Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
LAPORAN PENELITIAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JAMBI
DESEMBER, 2010
RINGKASAN
Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Hirarki Pusat
Pertumbuhan/Pelayanan terhadap Perubahan Struktur Penggunaan Lahan
di Provinsi Jambi
KATA PENGANTAR
Jambi,
Desember
2010
Ketua Peneliti
ii
DAFTAR ISI
halaman
i
ii
iii
iv
v
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I
II
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................ .......................................
1.2. Perumusan Masalah..............................................................................................
1
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori................... ......................................... ....................................... 3
2.2. Kerangka Pemikiran...................................................... ....................................... 9
2.3. Hipotesis...... ................................................................ ....................................... 11
17
23
31
34
iii
DAFTAR TABEL
Judul
Halaman
Tabel 5.1.
18
Tabel 5.2.
18
Tabel 5.3.
22
Tabel 5.4.
24
Tabel 5.5.
di
25
Tabel 5.6.
di
25
Tabel 5.7.
27
Tabel 5.8.
28
Tabel 5.9.
29
Tabel 5.10.
32
Tabel 5.11.
33
Tabel 5.12.
35
iv
DAFTAR GAMBAR
Judul
Gambar 2.1.
Halaman
11
Gambar 5.1.
21
BAB I.
PENDAHULUAN
Provinsi Jambi ?
2. Bagaimanakah struktur penggunaan lahan dan pola perubahannya di
Provinsi Jambi ?
3. Bagaimanakah hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan kabupaten/kota di
Provinsi Jambi?
4. Bagaimanakah keterkaitan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan
hirarki
pusat
perubahan struktur
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
tingkat
pertumbuhan
penduduk
sangat
berguna
untuk
memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara dimasa yang akan
datang. Diketahuinya jumlah penduduk yang akan datang, diketahui pula kebutuhan dasar penduduk, tidak hanya di bidang sosial dan ekonomi tetapi juga di
bidang politik misalnya mengenai jumlah pemilih untuk pemilu yang akan datang.
2.1.2. Hirarki Pusat Pertumbuhan
Salah satu model pengembangan wilayah yang erat kaitannya dengan
aspek tata ruang adalah konsep pusat-pusat pertumbuhan. Konsep ini didasarkan
kepada 2 (dua) hipotesa dasar, yaitu:
3
1.
2.
parameter: harga jual, biaya produksi dan biaya angkutan. Sehingga kalau
digunakan sebagai pedoman keputusan alokasi lahan memiliki beberapa
kelemahan. Salah satunya kelemahan asumsi pasar yang sempurna, baik untuk
input maupun output karena adanya spatial monopoli. Sistem satu pasar, dalam
arti semua komoditi dijual di pusat kota merupakan kelemahan lain, sebab secara
empirik ada beberapa komoditi yang dijual di pasar lain. Dernikian pula asumsi
homogenitas transportasi adalah jauh dari realitas. Akan tetapi terlepas dari
beberapa kelemahan diatas, model Von Thunen tersebut merupakan model awal
yang penting sebagai peletak dasar untuk membuat model tata guna lahan yang
lebih baik.
Sementara itu, teori yang dikemukakan oleh Alfred Wcber (Glasson,
1990) biasanya disebut sebagai teori biaya terkecil. Di dalam teori tersebut Weber
mengasumsikan: (1) bahwa daerah yang menjadi objek penelitian adalah daerah
yang terisolasi, konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Semua unit
perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna;
(2) semua sumberdaya alam tersedia secara tidak terbatas; (3) barang-barang
lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas
pada sejumlah tempat; (4) tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang
menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi. Menurut Weber ada tiga faktor
yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, biaya tenaga kerja
dan kekuatan aglomerasi. Biaya transportasi diasumsikan berbanding lurus
terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang, sehingga titik lokasi yang
membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan pengumpulan berbagai
input dan pendistribusian yang minimum.
Dipandang dari segi tata guna lahan, model Weber berguna untuk
merencanakan lokasi industri dalam rangka mensuplai pasar wilayah, pasar
nasional atau pasar dunia. Dalam model ini fungsi tujuan adalah meminimumkan
ongkos transportasi sebagai fungsi dad jarak dan berat barang yang harus
diangkut (input dan output). Kritikan terhadap model ini terutama pada asumsi
biaya
transportasi
dan
biaya
produksi
yang
bersifat
konstan,
tidak
Lokasi Utama
Jarak (km)
Sumber: Anwar, 1993
Keterangan:
1.
2.
Kawasan Industri
3.
Kawasan Perumahan
4.
