Вы находитесь на странице: 1из 11

Persepsi dan Keputusan Individual

Apakah Persepsi itu ?


Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna
kepada lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat
berbeda dari kenyataan yang objektif. Karena perilaku orang didasarkan pada
persepsi mereka akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri, maka persepsi
sangat penting pula dipelajari dalam perilaku organisasi.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Persepsi
Ada beberapa faktor yang memengaruhi persepsi yaitu :
1. Pelaku persepsi : penafsiran seorang individu pada suatu objek yang
dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri,
diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu,
dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan
merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi
mereka.
2. Target : Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan
membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu,
objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersama-sama pula.
3. Situasi : Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja,
seorang wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu
terlihat oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar,
kemungkinannya sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya.
Membuat Penilaian Tentang Individu Lain
Persepsi kita tentang individu berbeda dari persepsi kita tentang bendabenda mati karena kita membuat kesimpulan tentang berbagai tindakan dari
individu yang tidak kita temui pada benda-benda mati. Benda mati bergantung

pada hukum alam, tetapi tidak memiliki keyakinan, motif, atau niat, sementara
manusia memiliki semua hal tersebut. Hasilnya adalah ketika kita mengobservasi
individu, kita berusaha untuk mengembangkan berbagai penjelasan tentang
mengapa mereka berperilaku dalam cara-cara tertentu. Oleh karenanya, persepsi
dan penilaian kita tentang tindakan seseorang akan dipengaruhi secara signifikan
oleh asumsi yang kita buat tentang keadaan internal orang tersebut.
Teori

Hubungan

(attribution

theory)

telah

dikemukakan

untuk

mengembangkan penjelasan tentang cara-cara kita menilai individu secara


berbeda bergantung pada arti yang kita hubungkan dengan perilaku tertentu. Pada
dasarnya teori ini mengemukakan bahwa ketika mengobsevasi perilaku individu
kita berupaya menentukan apakah perilaku tersebut disebabkan secara internal
atau eksternal.
Namun sebagian penentuan bergantung pada tiga faktor :
1. Kekhususan

: merujuk apakah seorang individu memperlihatkan


perilaku-perilaku berbeda dalam situasi yang berbeda.

2. Konsensus

: apabila semua individu menghadapi situasi serupa


dengan respons yang sama.

3. Konsistensi

: apabila individu selalu merespon situasi dalam cara


yang sama.

Salah satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada
kekeliruan atau prasangka (bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau
memutar balik atribusi. Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan
pengaruh faktor dari luar dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya
saja, penurunan penjualan seorang salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari
kemalasannya daripada akibat kalah saing dari produk pesaing.
Ada beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita
membuat persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang
valid (sahih) untuk membuat ramalan, yaitu :

1.

Persepsi selektif
orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka tafsirkan
berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap.

2.

Efek halo
yaitu menarik kesan umum mengenai seorang individu berdasarkan
karakteristik tunggal.

3.

Efek kontras
yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi
pembandingan dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang
berperingkat lebih tinggi atau rendah pada karakteristik yang sama.

4.

Proyeksi
menghubungkan karakteristik kita sendiri dengan orang lain.

5.

Berstereotipe
menilai seseorang berdasarkan persepsi seseorang terhadap kelompok
seseorang itu.

Penerapan Khusus dalam Organisasi


Individu dalam organisasi saling melakukan penilaian. Para manajer harus
memuji kinerja karyawan mereka. Kita mengevaluasi seberapa banyak usaha yang
dikerahkan oleh para rekan kerja kita untuk pekerjaan mereka. Ketika seseorang
bergabung dalam sebuah tim kerja, ia dengan segera diukur oleh anggota tim
lainnya. Dalam banyak kasus, penilaian ini memiliki konsekuensi penting bagi
organisasi tersebut. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :
1.

Wawancara karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara sering


membuat penilaian perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang
berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan dalam diri seorang calon
yang sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting
dalam keputusan mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa
faktor-faktor perseptual mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan
akhirnya mempengaruhi kualitas dari angkatan kerja suatu organisasi.

2.

Pengharapan kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan berupaya


untuk mensahihkan persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika
persepsi

tersebut

keliru.

Pengharapan

kita

mengenai

seseorang/sekelompok orang akan menentukan perilaku kita.


3.

Evaluasi kinerja : penilaian kinerja seorang karyawan sangat bergantung


pada proses perseptual. Walaupun penilaian ini bisa objektif, namun
banyak yang dievaluasi secara subjektif. Ukuran subjektif adalah
berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum
mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil
penilaian tersebut.

4.

