih kecil
dibanding pabrik Nike lainnya yang mencapai 11-12%. Semua tuntutan Nike
terhadap kinerja hanya masalah administratif, dan terkesan tidak masuk akal. Ibu
Hartati yakin bahwa standard produk dari HASI dan NASA sudah sangat memenuhi
permintaan Nike. Jadi tidak mungkin pemutusan kontrak terjadi karena kualitas
buruk (Anonim, 2011).
Tidak cukup dengan masalah pemutusan kontrak secara sepihak, keluhan
tentang manajemen Nike juga terjadi di Sukabumi, Jawa Barat. Pou Chen Group,
sebuah perusahaan asal Taiwan, telah memproduksi Converse yang telah diambil
Nike selama empat tahun terakhir ini. Salah seorang pekerja mereka mengatakan
bahwa supervisor Pou Chen Group sangat tidak memperhatikan hak-hak pekerja. Ia
pernah ditendang oleh supervisor saat salah memotong sol sepatu. Pekerja bingung
harus melakukan tindakan apa, jika mereka diam maka akan terus disiksa, namun
jika mereka membawa berita ini keluar, mereka akan dipecat dengan tidak hormat.
Pabrik ini memiliki 10.000 orang pekerja yang didominasi oleh perempuan.
Mereka menerima bayaran 50 sen per jam, makanan, dan barak untuk menginap.
Pada Maret dan April lalu pekerja dipukul hingga lengannya terluka, bahkan sampai
berdarah. Ketika pekerja mengeluhkan tindakan tersebut, tanpa pertimbangan apapun
akan langsung dipecat.
Kasus penganiayaan pekerja juga terjadi di PT Amara, pabrik Nike yang juga
memproduksi Converse. Para supervisor dengan sengaja menjemur 6 orang pekerja
perempuan mereka di bawah terik matahari saat mereka gagal menyelesaikan target
60 lusin sepatu di waktu yang telah ditentukan. Ketika 6 perempuan tersebut
menangis, setelah dijemur selama 2 jam di bawah terik matahari, mereka kembali
diijinkan untuk bekerja. Supervisor PT Amara sebenarnya telah mendapatkan surat

13

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

peringatan dari serikat pekerja tentang peristiwa tersebut. Namun kasus yang sama
terus berulang (Megasari, 2011).
Hampir di seluruh pabrik Nike di Indonesia melakukan pelanggaran jam
kerja, fakta di lapangan menunjukkan bahwa:
a. 50% hingga 100% buruh Nike, jam kerja melebihi yang ditentukan oleh Code
of Conduct.
b. 25% hingga 50% pabrik Nike, buruh bekerja selama 7 hari dalam seminggu.
c. 25% hingga 50% pabrik Nike, jam kerja buruh melebihi jam kerja yang diatur
secara hukum.
d. 25% pabrik Nike, pekerja dihukum ketika menolak bekerja lembur.
Fakta lain yang mengejutkan adalah mengenai upah para buruh yang tidak
sebanding dengan harga sepasang sepatu yang dibandrol oleh Nike. Gaji sebulan dari
buruh pabrik HASI (tidak termasuk lembur) yang sudah bekerja selama 10 tahun
sebesar Rp 900.000,- atau sama dengan $97,8 (dengan kurs Rp 9.200/ $1) yang
berarti mereka hanya mendapatkan RP 30.000,-/harinya atau setara dengan $ 3,3.
Dengan pendapatan harian sebesar $3,3 terebut mereka bisa membuat sejumlah
sepatu Nike yang dijual oleh pabrik ke Nike di kisaran $11-$20. Sedangkan untuk
satu pasang sepatu Nike bisa dijual seharga $60 (Rp 552.000,-). Berdasarkan
gambaran tersebut, Nike sudah dipastikan tidak menghargai buruh dengan
sepantasnya. Mengingat dengan gaji Rp 900.000,-/bulan bagi buruh pabrik yang
tinggal di Tangerang adalah jauh dari cukup karena harga kebutuhan maupun ongkos
transportasi semakin meningkat.
Sepasang sepatu Nike bisa berharga lebih dari 100 dollar AS. Nike jelas
mampu mengeruk uang dalam jumlah yang sangat besar. Bahkan Nike mampu
membayar Michael Jordan sebesar 20 juta dollar per tahun untuk membantu
menciptakan citra Nike. Demikian pula Andre Agassi yang bisa memperoleh 100
juta dollar untuk kontrak iklan selama 10 tahun. Sementara itu bos dan dedengkot
Nike Inc, Philip H. Knight, mengantongi gaji dan bonus sebesar 864.583 dollar dan
787.500 dollar pada tahun 1995. Jumlah ini belum termasuk stok Nike sebesar 4,5
biliun dollar. Dari harga sepatu sekitar 100 dollar AS tersebut, hanya sekitar 2,46
dollar per hari yang disisihkan untuk buruh di Indonesia. Itupun dihitung sebelum
ada krisis moneter. Sementara buruh di Vietnam hanya menerima 1 dollar.