Wilayah Pertanian
Selanjutnya pusat pertumbuhan dapat diurutkan tingkat hirarkhinya berdasarkan kemampuan dalam menyediakan fasilitas pelayanan. Hirarkhi pusat
pertumbuhan dihasilkan oleh hubungan antara ukuran dan fungsi pusat
pertumbuhan serta jarak inter-urban. Distribusi spatial yang berkaitan dengan
penggunaan lahan dan persebaran penduduk antara lain dipengaruhi oleh struktur
jaringan transportasi.
Teori pusat pertumbuhan, ini dapat diterapkan untuk menjelaskan interaksi
antara pusat pertumbuhan dengan hinterland-nya atau menerangkan saling keterkaitan antar daerah dalam suatu hirarki wilayah. Proses interaksi dan saling
keterkaitan dapat terjadi secara langsung tanpa perantaraan pusat atau wilayah
yang lain maupun secara tidak langsung, yaitu melalui perantaraan pusat atau
wilayah lain. Proses tersebut diasumsikan dilakukan melalui jarak terpendek.
Dengan demikian, jarak merupakan faktor kunci bagi teori pusat pertumbuhan.
Pusat pertumbuhan, dianggap sebagai pusat pelayanan akan berpengaruh
terhadap daerah belakangnya, dan diperkirakan faktor jarak dari pusat pelayanan
akan berpengaruh terhadap pola penggunaan lahan. Penggunaan lahan di pusat
pertumbuhan cenderung memiliki intensitas yang lebih tinggi, dibandingkan
dengan lokasi yang jauh dari pusat pertumbuhan. Artinya, intensitas penggunaan
lahan akan berbanding terbalik dengan jaraknya terhadap pusat pertumbuhan.
Disini, penggunaan lahan sargat menentukan cara-cara masyarakat berfungsi, hal
ini dapat dipahami mengingat lahan adalah matrik dasar kehidupan dan
pembangunan. Hampir semua aspek kehidupan dan pembangunan, baik langsung
maupun tidak langsung berkaitan dengan permasalahan lahan. Dengan demikian,
pola penggunaan lahan merupakan pencerminan dari budaya, tingkat hidup dan
corak kehidupan dari masyarakat. Oleh karena budaya, tingkat hidup dan corak
kehidupan dari masyarakat bersifat dinamis yang orientasinya selalu berubah
setiap saat sejalan dengan pertambahan penduduk dan dinarnika pembangunan,
dengan demikian maka pola penggunaan lahan juga bersifat dinamis.
Fenomena tersebut pada gilirannya akan berakibat pada perubahan mutu
lingkungan hidup dan peningkatan nilai lahan. Bahkan dalam kerangka yang lebih
luas, fenomena pemanfaatan lahan maupun alih guna lahan akan memberikan
10
Aktivitas Sosial
Ekonomi
Hirarki Pusat
Pertumbuhan/
Pelayanan
Aksesibilitas
Aktivitas Sosial
Ekonomi
Kualitas
Lingkungan
Perubahan Pola
Penggunaan
Lahan
2.3. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut: "Ada hubungan antara pertumbuhan penduduk berdasarkan hirarki pusat
pertumbuhan dengan pola perubahan struktur penggunaan lahan di wilayah
Provinsi Jambi"
11
BAB III.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
12
BAB IV.
METODE PENELITIAN
(log( Pt / Po )) log e
t
Dirnana:
r = tingkat pertumbuhan penduduk tahunan
13
perpenduduk
Menghitung IPP berdasarkan wilayah yaitu ratio sarana per luas wilayah
kabupaten/kota dibagi dengan ratio sarana-prasarana perluas wilayah Provinsi
terhadap masing-masing unit sarana dan prasarana
tahun yang berbeda yaitu tahun 2001 dan 2008. Selanjutnya untuk mengetahui
sarana dan prasarana yang berpengaruh sebagai penentu perkembangan wilayah
pada masing-masing daerah kabupaten/kota akan dilakukan melalui Analisis
Komponen Utama (Principal Components Analysis).
Analisis komponen utama merupakan analisis data yang dilakukan dengan
tujuan untuk menyederhanakan peubah yang diamati dengan menyusutkan atau
mereduksi dimensinya (Gasperzs, 1992). Reduksi dimensi dilakukan dengan
menghilangkan korelasi antar peubah melalui transformasi peubah-peubah asal ke
peubah-peubah baru yang tidak saling berkorelasi. Peubah baru (y) disebut
sebagai komponen utama yang merupakan basil transformasi dari peubah asal x.
