Вы находитесь на странице: 1из 9

Nama: Bayu Adhiatma

NPM: 1213210057
Tugas Etika Bisnis

Kasus PT. Great River

a.

b.

c.

d.

e.

1)
2)

Kronologi kasus yang melibatkan antara PT Great River International dengan


Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta yang bekerja di Kantor Akuntan Publik Johan
Malonda & Rekan bermula dari tahun 2001 hingga 2006 dengan rincian sebagai berikut
Tahun 2001
KAP Johan Molanda dan Rekan dipercaya untuk mengaudit laporan keuangan
PT Great River Internatinal, Tbk sejak tahun 2001. Auditor menemukan temuan bahwa
pada saat itu perusahaan sedang mengalami kesulitan dalm pembayran utang kepada
Deutsche Bank senilai US$ 150.000.000.
Tahun 2002
PT Great River Internatinal, Tbk mendapat potongan pokok utang 85% dan
pelunasan sisa utang dibayar dengan melakukan pinjaman dari Bank Danamon.
Tahun 2003
PT Great River Internatinal, Tbk menerbitkan obligasi senilai Rp 300 miliar untuk
membayar pinjaman dari Bank Danamon. Saat pihak Bapepam menanyakan hal
tersebut kepada pihak KAP Johan Malonda & Rekan, mereka memberikan pernyataan
bahwa KAP tersebut hanya mengetahui kondisi perusahaan pada rentang tahun 2001
sampai 2003.
Tahun 2004
PT Bank Mandiri membeli obligasi PT Great River International, Tbk sebesar R 50
miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja, dan Non Cash Loan
kepada PT Great River Internasional, Tbk senilai lebih dari Rp 265 milyar. Pembelian
obligasi dan pemberian fasilitas kredit tersebut terjadi sekitar bulan Juli hingga
September tahun 2004. Dalam pembelian obligasi dan pemberian kredit tersebut
diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut dalam keadaan
default dan kredit yang diberikan macet.
Tahun 2005
Badan Pengawas Pasar Modal atau yang sering disebut Bapepam menyidik
Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan PT Great River International, Tbk
tahun buku 2003. Berdasarkan pemeriksaan Bapepam sejak maret 2005, Bapepam
menemukan adanya:
Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan
GRIV per 31 Desember 2003 dan,
Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan
dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Pada saat itu, ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan
adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan PT Great River
International, Tbk tersebut. Ketua Bapepam juga memberikan pernyataan
bahwa:Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,.

Akan tetapi, Fuad Rahmany selaku ketua Bapepam tidak bersedia untuk menjelaskan
secara lebih detail mengenai praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan PT
Great River International, Tbk tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, melalui Press Release Kasus PT Great
River International, Tbk yang dikeluarkan oleh Bapepam pada tanggal 23 November
2005 dinyatakan bahwa Bapepam pada tanggal 22 Nopember 2005 akan meningkatkan
pemeriksaan atas kasus PT Great River International, Tbk ke tahap Penyidikan.
Sehubungan dengan tindakan penyidikan tersebut, Bapepam telah dan akan
berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait dalam hal ini adalah Kejaksaan
Tinggi.
f. Tahun 2006
Pada tanggal 29 Maret 2006, ECW Neloe yang saat itu menjabat sebagai
Direktur Utama Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk
diperiksa terkait kredit macet PT Great River Internasional, Tbk. ECW Neloe diperiksa
dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi PT Great River Internasional, Tbk
oleh Bank Mandiri.
Pada tanggal 17 Mei 2006, yang saat itu menjabat sebagai Presiden Direktur PT
Great River Internasional, Tbk menjadi buronan karena keberadaannya yang tidak
diketahui. Setelah itu, Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan surat
perintah penangkapan.
Pada tanggal 15 Juni 2006, Menteri Keuangan RI ( Menkeu ) mengeluarkan Surat
Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SKBPPAP/VI/2006 untuk membekukan Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta dari
keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal
tersebut juga sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2006
tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa akuntan publik akan
dikenakan sanksi pembekuan izin apabila akuntan publik yang bersangkutan mendapat
sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
Sejak tanggal 28 Nopember 2006 Menteri Keuangan telah membekukan izin
Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan
karena Justinus telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi
Akuntan Publik ( SPAP ) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan
Konsolidasi PT Great River International, Tbk tahun 2003. Dan selama izinnya
dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau
pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit
khusus. Justinus juga dilarang untuk menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang
Kantor Akuntan Publik (KAP).

