Вы находитесь на странице: 1из 11

Kehidupan kota

http://indonesian-furnitures.com/2008/12/17/jepara-klaster-industri-mebel/

JEPARA KLASTER INDUSTRI MEBEL


17 DESEMBER 2008 FURNITURE JEPARA 10 KOMENTAR

Oleh Hermawan Kertajaya


Jepara sudah identik dengan kerajinan ukir. Kerajinan ukir tersebut kini
telah berkembang menjadi industri, terutama industri mebel. Industri
mebel di Jepara tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik,
tetapi juga melayani pasar internasional. Cikal bakal industri tersebut
sudah muncul sejak ratusan tahun yang lalu sehingga pemusatan industri
dilakukan secara geografis dengan industri pendukung yang kita kenal
sebagai klaster (cluster) Industri. kalau dilihat dari segi omset maupun
jumlah tenaga kerja yang terserap di dalamnya, Jepara merupakan klaster
terbesar di Indonesia.
Perkembangan kerajinan ukir di Jepara menurut kami, didukung oleh
positioning, diferensiasi dan brand Jepara yang kuat.Segitiga positioning,
diferensiasi dan brand merupakan inti dari strategi yang dijalankan oleh
sebuah daerah.

Positioning adalah tentang bagaimana kita memposisikan produk kita di


benak pelanggan. Positioning tersebut harus didukung dengan diferensiasi
yang kokoh. Apabila positioning yang tepat tersebut ditopang oleh
diferensiasi yang kokoh, dengan sendirinya ekuitas merek yang kokoh
akan terbentuk.

Kalau Jepara dianalisis dengan menggunakan segitiga positioning,


diferensiasi, brand tersebut, maka akan terlihat bagan di atas.
Menurut pengamatan kami, positioning statement yang tepat untuk
Jepara adalah the Carving Center of Indonesia atau pusatnya kerajinan
ukir di Indonesia.
Selama ini, di benak pelanggan kesan Jepara sebagai pusat kerajinan ukir
tertancap kuat.Bukan hanya di pasar lokal, namun juga di pasar
internasional.
Bahkan di pasar Internasional, produk ukir Jepara dikenal sebagai ukiran
berkualitas, dengan detail dan finishing yang halus. Mencanangkan
positioning Jepara sebagai pusat ukir, berarti seluruh stakeholder
kerajinan ukir Jepara harus mempertahankan citra yang sudah tertanam di
benak pelanggan. Mebel merupakan media ukir yang paling banyak
dihasilkan oleh industri ukir di Jepara.
Positioning sebagai pusat kerajinan ukir tersebut telah dibuktikan dengan
diferensiasi yang kuat yang dimiliki oleh Jepara. Kabupaten ini memiliki
diferensiasi sebagai pusat klaster industri mebel ukir. Sentra industri
mebel ukir tersebar di 13 kecamatan di Jepara. Menurut catatan
pemerintah, tahun 2004 di jepara terdapat 3.539 unit produksi unit usaha
mebel. Itu merupakan unit usaha yang terdaftar pada Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi, dan
Penanaman modal. Di luar itu, diperkirakan masih terdapat 15.000 unit
usaha dengan skala kecil. Dari total industri mebel yang ada, Jepara
mampu menyerap sekitar 85.000 tenaga kerja.
Industri Mebel bagi kabupaten Jepara menjadi sektor unggulan. Sektor ini
adalah penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tertinggi.
Tercatat pada tahun 1998, sektor industri ini menempati posisi 61,3 %
diikuti sektor perdagangan, hotel dan restauran (29,9%), sektor pertanian
(3,4%), sektor jasa (2,7%) dan sektor keuangan sebesar 2,4%.
Setiap bulannya, Jepara mampu menghasilkan rata-rata 400 kontainer
mebel ukir untuk pasar ekspor. Kapasitas ekspor tersebut biasanya akan
meningkat pada sekitar bulan September-Maret hingga 600-700 kontainer
untuk memenuhi permintaan