14
Y 11 Y 12 ... Y 1 p X 11 X 12 ... X 1 p a1
Y 21 Y 22 ... Y 2 p X 21 X 22 ... X 2 p a 2
Yn1 Yn 2 ... Ynp Xn1 Xn 2 ... Xnp a3
Dimana:
sampel i = 1,2,3,...,n
variabel asal j = 1 ,2,3,...,p
a diperoleh dengan cara : max a'X'Xa' = Y'Y
dengan kendala a'a = 1
sehingga diperoleh persamaan akar ciri sebagai berikut: X'Xa = a, dimana
a = vektor ciri (eigen vektor) dan X = akar ciri (eigen value).
Vektor pembobot aj merupakan pembobot peubah asal bagi komponen utama ke-j
Selanjutnya untuk mendapatkan hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan
kabupaten/kota di Provinsi Jambi digunakan nilai skor baku dari masing-masing
komponen faktor utama yang memiliki akar ciri > 1.
c. Penggunaan Lahan
Untuk mengetahui pola penggunaan lahan, data dasar yang digunakan
adalah data luas lahan dari tiap jenis penggunaan lahan di tiap kabupaten/kota.
Analisis data akan dilakukan melalui penghitungan nilai LQ (Location Quotient)
penggunaan lahan pada dua titik waktu. Selanjutnya nilai LQ penggunaan lahan
tersebut akan dianalisis melalui Analisis Komponen Utama.
Selanjutnya untuk mendapatkan posisi pangsa relatif jenis penggunaan
lahan dalam komponen faktor utama antara kabupaten/kota di Provinsi Jambi
15
digunakan nilai skor baku masing-masing komponen faktor utama yang memiliki
akar ciri > 1.
d. Analisis Korelasi Pertumbuhan Penduduk dengan Pola Penggunaan Lahan
Analisis korelasi dilakukan terhadap pertumbuhan penduduk dengan nilai
skor baku dari peubah-peubah sarana prasarana (pusat perturnbuhan/pelayanan)
dan penggunaan lahan. Untuk menguji nilai korelasi antara dua peubah X dan Y
tersebut akan dilakukan melalui uji-t, dengan membandingkan nilai t hasil
perhitungan dengan nilai t-tabel pada taraf nyata yang dibutuhkan.
Selanjutnya, jika terdapat lebih dari satu hubungan dengan korelasi yang
signifikan dari variabel-variabel yang dianalisis, akan dilanjutkan dengan analisis
jalur (path analysis) dengan memanfaatkan informasi hubungan-hubungan yang
signifikan secara statistik pada pengujian korelasi sebelumnya. Pengembangan
model aliran kausal satu arah ini juga didasarkan pada kerangka pemikiran bahwa
pertumbuhan penduduk di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap hirarki pusat
pertumbuhan, dan selanjutnya akan mempengaruhi struktur penggunaan lahan.
Sistem aliran satu arah ini juga dapat secara langsung terjadi antara pertumbuhan
penduduk terhadap struktur penggunaan lahan.
16
BAB V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
Tabel 5.1.
Kabupaten/Kota
2001
2008
Pertumbuhan
(%/tahun)
Kerinci
295,951
310,093
0.67
Merangin
258,125
286,578
1.49
Sarolangun
182,117
214,036
2.31
Batang Hari
194,251
219,181
1.72
Muaro Jambi
235,940
310,676
3.93
191,844
211,789
1.41
211,952
250,746
2.40
Tebo
225,739
253,373
1.65
Bungo
219,834
264,389
2.64
Kota Jambi
423,891
467,408
1.40
2,439,644
2,788,269
1.91
Provinsi Jambi
Selanjutnya untuk menggambarkan keadaan penduduk, salah satu karakteristik utama yang umum dianalisis adalah umur. Distribusi umur penduduk pada
kenyataannya sering menggambarkan riwayat fertilitas (kelahiran), mortalitas
(kematian) dan rata-rata umur penduduk. Selain itu dapat juga merefleksikan
beban ketergantungan sekelompok umur tertentu terhadap kelompok umur
lainnya, dalam hal ini beban tanggungan usia muda (0 14 Tahun) dan beban
tanggungan usia tua (65+ Tahun) terhadap usia produktif (15 64 Tahun).
