Вы находитесь на странице: 1из 93

Pemicu 2

Izka P Rahmania
405100271

UU REPUBLIK INDONESIA NO. 36


AHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

I Ketentuan Umum
Bab
II Maksud dan Tujuan
Bab
III Hak dan Kewajiban
Bab
IV Tanggung Jawab Pemerintah
Bab
V Sumber daya Bidang Kesehatan
Bab
VI Upaya Kesehatan
Bab
VII Kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, Lanjut
Bab
Usia dan Penyandang Cacat
Bab VIII Gizi
Bab IX Kesehatan Jiwa
Bab XXII Penutup
Bab X Penyakit Menular dan tidak menular
Bab XI Kesehatan lingkungan
Bab XII Kesehatan Kerja

XIII Pengelolaan Kesehatan


Bab

Bab XIV Informasi Kesehatan

Bab
XV Pembiayaan Kesehatan
Bab
XVI Peran serta Masyarakat
Bab
XVII Badan Pertimbangan Kesehatan
Bab
XVIII Pembinaan dan Pengawasan

Bab XIX Penyidikan

Bab XX Ketentuan Pidana

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
BAGIAN KESATU
HAK

Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.

Pasal 5
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan b
dirinya.

Pasal 6
etiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang
ehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

Pasal 7
etiap orang berhak untuk mendapatkan informasi
an edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan
ertanggung jawab.

Pasal 8
etiap orang berhak memperoleh informasi tentan
ata kesehatan dirinya termasuk tindakan dan
engobatan yang telah maupun yang akan
terimanya dari tenaga kesehatan.

BAGIAN KEDUA
KEWAJIBAN

Pasal 9
. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan,
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehata
masyarakat yang setinggi-tingginya
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan
perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan
pembangunan berwawasan kesehatan.

Pasal 10
tiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain
am upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fis
logi, maupun sosial.

Pasal 11
tiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk
ewujudkan, mempertahankan, dan memajukan
sehatan yang setinggi-tingginya.

Pasal 12
tiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan
rajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung
wabnya.

Pasal 13
Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program
jaminan kesehatan sosial
Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)diatur sesuai dengan ketentua
peraturan perundang-undangan

BAB V
UMBER DAYA DI BIDANG KESEHATA
Pasal 22

. Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.

. Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 23
Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga

Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilarang mengutamakan kepentingan
yang bernilai materi.
Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 24
Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ha
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosed
operasional.
Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaima
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan,
standar pelayanan, dan standar prosedur operasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peratura
Menteri.

Pasal 27

Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan


pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai denga
profesinya.
Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajib
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki.
Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dala
Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib melakuka
pemeriksaan kesehatan atas permintaan penegak hukum
dengan biaya ditanggung oleh negara.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarka
pada kompetensi dan kewenangan sesuai dengan bidang
keilmuan yang dimiliki.

sal 29
lam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dala
enjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan
lebih dahulu melalui mediasi.

Bagian Kedua
Fasilitas Pelayanan Kesehatan

sal 30
pelayanan
a. pelayanan
kesehatan
perseorangan;
danjenis pelayananny
Fasilitas
kesehatan,
menurut
b.atas:
kesehatan masyarakat.
terdiripelayanan
Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pad
ayat (1) meliputi:
pelayanan
a.
kesehatan tingkat pertama;
pelayanan
b.
kesehatan tingkat kedua; dan
pelayanan
c.
kesehatan tingkat ketiga.

Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak Pemerintah,
pemerintah daerah, dan swasta.
Ketentuan persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan yang
berlaku.
5. Ketentuan perizinan fasilitas pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

Pasal 31
Fasilitas pelayanan kesehatan wajib:
memberikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitian
dan pengembangan di bidang kesehatan; dan
mengirimkan laporan hasil penelitian dan pengembanga
kepada pemerintah daerah atau Menteri.

Pasal 32
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehata
baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa
pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehata
baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak
pasien dan/atau meminta uang muka.