pasar. Data Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman


Modal Jepara menunjukkan realisasi ekspor mebel dan berbagai jenis
kerajinan telah menembus 78 negara. Dari ratusan eksportir yang ada,
volume ekspor yang dihasilkan sebesar 52.642,5 ton dengan nilai 112,6
juta dolar AS. Apa yang mendukung tumbuhnya klaster industri ukir
Jepara? Tak lain adalah faktor talenta atau keterampilan orang Jepara
sebagai perajin ukir yang andal.
Keterampilan orang Jepara ini juga menjadi diferensiasi yang kuat.
Keterampilan ukir bagi orang Jepara sudah diwarisi secara turun-temurun
sejak beberapa abad yang lalu.
Menurut sejarah, karya seni ukir pertama kali di Jepara terdapat di Masjid
Mantingan yang dibangun pada tahun 1559. Ukiran tersebut dipahatkan
pada batu putih bermotif bunga. Ukiran batu itu merupakan karya
seniman dari China yang bernama Tji Wie Gwan. Singkat cerita, Ratu
kalinyamat, penguasa Jepara saat itu
menganugerahkan sebuah nama baru untuk Tji Wie Gwan menjadi
Sungging Badar Duwung. Sungging artinya ahli ukir, Badar sama dengan
batu dan Duwung artinya tatah.
Selanjutnya Sungging Badar Duwung mengajarkan ilmu ukir kepada
masyarakat di sekitarnya baik di daerah Jepara maupun di Kudus. Maka
seni ukir sudah menjadi tradisi masyarakat Jepara.
Selain merupakan keterampilan yang turun-temurun, talenta perajin ukir
di Jepara didukung dengan tersedianya pendididikan formal yang khusus
melatih keterampilan mengukir. Di tingkat menengah, terdapat SMK
Negeri 2 Jepara, yang khusus mendidik siswa di bidang Seni Rupa dan
Kerajinan. Selain kerajinan ukir kayu, dilatih pula kerajinan batik, keramik,
dan logam. Sedangkan di tingkat perguruan tinggi, terdapat Akademi
Teknologi Industri Kayu Jepara (ATIKA). Akademi ini membuka program
studi Manajemen Industri Kayu, Desain Kayu, dan Teknik Mesin Kayu.
Mulai tahun 2003, Jepara membuka Sekolah Ukir dengan nama Pusat
Pelatihan Keterampilan Ukir Kayu FEDEP Jepara (PPKUFJ) yang dikelola
oleh FEDEP (Forum for Economic Development and Employment
Promotion) atau Forum Pengembangan Ekonomi dan Perluasan Lapangan

Kerja. Sekolah yang dibangun atas bantuan kedutaan Jepang ini berdiri di
sentra industri ukir Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan. Sekolah ini
menyediakan fasilitas gedung, asrama, dan peralatan praktik. Kurikulum
yang digunakan berbasis kompeten perkayuan. Para siswa selama
sembilan bulan mendapatkan pendidikan di kelas, dan 3 bulan berikutnya
akan menjalani magang di industri.
Tidak jauh dari Jepara, yakni di kota Semarang, dibuka juga Pendidikan
Industri Kayu (PIKA). Sekolah yang bergerak di bidang desain dan teknik
perkayuan ini telah memperoleh sertifikasi ISO 9001:2001. Selain talenta,
cluster Jepara didukung oleh tersedianya pasokan bahan baku kayu jati
dan mahoni dari daerah seputar Jepara. Kayu tersebut bisa didapatkan
dari Perhutani, pedagang kayu, maupun hutan rakyat. Daerah penghasil
kayu yang selama ini memasok kayu untuk mebel Jepara adalah Boyolali,
Blora, Kendal, Klaten, Pemalang, Rembang, dan Sragen. Namun
belakangan ini kayu jati menjadi langka karena kebijakan Perhutani yang
membatasi volume tebang kayu jati, sedangkan, permintaan pasar yang
terus meningkat membutuhkan pasokan dalam jumlah besar. Kebutuhan
kayu jati di Jepara yang semula di bawah 100.000 meter kubik per tahun,
melonjak menjadi 600.000 -800.000 meter kubik. Karena pasokan kayu
dari daerah sekitar tidak lagi mencukupi, beberapa produsen berinisiatif
melakukan impor kayu.
Pada tahun 1980 dan awal 1990an, pemerintah melalui Program
Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil Departemen Perindustrian
mendirikan unit pelayanan teknis (UPT) yang memperkenalkan teknologi
pengeringan kayu. Pemerintah juga melakukan pelatihan dan memberikan
bantuan peralatan kepada sejumlah produsen. Pelatihan tersebut
kemudian diikuti dengan penyediaan kredit kepada produsen terpilih.
Pemerintah juga menyediakan pelatihan kepada para pedagang maupun
produsen bagaimana menembus pasar ekspor untuk menghadapi pasar
bebas.
Sedangkan untuk mengembangkan klaster lebih jauh lagi, pemerintah
melakukan perbaikan infrastruktur berupa perbaikan jalan dan pengadaan
sara telekomunikasi. Pemerintah juga mensponsori pameran mebel baik
dalam skala regional, nasional, maupun internasional, yang dananya
diambil dari APBD. Pemerintah Jepara juga memberlakukan pajak untuk