14

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

Fakta yang terjadi di lapangan sangatlah berbeda dengan standar panduan


kebijakan. Tidak ada fakta yang berpihak pada kaum buruh. Tuntutan buruh Nike
kepada PT Nike Indonesia untuk membayar pesangon juga menjadi isu bisnis sejak
tahun 2007 lalu. Buruh meminta kontrak dilanjutkan atau Nike harus membayar
pesangon kepada pekerja yang telah membesarkan Nike di Indonesia selama 18
tahun. Pihak Nike tidak kalah bukti dengan HASI dan NASA, Nike mengatakan
bahwa memang produksi Nike di HASI dan NASA sudah tidak lagi memenuhi
standar yang berlaku, bahkan sering terlambat untuk mengantarkan produk jadi ke
distributor tertentu. Nike mengaku hanya akan memutuskan kontrak dengan HASI
dan NASA namun tetap bekerja sama dengan pabrik lain di Indonesia (Ferdianto,
2007).
Akhirnya di awal tahun 2012 ini, Dilansir dari harian Washington
Post, Kamis 12 Januari 2012, pembayaran lembur dari Nike akan dimulai awal bulan
depan. Menurut Serikat Pekerja Nasional (SPN) yang mewakili 4.500 pekerja PT
Nikomas, pabrik pembuat sepatu Nike di Banten, Nike tidak membayar upah
600.000 jam lembur selama dua tahun.
Bambang Wirahyoso, ketua SPN, mengatakan bahwa uang lembur sebesar
US$1 juta diperoleh setelah melakukan negosiasi selama 11 bulan. Jumlah ini pun
menurutnya masih terlalu kecil dibandingkan apa yang dialami pekerja di Nikomas
selama 18 tahun. Kendati demikian, Bambang memberikan opini bahwa kasus ini
akan menjadi cambuk pagi pergerakan pekerja Indonesia. Perusahaan Nike dalam
pernyataannya mengatakan akan melakukan koreksi kinerja dalam kesejahteraan
pekerja. Nike juga akan menawarkan program pelatihan dan membentuk gugus tugas
untuk menampung aspirasi pekerja. Nike mendukung pabrik-pabrik dalam rencana
aksi mereka dan upaya mengoreksi kekurangan pada kebijakan yang ada untuk
melindungi hak-hak pekerja. Nike akan terus memonitor dan mendukung upaya
serikat pekerja untuk memperbaiki keadaan (Pratama, 2012).

III.2 Pembahasan
Kasus Nike di Indonesia sangat terkait dengan masalah manajemen sumber
daya manusia. Nike telah melaggar beberapa aturan dalam serikat buruh, melihat dari

15

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

kasus yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan kesalahan manajemen Nike
adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada keadilan kinerja untuk pekerja.
2. Tidak ada reward apapun yang diterima pekerja setelah menjalankan
tugasnya.
3. Perusahaan tidak memfasilitasi karyawan ketika ingin berorganisasi melalui
serikat pekerja.
4. Manajer tidak menghargai hak-hak pekerja untuk menerima uang lembur,
mendapatkan hari libur, dan diperlakukan selayaknya manusia.
5. Manajer cenderung memaksa pekerja memenuhi target produksi, tanpa
memberikan fasilitas yang memadai.
6. Perusahaan tidak memotivasi karyawan bekerja dengan baik, tapi cenderung
mengancam.
7. Perusahaan tidak pernah mendengar keluhan dan aspirasi pekerja.
8. Pekerja merasa terancam dan terpaksa bekerja karena takut menerima upah
lebih rendah lagi.
9. Upah yang diterima pekerja dibawah standar hidup layak, padahal mereka
bekerja di atas jam kerja normal.
10. Nike memperkerjakan banyak anak dibawah umur, demi meningkatkan
kapasitas produksi dengan harga murah.
11. Pekerja akan menerima hukuman jika menolak lembur.
12. Pekerja wanita yang berasal dari Jawa lebih diutamakan karena upah lebih
rendah.