Tabel 5.2. Distribusi Penduduk Provinsi Jambi Menurut Kelompok Umur
Tahun 2001-2008
Kelompok
Umur
0-14
15 64
65+
Jumlah
Beban
Ketergantungan
2001
Jumlah
%
2008
Jumlah
Pertumbuhan
(% /Tahun)
795,325
32.60
836,138
29.99
0.71
1,572,073
64.44
1,856,812
66.59
2.38
72,246
2.96
95,319
3.42
3.96
2,439,644
100.00
2,788,269
100.00
1.91
55
50
persen, tetapi proporsi penduduk usia 65 tahun keatas masih dibawah 10 persen
(3,42 persen). Namun demikian, dengan mengamati perkembangan data selama
Tahun 2001-2008, diperkirakan dalam jangka waktu kurang dari 10 tahun
kedepan, struktur umur penduduk akan mencapai kategori struktur umur tua.
Selama periode Tahun 20012008 terlihat kecenderungan semakin berkurangnya
proporsi penduduk usia dibawah 15 tahun (0-14 tahun) yang diikuti dengan
peningkatan yang pesat dari jumlah dan proporsi penduduk umur 65 tahun ke
atas.
Transisi struktur usia ini berdampak pada perubahan beban ketergantungan
penduduk Provinsi Jambi. Dari Tabel 5.2. terlihat bahwa selama periode Tahun
2001-2008, beban ketergantungan penduduk telah mengalami penurunan dari
angka 55 menjadi 50. Artinya, jika pada Tahun 2001 untuk 100 orang penduduk
usia produktif harus menanggung sebanyak 55 orang penduduk belum/tidak
produktif, maka pada Tahun 2008 untuk 100 orang penduduk usia produktif hanya
menanggung 50 orang penduduk belum/tidak produktif.
Terjadinya transisi struktur umur dari struktur umur muda ke struktur
umur tua ini disebabkan transisi fertilitas dan mortalitas yang terjadi di Provinsi
Jambi. Penurunan penduduk umur 0-14 Tahun ini merupakan dampak program
keluarga berencana yang telah berhasil menurunkan angka kelahiran (fertilitas)
19
mengakibatkan
peningkatan
jumlah
penduduk muda
yang telah
20
(1) Expansive, jika sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur
termuda. Bentuk piramidanya melebar kebawah dan semakin keatas
semakin menyempit;
(2) Constrictive, jika penduduk yang berada pada kelompok umur
termuda jumlahnya sedikit, pada umur pertengahan lebih banyak dan
semakin sedikit pada umur-umur diatasnya. Bentuk piramidanya
menyempit pada bagian bawah, melebar bagian tengah dan kembali
menyempit pada bagian-bagian ke atasnya;
(3) Stationary, jika banyaknya penduduk dalam tiap kelompok umur
hampir sama banyaknya, kecuali pada kelompok umur tertentu.
Bentuk piramidanya lebih lurus dan hanya menyempit pada bagian
puncaknya.
Gambar 5.1.
21
Hal yang perlu diwaspadai dalam bentuk piramida ini adalah akan adanya
ledakan penduduk pada periode-periode mendatang terutama jika program
keluarga berencana tidak terus diintensifkan dalam rangka penurunan angka
kelahiran. Hal ini disebabkan, meskipun angka kelahiran telah rendah pada
periode-periode 15 tahun sebelumnya (yang ditunjukkan oleh sedikitnya jumlah
penduduk umur muda 014 tahun), namun jumlah penduduk pada kelompok umur
diatasnya terutama 1529 tahun khususnya kelompok perempuan masih relatif
tinggi. Penduduk perempuan pada kelompok umur ini termasuk kelompok usia
subur, yang berpotensi meningkatkan total kelahiran dan pertumbuhan penduduk.
Selanjutnya, dari aspek keruangan, terdapat ketimpangan kepadatan
penduduk antar kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Secara keseluruhan, tingkat
kepadatan penduduk di Provinsi Jambi adalah 52,2 jiwa per km2.
Namun
Luas Wilayah
Penduduk
Kepadatan
Kerinci
4200
310,093
73.8
Merangin
6380
286,578
44.9
Sarolangun
7820
214,036
27.4
Batang Hari
4983
219,181
44.0
Muaro Jambi
6147
310,676
50.5
5330
211,789
39.7
4870
250,746
51.5
Tebo
6340
253,373
40.0
Bungo
7160
264,389
36.9
205
467,408
2280.0
53435
2,788,269
52.2
Kota Jambi
Provinsi Jambi
Oleh
23
Tabel 5.4.
