Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
com
III.1 Pendahuluan
Metode atau teknik pemecahan persamaan matematis terbagi menjadi dua
golongan besar, yaitu metode analitik dan numerik. Solusi yang dihasilkan dengan
metode analitik adalah solusi yang sesungguhnya, sebenarnya, dan juga eksak
(exact), sedangkan solusi numerik adalah aproksimasi atau pendekatan dari solusi
sebenarnya, dengan orde error tertentu. Beberapa persamaan matematis pada
persoalan-persoalan fisika pada kenyatannya relatif sangat sulit untuk dipecahkan
secara analitik, karena itulah dikembangkan metode numerik untuk mencari
solusinya.
Metode numerik yang pertama-tama akan dibahas disini adalah teknik pemecahan
persamaan diferensial dengan menggunakan aproksimasi untuk fungsi turunan
pertama dan turunan kedua, karena sebagaimana telah diketahui, sebagian besar
persamaan-persamaan dalam fisika adalah berupa persamaan diferensial.
Bila terdapat suatu fungsi sembarang f ( x ) yang akan dicari turunannya, yaitu
f ' ( x ) dan f ' ' ( x ) , maka pertama-tama kita akan menuliskan ekspansi deret
h2 h3 h4
f ( x +h) = f ( x ) + h f ' ( x ) + f ' ' ( x) + f ' ' ' ( x) + f iv
( x ) +
2! 3! 4!
(III.1)
h2 h3 h4
f ( x −h) = f ( x ) − h f ' ( x) + f ' ' ( x) − f ' ' ' ( x) + f iv
( x) +
2! 3! 4!
(III.2)
persamaan (III.2) :
f ( x + h ) − f ( x −h ) h2 h4 v
f ' ( x) = − f ' ' ' ( x) − f ( x ) +
2h 3! 5!
(III.3)
1
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
Persamaan (III.3) diatas bukanlah aproksimasi, tetapi ekspresi eksak dalam bentuk
deret Taylor dari turunan pertama. Bila kita mengabaikan semua suku selain suku
pertama, maka kita akan memperoleh persamaan berikut :
d f ( x + h) − f ( x − h )
f ' ( x) ≡ f ( x) ≅
dx 2h
(III.4)
f ( x + h) − 2 f ( x ) + f ( x − h) h 2 iv h4
f ' ' ( x) = − f ( x ) − f vi ( x) +
h2 12 360
(III.5)
Persamaan (III.5) diatas bukanlah aproksimasi, tetapi ekspresi eksak dalam bentuk
deret Taylor dari turunan kedua. Bila kita mengabaikan semua suku selain suku
pertama, maka kita akan memperoleh persamaan berikut :
d2 f ( x + h) − 2 f ( x ) + f ( x − h )
f ' ' ( x) ≡ 2
f ( x) ≅
dx h2
(III.6)
Persamaan (III.6) diatas adalah aproksimasi numerik untuk fungsi turunan kedua,
dan suku lain yang diabaikan dianggap sebagai suku error. Persamaan (III.4) dan
(III.6) diatas dikenal sebagai aproksimasi beda hingga[12] (finite difference).
2
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
v
1 ∂φg (r , t ) r vr v v v
− ∇ ⋅ Dg ( r ) ∇φ g ( r , t ) + Σtg ( r )φ g (r , t ) =
vg ∂t
(II.52)
G
v v χ G
v v
∑
g '=1
Σ sg ' g (r )φ g ' (r , t ) + g
keff
∑ vg 'Σ fg ' (r )φg ' (r , t )
g '=1
Bila kita meninjau teras pada keadaan tunak (steady state), maka variabel waktu
dapat diabaikan, dan dengan definisi bahwa material pada setiap region teras
adalah homogen, maka persamaan (II.52) akan berbentuk :
v v v v G v v χ v
− Dg ( r )∇ 2φ g ( r ) + Σtg ( r )φ g ( r ) = ∑ Σ sg' g ( r )φ g' ( r ) + g S ( r ) (III.7)
g '=1 keff
G
v v v
S (r ) = ∑ vg 'Σ fg ' g (r )φg ' (r ) (III.8)
g '=1
v v
Persamaan (III.7) diatas memiliki syarat batas φg (rS ) = S (rS ) = 0 , yaitu fluks dan
suku sumber pada permukaan teras reaktor harus bernilai nol.
3
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
Teras reaktor yang ditinjau memiliki geometri silinder dua dimensi R-Z, dimana
geometri ini selanjutnya dibuat menjadi diskrit dengan cara dibagi menjadi
beberapa partisi radial ∆r dan aksial ∆z . Dengan demikian, nilai fluks yang
didapatkan nanti tidaklah kontinyu di setiap bagian teras, melainkan berupa
distribusi diskrit di titik-titik tertentu.