pengapalan kayu setengah jadi dari Jepara untuk mengerem keluarnya


bahan baku mebel ke luar Jepara. Pemerintah Jawa Tengah juga melarang
ekspor kayu gelondongan.
Selain unsur pemerintah, pengembangan klaster mebel Jepara juga
melibatkan produsen, asosiasi pedagang, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), dan masyarakat Jepara sendiri. FEDEP Jepara merupakan forum
yang sangat aktif dalam mengadakan pelatihan-pelatihan bagi produsen
maupun pedagang. Salah satu asosiasi yang aktif mendukung
perkembangan klaster di Jepara adalah Asosiasi Mebel dan Kerajinan
Indonesia Komda Jepara (Asmindo Komda Jepara).
Asosiasi ini menjadi tempat berkumpul dan merancang program bersama.
Asosiasi ini juga memberi kontribusi kebijakan ke pemerintah di
bidangnya, sebagai pusat informasi tentang mebel. Asmindo berfungsi
sebagai akses informasi serta mengkoordinasikan anggota untuk ikut
dalam berbagai pameran baik di dalam maupun di luar negeri. Selain
Asmindo, pertumbuhan klaster juga didiukung oleh Himpunan Pedagang
Kayu Jati Jepara (HPKJ). Asosiasi ini cukup berpengaruh dalam penentuan
bahan baku dan harga.
Selain peranan asosiasi pedagang, produsen, dan LSM, pertumbuhan
klaster industri di Jepara juga didukung oleh posisi geografis kabupaten ini
yang cukup strategis. Jepara terletak tidak jauh dengan kota Semarang
yang lengkap dengan infrastruktur untuk menjangkau pasar
ekspor.Letaknya di Jawa Tengah membuat Jepara diapit oleh dua
metropolitan, yakni Surabaya dan Jakarta yang merupakan pasar
domestik yang tinggi daya serapnya. Selain memanfaatkan Pelabuhan
Tanjung Mas Semarang, kegiatan ekspor juga bisa menggunakan Tanjung
Perak Surabaya dan Tanjung Priok Jakarta. Kemudahan akses untuk
mencapai pasar ini merupakan diferensiasi tersendiri bagi Jepara.
Kegiatan ekspor ini berjalan lancar, apalagi setelah pemerintah pada
tahun 1986 mengeluarkan deregulasi ekspor yang mempermudah
prosedur ekspor. Sejak tahun 1990 banyak pengusaha asing datang ke
Jepara untuk ambil bagian dalam bisnis mebel. Beberapa diantaranya
bermitra dengan pengusaha lokal. Pengusaha lokal bertindak sebagai
penguhubung dengan produsen, sedangkan pengusaha asing berperan

dalam mencari pasar ekspor. Datangnya Pengusaha asing yang


mempunyai kaiten dengan para wholesaler tersebut semakin
memeriahkan bisnis jasa ekspor di Jepara.
Tumbuhnya bisnis jasa ini juga menjadi kekuatan sendiri bagi Jepara.
Sayang para pedagang yang bergerak dalam bidang ekspor ini bisa
mempengaruhi harga. Hal ini mendorong para produsen untuk
menurunkan harga dengan mengambil margin yang kecil demi mengejar
omset yang besar. Hal ini mengakibatkan jatuhnya harga produk dan
turunnya standar mutu produk. Padahal seharusnya para produsen tidak
boleh mengejar keuntungan jangka pendek dengan mengabaikan
keuntungan jangka panjang. Jatuhnya harga dan turunnya mutu produk
dapat merusak citra industri ukir Jepara.
Naiknya permintaan pasar produk ukir Jepara telah ditindaklanjuti dengan
keluarnya kebijakan baru dari pemerintah untuk membuka investai asing
di bidang mebel tahun 1997. Menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan,
Koperasi dan Penanaman Modal, hingga awal Juni 2004 investasi yang
masuk Jepara Rp 4 triliun lebih. Dibukannya keran investor tersebut
mendorong sejumlah investor untuk menanamkan modal di industri ini.
Pemerintah membuka Kantor Pelayanan Satu Atap (KPSA) untuk melayani
proses perizinan investasi agar tidak berbelit-belit. Lewat KPSA, perizinan
membutuhkan waktu 5-7 hari. Dukungan finansial juga menjadi
diferensiasi yang kuat bagi industri mebel ukir Jepara. Selain investasi,
beberapa bank turut mengucurkan modal bagi pelaku industri. Sayang
sekali masih banyak perajin yang masuk dalam kategori UKM, yang masih
memakai manajemen tradisional susah memenuhi persyaratan kredit
yang diberlakukan beberapa bank. Karena untuk mengajukan kredit
senilai 500 juta ke atas kepada Bank disyaratkan beberapa hal seperti
bisnis plan, hasil-hasil pembukuan serta pencatatan transaksi lainnya
yang berkaitan dengan usaha yang dimiliki.
Positioning sebagai pusat kerajinan ukir dan diferensiasi yang dimiliki oleh
Jepara akan semakin memperkuat merek Jepara. Selama ini, Pemda Jepara
bekerja sama dengan para pelaku bisnis telah melakukan promosi dengan
mengikuti berbagai pameran, baik lokal maupun internasional. Para
produsen juga telah melakukan inovasi produk dengan menciptakan
alternatif kayu jati yang semakin langka. Demikian pula halnya dengan