Penggunaan
2001
2007
Perubahan
Sawah
4.57
3.47
-1.11
Bangunan
6.94
9.72
2.78
Tegal/Huma/Ladang
25.61
19.07
-6.54
13.65
23.78
10.14
0.19
0.34
0.15
Tanaman kayu-kayuan
12.15
19.23
7.08
Hutan negara
36.89
24.39
-12.50
100.00
100.00
Tambak/Kolam/Empang
Jumlah
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa pada kondisi tahun 2008, hampir
seperempat bagian (24,39 persen) lahan di Provinsi Jambi merupakan hutan
negara. Di tempat kedua dengan proporsi penggunaan terbesar adalah untuk
padang rumput/sementara tidak diusahakan, diikuti oleh penggunaan untuk
tanaman kayu-kayuan, penggunaan untuk tegal/huma/ladang, penggunaan untuk
bangunan,
penggunaan
untuk
sawah
dan
penggunaan
untuk
tambak/kolam/empang.
Selama periode 2001 - 2008 telah terjadi pergeseran struktur penggunaan
lahan di Propinsi Jambi. Terdapat lahan yang mengalami pengurangan/penciutan,
dengan urutan terbesar adalah penggunaan untuk hutan negara sebesar 12,50
persen diikuti oleh penggunaan untuk tegal/huma/ladang sebesar 6,54 persen dan
penggunaan untuk sawah sebesar 1,11 persen. Sebaliknya, terdapat lahan yang
mengalami peningkatan luasan secara proporsi, dengan urutan terbesar adalah
penggunaan lahan untuk padang rumput/sementara tidak diusahakan, diikuti oleh
penggunaan untuk tanaman kayu-kayuan, penggunaan untuk bangunan dan
penggunaan untuk tambak/kolam/empang.
Selanjutnya, secara terperinci struktur penggunaan lahan untuk masingmasing kabupaten/kota dalam Provinsi Jambi pada tahun 2001, tahun 2008 dan
perubahannya dalam periode tersebut, diberikan pada tiga tabel berikut:
24
Tabel 5.5.
Kabupaten/
Kota
Kerinci
Merangin
Sarolangun
Batanghari
Muaro Jambi
Tanjab Timur
Tanjab Barat
Tebo
Bungo
Kota Jambi
5.63
6.53
7.53
7.72
4.80
3.20
12.30
48.09
15.88
20.60
25.60
10.50
37.55
27.94
40.04
29.48
33.84
5.82
18.99
29.26
4.71
5.31
7.43
11.99
0.10
0.14
0.50
0.26
0.32
0.06
0.11
1.39
8.66
24.30
13.47
17.44
1.92
4.43
7.30
1.35
34.59
39.01
31.16
18.28
42.12
57.66
29.54
0.00
Tabel 5.6.
Kabupaten/
Kota
Kerinci
Merangin
Sarolangun
Batanghari
Muaro Jambi
Tanjab Timur
Tanjab Barat
Tebo
Bungo
Kota Jambi
Keterangan:
20.06
4.93
7.74
16.97
11.81
3.30
3.76
55.08
15.24
30.07
15.14
15.30
22.26
7.56
18.11
24.08
18.74
12.07
37.43
34.06
16.47
21.44
43.79
5.43
0.13
0.07
0.67
1.69
0.46
0.05
0.10
1.30
12.17
22.44
9.06
7.24
31.94
33.65
22.77
6.44
32.63
26.93
26.34
11.03
12.45
32.47
10.10
0.00
25
untuk
penggunaan
padang
rumput/sementara
tidak
26
Sebaliknya
penggunaan
untuk
tegal/huma/ladang
memperlihatkan
penurunan hampir pada semua daerah kecuali Kabupaten Batang Hari dan
Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang memperlihatkan peningkatan. Penurunan
terbesar terjadi di Kabupaten Bungo, diikuti oleh Kabupaten Tebo dan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat. Sedangkan penurunan terkecil ada di Kabupaten
Sarolangun.
Fenomena yang sama juga terjadi pada penggunaan lahan untuk hutan
negara. Hampir semua daerah mengalami penurunan kecuali Kabupaten Kerinci
yang menujukkan peningkatan luasan lahan hutan negara. Pengurangan hutan
negara dengan proporsi yang terbesar terjadi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Pada tahun 2001, sebanyak 42,12 persen wilayah ini merupakan hutan negara,
menjadi hanya 12,45 persen pada tahun 2008, atau mengalami penciutan 29,67
persen dari total luas wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Di tempat kedua
dengan pengurangan proporsi penggunaan terbesar adalah Kabupaten Tebo (25,19
persen), diikuti oleh Kabupaten Bungo (19,44 persen), Kabupaten Batang Hari
(12,08 persen), Kabupaten Merangin (9,73 persen), Kabupaten Tanjung Jabung
Timur (7,25 persen), dan Kabupaten Sarolangun (1,96 persen).
Tabel 5.7.