Meskipun Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta dilarang untuk memberikan


jasa atestasi dan menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan
Publik, akan tetapi masih tetap harus bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah
diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional
Berkelanjutan (PPL).
Pada tanggal 8 Desember 2006, auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan
Mawar, menemukan indikasi penggelembungan akun penjualan, piutang, dan aset
hingga ratusan miliar rupiah di PT Great River International, Tbk. Penggelembungan
akuntersebut mengakibatkan PT Great River International, Tbk mengalami kesulitan
arus kas dan gagal membayar utang. Temuan Bapepam yang berupa kelebihan
pencatatan atau overstatement penyajian akun penjualan dan piutang dalam laporan
tersebut berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi
yang tanpa pembuktian. Akibatnya, PT Great River International, Tbk kesulitan arus
kas sehingga perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank
Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar. Pieter Nazar selaku kuasa
hukum Sunjoto Tanudjaja menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan
terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama Justinus Aditya
Sidharta.
Pada tanggal 20 Desember 2006, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan PT Great
River International, Tbk ke Kejaksaan Agung. Dalam laporan tersebut, empat anggota
direksi perusahaan akhirnya ditetapkan menjadi tersangka. Bapepam menemukan
adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangang PT Great River
International, Tbk. Selain itu, kemungkinan besar Akuntan Publik yang menyajikan
laporan keuangan PT Great River International, Tbk juga ikut dijadikan sebagai
tersangka dalam kasus ini.
g. Tahun 2007
Pada tanggal 2 April 2007, Menunjuk Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJPSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13 Januari 2005 mengenai suspensi perdagangan saham
GRIV yang telah berjalan lebih dari 2 (dua) tahun, serta kondisi PT Great River
International Tbk yang saat ini tidak berjalan dan dipandang berpengaruh
terhadapgoing concern perusahaan , serta belum terdapat indikasi pemulihan yang
cukup memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu pada Peraturan Pencatatan PT
Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan
Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa angka III.3.1, Bursa menghapus
pencatatan saham Perusahaan Tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila
Perusahaan Tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini :

1) Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif


terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara
hukum, atau terhadap elangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan
Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang
memadai.
2) Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai,
hanya diperdagangkan di pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh
empat) bulan terakhir
Atas dasar hal tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan
pencatatan Efek PT Great River International, Tbk. yang berlaku efektif pada tanggal 2
Mei 2007. Selain itu, terdapat pertimbangan lain yang mendasari keputusan
penghapusan pencatatan Efek Perseroan yaitu perusahaan belum memenuhi
kewajiban penyampaian Laporan Keuangan dan kewajiban finansial Perseroan kepada
Bursa berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan Tahun 2004 dan 2005
serta Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah Tahunan dan Triwulan III Tahun 2005 dan
2006 serta denda keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan audit maupun
triwulanan tahun 2004, 2005 dan 2006 dan pembayaran Biaya Pencatatan Tahunan
(ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya pengumuman tersebut.
Menanggapi tudingan tersebut, Kantor akuntan publik Johan Malonda & Rekan
membantah telah melakukan kegiatan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan
tahunan PT Great River International, Tbk. Justinus A. Sidharta selaku Deputy
Managing Director Johan Malonda menyatakan, selama mengaudit pembukuan PT
Great River International Tbk, pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan
akun penjualan atau penyimpangan dana obligasi. Akan tetapi pihak KAP menemukan
adanya penggunaan metode pencatatan akuntansi yang berbeda dengan ketentuan
yang ada.
Menurut Justinus, PT Great River International, Tbk banyak menerima order
pembuatan pakaian dari luar negeri dengan ketentuan bahan baku dari pihak pemesan.
Sehingga perusahaan hanya dibebankan ongkos operasi pembuatan pakaian. Akan
tetapi pada saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, dalam nilai ekspornya dicantumkan
dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan
dengan tujuan untuk menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab,
katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia
menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai
penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara
sengaja.

Jawab:
a. Menurut saya, tata kelola GCG yang diharapkan dijalankan ternyata tidak sama
sekali. Dapat kita simak berbagai pelanggaran yang melibatkan dari auditor hingga
pemilik perusahaan itu sendiri. Sebagai profesi akuntan dan kaitannya dengan etika
bisnis ini sangat jauh dari hal kebenaran. Terjadi fraud yang cukup besar dalam kasus
PT. Great River ini.
b. Cara mengatasi fraud pada PT. Great River ini adalah sebagai berikut:
Sebagai profesi akuntan seharusnya menjalankan standar kerja profesi yang telah
ditetapkan. Dalam melakukan pekerjaannya diharapkan profesionalitas kerja. Sebagai
contoh pada kasus, seharusnya dalam penyajian laporan keuangan mengenai kinerja
PT Great River tidak perlu dibesar - besarkan untuk menarik beberapa pelanggan. Jika
kasus ini tidak dapat dituntaskan, Perusahaan ini akan mengalami kebangkrutan.
Dengan terlebih dahulu melakukan audit investigasi lalu memberikan laporan
investigasi kepada pihak hukum.
c. Kegiatan dari pengendalian itu ternyata tidak berjalan baik meskipun sudah
diterapkan. Karena jaminan akan tidak ada kecurangan yang dilakukan berbagai divisi
yang ditangani oleh pemilik nyatanya para anggota masih saja tetap melakukan
kecurangan untuk mencapai target perusahaan secara singkat namun salah.
d. Etika yang dimiliki PT Great River ini sangatlah buruk. Dengan terjadinya kasus fraud
ini. mencerminkan bahwa PT Great River termasuk golongan Bad Corporate
Governance. Dalam pengembangan bisnis pun, PT Great River harus melakukan fraud
ini untuk mencapai kesuksesan.
e. Saya sangat prihatin, dan juga cukup kecewa. Jika diibaratkan sebagai profesi
akuntan, untuk memandang pekerja profesi akuntan di dalam PT Great River sangatlah
disayangkan. Mereka sama sekali tidak mencerminkan etika profesi seorang akuntan.
Hal itulah yang pada akhirnya menjadikan mereka berada pada kemunduran bisnis.