Gambar 4. Diagram Komposisi Pegawai di Nike Indonesia

16

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

Semua kesalahan ini akan berdampak buruk bagi perusahaan baik itu dalam jangka
waktu pendek atau panjang. Berikut akibat-akibat yang mungkin diterima
perusahaan:
1. Kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan menurun berkelanjutan.
2. Pekerja tidak loyal pada perusahaan dan dengan cara apapun berharap
perusahaan bangkrut.
3. Pekerja akan beralih dengan cepat saat ditawarkan pekerjaan dengan tingkat
upah lebih tinggi.
4. Pekerja sangat perhitungan pada perusahaan, dan cenderung malas bekerja
jika tidak sesuai dengan job description mereka.
5. Konflik kecil internal akan menyulut kemarahan pekerja dan terjadi
demonstrasi besar-besaran.
6. Pekerja cenderung membolos kerja jika ada peluang.
7. Seperti yang telah terjadi pihak penanam modal (Nike Internasional) akan
memutuskan kontrak kerja karena kualitas menurun.
8. Terjadi demo besar-besaran saat pekerja menemukan NGO yang mampu
menerima aspirasi mereka.
9. Pekerja merasa jalan kekerasan lebih baik daripada duduk berdikusi dengan
damai.
10. Efek jangka panjangnya akan mempengaruhi kesan penanam modal asing di
Indonesia, jika kinerja Indonesia buruk maka penanam modal enggan
menginvestasikan dana mereka.
Ketidakpuasan dan pemberontakan pekerja semakin menjadi karena tidak
adanya keadilan dalam pembayaran upah. Celakanya kebijakan pemerintah yang
berlaku dirasa memang sengaja memberlakukan upah rendah demi menarik investor
asing. Pelaksanaan upah minimum regional tidak pernah berjalan lancar di Indonesia.
Perdebatan tersebut sebenarnya juga didasari oleh pemahaman yang tidak terlalu
sama mengenai konsepsi tentang upah baik di kalangan buruh maupun pengusaha.
Kalangan asosiasi pengusaha sebagai pihak pemberi upah memang siap dengan
konsep upah yang memadukan antara kompensasi terhadap kerja yang dilakukan
oleh buruh dalam suatu hubungan kerja dan usaha untuk memberikan kesejahteraan
bagi buruh.

17

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

Pada kalangan serikat buruh koridor permasalahan upah yang menonjol


adalah yang berkaitan dengan peraturan dan pelaksanaan uah minimum sembari
tidak banyak mempersoalkan hakikat dan konsep upah. Perspektif hak buruh
terhadap upah bersifat dominan dan oleh karenanya setiap tindakan pengusaha yang
dianggap menyalahi peraturan pengupahan yang menjamin hak buruh akan
menimbulkan aksi industrial.
Masalah tentang pekerja dan upah di para kontraktor Nike ini memiliki efek
lingkaran bagi keseluruhan sistem bisnis Indonesia. Jika terjadi kesalahan
manajemen pada satu bagian dalam rantai pasok maka akan berdampak buruk bagi
keseluruhan sistem. Seperti yang telah dijabarkan di atas, manajemen SDM harus
mengikuti 3 tujuan, tujuan individu (personal), tujuan organisasi, dan tujuan
nasional. Ketika Nike tidak berani investasi di Indonesia, maka secara otomatis
berpengaruh pada citra Indonesia di mata dunia. Indonesia dikenal dengan negara
yang memiliki jumlah penduduk tinggi. Investor berharap dengan membuka pabrik
di Indonesia, mampu mereduksi biaya produksi, dan keuntungan perusahaan
bertambah. Ironisnya hal ini terbalik dengan apa yang dirasakan pekerja. Pekerja
merasa upah mnimum yang telah diberlakukan sekarang masih jauh dari layak.
Pekerja berharap upah mereka ditingkatkan, tapi ketika upah ditingkatkan kalangan
penngusaha akan protes karena dirasa memberatkan mereka.

