Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Izka P Rahmania
405100271
I Ketentuan Umum
Bab
II Maksud dan Tujuan
Bab
III Hak dan Kewajiban
Bab
IV Tanggung Jawab Pemerintah
Bab
V Sumber daya Bidang Kesehatan
Bab
VI Upaya Kesehatan
Bab
VII Kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, Lanjut
Bab
Usia dan Penyandang Cacat
Bab VIII Gizi
Bab IX Kesehatan Jiwa
Bab XXII Penutup
Bab X Penyakit Menular dan tidak menular
Bab XI Kesehatan lingkungan
Bab XII Kesehatan Kerja
Bab
XV Pembiayaan Kesehatan
Bab
XVI Peran serta Masyarakat
Bab
XVII Badan Pertimbangan Kesehatan
Bab
XVIII Pembinaan dan Pengawasan
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
BAGIAN KESATU
HAK
Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan b
dirinya.
Pasal 6
etiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang
ehat bagi pencapaian derajat kesehatan.
Pasal 7
etiap orang berhak untuk mendapatkan informasi
an edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan
ertanggung jawab.
Pasal 8
etiap orang berhak memperoleh informasi tentan
ata kesehatan dirinya termasuk tindakan dan
engobatan yang telah maupun yang akan
terimanya dari tenaga kesehatan.
BAGIAN KEDUA
KEWAJIBAN
Pasal 9
. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan,
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehata
masyarakat yang setinggi-tingginya
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan
perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan
pembangunan berwawasan kesehatan.
Pasal 10
tiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain
am upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fis
logi, maupun sosial.
Pasal 11
tiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk
ewujudkan, mempertahankan, dan memajukan
sehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 12
tiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan
rajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung
wabnya.
Pasal 13
Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program
jaminan kesehatan sosial
Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)diatur sesuai dengan ketentua
peraturan perundang-undangan
BAB V
UMBER DAYA DI BIDANG KESEHATA
Pasal 22
Pasal 23
Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga
Pasal 24
Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ha
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosed
operasional.
Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaima
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan,
standar pelayanan, dan standar prosedur operasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peratura
Menteri.
Pasal 27
sal 29
lam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dala
enjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan
lebih dahulu melalui mediasi.
Bagian Kedua
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
sal 30
pelayanan
a. pelayanan
kesehatan
perseorangan;
danjenis pelayananny
Fasilitas
kesehatan,
menurut
b.atas:
kesehatan masyarakat.
terdiripelayanan
Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pad
ayat (1) meliputi:
pelayanan
a.
kesehatan tingkat pertama;
pelayanan
b.
kesehatan tingkat kedua; dan
pelayanan
c.
kesehatan tingkat ketiga.
Pasal 31
Fasilitas pelayanan kesehatan wajib:
memberikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitian
dan pengembangan di bidang kesehatan; dan
mengirimkan laporan hasil penelitian dan pengembanga
kepada pemerintah daerah atau Menteri.
Pasal 32
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehata
baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa
pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehata
baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak
pasien dan/atau meminta uang muka.
Pasal 33
Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi
manajemen kesehatan masyarakat yang dibutuhkan.
Kompetensi manajemen kesehatan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
. Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas
pelayanan kesehatan perseorangan harus
memiliki kompetensi manajemen kesehatan
perseorangan yang
dibutuhkan.
Penyelenggara
fasilitas
pelayanan kesehatan
dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan
yang tidak memiliki kualifikasi dan izin
melakukan pekerjaan profesi.
. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada aya
(1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 46
tuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
gi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpa
n menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan
n upaya kesehatan masyarakat.
Pasal 47
aya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan deng
ndekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
aksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan
rkesinambungan.
sal 48
a)
pelayanan kesehatan;
c)
bedah mayat.
al 49
BAGIAN KEDUA
PELAYANAN KESEHATAN
PARAGRAF KESATU
PEMBERIAN PELAYANAN
Pasal 52
1. Pelayanan kesehatan terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan
Pasal 53
Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan
kesehatan perseorangan dan keluarga.
Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit suatu kelompok dan
masyarakat.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan
pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding
kepentingan lainnya.