Pasal 33
Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi
manajemen kesehatan masyarakat yang dibutuhkan.
Kompetensi manajemen kesehatan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 34
. Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas
pelayanan kesehatan perseorangan harus
memiliki kompetensi manajemen kesehatan
perseorangan yang
dibutuhkan.
Penyelenggara
fasilitas
pelayanan kesehatan
dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan
yang tidak memiliki kualifikasi dan izin
melakukan pekerjaan profesi.
. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada aya
(1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 46
tuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
gi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpa
n menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan
n upaya kesehatan masyarakat.

Pasal 47
aya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan deng
ndekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
aksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan
rkesinambungan.

sal 48

Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan:

a)

pelayanan kesehatan;

b) pelayanan kesehatan tradisional;

c)

peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;


f)keluarga berencana;
d) penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan;
g) kesehatan sekolah;
e) kesehatan reproduksi;
h) pelayanan kesehatan pada bencana;
i)pelayanan darah;
j)kesehatan gigi dan mulut;

) penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan


pendengaran; kesehatan matra;
pengamanan
l)
dan penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan;

m) pengamanan makanan dan minuman;

pengamanan zat adiktif; dan/atau

bedah mayat.

Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pa


yat (1) didukung oleh sumber daya kesehatan.

al 49

BAGIAN KEDUA
PELAYANAN KESEHATAN
PARAGRAF KESATU
PEMBERIAN PELAYANAN

Pasal 52
1. Pelayanan kesehatan terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan

b. pelayanan kesehatan masyarakat.


Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada aya
(1) meliputi kegiatan dengan pendekatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Pasal 53
Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan
kesehatan perseorangan dan keluarga.
Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit suatu kelompok dan
masyarakat.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan
pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding
kepentingan lainnya.

Pasal 54
. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab,
aman, bermutu, serta merata dan
nondiskriminatif.
Pemerintah dan pemerintah daerah
bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pengawasan terhadap penyelenggaraan
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.

PARAGRAF KEDUA
PERLINDUNGAN PASIEN

asal 56
1. orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluru
Setiap
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut
secara lengkap.
Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku pada:
Penderita
a.
penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menul
ke dalam masyarakat yang lebih luas;
2.
Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
Gangguan
mental berat.
b.
(3)3.Ketentuan
mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana
c.
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

asal 57

Setiap orang berhak atas rahasia kondisi


kesehatan pribadinya yang telah dikemukaka
kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.

Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondis


kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud
a.
Perintah undang-undang;
pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
b.
Perintah pengadilan;
c.
Izin yang bersangkutan;
d.
Kepentingan masyarakat; atau
e.
Kepentingan orang tersebut.

Pasal 58
. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugia
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan yang diterimanya.
Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada aya
(1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang
melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan
darurat.
. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XIX
PENYIDIKAN

Pasal 189
. Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia
kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan pemerintahan yang
menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan
juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang kesehatan.

Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan
serta keterangan tentang tindak pidana di bidang
kesehatan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang
diduga melakukan tindak pidana di bidang
kesehatan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
atau badan hukum sehubungan dengan tindak
pidana di bidang kesehatan;
d. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau
dokumen lain tentang tindak pidana di bidang
kesehatan;

e. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan


atau barang bukti dalam perkara tindak pidana d
bidang kesehatan
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan;
g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat
cukup bukti yang membuktikan adanya tindak
pidana di bidang kesehatan.
Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan oleh penyidik sesuai dengan ketentua
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 190

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga


kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada
fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang
dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak
Rp200.000.000,00
(dua ratus
juta rupiah).
Dalam hal
perbuatan sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian,
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak

Pasal 191

tiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan


disional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud
am Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka
rat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
hun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 192

tiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan


buh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3
pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
ling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 193

tiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruk
tuk tujuan mengubah identitas seseorang sebagaimana dimaksud dalam
sal 69 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun da
nda paling banyak Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah).