desain produk. Selain mempertahankan desain yang klasik, para produsen


juga mulai memasuki model desain kontemporer. Itu semua mendukung
merek Jepara sebagai produsen kerajinan ukir.
Namun Jepara harus berhati-hati karena persaingan di bidang produk ukir,
terutama di pasar internasional semakin ketat. Walaupun pasar
internasional sudah bertahun-tahun mengenal Jepara sebagai penghasil
mebel ukir dengan kualitas bagus, tetapi Jepara harus berhati-hati dengan
para pesaing seperti China dan Vietnam yang dikenal sebagai penghasil
mebel dengan harga yang lebih murah. Tantangan yang harus dihadapi
adalah bagaimana Jepara bisa mempertahankan mereknya di tengahtengah persaingan yang semakin ketat ini. Berdasarkan model
positioning, diferensiasi, dan merek di atas, kalau Jepara bisa
mempertahankan masing-masing elemen dari inti strategi Pemasaran
tersebut, niscaya Jepara dapat memenangi persaingan.
dicukil dari buku
Attracting tourists, traders, investors: strategi memasarkan daerah di era
otonomi
Oleh Hermawan Kartajaya
Diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, 2005

prospek wirausaha
http://bisnisukm.com/potensi-industri-meubel-jepara.html

POTENSI INDUSTRI MEUBEL JEPARA


ukiran kayu Jepara, yang sudah mampu menembus pasar ekspor di pelbagai negara
06 April 2010 11 Komentar Potensi Bisnis Daerah

Jawa Tengah memiliki sentra-sentra industri yang


keunikannya sulit ditiru. Ini merupakan potensi sangat besar untuk terus
dikembangkan, sehingga kontribusinya terhadap perekonomian daerah ini bisa
makin
signifikan. Denyut
ekonomi Jawa
Tengah
sangat
kental
diwarnai
tumbuhnya sentra-sentra industri di sejumlah kota/kabupaten di wilayah ini. Yang
menarik, setiap sentra industri punya keunikan yang tak gampang ditiru oleh daerah
lain, bahkan negara lain. Tentu saja, ini merupakan potensi ekonomi yang harus
didorong terus pertumbuhannya agar dari waktu ke waktu mampu memberikan
kontribusi yang makin signifikan terhadap perekonomian daerah dan nasional.

VIDEO PRAKTISI

Memaksimalkan Bisnis Berbasis Hobi, Asimetris Craft

Siapa yang tak kenal ukiran kayu Jepara, yang sudah mampu menembus pasar
ekspor di pelbagai negara? Kota Jepara, yang berada di bagian utara Jawa Tengah,
memang terkenal dengan sentra industri mebel (kayu) ukiran. Total nilai bisnis
industri mebel di kota ini tahun 2006 tercatat Rp 1,3 triliun. Jumlah perusahaan yang
terlibat di industri ini mencapai 518 perusahaan, sementara jumlah tenaga kerjanya
27.271 orang. Dan, sekitar 60% produk meubel Jepara dijual ke pasar
mancanegara dan sisanya ke pasar dalam negeri.
Pemerintah daerah Jepara akan terus memperbaiki sejumlah fasilitas yang ada untuk
mendorong perkembangan sentra industri mebel ukir di kota ini. Caranya,