Kabupaten/
Kota
Kerinci
Merangin
Sarolangun
Batanghari
Muaro Jambi
Tanjab Timur
Tanjab Barat
Tebo
Bungo
Kota Jambi
14.42
-1.59
0.21
9.26
7.01
0.09
-8.53
6.99
-0.64
9.48
-10.46
4.79
-15.29
-20.38
-21.94
-5.40
-15.10
6.25
18.43
4.80
11.75
16.13
36.36
-6.56
0.03
-0.07
0.18
1.43
0.14
-0.02
0.00
-0.09
3.50
-1.86
-4.41
-10.20
30.02
29.21
15.46
5.09
-1.96
-12.08
-4.82
-7.25
-29.67
-25.19
-19.44
0.00
Jenis Penggunaan
Sawah
Bangunan
Tegal/Huma/Ladang
Padang rumput/sementara tdk diusahakan
Kolam/Tambak/Empang
Tanaman kayu-kayuan
Hutan negara
Initial Eigenvalues
Total
% of Variance
Cumulative %
3.02
43.12
43.12
1.88
26.78
69.91
3.02
43.10
43.10
1.88
26.81
69.91
28
komponen
faktor
utama
L2
penggunaan
lahan
untuk
Kabupaten/Kota
Kerinci
Merangin
Sarolangun
Batanghari
Muaro Jambi
Tanjabtim
Tanjabbar
Tebo
Bungo
Kota Jambi
L1
2001
-0.8344
-0.4872
-0.2882
-0.7681
0.0136
0.5745
0.1059
-0.7773
-0.0672
2.7120
L2
2008
-0.9027
-0.3678
-0.4416
-0.6236
0.0259
1.6379
-0.0726
-1.0789
-0.2657
1.9055
2001
-0.3838
-0.0056
1.4949
0.3565
0.4051
2.3331
-1.2385
-0.8784
-1.1767
-0.6276
2008
-1.1846
-0.5780
-0.1445
-0.9570
0.5814
0.8697
0.0743
1.0715
0.9628
-0.9748
29
Pada tahun 2008, wilayah yang mempunyai skor baku L1 yang positif
adalah Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Jabung Timur dan
Kota Jambi, dengan nilai skor tertinggi adalah untuk Kota Jambi. Ini
menunjukkan bahwa pengunaan lahan untuk sawah, bangunan, kolam/tambak/
empang, tanaman kayu-kayuan dan hutan negara (kecuali Kota Jambi yang tidak
memiliki hutan negara) memiliki pangsa relatif yang lebih tinggi di
kabupaten/kota ini dibandingkan kabupaten lainnya. Namun demikian, karena
korelasi tanaman kayu-kayuan dan hutan negara bernilai negatif (lihat tabel 5.8),
maka
peningkatan
luasan
lahan
untuk
sawah,
bangunan
serta
kolam/tambak/empang akan cenderung mengurangi luasan lahan tanaman kayukayuan dan hutan negara di wilayah ini.
Selanjutnya berdasarkan perkembangan tahun 2001 - 2008, terlihat
dominasi penggunan lahan untuk kelompok L1 tersebut semakin meningkat pada
Kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur (yang ditunjukkan oleh
peningkatan nilai skor baku). Tetapi untuk Kota Jambi menunjukkan penurunan
dominasi (yang ditunjukkan oleh penurunan nilai skor baku)
Pada tahun 2008, wilayah yang mempunyai skor baku negatif adalah
Kabupaten Kerinci, Merangin, Sarolangun, Batang Hari, Tanjung Jabung Barat,
Tebo dan Bungo. Kecuali Kabupaten Tanjung Jabung Barat, keseluruhan daerah
tersebut pada tahun 2001 juga menunjukkan skor baku yang negatif.
Selanjutnya, dari analisis skor baku nilai L2, menunjukkan bahwa dari
10 kabupaten/kota di Provinsi Jambi, separuhnya memiliki skor baku positif yaitu
Kabupaten Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Tebo
dan Bungo. Ini menunjukkan bahwa pangsa relatif penggunaan lahan untuk
tegal/huma/ladang serta padang rumput/sementara tidak digunakan lebih tinggi di
daerah-daerah ini dibandingkan daerah-daerah lainnya.
Selanjutnya berdasarkan perkembangan tahun 2001 - 2008, terlihat
dominasi penggunan lahan untuk kelompok L2 tersebut semakin meningkat pada
Kabupaten Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tebo dan Bungo. Bahkan untuk
tiga kabupaten terakhir, nilai skor bakunya sempat mengalami nilai negatif pada
tahun 2001 dan mengalami peningkatan yang pesat menjadi bernilai positif pada
tahun 2008. Sebaliknya Kabupaten Tanjung Jabung Timur meskipun memiliki
30
nilai skor baku positif, tetapi jika dibandingkan keadaan tahun 2001,
menunjukkan penurunan dominasi penggunaan lahan untuk kelompok L2
tersebut.