Pasal 194

ap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan


ntuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
na penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
.000.000.000,00(satu miliar rupiah).

Pasal 195

ap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih


pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 Ayat (3) dipidana dengan pida
ara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,0
a ratus juta rupiah).
Pasal 196

ap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan


masi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
yaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
aksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjar
ng lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
u miliar rupiah).

Pasal 197

tiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan


diaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin eda
bagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan
dana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
nyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 198

tiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk


elakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00
eratus juta rupiah).

Pasal 199

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau


memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan
berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114
dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dendan paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 200

tiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian


su ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2)
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

ANALISIS MEDIKOLEGAL

MEDIKOLEGAL
KRITERIA PIDANA
Seorang dokter dapat dikenakan sanksi pidana,
bilamana berbuat kriminal seperti:

Melakukan penipuan terhadap pasien ( pasal 378


KUHP )
Pembuatan surat keterangan palsu ( 263 dan 267
KUHP )
Kesengajaan membiarkan penderita tidak tertolong (
pasal 349 KUHP )
Tidak memberikan pertolongan pada orang yang
berbeda dalam bahaya ( pasal 340 KUHP )
Euthanasia ( pasal 344 KUHP )

Melakukan pengguguran atau abortus provocatus (


pasal 346 349 KUHP )
Penganiayaan ( pasal 351 KUHP ) dan luka berat ( pasa
90 KUHP )
Kealpaan sehingga mengakibatkan kematian atau luka
luka berat pada diri orang lain ( pasal 359 361 KUHP
Pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran ( pasal
322 KUHP )
Penyerangan seksual ( pasal 288 294 KUHP )
Pelanggaran kesopanan ( pasal 290 ayat 1, pasal 294
ayat 1, pasal 285 dan 286 KUHP)
Memberikan atau menjual obat palsu (pasal 386
KUHP)

KRITERIA PERDATA
Pasal 1365 KUHPer : penimbul ganti rugi atas diri orang
lain pelakunya harus ganti rugi
Pasal 1366 KUHPer : selain penimbul / kesenjangan,
juga akibat kelalaian atau kurang berhati-hati
Pasal 1367 KUHPer : majikan ikut bertanggung jawab
atas perbuatan orang dibawah penguasaanya
Pasal 1338 KUHPer : wanprestasi ganti rugi
Pasal 36 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan :
ganti rugi
Pasal 66 UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran : ganti rugi
Doktrin perbuatan melawan hukum seperti tindakan
tanpa informed consent, salah orang / salah organ,
product liability

INFORMED CONSENT

Tujuan
Memberikan perlindungan kepada pasien

Terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak


diperlukan dan secara medik tidak ada dasar
pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahua
pasiennya.

b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter


(Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin


pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan
melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP

Bentuk

Implied consent (tersirat/dianggap telah


diberikan)
Keadaan normal
Keadaan darurat

Expressed consent (dinyatakan)


Lisan
Tulisan

Implied consent
Persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat,
tampa pernyataan tegas (sikap & tindakan pasien)
Keadaan normal:
Pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium
Memberikan suntikan pada pasien
Penjahitan luka, dsb

Keadaan darurat/emergency, sedangkan dokter perlu


melakukan tindakan segera, sementara pasien tidak bisa
memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak
ditempat dokter dapat melakukan tindakan terbaik
menurut dokter (permenkes no.585 tahun 1989, pasal 11)
presumed consent (bila pasien dalam keadaan sada
dianggap akan menyetujui tindakan yang akan dilakukan
dokter)

Expressed consent

Persetujuan yang dinyatakan secar lisan


atau tertulis, bila yang akan dilakukan lebih dari
prosedur pemeriksaan dan tindakan umum
(pasien diberitahukan tindakan apa yang akan
dilakukan)
Lisan: pemeriksaan dalam rektal/vaginal,
mencabut kuku, dll
Bila tindakan yang mengandung resiko:
pembedahan/prosedur pemeriksaan &
pengobatan yang invasif sebaiknya didapatka
PTM yang tertulis

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 290/MENKES/PER/III/2008
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah
mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien.