memperkuat fasilitas umum, seperti Jepara Trade Center. Pusat perdagangan yang
diluncurkan pada 2007 ini terdiri atas pusat promosi (yang juga berfungsi sebagai
balai lelang), pusat informasi, pusat desain, serta advokasi atas hak dan kekayaan
intelektual.
Seputar Industri Mebel
Industri mebel Indonesia terdiri atas produk-produk kayu (kayu karet, mahogani, jati,
akasia), rotan dan logam/plastik baik untuk ekspor maupun konsumsi dalam negeri.
Sementara perusahaan besar umumnya mengkhususkan diri pada campuran panel
(kayu lapis, papan partikel dan papan serat kepadatan sedang) dan kayu keras,
produsen kecil-menengah berfokus pada mebel kayu keras. Hal itu disebabkan oleh
tingginya biaya modalyang diperlukan untuk menghasilkan mebel berlapis panel.
Bagi produsen kecil-menengah, biaya panel yang dibeli sebagai bahan masih tinggi,
sebagaimana harga pasar produk-produk ini tercermin pada permintaan dalam
negeri dan ekspor terhadap kayu lapis, papan partikel, dan papan serat kepadatan
sedang (Tinjauan Rantai Industri Mebel tanggal 16 Februari 2007).
Sentra-sentra industri mebel dan kerajinan di Jawa Tengah terutama berkembang
pesat di Semarang, Jepara, Solo dan Yogyakarta. Industri permebelan dan kerajinan
ini didominasi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan sistem home
industry yang bekerjasama dengan industri-industri besar (Road Map Revitalisasi
Industri Kehutanan Indonesia, 2007).
Menurut Road Map Revitalisasi Industri Kehutanan Indonesia (2007), permasalahan
yang dihadapi industri permeubelan dan kerajinan sebagai berikut:
kurangnya bahan baku
negative brand image akibat pembalakan liar
rendahnya kualitas produk Indonesia dibanding produk dari negara lainnya.
lebih mahalnya harga produk Indonesia dibanding pesaing.
lebih disukainya produk-produk bersertifikat.
Ambar Tjahyono, Ketua Umum ASMINDO menyebutkan dari segi kualitas bahan
baku dan desain produk, Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan dengan
negara produsen mebel lainnya (Bank Ekspor Indonesia, 2007).
Proses Produksi
1. Setelah ditebang, kayu bulat dikuliti dan dipotong menjadi papan di kilang gergaji,
kemudian kayu ditumpuk dan diantar dengan truk ke lahan penerimaan pabrik
mebel. Syarat pembayaran biasanya tunai ke kontraktor yang memotong dan
mengangkut kayu. Bahan-bahan lain, dari panel sampai lem, bahan pemulas,
perkakas, kemasan, dan bahan tak langsung dibuat setempat atau di pabrik
mancanegara dan dibeli dari pemasok yang biasanya bekerja atas pembayaran net30, yang berarti seluruh tagihan harus dibayar ke pemasok bahan mentah dalam 30
hari.

