Вы находитесь на странице: 1из 9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir pada
tahun pertama kehidupan dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada
anak yang sering di jumpai. Jika katarak tetap tak terdeteksi, kehilangan
penglihatan yang permanen dapat terjadi. Turunnya penglihatan akibat katarak
tergantung pada posisi kekeruhan lensa, jika kekeruhan lentikular timbul pada
sumbu penglihatan maka akan terjadi gangguan visus secara signifikan dan
dapat berlanjut menjadi kebutaan. Jika kataraknya sedikit, dibagian depan atau
perifer lensa, gangguan penglihatan hanya sedikit.
B. ETIOLOGI DAN MORFOLOGI
Diperkirakan 50% penyebab katarak kongenital idiopatik, 30% herediter
(20% diantarnya autosomal dominan), selebihnya oleh karena sebab lain.
Wanita sebagai pembawa sifat (carrier) menunjukkan kekeruhan pada Y
suture lensa tapi tidak terlihat jelas.
Menurut Friedman 50% katarak kongenital adalah mutasi baru, yang mana
8,3 - 23 bersifat familial. Sementara itu pewarisan secara autosomal dominan,
autosomal resesif dan X-linked jarang ditemukan.

Secara skematik penyebab terjadinya katarak kongenital dapat di bagi atas:


1. Idiopatik
2. Pewarisan Mendel
a) Autosomal Dominan
b) Autosomal Resesif
c) X-linked
3. Infeksi intrauterine
a) Rubella
b) Chicken pox/ Herpes zoster
c) Herpes Simpleks
d) Cytomegalovirus
4. Prematuritas
5. Gangguan Metabolic
a) Galaktosemia
b) Sindrom Lowe
c) Sindrom Alport
6. Gangguan Kromosom
a) Trisomy- 21 ( Sindrom Down )
b) Trisomy- 13 ( Sindrom Patau )
c) Trisomy- 18 ( Sindrom Edwar )
7. Abnormalitas Okuler
a) Mikroptalmia

b) Aniridia
c) Persisten Hiperplasia Primary Vitreous ( PHPV )
Morfologi :
1) Polar yaitu lensa bagian korteks subkapsular, kapsul anterior dan kapsul
posterior
a. Katarak polaris anterior : biasanya kecil, bilateral, sistemik, non progresif
dan tidak terlalu mengganggu penglihatan. Merupakan herediter dengan pola
autosomal dominan.
b. Katarak polaris posterior : umumnya mengganggu penglihatan, bertendensi
menjadi lebih besar, unilateral dan kapsul kaku. Merupakan herediter dengan
pola autosomal dominan.
2) Sutural (stellate) : kekeruhan pada Y suture dari nukleus, biasanya tidak
mengganggu penglihatan, bercabang-cabang, bilateral, sistemik. Merupakan
herediter dengan pola autosomal dominan.
3) Koronary : kekeruhan pada korteks kecil-kecil dan berkelompok tersusun di
sekitar equator lensa berbentuk seperti mahkota (corona). Kekeruhan tidak
dapat dilihat tanpa dilatasi pupil. Tidak mempengaruhi ketajaman penglihatan.
Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan. Katarak dengan bentuk
ini telah dideskripsikan pada Down Syndrome dan Myotonic dystrophy.
4) Cerulean ( blue-dot cataract ) : kekeruhan kecil kebiru-biruan sekitar
korteks, non progesif dan tidak mengganggu penglihatan.