2.
Keluarga
terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung
anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau
pengampunya.
Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya
disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa
preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan
3.dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
oleh
Tindakan invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapa
mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah
tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu,
dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi
dan4.dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui
oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
5.

7. yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut


Pasien
peraturan perundang-undanganatau telah/pernah menikah, tidak
terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tida
mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental dan tidak
mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan
secara bebas.

BAB II
PERSETUJUAN DAN PENJELASAN

Pasal 2
Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secar
tertulis maupun lisan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah

Pasal 3

1. tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus


Setiap
memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan.
Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan
persetujuan lisan.
2.
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus
yang dibuat untuk itu.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukka
kepala
3. yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju.
Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksu
pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan
persetujuan tertulis.

Pasal 4

Dalam
1. keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/ata
mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam
2.
ekam medik.
Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pad
yat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera
mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdek
3.

Pasal 5
ersetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh
ang memberi persetujuan sebelum dimulainya tindakan.
embatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
yat (1) harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan.
egala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan kedoktera
ebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab yan
embatalkan persetujuan.

Pasal 6

Pemberian persetujuan tindakan kedokteran tidak menghapuskan


tanggung gugat hukum dalam hal terbukti adanya kelalaian dalam
melakukan tindakan kedokteran yang mengakibatkan kerugian pad
pasien.

Bagian Kedua
Penjelasan
Pasal 7

Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsun


kepada pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun
tidak diminta.
Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar,
penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar.

Penjelasan
3.
tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada aya
1) sekurang-kurangnya mencakup:
Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
Tujuan
a) tindakan kedokteran yang dilakukan;
Altematif
tindakan lain, dan risikonya;
b)
Risiko
c) dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
Prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan.
d)
Perkiraan
pembiayaan.
e)
f)

Pasal 8
enjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat melipu
Diagnosis
penyakit,
atau
dalam hal belum
maka
emuan
klinis
dari hasil
pemeriksaan
medis dapat
hinggaditegakkan,
saat tersebut;
sekurangkurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding;
ndikasi
c)
1. atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tinda
kedokteran;
a)
Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan

Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi


Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif,
diagnostik, terapeutik, ataupun rehabilitatif.
Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien
selama dan sesudah tindakan, serta efek samping atau
ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.
Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya
dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan.
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing
alternatif tindakan.
Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi
keadaan darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau
keadaan tak terduga lainnya.

Penjelasan
3.
tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran
adalah semua risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti
tindakan kedokteran yang dilakukan, kecuali:
risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum
risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang
dampaknya sangat ringan
a)
risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
b)
(unforeseeable)

c)
Penjelasan tentang prognosis meliputi:
Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam).
4.

Pasal 9

Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 harus diberikan


secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti atau cara
lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman.

Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan


didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau
dokter gigi yang memberikan penjelasan dengan mencantumkan
tanggal, waktu, nama, dan tanda tangan pemberi penjelasan dan
penerima penjelasan.
Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan
tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau
pasien menolak diberikan penjelasan, maka dokter atau dokter gi
dapat memberikan penjelasan tersebut kepada keluarga terdekat
dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai
saksi.

Pasal 10

Penjelasan
1.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan oleh dokter at
dokter gigi yang merawat pasien atau salah satu dokter atau dokter gigi d
im dokter yang merawatnya.
Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk
memberikan penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan ha
didelegasikan
kepada dokter atau dokter gigi lain yang kompeten.
2.
Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesu
dengan kewenangannya.
4) Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adala
enaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara
angsung kepada pasien.
3.