∆z
∆r
(III.9)
(III.10)
Fluks tidaklah bergantung pada sudut azimut, maka dengan menggunakan prinsip
simetri, persamaan (III.10) menjadi lebih sederhana :
∂2 1 ∂ ∂2
∇2 = + + (III.11)
∂r 2 r ∂r ∂z 2
4
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
∂ 2φ g (r , z ) 1 ∂φg (r , z ) ∂2 φg (r , z ) Σtg (r , z ) φg (r , z )
+ + − =
∂ r2 r ∂r ∂ z2 Dg ( r, z)
(III.12)
1 G χg
− ∑ Σsg ' g (r , z )φ g ' ( r , z ) + S (r , z )
Dg ( r , z ) g '=1 keff
(III.13)
d2 f ( x + h) − 2 f ( x ) + f ( x − h) f − 2 f i + f i −1
f ( x) ≅ = i +1
dx 2
h 2
∆x 2
(III.14)
Dengan menggunakan persamaan (III.13) dan (III.14) diatas, serta definisi vektor
posisi pada persamaan (III.9), maka bentuk diskrit dari persamaan (III.12) adalah
sebagai berikut :
φg , i +1, j + φg , i −1, j
1 φ g , i +1, j − φg , i −1, j φg , i , j +1 + φg , i , j −1
+ + −
∆r 2 i ∆r 2 ∆r ∆z 2
(III.16)
Σtg , i , j 2 2 1 G χg
+ 2 + 2 φ g , i , j = −
∆z
∑ ( sg ' g ), i , j g ', i, j k i, j
Σ φ + S
Dg , i , j ∆r Dg , i , j g '=1 eff
5
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
Σtg , i , j 2 2 1 G χg n
+ 2 + 2 φ ng+,1i , j =
∆z
∑ ( sg ' g ), i , j g , i, j k n Si , j +
Σ φ n
+
Dg , i , j ∆r Dg , i , j g '=1 eff
(III.17)
φg , i +1, j + φg , i −1, j φg , i +1, j − φg , i −1, j φg , i , j +1 + φg , i , j −1
n n n n n n
+ +
∆r 2 i 2 ∆r 2 ∆z 2
+ + (III.18)
∆ r 2
i 2 ∆r 2
∆z 2
φ n +1
g ,i , j =
Σtg , i , j 2 2
+ 2 + 2
Dg , i , j ∆r ∆z
Perhatikan bahwa suku kedua pada ruas kiri persamaan (III.12) mengandung
(1/ r ) , maka pada r = 0 atau i = 0 suku ini akan bermasalah karena akan bernilai
tak hingga, sehingga persamaan (III.18) diatas hanya akan berlaku untuk nilai
r ≠ 0 atau i ≠ 0 .
6
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
2φg , 1, j φg , 0, j +1 + φ g , 0, j −1 Σtg , 0, j 4 2
2 + −
Dg
+ 2+ 2 φg , 0, j =
∆r 2
∆z 2
∆r ∆z
(III.23)
1 G χg
− ∑ Σ ( sg ' g ), 0, jφg ',0, j + S0, j
Dg , 0, j g '=1 keff
Σtg , 0, j 4 2 n +1 1 G χg n
+ 2 + φ g ,0, j = ∑ Σ( sg ' g ), 0, j φg ',0, j + n S0, j +
Dg , 0, j ∆ r ∆z2 Dg , 0, j g '=1 keff
(III.24)
4φgn, 1, j φgn, 0, j +1 + φgn, 0, j −1
+
∆r 2 ∆z2
Bila dilakukan iterasi terhadap persamaan diskrit (III.18) dan (III.25) diatas, maka
pada akhirnya akan tercapai keadaan konvergen numerik dengan akurasi atau orde
error tertentu, yaitu :
7
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
φ ng+,i1, j − φ ng ,i , j
< ε , untuk seluruh g , i , j (III.25a)
φ ng ,i , j
points sequence
Gambar (III.2) diatas adalah skema iterasi Jacobian, dimana nilai fluks pada tiap
layer dihitung hanya dengan menggunkan nilai fluks pada layer sebelumnya.
8
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
points sequence
untuk r = 0 :
1 G χ g n 4φgn, 1, j φgn, 0, j +1 + φgn,+0,1 j −1
∑ Σ( sg ' g ), 0, jφg ',0, j + n S0, j + +
Dg , 0, j g '=1 keff ∆r 2 ∆z 2 (III.27)
φ ng+,0,1 j =
Σtg , 0, j 4 2
+ 2+ 2
Dg , 0, j ∆r ∆z
Pada persamaan (III.26) dan (III.27) diatas, nilai konstanta grup atau cross section
merupakan fungsi posisi, yang dilambangkan dengan subskrip i dan j. Sebenarnya
nilai konstanta grup atau cross section bergantung pada jenis dan komposisi
material di titik tersebut, maka untuk lebih menyederhanakan bentuk persamaan,
subskrip ganda i dan j tersebut akan diganti dengan subskrip tunggal m, yang
menunjukan jenis material di titik i,j tersebut.