10

5) Nuklear : kekeruhan yang terjadi pada nukleus lensa embrional dan atau
nukelus fetal. Biasanya bilateral dan jika luas gejalanya berat dan kekeruhan
dapat total mengenai nukleus. Mata dengan katarak nuclear congenital
cenderung Mikrophthalmia.
6) Kapsular : kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul anterior.
Merupakan differensial dari katarak polaris anterior. Umumnya tidak
mengganggu penglihatan.
7) Lamellar (zonular) : merupakan bentuk katarak kongenital terbanyak,
bilateral dan sistemik. Efek terhadap penglihatan bervariasi tergantung pada
ukuran dan densitas kekeruhan lensa. Pada beberapa kasus katarak lamellar
adalah transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa fetus. Katarak
Lamellar adalah transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa
fetus. Katarak lamellar juga diwariskan secara autosomal dominan. Katarak
lamellar adalah kekeruhan zona atau lapisan spesifik lensa. Secara klinis
katarak dapat dilihat sebagai lapisan keruh dengan sentral jernih. Kekeruhan
yang berbentuk tapal kuda disebut riders.
8) Komplit atau total adalah katarak dengan morfologi semua serat lensa
keruh. Refleks fundus tidak ada, dan retina tidak dapat dilihat dengan
ophthalmoscopy direct maupun indirect. Beberapa katarak bisa sub total
waktu lahir dan bergerak sangat cepat menjadi katarak komplit. Katarak bisa
unilateral dan bilateral yang menimbulkan gangguan penglihatan berat.

11

C. GAMBARAN KLINIS
Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria. Gejala
ini kadang-kadang tidak terlihat jelas pada bayi yang baru lahir, karena pupil
miosis. Bila katarak binokuler, penglihatan kedua mata buruk sehingga
orangtua biasanya membawa anak dengan keluhan anak kurang melihat, tidak
dapat fokus atau kurang bereaksi terhadap sekitarnya. Gejala lain yang dapat
di jumpai antar lain fotofobia, strabismus, nistagmus. Adanya riwayat keluarga
perlu ditelusuri karena kira-kira sepertiga katarak kongenital merupakan
herediter. Riwayat kelahiran yang berkaitan dengan prematuritas, infeksi
maternal, pemakaian obat-obatan dan radiasi selama kehamilan perlu
ditanyakan.
Katarak kongenital sering hadir bersamaan dengan kelainan okuler atau
sistemik lain. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan
kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat ditemukan
antara lain mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi
retina, atrofi retina, dan lain-lain. Sedangkan kelainan non okuler yang di
dapat antara lain : retardasi mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit
jantung kongenital, wajah mongoloid dan sebagainya.

12

D. PENALAKSANAAN
Pada anak-anak pemasangan lensa kontak ataupun kacamata ditujukan
untuk koreksi afakia. Lensektomi dilakukan melalui insisi kecil di limbus atau
pars plana menggunakan alat pemotong vitreous atau alat aspirasi manual.
Irigasi dapat dilakukan dengan alat infus terintegrasi atau kanul yang terpisah
untuk pembedahan bimanual. Korteks dan lensa secara umum bersifat lunak
sehingga fakoemulsifikasi tidak diperlukan. Kapsulektomi anterior dilakukan
sebelum atau setelah pengangkatan seluruh korteks.
Karena kekruhan kapsul posterior cepat terjadi pada anak-anak,
penanganan kapsulotomi moderat dan vitrektomi anterior sebaiknya
dilaksanakan pada saat pembedahan, terutama pada bayi. Sisa kapsul lensa
posterior

bagian

perifer

sebaiknya

ditinggalkan

untuk memfasilitasi

penanaman IOL sekunder di kemudian hari.


Ketika IOL digunakan secara luas pada tahun 1980 maka tehnik yang
digunakan para ahli adalah tehnik ekstra kapsular katarak dan menggantikan
tehnik intrakapsular. Walaupun ECCE memerlukan insisi limbus yang relatif
besar ( 8-10 mm ) tapi hal ini relatif sederhana dan memudahkan untuk belajar
tanpa membutuhkan peralatan yang mahal. Setelah can opener capsulotomy
dilakukan dengan jarum halus atau cystitome sehingga nukleus lensa
terdorong. Material korteks di aspirasi dan diangkat dari kapsul posterior yang
intak. Dimana sebagai tempat insersi IOL di dalam kantung kapsular. Insisi
kemudian di jahit, kadang-kadang hal ini menimbulkan astigmatisma kornea.