Upaya karyawan : Dalam banyak organisasi, tingkat upaya seorang


karyawan dinilai sangat penting, jadi bukan hanya kinerja saja. Namun
penilaian terhadap upaya ini sering merupakan suatu pertimbangan
subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan prasangka (bias)
perseptual.

5.

Kesetiaan karyawan : pertimbangan lain yang sering dilakukan manager


terhadap karyawan adalah apakah karyawan tersebut setia atau tidak
kepada organisasi. Sayangnya, banyak dari penilaian kesetiaan tersebut
bersifat pertimbangan.

Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual


Pengambilan kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas,
merupakan suatu bagian yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana
individu dalam organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka
sebagiah besar dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu
masalah. Terdapat suatu penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan
sesuatu keadaan yang diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah tindakan
alternatif. Misalnya, seorang manager suatu divisi menilai penurunan penjualan
sebesar 2% sangat tidak memuaskan, namun didivisi lain penurunan sebesar itu
dianggap memuaskan oleh managernya.

Perlu diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan


evaluasi terhadap informasi. Karena itu, data yang diterima perlu disaring,
diproses, dan ditafsirkan. Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan
keputusan. Persepsi dari pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut,
yang akan mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
Bagaimana Keputusan Seharusnya Dibuat?
Proses Pengambilan Keputusan Rasional
Pengambil keputusan harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang
konsisten dalam batas-batas tertentu. Ada enam langkah dalam model
pengambilan keputusan yang rasional, yaitu :
1. menetapkan masalah
2. mengidentifikasi kriteria keputusan
3. mengevaluasi bobot pada kritera
4. mengembangkan alternatif
5. mengevaluasi alternatif
6. memilih alternatif terbaik
Model pengambilan keputusan yang rasional diatas mengandung sejumlah
asumsi, yaitu:
a. Kejelasan masalah
pengambil keputusan memiliki informasi lengkap sehubungan dengan
situasi keputusan.
b. Pilihan-pilihan diketahui
pengambil keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria yang relevan
dan dapat mendaftarkan semua alternatif yang dilihat.
c. Pilihan yang jelas
kriteria dan alternatif dapat diperingkatkan sesuai pentingnya.
d. Pilihan yang konstan
kriteria keputusan konstan dan beban yang ditugaskan pada mereka stabil
sepanjang waktu.
e. Tidak ada batasan waktu dan biaya
f. Pelunasan maksimum

Meningkatkan Kreativitas dalam Pembuatan Keputusan


Dengan adanya kreativitas pengambil keputusan dapat memproduksi
gagasan-gagasan baru yang bermanfaat. Selain itu, juga memungkinkan untuk
lebih menghargai dan memahami masalah, termasuk masalah yang tidak dapat
dilihat orang lain.
1. Potensial kreatif
yaitu potensi yang dimiliki kebanyakan orang, namun untuk mengeluarkannya
orang harus keluar dari kebiasaan psikologis yang kebanyakan dari kita
terlibat didalamnya dan belajar bagaimana berpikir tentang satu masalah
dengan cara yang berlainan.
2. Model kreativitas tiga komponen
suatu badan riset menunjukkan bahwa kreativitas individual pada hakikatnya
menuntut keahlian, ketrampilan berpikir kreatif, dan motivasi tugas intrinsik.
Semakin tinggi tingkat dari masing-masing komponen ini, maka semakin
tinggi pula kreativitas seseorang.
Bagaimana Sebenarnya Keputusan Dalam Organisasi dibuat?
Apakah para pembuat keputusan dalam organisasi bersikap rasional? Bagi
para pembuat keputusan baru yang hanya memiliki sedikit pengalaman, para
pembuat keputusan akan dihadapkan dengan masalah-masalah sederhana yang
memilii sedikit alternatif tindakan. Sebaian besar keputusan didunia nyata tidak
mengikuti model rasional. Sebagai contoh, individu biasanya sudah puas dengan
menemukan solusi yang bisa diterima atau masuk akal untuk masalah mereka
daripada sebuah solusi yang optimal. Sebagian besar keputusan yang signifikan
dibuat dengan penilaian, daripada dengan model petunjuk yang didefinisikan.
Kebanyakan keputusan dalam organisasi biasanya diambil dengan cara
seperti dibawah ini :
1. Rasionalitas terbatas
para individu mengambil keputusan dengan merancang bangun model-model
yang disederhanakan yang menyuling ciri-ciri hakiki dari masalah tanpa
menangkap semua kerumitannya. Bila berhadapan pada masalah yang
kompleks, kebanyakan orang menanggapi dengan mengurangi masalah pada

level amna masalah itu dapat dipahami. Ini disebabkan karena kemampuan
manusia

mengolah

informasi

terbatas,

membuatnya

tidak

mungkin

mengasimilasi dan memahami semua informasi yang perlu untuk optimisasi.