Kasus PT KAI

Penerapan proses GCG dalam suatu perusahaanmerupakan proses yang tidak


mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen dan pemahaman tentang bagaimana
seharusnya proses tersebut dijalankan dalam perusahaan. Dalam perusahaan publik
maupun di BUMN penerapan proses GCG belum diterapkan dan dipahami seutuhnya.
Hal tersebut bisa dilihat dari kasus kasus yang terjadi.
Seperti kasus audit umum yang dialami oleh PT KAI. Kasus ini menunjukkan
bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu perusahaan dan bagaimana
peran dari tiap-tiap organ pengawas di dalam menyajikan laporan keuangan yang tidak
salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang
semestinya. PT KAI memiliki business environment yang berbeda dengan perusahaan
lainnya.
Permasalahan

yang

dihadapi

PT

KAI

Kasus ini bermuara dari perbedaan pandangan antara manajemen dan komisaris,
khususnya ketua komite audit. Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani
laporan

keuangan

yang

telah

diaudit

oleh

Auditor

Eksternal.

Perbedaan pandangan tersebut bersumber pada perbedaan pendapat mengenai:


1.

Masalah piutang PPN

Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp 95,2 M, menurut Komite Audit harus
dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya,
tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor. Manajemen
menganggap bahwa pemberian jasa yang dilakukannya tidak kena PPN, namun karena
Dirjen Pajak menagih PPN atas jasa tersebut, PT KAI menagih PPN tersebut kepada
pelanggan.
2.

Masalah Beban Ditangguhkan yang Berasal dari Penurunan Nilai Persediaan

Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp 6 M yang


merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum di amortisasi, menurut
Komite Audit harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.
3.

Masalah Persediaan Dalam Perjalanan

Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang RP 1,4 M yang dialihkan dari
satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT KAI yang belum selesai proses
akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi
beban tahun 2005.

4.

Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya ( BPYBDS ) Dan

Penyertaan Modal Negara ( PMN )


BPYBDS sebesar Rp 674,5 M dan PMN sebesar Rp 70 M yang dalam laporan audit
digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite
Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.
5.

Masalah Uang Muka Gaji

Biaya dibayar di muka sebesar Rp 28 Milyar yang merupakan gaji bulan Januari 2006
dan seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember
2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus
dibebankan pada tahun 2005.

Jawab:
a. Dalam pelaksanaan tata kelola yang dipakai oleh PT KAI sangatlah kurang baik.
Dalam pengelolaannya agar semakin berkembang sebagai BUMN ternyata masih
ditemukan fraud pelaporan audit yang buruk. Hal ini harus diperhitungkan bagi para
auditor karena sangat menjauhi ciri dari good corporate governance.
b. Untuk pencegahan yaitu menyaring beberapa profesi yang dibutuhkan sesuai
kerangka kinerja yang ada. Selain itu para pegawai juga harus memenuhi etika dan
bisnis yang baik. Untuk kasus yang sudah berjalan, harus di investigasi lebih dulu oleh
tim audit investigasi. Pengumpulan bukti yang diduga fraud dapat diberikan kepada
pihak berwenang untuk penyelesaian lebih lanjut.
c. Management Control System pada PT KAI sangatlah kurang pengawasan. Sebagai
BUMN dan salah satunya jasa transportasi yang dipercaya oleh masyarakat
seharusnya siapapun yg berada pada pihak PT KAI berperan baik tanpa melakukan
kecurangan dalam bisnis. Hal ini akan mencerminkan bahwa perusahaan melakukan
bisnis yang sangat buruk dalam persaingan.
d. Menurut saya, etika bisnis sama sekali dijauhi demi terciptanya keinginan para
investor untuk mengirimkan investasinya. Nyatanya semua itu adalah kecurangan untuk
menutupi kebobrokan perusahaan yang ada. Dengan fraud ini dapat dikatakan bahwa
etika bisnis yang seharusnya dipatuhi telah dilanggar serta akan mencerminkan Bad
Corporate Governance.

e. Sebagai akuntan, saya cukup kecewa dengan hal ini. Untuk menjadi bagian dalam
sebuah BUMN sangatlah penting. Terutama harus menyediakan laporan untuk
kemajuan perusahaan. Seharusnya mereka tidak perlu memanipulasi laporan
keuangan yang ada. Dengan terciumnya kecurangan ini, akan berakibat fatal bagi
perusahaan. Mulai menurunnya kepercayaan masyarakat pada perusahaan, investor
pada perusahaan, dan sebagainya.

Вам также может понравиться