Gambar 5. Diagram hubungan kasus Nike di Indonesia

18

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

Kekerasan yang terjadi dalam pabrik ketika pegawai tidak mampu memenuhi
target produksi semata-mata dilakukan untuk mempertahankan kinerja pabrik
tersebut. Kualitas SDM Indoneia yang memnag masih rendah membuat pabrik harus
memperlakukan pekerja mereka dengan keras. Jika sampai kualitas menurun maka
resiko terbesarnya adalah pemutusan kontrak. Hanya dari perpanjangan kontrak ini
lah pabrik-pabrik yang hidup dari investor asing mampu bertahan. Sangat wajar jika
penanam modal menarik modal ketika pabrik tidak mampu mempertahankan
kualitas.
Hukum di Indonesia juga menyatakan bahwa seharusnya pesangon
dibayarkan oleh kontraktor Indonesia (HASI dan NASA) yang memperkerjakan para
pegawai, bukan Nike selaku pembeli produk. Pengaturan upah lembur juga secara
resmi berada di tangan kontraktor, namun aturan resminya berasal dari Nike. Posisi
pekerja semakin lemah saat pihak kontraktor secara tidak langsung dikekang oleh
target dari Nike.
Sisi pekerja juga sebenarnya tidak sepenuhnya salah, sudah sepantasnya
pekerja menerima hak mereka. Keterbatasan sumber daya dari pihak kontraktor
melatarbelakangi upah rendah. Usut punya usut dinyatakan bahwa harga beli oleh
Nike terlalu rendah, sehingga ruang bergerak kontraktor untuk bermain dana juga
sangat terbatas. Standar minimum upah yang diberlakukan oleh pemerintah dan
berbagai aturan lain dari pemerintah juga tetap harus dipenuhi oleh kontraktor dan
Nike Indonesia, ini juga menjadi kendala dalam manajemen SDM mereka.

III.3 Manajemen Sumber Daya Manusia


Melihat kasus Nike di Indonesia, ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan
4 pemain besar dalam kasus ini, terutama yang terkait dengan manajemen sumber
daya manusia. Kontraktor Indonesia tidak dapat bergerak bebas karena terkait oleh
Nike Internasional, dimana semua langkah diatur dalam peraturan pemerintah
Indonesia. Sedikit saja terjadi kesimpangsiuran maka yang dipertaruhkan adalah
nasib pekerja dan keunggulan kompetitif bangsa di mata dunia.
Manajemen SDM yang baik diperlukan dalam kasus ini, sehingga semua
stakeholders dapat terintegrasi dengan baik dan berhasil meraih tujuan bersama.
Kerjasama yang baik anatar pemerintah, NGO, pekerja, dan kontraktor dapat

19

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

memperkuat posisi pekerja di mata Nike Internasional. Nike membutuhkan Indonesia


sebagai lahan produksi murah, Indonesia membutuhkan Nike untuk memperluas
lapangan pekerjaan, dan pekerja membutuhkan kontraktor (produsen) sebagai tempat
bekerja. Langkah-langkah yang dapat dilakukan (tanpa mempertimbangkan unsur
politis) adalah sebagai berikut:

Pemerintah
o Perkuat prinsip pemerintah untuk mengutamakan kepentingan rakyat.
o Permudah peraturan investasi asing di Indonesia, sehingga investor
bisa masuk dengan mudah.
o Perbaiki moral pemain pemerintah untuk menegakkan peraturan.
o Tinjau ulang upah minimum regional untuk pekerja.
o Audit dilakukan secara annual ke setiap perusahaan asing di
Indonesia.
o Ciptakan tenaga kerja yang terampil dengan pelatihan.
o Berikan

pemahaman

pada

pekerja,

bahwa

pemerintah

akan

melindungi gerakan mereka, sejauh itu sesuai dengan peraturan.

Kontraktor (Produsen)
o Tegakkan peraturan yang telah diatur oleh perusahaan asing dengan
baik dan benar.
o Lakukan mediasi dengan pihak asing jika dirasa ada peraturan yang
memberatkan.
o Buat serikat pekerja yang terkoneksi dengan seluruh kontraktor dari
penanam modal yang sama.
o Hindari hukuman fisik dengan pekerja, lakukan jika memang
pekerjaan mereka membutuhkan kekuatan fisik.
o Berikan pelatihan dan pemberian motivasi untuk menguatkan
hubungan kekeluargaan anatara pekerja dan perusahaan.
o Jangan

kalah

dengan

ancaman

perusahaan

asing,

karena

sesuangguhnya mereka juga membutuhkan Indonesia.


o Berikan upah sesuai dengan aturan, tanpa memanadang pekerja lokal
atau pekerja asing.
o Perkuat hubungan dengan NGO dan serikat pekerja nasional.