Dengan demikian, mereka mencari pemecahan yang memuaskan.
2. Intuisi
penggunaan intuisi untuk mengambil keputusan tidak lagi diangap tak rasional
atau tak efektif. Ada pengakuan yang makin berkembang bahwa analisis
rasional

terlalu

ditekankan

dan

bahwa

dalam

kasus-kasus

tertentu

mengandalkan pada intuisi dapat memperbaiki pengambilan keputusan.


Namun perlu dilihat bahwa definisi intuitif dari para ahli adalah suatu proses
tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang tersaring. Intuisi ini
juga saling melengkapi dengan analisi rasional. Ada 8 kondisi dimana orang
paling mungkin menggunakan intuisi didalam pengambilan keputusan, yaitu :
bila ada ketakpastian dalam tingkat yang tinggi, bila hanya sedikit preseden
untuk diikuti, bila variabel-variabel kurang dapat diramalkan secara ilmiah,
bila fakta terbatas, bila fakta tidak menunjukkan dengan jelas jalan utnuk
dituruti, bila data analitis kurang berguna, bila ada beberapa penyelesaian
alternatif untuk dipilih dengan argumen yang baik, dan bila waktu terbatas dan
ada tekanan untuk segera diambil keputusan yang tepat.
3. Identifikasi masalah
masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih lebih tinggi
dibanding masalah-masalah yang penting. Ada dua alasan atas hal tersebut :
mudah untuk mengenal masalah-masalah yang tampak, dan karena kita
prihatin dengan pengambilan keputusan dalam organisasi sehingga para
pengambil keputusan ingin tampil kompeten dan berada pada puncak
masalah.
4. Pengembangan alternatif
bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan adalah inkremental, bukan
komprehensif. Artinya pengambil keputusan mengindari tugas-tugas sulit yang

mempertimbangkan semua faktor penting, menimbang relatif untung dan


ruginya, serta mengkalkulasi nilai untuk masing-masing alternatif. Sebagai
gantinya, mereka membuat suatu perbandingan terbatas yang bersifat suksesif.
Akibatnya

pilihan

keputusanpun

disederhanakan

dengan

hanya

membandingkan alternatif-alternatif yang berbeda dalam tingkat yang relatif


kecil dari pilihan terbaru.
5. Membuat pilihan
untuk menghindari keputusan yang terlalu sarat, para pengambil keputusan
mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan
keputusan.
Ada dua kategori umum heuristik dan satu bias lainnya, yaitu :
a. Heuristik ketersediaan : kecenderungan pada orang untuk mendasarkan
penilaian pada informasi yang sudah ada ditangan mereka. Ini
menjelaskan mengapa para manager lebih mempertimbangkan kinerja
terakhir karyawan daripada kinerjanya setengah tahun yang lalu. Sama
halnya dengan pikiran orang bahwa naik pesawat lebih berbahaya
daripada mobil.
b. Heuristik representatif : menilai kemungkinan dari suatu kejadian
dengan menarik analogi dan melihat situasi identik dimana sebenarnya
tidak identik. Contohnya adalah manager yang sering menghubungkan
keberhasilan suatu produk baru dengan keberhasilan produk sebelumnya,
anak-anak yang menonton film Superman dan merasa dirinya seperti
Superman, dls.
c. Peningkatan komitmen : suatu peningkatan komitmen pada keputusan
sebelumnya meskipun ada informasi negatif. Individu meningkatkan
komitmen terhadap suatu arah tindakan yang gagal ketika mereka
memandang diri mereka sebagai orang yang bertanggung jawab atas
kegagalan tersebut, dengan tujuan untuk memperlihatkan bahwa
keputusan awal mereka tidak keliru dan menghindari keharusan untuk
mengakui kekeliruan itu. Banyak organisasi menderita kerugian karena

seorang manager bertekad membuktikan bahwa keputusan awalnya benar


dengan terus mengorbankan sumber daya kepada apa yang merupakan
kerugian sejak awal.
6. Perbedaan individual-gaya pengambilan keputusan
Riset mengidentikasikan empat pendekatan individual yang berbeda dalam
pengambilan keputusan, yaitu :
- Analitis
memiliki toleransi jauh lebih besar terhadap ambiguitas, cermat, mampu
menyesuaikan diri dengan situasi baru.
- Direktif
memiliki toleransi rendah atas ambiguitas, mencari rasionalitas, efisien, logis,
mengambil keputusan cepat, dan berorientasi jangka pendek.
- Konseptual
berpandangan sangat luas, mempertimbangkan banyak alternatif,

orientasi

jangka panjang, dan anagt baik untuk menemukan solusi yang kreatif.
- Perilaku
bisa bekerja baik dengan yang lain, memperhatikan kinerja rekan kerja dan
usulan-usulan mereka, mengandalkan pertemuan untuk berkomunikasi,
mencoba menghindari konflik, dan mengupayakan penerimaan.
7. Hambatan dari organisasi
Dalam sebuah organisasi para manager akan membentuk keputusan sesuai
dibawah ini :
- Evaluasi kinerja
manager dipengaruhi oleh kriteria yang mereka gunakan untuk mengevaluasi.
Mereka akan bertindak sesuai apa yang dijadikan penilaian/tolok ukur.
- Sistem imbalan
yaitu dengan mengemukakan kepada karyawan pilihan apa yang lebih disukai
terhadap upah.