Pasal 11
4.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran,
dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan
Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana

Pasal 12

Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat


indikasi sebelumnya, hanya dapat dilakukan untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
Setelah perluasan tindakan kedokteran sebagaima
dimaksud pada ayat (2) dilakukan, dokter atau
dokter gigi harus memberikan penjelasan kepada
pasien atau keluarga terdekat.

BAB III
YANG BERHAK MEMBERIKAN
PERSETUJUAN
Pasal 13
Persetujuan diberikan oleh pasien yang
kompeten atau keluarga terdekat.
Penilaian terhadap kompetensi pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh dokter pada saat diperlukan
persetujuan.

BAB IV
KETENTUAN PADA SITUASI KHUSUS

Pasal 14
Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidu
(withdrawing/withholding life support) pada
seorang pasien harus mendapat persetujuan
keluarga terdekat pasien.
Persetujuan penghentian/penundaan bantuan
hidup oleh keluarga terdekat pasien sebagaiman
dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter
yang bersangkutan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1
harus diberikan secara tertulis.

Pasal 15
Dalam hal tindakan kedokteran harus
dilaksanakan sesuai dengan program
pemerintah dimana tindakan medik tersebut
untuk kepentingan masyarakat banyak, maka
persetujuan tindakan kedokteran tidak
diperlukan.

BAB V
PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Pasal 16

Penolakan
tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh
pasien dan/atau keluarga terdekatnya setelah
menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran
yang akan dilakukan.
Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksu
pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis.
Akibat
penolakan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab
pasien.

Penolakan
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksu
pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan dokter dan

BAB VI
TANGGUNG JAWAB

Pasal 17
Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah
mendapat persetujuan menjadi tanggung
jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan
tindakan kedokteran.
Sarana pelayanan kesehatan bertanggung
jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan
kedokteran.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 18
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan
melibatkan organisasi profesi terkait sesuai tugas dan fungsi
masing-masing.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Pasal 19
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapa
mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangannya
masing-masing
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapa
berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan
Surat Ijin Praktik

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
585/MENKES/PER/IX/1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Pasal 21
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang rnengetahuinya, rnemerintahkan
pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

MALPRAKTEK MEDIK

Definisi
Kelalaian seorang dokter untuk
mempergunakan tingkat keterampilan dan
ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan
dalam mengobati pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran di lingkungan yang
sama.

KELALAIAN

Sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan

apa yang seseorang dengan sikap hati-hati


melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya
melakukan apa yang seseorang dengan sikap
hati-hati tidak akan melakukannya dalam
situasi tersebut
Diartikan pula dengan melakukan tindakan
kedokteran dibawah standar pelayanan medik

Syarat Kelalaian (4D)


DUTY (Duty of care)
KEWAJIBAN PROFESI
KEWAJIBAN AKIBAT KONTRAK DG PASIEN

DERELICTION / BREACH OF DUTY


PELANGGARAN KEWAJIBAN TERSEBUT

DIRECT CAUSALSHIP
HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT

DAMAGES
CEDERA, MATI ATAU KERUGIAN

MALPRAKTEK

1. INTENTIONAL (secara sadar)


PROFESSIONAL MISCONDUCTS

2. NEGLIGENCE
MALFEASANCE, MISFEASANCE, NONFEASANCE

3. LACK OF SKILL
DI BAWAH STANDAR KOMPETENSI
DI LUAR KOMPETENSI

INTENTIONAL

Penahanan
pasien

Buka
rahasia kedokteran tanpa hak

Aborsi
illegal

Euthanasia

Keterangan
palsu

Praktek
tanpa ijin/tanpa kompetensi

Sengaja
tidak mematuhi standar

LACK OF SKILL

Kompentensi kurang atau diluar


kompetensi/kewenangan
Sering menjadi penyebab eror
Sering dikaitkan dengan kompetensi
institusi/sarana
Kadang dapat dibenarkan pada situasi kondis
lokal tertentu