9
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
untuk r = 0 :
1 G χ g ,m n 4φgn, 1, j φgn, 0, j +1 + φgn,+0,1 j −1
∑ ( sg ' g ), m g ',0, j
Σ φ + S0, j + +
Dg , m g '=1 keffn ∆r 2 ∆z 2 (III.29)
φ ng+,0,1 j =
Σtg , m 4 2
+ 2+ 2
Dg , m ∆r ∆z
Pada persamaan (III.30) diatas, α adalah konstanta akselerasi SOR, yang nilainya
bersifat unik untuk setiap kasus/persamaan.
Pada persamaan (III.28) dan (III.29), subskrip g menunjukan index grup, dan
subskrip m menunjukan index jenis material, maka sekarang kita telah memiliki
satu set lengkap persamaan difusi yang mampu menangani teras reaktor dengan
spektrum energi neutron diskrit dan komposisi material heterogen, atau disebut
persamaan difusi multigrup-multiregion.
10
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
(II.48)
(III.34)
F ≡ production operator = vΣ f (III.35)
11
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
Solusi dari persamaan (III.36) diatas adalah nilai fluks yang baru, yaitu φi , j .
n +1
Selanjutnya nilai fluks yang baru ini digunakan untuk menghitung nilai source
yang baru :
Setelah nilai source yang baru diketahui, selanjutnya nilai k dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (III.33) :
1
Mφ n +1 ( r ) = n +1 Fφ n +1 ( r )
k
(III.38)
Vcore k Vcore
(III.39)
∫d r Fφn +1 ( r )
3
k n +1 = Vcore
3 n +1
(III.40)
∫ d r Mφ (r )
Vcore
∫d r S n +1 ( r ) ∫d r S n +1 ( r )
3 3
k n +1 = Vcore
=kn Vcore
3 n
1
∫d
3
r S n (r )
kn ∫ d r S (r )
Vcore
Vcore
(III.41)
Operasi integral S (r ) terhadap volume teras reaktor sebenarnya untuk
menghitung populasi source total di dalam teras reaktor. Karena S merupakan
fungsi posisi, maka untuk menghitungnya, akan lebih mudah bila kita
menggunakan Srata-rata yang kemudian dikalikan dengan volume teras reaktor :
12
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
∫d r S ( r ) = S AVE VCORE
3
Vcore
(III.42)
1 nr nz n +1 nr nz
∑∑S i, j
nr nz i =0 j =0
∑∑S
i =0 j =0
n +1
i, j
k n +1 = k n =kn (III.45)
1 nr nz n nr nz
∑∑S i, j
nr nz i =0 j =0
∑∑S
i =0 j =0
n
i, j
akan memiliki nilai dan distribusi fluks untuk setiap grup, yaitu φg ,i , j .
n +1
13
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
k n +1 − k n S ni ,+j1 − S ni , j
< ε1 dan < ε2 , untuk seluruh i,j
kn S ni , j
(III.47)
Dengan demikian, maka kita telah memiliki satu set persamaan lengkap untuk
mengerjakan iterasi luar, yaitu menghitung nilai dan distribusi source dan k.
14
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
15
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
File input pengendali program neutronik berada di dalam folder ”input”, dengan
nama ”neutronics.txt”, dan berikut ini adalah contohnya :
Keterangan :
• baris 04 : banyaknya grup energi neutron yang digunakan dalam
perhitungan
• baris 05 dan 06 : dimensi teras, yaitu diameter dan tingginya
• baris 07 : tingkat akurasi atau orde error yang akan digunakan dalam
perhitungan
• baris 08 : banyaknya iterasi maksimum pada tiap loop, untuk menghindari
error stack overflow, yaitu bila konvergensi numerik gagal tercapai
• baris 09 : banyaknya partisi pada arah r (radial)
• baris 10 : banyaknya partisi pada arah z (aksial)
• baris 11 : inisialisasi nilai fluks
• baris 12 : inisialisasi nilai source
• baris 13 : inisialisasi nilai k
• baris 14 : parameter akselerasi SOR
• baris 17 – 20 : banyaknya dan definisi jenis material penyusun teras
16
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
File peta komposisi material teras berada di dalam folder ”input”, dengan nama
”coremap1.txt”.
17
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
18 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3
19 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3
20 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
21 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
File output hasil perhitungan disimpan di dalam folder ”output”, terdiri dari
beberapa file, diantaranya adalah file yang menyimpan data nilai fluks dan source
di setiap partisi, dan file output umum yang bernama ”out.neutronics.txt”.
18
http://syeilendrapramuditya.wordpress.com
Data cross section untuk setiap jenis material disimpan dalam sebuah file tunggal,
yang namanya ditunjukan pada baris 18 – 20 tabel III.1. Pada bagian selanjutnya
akan dijelaskan mengenai data cross section tersebut secara lebih rinci.
19