20

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

o Berikan reward yang sesuai jika pekerja melakukan pekerjaan dengan


baik dibanding standar yang berlaku.

Non-Governmental Organization (NGO)


o Fasilitasi pekerja untuk menyampaikan aspirasi mereka.
o Lindungi hak-hak pekerja melalui jalan kerjasama dengan pemerintah
dan perusahaan.
o Berikan fasilitas agar pekerja dapat sharing dengan pekerja dari
industri asing lain.
o Berikan pengetahuan bagi pekerja tentang kedudukan mereka sebagai
pekerja di perusahaan asing.
o Berikan pemahaman bahwa perusahaan (kontraktor) tempat mereka
bekerja juga dituntut target oleh perusahaan asing pusat.

Pekerja
o Beranikan diri untuk mengungkapkan apa yang terjadi dalam
perusahaan melalui NGO terkait.
o Bekerja dengan loyal dan baik sesuai peraturan perusahaan.
o Jika memang sudah tidak sanggup menerima beban pekerjaan maka
lebih baik keluar.
o Gunakan jalan damai, sebelum melakukan aksi industrial.
o Pererat ikatan antara perusahaan dan pekerja, melalui berbagai event
diluar rutinitas pekerjaan.

21

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

BAB IV. PENUTUP


IV.1 Kesimpulan
1. Kasus Nike terjadi karena pekerja merasakan banyak ketidakadilan, terutama
terkait dengan upah yang rendah, pekerja di bawah umur, uang lembur yang
tidak dibayar, pesangon yang terancam tidak dibayar, jam kerja melebihi jam
kerja normal, larangan secara tidak langsung untuk berserikat, dan kekerasan
fisik yang kerap kali terjadi.
2. Pemerintah memang menerapkan upah yang rendah untuk buruh, hal ini
dilandasi oleh alasan: kualitas pekerja memang masih rendah, jumlah
pengangguran banyak, dan memperkuat keunggulan kompetitif bangsa
sebagai tempat investasi yang dapat mereduksi biaya produksi.
3. Perlu ada manajemen sumber daya yang baik antara pemerintah, kontraktor
(produsen), NGO, dan pekerja untuk mencapai target dan memenuhi
peraturan dari perusahaan asing penanam modal. Namun harus tetap dikritisi
jika terdapat peraturan yang memberatkan pihak lokal.

IV.2 Saran
1. Peningkatkan kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan disamping
kuantitas yang besar.
2. Komunikasi antara seluruh stakeholders merupakan kunci kesuksesan utama.

22

OSDM Studi Kasus NIKE - novinaekas

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Profil Perusahaan Nike, Inc. http://id.wikipedia.org/wiki/Nike,_Inc.


[8 Februari 2012]
Anonim.
2011.
Blak-Blakan
Hartati
Murdaya.
http://www.detiknews.com/read/2007/07/25/090007/809095/158/nike-nggakusah-banyak-cingcong [7 Februari 2012]
Baroroh F. 2012. Lemahnya Proteksi Pemerintah Terhadap Buruh Nike Indonesia.
http://fitribaroroh.blogdetik.com/2012/02/02/lemahnya-proteksi-pemerintahterhadap-buruh-nike-indonesia/ [6 Februari 2012]
Ferdianto R, Gunanto ES, Sutarto, Agoeng W. 2007. Nike Dituntut Bayar Pesangon.
http://www.tempo.co/read/news/2007/07/17/056103830/Nike-DituntutBayar-Pesangon. [6 Februari 2012]
Keady J. 2011. Detail Kasus yang Baru Kita Menangkan Atas Pabrik PT Chang Shin
di
Indonesia.
http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150182040156379
[7
Februari 2012]
Megasari D. 2011. Nike Hadapi Dugaan Penganiayaan Buruh di Indonesia.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/07/14/11355771/Nike.Hadapi.
Dugaan.Penganiayaan.Buruh.di.Indonesia. [6 Februari 2012]
Parwiyanto
H.
2007.
Perencanaan
Sumber
Daya
herwanparwiyanto.staff.uns.ac.id/.../perencanaan-sumber-dayamanusia.doc. [6 Februari 2012]

Manusia.

Pratama D. 2012. Nike Akhirnya Bayar Lembur Ribuan Pekerja


http://searchdoc.blogspot.com/2012/01/nike-akhirnya-bayar-lemburribuan.html [15 Januari 2012]

RI.

23

Вам также может понравиться