Pasal 54
. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab,
aman, bermutu, serta merata dan
nondiskriminatif.
Pemerintah dan pemerintah daerah
bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pengawasan terhadap penyelenggaraan
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
PARAGRAF KEDUA
PERLINDUNGAN PASIEN
asal 56
1. orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluru
Setiap
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut
secara lengkap.
Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku pada:
Penderita
a.
penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menul
ke dalam masyarakat yang lebih luas;
2.
Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
Gangguan
mental berat.
b.
(3)3.Ketentuan
mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana
c.
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
asal 57
Pasal 58
. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugia
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan yang diterimanya.
Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada aya
(1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang
melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan
darurat.
. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIX
PENYIDIKAN
Pasal 189
. Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia
kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan pemerintahan yang
menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan
juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang kesehatan.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 190
Pasal 191
Pasal 192
Pasal 193
tiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruk
tuk tujuan mengubah identitas seseorang sebagaimana dimaksud dalam
sal 69 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun da
nda paling banyak Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah).
Pasal 194
Pasal 195
Pasal 197
Pasal 198
Pasal 199
Pasal 200
ANALISIS MEDIKOLEGAL
MEDIKOLEGAL
KRITERIA PIDANA
Seorang dokter dapat dikenakan sanksi pidana,
bilamana berbuat kriminal seperti:
KRITERIA PERDATA
Pasal 1365 KUHPer : penimbul ganti rugi atas diri orang
lain pelakunya harus ganti rugi
Pasal 1366 KUHPer : selain penimbul / kesenjangan,
juga akibat kelalaian atau kurang berhati-hati
Pasal 1367 KUHPer : majikan ikut bertanggung jawab
atas perbuatan orang dibawah penguasaanya
Pasal 1338 KUHPer : wanprestasi ganti rugi
Pasal 36 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan :
ganti rugi
Pasal 66 UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran : ganti rugi
Doktrin perbuatan melawan hukum seperti tindakan
tanpa informed consent, salah orang / salah organ,
product liability
INFORMED CONSENT
Tujuan
Memberikan perlindungan kepada pasien
Bentuk
Implied consent
Persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat,
tampa pernyataan tegas (sikap & tindakan pasien)
Keadaan normal:
Pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium
Memberikan suntikan pada pasien
Penjahitan luka, dsb
Expressed consent
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah
mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien.
2.
Keluarga
terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung
anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau
pengampunya.
Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya
disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa
preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan
3.dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
oleh
Tindakan invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapa
mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah
tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu,
dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi
dan4.dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui
oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
5.
BAB II
PERSETUJUAN DAN PENJELASAN
Pasal 2
Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secar
tertulis maupun lisan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
Pasal 3
Pasal 4
Dalam
1. keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/ata
mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam
2.
ekam medik.
Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pad
yat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera
mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdek
3.
Pasal 5
ersetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh
ang memberi persetujuan sebelum dimulainya tindakan.
embatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
yat (1) harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan.
egala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan kedoktera
ebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab yan
embatalkan persetujuan.
Pasal 6
Bagian Kedua
Penjelasan
Pasal 7
Penjelasan
3.
tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada aya
1) sekurang-kurangnya mencakup:
Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
Tujuan
a) tindakan kedokteran yang dilakukan;
Altematif
tindakan lain, dan risikonya;
b)
Risiko
c) dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
Prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan.
d)
Perkiraan
pembiayaan.
e)
f)
Pasal 8
enjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat melipu
Diagnosis
penyakit,
atau
dalam hal belum
maka
emuan
klinis
dari hasil
pemeriksaan
medis dapat
hinggaditegakkan,
saat tersebut;
sekurangkurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding;
ndikasi
c)
1. atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tinda
kedokteran;
a)
Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan
Penjelasan
3.
tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran
adalah semua risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti
tindakan kedokteran yang dilakukan, kecuali:
risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum
risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang
dampaknya sangat ringan
a)
risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
b)
(unforeseeable)
c)
Penjelasan tentang prognosis meliputi:
Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam).