ASPEK HUKUM

Perumusan malpraktek / kelalaian medik yang tercantum pada


UU No. 6 tahun 1963 pasal 11 b:
Dengan tidak mengurangi ketentuan ketentuan di dalam
KUHP dan perundang - undangan lain, maka terhadap
tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan administratif
dalam hal:
a) melalaikan kewajiban (tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan)
b) melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh
diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik
mengingat sumpah jabatanya, maupun mengingat
sumpah sebagai tenaga kesehatanya (melakukan
sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan)

Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan


ika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau ceder
kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya
Ini berdasarkan prinsip De minimis noncurat lex , yang
berarti hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap
sepele
Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi,
mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini
diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan
kriminil
Tolak ukur culpa lata :
1.

Bertentangan dengan hukum

2.

Akibatnya dapat dibayangkan

3. Perbuatannya
Akibatnya dapat
dihindarkan
4.
dapat
dipersalahkan

Malpraktek Medik Murni

Sebenarnya tidak banyak dijumpai


Contoh: dokter melakukan pembedahan
dengan niat membunuh pasienya atau dokter
sengaja melakukan pembedahan tanpa ada
indikasi medis yang sebenarnya tidak perlu
dilakukan, hanya untuk mendapatkan
keuntungan.

Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika :

Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang


sudah berlaku umum dikalangan profesi
kedokteran
Memberikan pelayanan kedokteran dibawah
standar profesi (tidak lege artis)
Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan
pelayanan dengan tidak hati-hati
Melakukan tindakan medik yang bertentangtan
dengan hukum

TUNTUTAN

Penggugat harus dapat membuktikan adanya 4


unsur berikut :

1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap


pasien
2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik
yang lazim dipergunakan
3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat
dimintakan ganti ruginya
4. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh
tindakan dibawah standar

Terkadang penggugat tidak perlu


membuktikan adanya kelalaian yang tergugat
Dalam hukum terdapat kaedah yang berbunyi
Res Ipsa Loquitur yang berarti faktanya
telah berbicara
Misalnya : kain kassa yang tertinggal di rongg
perut pasien, sehingga menimbulkan
komplikasi pasca bedah

Sanksi Hukum Pidana

sal 267 KUHP (surat keterangan palsu)

1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan


surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya
penyakit , kelemahan atau cacat, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk
memasukkan seorang kedalam rumah sakit gila atau
menahannya disitu , dijatuhkan pidana paling lama
delapan tahun enam bulan.
3. Di ancam dengan pidana yang sama ,barangsiapa
dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu
seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Sanksi Hukum Pidana


Pasal 268 KUHP

1. Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu


surat keterangan dokter tentang ada atau tidaknya
penyakit, kelemahan atau cacat , dengan maksud
untuk menyesatkan penguasa umum atau
penanggung (verzekeraar), diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
2. Diancam dengan pidana yang sama , barangsiapa
dengan maksud yang sama memakai surat
keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu,
seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu

PASAL 359 KUHP


Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan matiny
orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lam
lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu
tahun

PASAL 360 KUHP


Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan orang
lain menderita luka berat,diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun
Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan oran
lain luka sedemikian rupa sehingga menderita sakit
untuk sementara waktu atau tidak dapat menjalanka
jabatan atau perkejaannya selama waktu tertenu
diancam dengan pidana penjara paling lama sembila
bulan atau pidana kurungan enam bulan atau denda

Sanksi Hukum Perdata

sal 1338 KUH Perdata ( wanprestasi )


Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlak
sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali
selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang oleh undang-undang
dinyatakan cukup untuk itu.
. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik

Sanksi Hukum Perdata

Pasal 1365 KUH Perdata


Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.

asal 1366 KUH Perdata( Kelalaian )


Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas
kerugian yang disebabkan karena perbuatannya,
tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena
kelalainnnya atau kurang hati hatinya