Pada tahun 2008, wilayah yang mempunyai skor baku L2 yang negatif
adalah Kabupaten Kerinci, Merangin, Sarolangun, Batang Hari dan Kota Jambi.
Kabupaten Kerinci, Merangin dan Kota Jambi menunjukkan peningkatan nilai
negatif dibandingkan keadaan tahun 2001. Kabupaten Sarolangun dan Batang
Hari bahkan pada tahun 2001 memiliki nilai skor baku positif menjadi negatif
pada tahun 2008.
5.3. Hirarki Pusat Pertumbuhan
Sistem hirarki pusat-pusat perturnbuhan/pelayanan merupakan suatu
susunan hirarki yang berjenjang atau teratur yang merupakan tempat
berkumpulnya penduduk, pusat-pusat kegiatan sosial ekonumi yang dapat
berfungsi sehagai pusat produksi untuk melayani wilayah sekitarnya dimana
antara masing-masing pusat pengembangan yang berjenjang tersebut terdapat
kegiatan yang saling menunjang. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam
analisis perkembangan hirarki pusat-pusat pertumbuhan/pelayanan di wilayah
Provinsi Jambi, dapat diketahui dari nilai indeks pusat pelayanan (IPP) pada
dua titik waktu, yaitu tahun 2001 dan 2008.
Terdapat
11
indikator sarana-prasarana
Tabel 5.10.
No.
Sarana Prasarana
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
TK
SD
SLTP
SLTA
Puskesmas + Puskesmas Pembantu
Klinik KB
Kapasitas Terpasang Listrik
Panjang Jalan Beraspal
Jumlah kamar hotel
Jumlah Koperasi
Jumlah Bank Umum
Initial Eigenvalues
Total
% of Variance
Cumulative %
Factor Loading
0.9962
0.9964
0.9968
0.9059
0.9961
0.9982
0.9126
0.9034
0.9980
0.9931
0.9976
10.41
94.68
94.68
Selanjutnya dari analisis skor baku menunjukkan bahwa hanya Kota Jambi
yang memiliki nilai skor baku positif, sedangkan sembilan daerah lainnya
keseluruhannya memiliki nilai skor baku negatif. Fakta ini menunjukkan dominasi
yang sangat tinggi dari Kota Jambi sebagai pusat pelayanan di Provinsi Jambi,
sementara daerah-daerah yang lainnya relatif kurang menonjol dalam konteks
32
penyediaan sarana dan prasarana pelayanan tersebut. Fakta ini juga menjadi faktor
yang menyebabkan tidak terdapatnya pengelompokan yang sesuai dengan sifat
pelayanan tertentu.
Mengingat tidak terpolanya wilayah-wilayah dalam pada pusat pelayanan
dengan fungsi pelayanan tertentu, maka skor baku yang diperoleh dari analisis ini
sekaligus menentukan hirarki pusat pertumbuhan kabupaten/kota di Provinsi
Jambi. Hirarki pusat pertumbuhan di Provinsi Jambi berdasarkan nilai skor baku
ini diberikan pada tabel berikut:
Tabel 5.11.
Kabupaten/Kota
Kerinci
Merangin
Sarolangun
Batanghari
Muaro Jambi
Tanjabtim
Tanjabbar
Tebo
Bungo
Kota Jambi
Skor Baku
2001
2008
-0.2529
-0.2913
-0.3137
-0.2880
-0.3654
-0.3347
-0.2328
-0.2406
-0.2524
-0.3770
-0.4720
-0.4322
-0.3045
-0.3319
-0.3942
-0.3629
-0.2798
-0.3094
2.8656
2.9700
Peringkat
2001
2008
4
4
7
3
8
7
2
2
3
9
10
10
6
6
9
8
5
5
1
1
Pada tahun 2008, Kota Jambi sebagai ibukota Provinsi Jambi merupakan
wilayah yang berhirarki tertinggi, diikuti di tempat kedua oleh Kabupaten Batang
Hari. Kedua wilayah ini juga menempati posisi yang sama pada tahun 2001.
Meskipun demikian, jika dilihat perubahan skor nilai bakunya antara tahun 2001
dan 2008 memperlihatkan terjadinya penurunan nilai skor baku untuk Kabupaten
Batang Hari. Penurunan nilai skor baku di Kabupaten Batang Hari menunjukkan
relatif rendahnya kemampuan wilayah ini dalam menyediakan sarana prasarana
dalam mengantisipasi perkembangan aktivitas sosial-ekonomi dan pertambahan
jumlah penduduknya, dibandingkan rata-rata kemampuan wilayah lainnya dalam
Provinsi Jambi.