4.
Pasal 9
Pasal 10
Penjelasan
1.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan oleh dokter at
dokter gigi yang merawat pasien atau salah satu dokter atau dokter gigi d
im dokter yang merawatnya.
Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk
memberikan penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan ha
didelegasikan
kepada dokter atau dokter gigi lain yang kompeten.
2.
Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesu
dengan kewenangannya.
4) Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adala
enaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara
angsung kepada pasien.
3.
Pasal 11
4.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran,
dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan
Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana
Pasal 12
BAB III
YANG BERHAK MEMBERIKAN
PERSETUJUAN
Pasal 13
Persetujuan diberikan oleh pasien yang
kompeten atau keluarga terdekat.
Penilaian terhadap kompetensi pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh dokter pada saat diperlukan
persetujuan.
BAB IV
KETENTUAN PADA SITUASI KHUSUS
Pasal 14
Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidu
(withdrawing/withholding life support) pada
seorang pasien harus mendapat persetujuan
keluarga terdekat pasien.
Persetujuan penghentian/penundaan bantuan
hidup oleh keluarga terdekat pasien sebagaiman
dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter
yang bersangkutan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1
harus diberikan secara tertulis.
Pasal 15
Dalam hal tindakan kedokteran harus
dilaksanakan sesuai dengan program
pemerintah dimana tindakan medik tersebut
untuk kepentingan masyarakat banyak, maka
persetujuan tindakan kedokteran tidak
diperlukan.
BAB V
PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN
Pasal 16
Penolakan
tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh
pasien dan/atau keluarga terdekatnya setelah
menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran
yang akan dilakukan.
Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksu
pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis.
Akibat
penolakan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab
pasien.
Penolakan
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksu
pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan dokter dan
BAB VI
TANGGUNG JAWAB
Pasal 17
Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah
mendapat persetujuan menjadi tanggung
jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan
tindakan kedokteran.
Sarana pelayanan kesehatan bertanggung
jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan
kedokteran.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 18
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan
melibatkan organisasi profesi terkait sesuai tugas dan fungsi
masing-masing.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Pasal 19
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapa
mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangannya
masing-masing
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapa
berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan
Surat Ijin Praktik
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
585/MENKES/PER/IX/1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Pasal 21
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang rnengetahuinya, rnemerintahkan
pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
MALPRAKTEK MEDIK
Definisi
Kelalaian seorang dokter untuk
mempergunakan tingkat keterampilan dan
ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan
dalam mengobati pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran di lingkungan yang
sama.
KELALAIAN
DIRECT CAUSALSHIP
HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT
DAMAGES
CEDERA, MATI ATAU KERUGIAN
MALPRAKTEK
2. NEGLIGENCE
MALFEASANCE, MISFEASANCE, NONFEASANCE
3. LACK OF SKILL
DI BAWAH STANDAR KOMPETENSI
DI LUAR KOMPETENSI
INTENTIONAL
Penahanan
pasien
Buka
rahasia kedokteran tanpa hak
Aborsi
illegal
Euthanasia
Keterangan
palsu
Praktek
tanpa ijin/tanpa kompetensi
Sengaja
tidak mematuhi standar
LACK OF SKILL
ASPEK HUKUM
2.
3. Perbuatannya
Akibatnya dapat
dihindarkan
4.
dapat
dipersalahkan
TUNTUTAN
Penanganan Malpraktek
MKEK
cabang
P3EK propinsi
P3EK
pusat
MKEK
cabang
P3EK
1. Getting started
2. Finding out how much the patient knows.
RAHASIA JABATAN
Harus dirahasiakan,
Tidak selalu hal yang
diberitahukan pada dokter terutama terhadap
merupakan rahasia yangpasangannya, yang tidak
tidak boleh diberitahukan mengetahui bahwa ia
pada orang lain. Misalnya: memiliki hubungan
dengan wanita/pria lain.
influenza
Misalnya: penyakit sifilis
atau gonorea
RAHASIA DOKTER
RAHASIA JABATAN
RAHASIA PEKERJAAN
RAHASIA JABATAN