Pasal 1370 KUH Perdata


Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang
lain ) dengan sengaja atau kurang hatihatinya
seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan,
anak atau korban orang tua yang biasanya mendapat
nafkah dari pekerjaan korban mempunyai hak untuk
menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut
kedudukanya dan kekayaan kedua belah pihak serta
menurut keadaan
SAL 55 UU NO. 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHAT
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan
atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan
Ganti rugi sebagaimana diatur dimaksud dalam ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang
berlaku

Penanganan Malpraktek

Dalam etik sebenarnya tidak ada batas-batas yang


jelas, antara boleh atau tidak, oleh karena itu kadang
kala sulit memberikan sanksi-sanksinya
Di negara-negara maju terdapat Dewan Medis (Medica
Council) yang bertugas melakukan pembinaan etik
profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan terhadap etik kedokteran
Di Indonesia terdapat :
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) masalah
etika murni
Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran
(P3EK) masalah yang tidak murni etika

ALUR PENANGANAN KASUS-KASUS


MALPRAKTEK

MKEK
cabang

P3EK propinsi

P3EK
pusat

MKEK
cabang
P3EK

BREAKING BAD NEWS

obert Buckman's Six Step Protoco


for Breaking Bad News

1. Getting started
2. Finding out how much the patient knows.

3. Finding out how much the patient wants to


know.
4. Sharing the information.
5. Responding to the patients feelings.

6. Planning and follow-through.

RAHASIA JABATAN

RAHASIA JABATAN &


PEKERJAAN DOKTER

Hipocrates kewajiban memegang teguh rahasia


pasien hubungan dokter pasien

Apapun yang saya dengar atau lihat, tentang


ehidupan seseorang yang tidak patut disebarluaskan
tidak akan saya ungkapkan, karena saya harus
merahasiakannya
Perkembangan iptek kedokteran pengecualian
membuka rahasia jabatan dan pekerjaan dokter
memelihara kepentingan umum dan mencegah
hal-hal yang dapat merugikan orang lain

afal Sumpah Dokter Indonesia berdasarkan Peratura


Pemerintah No.26 tahun 1960:
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui karena pekerjaan saya dan karena
keilmuan saya sebagai dokter

Bab II KODEKI tentang kewajiban dokter terhadap


pasien dicantumkan antara lain:
Seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu
ang diketahuinya tentang pasien karena kepercayaa
ang diberikan kepadanya, bahkan juga setelah pasie
meninggal dunia

Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang


wajib simpan rahasia kedokteran:
Menteri Kesehatan dapat melakukan tindak-tindak
administratif berdasarkan pasal 111 Undang-undang
tentang Kesehatan jika tidak dapat dipidanakan
menurut KUHAP

Rahasia: sesuatu yang disembunyikan dan hanya


diketahui oleh satu orang, oleh beberapa orang saja,
atau oleh kalangan tertentu

Harus dirahasiakan,
Tidak selalu hal yang
diberitahukan pada dokter terutama terhadap
merupakan rahasia yangpasangannya, yang tidak
tidak boleh diberitahukan mengetahui bahwa ia
pada orang lain. Misalnya: memiliki hubungan
dengan wanita/pria lain.
influenza
Misalnya: penyakit sifilis
atau gonorea

RAHASIA DOKTER

RAHASIA JABATAN

Rahasia dokter sebagai

RAHASIA PEKERJAAN

Rahasia dokter pada

RAHASIA JABATAN

Ditinjau dari sudut hukum


Tingkah laku yang
bersangkutan dg
pekerjaan sehari-hari

Tingkah laku dalam


keadaan khusus

Tingkah laku yang


bersangkutan dg
pekerjaan sehari-hari

PASAL 322 KUHP

PASAL 1365 KUH


PERDATA

PASAL 322 KUHP

) Barangsiapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yan


ia wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau
pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dulu,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembila
bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah
(2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang yang
tertentu, ia hanya dituntut atas pengaduan orang itu

PASAL 1365 KUH PERDATA

rangsiapa yang berbuat salah sehingga seorang lain menderi


kerugian, berwajib mengganti kerugian itu

Вам также может понравиться