Pada posisi ketiga sebagai wilayah dengan hirarki pusat pertumbuhan/
pelayanan
34
Tabel 5.12.
Komponen
L1
-0.23
-0.23
L1
-0.06
L2
-0.06
0.50
0.65*
-0.42
0.65*
0.01
L2
0.50
-0.42
0.01
Keterangan: * Korelasi signifikan pada tingkat signifikansi 5 % (one tail test)
Dari matriks korelasi tersebut terlihat bahwa hanya satu hubungan yang
memiliki korelasi signifikan yaitu antara S dan L1. Komponen S adalah hirarki
pusat pertumbuhan/pelayanan sedangkan komponen L1 adalah penggunaan lahan
untuk sawah, bangunan, kolam/tambak/empang, tanaman kayu-kayuan dan hutan
negara. Ini menunjukkan bahwa perubahan dalam hirarki pertumbuhan/pelayanan
atau peningkatan dalam sarana prasarana pelayanan akan merubah struktur
penggunaan lahan pada kelompok ini.
Matrik korelasi tersebut juga memperlihatkan tidak adanya keterkaitan
yang
nyata
antara
pertumbuhan
penduduk
(P)
dengan
hirarki
pusat
penduduk
dengan
hirarki
pusat
pertumbuhan/pelayanan
35
BAB VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diberikan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat pertumbuhan penduduk Provinsi Jambi pada periode 2001 2008
adalah sebesar 1,91 persen pertahun. Pertumbuhan penduduk ini bervariasi
antar kabupaten/kota dengan pertumbuhan tertinggi untuk Kabupaten Muaro
Jambi sebesar 3,93 persen pertahun dan yang terendah Kabupaten Kerinci
sebesar 0,67 persen pertahun.
2. Selama periode 2001 - 2008 telah terjadi pergeseran struktur penggunaan
lahan di Provinsi Jambi. Lahan yang mengalami penguranganrpenciutan
adalah penggunaan untuk hutan negara, tegal/ladanghuma dan untuk sawah.
Penciutan lahan untuk jenis penggunaan ini diikuti oleh peningkatan luasan
lahan untuk jenis penggunaan bangunan, padang rumput/sementara tidak
diusahakan, tambak/kolam/empang dan tanaman kayu-kayuan.
3. Berdasarkan analisis hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan menunjukkan
bahwa di Provinsi Jambi tidak terdapat wilayah-wilayah yang memiliki
karakteristik khusus yang menonjol sebagai pusat pelayanan dalarn fungsi
pelayanan tertentu. Hal ini terlihat dari tidak mengelompoknya indikatorindikator sarana-prasarana sesuai dengan fungsi pelayanannya. Selain itu
dominasi Kota Jambi sangat tinggi sebagai pusat pelayanan di Provinsi Jambi,
sementara daerah-daerah yang lainnya relatif kurang menonjol.
4. Selama periode 2001 - 2008, hirarki pusat pertumbuhan/pelayanan di wilayah
Propinsi Jambi hampir tidak mengalami perubahan yang berarti. Kota Jambi
dan Kabupaten Batanghari tetap menjadi wilayah dengan hirarki tertinggi,
sedangkan Kabupaten Tanjung Jabung Timur menjadi wilayah dengan hirarki
terendah.
5. Berdasarkan analisis korelasi dan analisis jalur didapatkan bahwa tidak
adanya keterkaitan yang nyata antara pertumbuhan penduduk dengan hirarki
pusat pelayanan/pertumbuhan. Temuan ini sebenarnya sejalan dengan
36
6.2. Saran-Saran
1. Dalam kerangka pemerataan pembangunan dan pengembangan wilayah, perlu
dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan/pelayanan pada daerah-daerah di
Provinsi Jambi selain Kota Jambi.
2. Perlunya perhatian lebih pada wilayah-wilayah yang terindikasi mengalami
penurunan kemampuan dalam penyediaan sarana prasarana pelayanan dalam
mendukung perkembangan aktivitas ekonomi dan pertambahan penduduk.
3. Meskipun saat ini belum terlihat indikasi nyata perubahan struktur
penggunaan lahan akibat pertumbuhan penduduk, tetapi ke depan, fenomena
ini perlu diwaspadai, terutama ketika kepadatan penduduk Provinsi Jambi
sudah relatif tinggi.
37
REFERENCES
38