- Pembatasan waktu
batas waktu yang eksplisit dalam pengambilan keputusan menciptakan
tekanan waktu pada pengambil keputusan dan mempersulit untuk
mengumpulkan semua informasi yang ingin mereka dapatkan.
- Reseden historis
keputusan yang diambil dimasa lalu akan terus membayangi keputusan saat
ini.
8. Perbedaan budaya
Latar belakang budaya dari pengambil keputusan dapat mempengaruhi seleksi
masalah, kedalaman analisis, arti penting yang ditempatkan pada logika dan
rasionalitas, atau apakah keputusan organisasional hendaknya diambil secara
otokratis atau secara kolektif.
Bagaimana Etika dalam Pembuatan Keputusan?
Bagian terakhir adalah mengenai keetisan dalam pengambilan keputusan.
Ada tiga kriteria keputusan yang etis, yaitu :
1.

Kriteria Utilitarian
dimana keputusan diambil semata-mata atas dasar hasil/konsekuensi

mereka.

Tujuan Utilitarianisme adalah memberikan kebaikan terbesar untuk

jumlah

terbanyak. Pandangan ini cenderung mendominasi pembuatan

keputusan bisnis. Pandangan ini konsisten dengan tujuan-tujuan efisiensi,


produktivitas,
2.

dan laba yang tinggi.

Kriteria berfokus pada hak


Hal ini memungkinkan individu membuat keputusan-keputusan yang

konsisten dengan kemerdekaan dan hak fundamental seperti dokumen Bill of


Rights.

Penekanan pada hak-hak dalm membuat

keputusan berarti

menghormati dan melindungi hak asasi manusia.


3.

Kriteria berfokus pada Keadilan


Kriteria ini mengharuskan individu untuk menentukan dan menjalankan

peraturan-peraturan dengan baik dan adil sehingga terdapat distribusi laba dan
biaya secara adil. Pandangan ini membenarkan pemberian bayaran yang sama

untuk setiap individu atas pekerjaan tertentu tanpa memperhatikan perbedaanperbedaan kinerja, dan pengunaan senioritas sebagai penentu utama dalam
membuat keputusan-keputusan pemberhentian
Tiap-tiap kriteria memiliki kelebihan dan kekurangan. Fokus pada
utilitarianisme

meningkatkan

efisiensi

dan

produktivitas,

tetapi

dapat

mengakibatkan pengabaian hak-hak beberapa individu terutama individu yang


memiliki perakilan minoritas dalam organisasi. Penggunaan hak sebagai kriteria
melindungi individu dari luka dan konsisten dngan kebebasam dan privasi, tetapi
kriteria ini dapat menciptakan sebuah lingkungan kerja yang terlalu sesuai dengan
hukum yang mengalangi produktivitas dan efisiensi. Fokus pada keadilan
melindungi kepentingan individu-individu yang tidak mempunyai perwakilan
yang cukup dan tidak begitu kuat, tetapi kriteria ini bisa mendorong rasa
pemberian hak yang mengurangi pengambilan resiko, inovasi, dan produktivitas.
Para pembuat keputusan, terutama organisasi-organisasi pencari laba
cenderung merasa aman dan nyaman ketika mereka menggunakan utilitarianisme.
Banyak tindakan yang meragukan bisa dibenarkan ketika disusun dalam
kepentingan organisasi dan pemegang saham. Tetapi banyak pengkritik pembuat
keputusan bisnis menganjurkan bahwa perspektif ini harus diubah. Persoalan
mengenai hak-hak individual dan keadilan sosial yang semakin banyak di
masyarakat menunjukkan pentingnya para manajer untuk mengembangkan
standar-standar etis berdasarkan kriteria non Utilitarian. Hal ini menghadirkan
tantangan yang solid bagi para manajer saat ini karena membuat berbagai
keputusan menggunakan kriteria seperti hak-hak individual dan keadilan sosial
melibatkan jauh lebih banyak ambiguitas bila dibandingkan menggunakan kriteria
Utilitarian seperti pengaruh efisiensi dan laba.

Вам также может понравиться