2. Setelah diterima oleh pabrik meubel, papan ditempatkan di kamar hampa


autoklaf. Campuran encer boraks (untuk terapan penindasan jamur noda biru) dan
boriks (insektisida) dimasukkan ke kamar hampa itu dan menyusupi segenap serat
dari kayu yang sedang dirawat. Lalu, papan dipindahkan dan ditempatkan langsung
di kamar pengering untuk dikeringkan.
3. Proses pengeringan mencakup penghembusan terus-menerus udara panas dan
kering ke kamar pengering. Gerakan hidrolis menarik kelembapan yang terbenam
jauh di papan. Banyak kamar pengering kini dikendalikan komputer untuk memantau
keadaan kamar. Kamar pengering dipantau secara berkala dan kandungan
kelembapan sejumlah papan diperiksa. Kayu dikeluarkan setelah kandungan
kelembapan kurang dari 10%.
4. Kayu gergajian yang dikeringkan ini dipotong dan digiling di mesin penggosok
atau pencetak. Kerja pencetakan memotong enam sisi sekaligus, menghasilkan kayu
halus berukuran tepat dan siap untuk pengolahan selanjutnya.
5. Langkah pengolahan berikutnya adalah menyambung-gerigikan (finger-joint)
potongan-potongan pendek kayu untuk menyusun papan yang lebih panjang.
Potongan lika-liku (zigzag) papan yang tersambung-gerigi memaksimalkan bidang
permukaan kayu yang dilem. Jika dilakukan dengan benar, kayu tersambung-gerigi
lebih kuat daripada kayu alami yang melingkunginya. Papan sambungan ini
digabungkan di mesin tekan kepit besar, lalu digosok lagi untuk menghilangkan
kekasaran atau beda ketebalan atau lebar di sepanjang papan.
6. Setelah digiling, dibentuk dan diputar, komponen-komponen dipulas dalam
sebuah proses banyak langkah yang mencakup beberapa lapisan awal plamir.
Langkah itu melenyapkan permukaan yang tak rata dan lubang di kayu,
menghasilkan permukaan licin yang siap bagi pemulasan akhir. Satu-satu komponen
dipulas sebagai komponen bagian dari suatu satuan rangkai-sendiri (knock down)
atau satuan utuh lewat perakitan memakai paku dan sekrup.
7. Beberapa langkah ulangan diperlukan dalam pemulasan. Pertama, plamir
disapukan dalam satu atau dua lapisan. Plamir adalah bahan dari lak yang cepat
kering dan, saat kering, membuat penggosokan efisien. Setelah itu, konveyor cat
memudahkan kerja penyemprotan dan penganginan. Biasanya sebuah oven segaris
menjadi bagian dari jalur perakitan dan memercepat proses pengeringan. Setelah
kering, komponen dipindahkan dan dikemas untuk dikapalkan menggunakan
lembaran busa polietilen dan karton luar lima lidah (five-ply).
ASPEK PEMASARAN :
Keadaan supply dan demand
Perdagangan mebel di pasar dunia saat ini trennya juga cenderung terus membaik.
Nilai perdagangan mebel dunia meningkat dari USD 51 milyar pada tahun 2000
menjadi USD 76 milyar pada tahun 2005. Pada 2006, angkanya telah melonjak naik
menjadi USD 80 miliar (Bank Ekspor Indonesia, 2007).
Namun, pangsa pasar mebel di dunia masih dipegang oleh negara pengekspor
mebel terkemuka, antara lain: Italia yang menguasai pangsa pasar sebesar 14,18 %,

disusul Cina (13,69%), Jerman (8,43%), Polandia (6,38%), dan Kanada (5,77%).
Sedangkan pangsa pasar meubel Indonesia saat ini hanya mencapai 2,9% (Bank
Ekspor Indonesia, 2007).
Indonesia telah memertahankan pangsa pasarnya lebih-kurang tetap selama lebih
dari tiga tahun terakhir pada angka 2,5%, sekalipun terjadi lonjakan tajam pangsa
pasar yang direbut oleh China.
Pemerintah telah mengupayakan untuk mengembangkan industri meubel dan
menetapkan sektor ini sebagai salah satu dari 10 komoditas unggulan ekspor Tanah
Air. Selama tahun 2005, ekspor meubel dan kerajinan Indonesia telah mencapai
sebesar USD 1,8 miliar. Skala itu meningkat di tahun 2006 menjadi USD 2,2 miliar.
Bahkan, di tahun 2007, nilai ekspor meubel dan kerajinan ditargetkan mencapai USD
2,9 miliar. Dan, jika tak ada hambatan, pada 2010 pemerintah menargetkan ekspor
meubel nasional bisa menembus USD 5 miliar (Bank Ekspor Indonesia, 2007).
Kondisi persaingan
- Persaingan di pasar ekspor berasal baik dari produsen lokal maupun produsen luar
negeri relatif ketat, antara lain :
- Pesaing usaha sejenis yang berasal dari lokal dan sekitarnya.
- Pesaing usaha sejenis yang berasal dari luar negeri saat ini masih cukup banyak
yaitu antara lain dari negara Cina, Vietnam, Kamboja, Malaysia dan Myanmar,
dimana mereka cukup gencar menyerbu pasar Eropa dengan keunggulan kualitas
yang tinggi dan harga yang lebih murah karena bahan kayu jati yang melimpah di
negara masing-masing, namun dari negara-negara tersebut sebagian besar
perusahaan besar yang tidak mau mengekspor dalam partai kecil (satu-dua
kontainer dengan barang yang tidak sejenis).
Strategi usaha
Strategi usaha yang perlu dilakukan oleh industri meubel adalah:
- Menciptakan produk yang responsif terhadap permintaan pasar, khususnya
pengembangan produk yang unik dan berdesain etnik.
- Membangun dan menggunakan sumber-sumber pasokan bahan baku alternatif.
- Investasi dan perbaikan teknologi.

Вам также может понравиться