13

Perbaikan visual secara lambat biasanya 3 bulan post operasi dan


astigmatisma dapat hilang dalam beberapa waktu kemudian.
Rehabilitasi optik post operasi
Pilihan koreksi optik untuk afakia tergantung pada berbagai faktor. Kacamata
afakia adalah metode paling aman yang tersedia dan mudah diganti untuk
mengakomodasi perubahan refraksi yang timbul seiring pertumbuhan anak.
Kacamata tidak praktis pada monokular afakia disebabkan adanya anisekonia.
Sampai anak dapat memakai lensa bifokal, pilihan kekuatan refraksi sebaiknya
sedikit miopia. Lensa kontak adalah pilihan metode terpopuler yang sangat
baik pada kasus monokular afakia. Mengubah kekuatan lensa relatif mudah
dilaksanakan dan beberapa lensa kontak dapat dipakai selama 24 jam. Sangat
disayangkan lensa kontak mudah bergeser bila mata digosok-gosok dan
harganya mahal. Sebagai tambahan, koreksi kacamata diperlukan jika
penglihatan yang jelas diinginkan untuk penglihatan dekat dan jauh. Tetapi
lensa kontak juga memiliki resiko infeksi berulang dan terjadinya ulkus
kornea.
Pemilihan kekuatan lensa intra okuler.
Karena mata anak-anak terus memanjang hingga usia 11 tahun, pilihan
kekuatan lensa intra okuler yang tepat sangatlah rumit. Penelitian telah
memperhatikan bahwa kelainan refraksi pada anak yang afakia mengalami
pergeseran miopia ( Myopic shift ) 7-8 D dari usia 1 hingga 10 tahun.
Kemudian jika anak dibuat emetropia pada usia 1 tahun nilai refraksinya pada

14

usia 10 tahun menjadi sekitar -8D. Oleh karena itu implantasi lensa intra
okuler memerlukan perhitungan yang mencakup usia anak dan target refraksi
pada saat dilakukan pembedahan. Kebanyakan ahli memasang implant lensa
intra okuler dengan kekuatan yangdibutuhkan sampai usia dewasa dan
membiarkan anak tumbuh dewasa dengan pilihan kekuatan lensa intra okuler
tersebut. Kemudian anak yang undercorrection dan memerlukan kacamata
hipermetropia dengan penurunan kekuatan refraksi bertahap hingga usia
remaja. Ahli lainnya lebih menganjurkan emetropia pada saat implantasi lensa
intraokuler, khususnya pada yang unilateral untuk menghindari anisometropia
dan memfasilitasi perkembangan fungsi binokuler. Pada anak-anak seperti ini
berkembang progesif menjadi lebih miopia seiring waktu dan akhirnya
memerlukan prosedur sekunder untuk mengatasi peningkatan anisometropia.
E. KOMPLIKASI
Pada anak-anak komplikasi setelah pengangkatan lensa berbeda dengan
dewasa. Retinal detachment, macula edema, dan abnormalitas kornea jarang
pada anak-anak. Insidensi infeksi setelah operasi dan perdarahan, sama pada
dewasa dan anak-anak. Glaukoma berhubungan dengan pediatrik afakia
berkembang setiap tahun setelah pengangkatan lensa dilaporkan terjadi sampai
25% dari pasien.

15

F. PROGNOSIS
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak congenital yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya
ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi
tingkat pencapaian pengihatan pada kelompok ini.
Penglihatan yang baik setelah operasi katarak tergantung pada banyak
factor, meliputi age of onset, tipe katarak, waktu dilakukan pembedahan,
koreksi optikal, dan penanganan ambliopia. Secara umum afakia bilateral
mempunyai kemampuan visual yang lebih baik dibandingkan afakia
monocular.

16

Вам также может понравиться