Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ISBN : 978-979-8940-29-3
Abstrak
Terkait dengan MDGs, Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan aksi-aksi mengatasi
kelaparan, kekurangan gizi serta kemiskinan. Disisi lain, upaya pemenuhan konsumsi pangan
dihadaplan pada tantangan besar karena jumlah penduduk yang terus meningkat dan terjadinya
pergeseran pola pangan pokok. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis sejauhmana pola
diversifikasi dan tingkat konsumsi pangan pokok di Indonesia. Data yang digunakan adalah data
Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2002, 2005 dan 2008, yang dikumpulkan oleh BPS
dan diolah oleh Departemen Pertanian serta dari instansi terkait lainnya. Data dianalisis secara
deskriptif dalam bentuk tabel-tabel. Hasil analisis menunjukkan bahwa: 1) Pola konsumsi pangan
pokok di Indonesia cenderung pola pangan tunggal yaitu beras. Selain itu pola pangan pokok kedua,
yang semula dari umbi-umbian dan jagung bergeser ke terigu dan produknya seperti mi instan, 2).
Tingkat konsumsi beras langsung untuk rumahtangga masih tinggi yaitu 104,9 kg/kap/tahun. Untuk
pangan pokok lainnya relatif kecil (jagung: 2,9 kg; terigu: 11,2 kg; ubikayu: 12,9 kg; ubijalar: 2,8 kg/
kap/tahun), 3) Dari segi diversifikasi pangan dalam konsep Pola Pangan Harapan (PPH), konsumsi
beras perlu diturunkan, sebaliknya konsumsi jagung dan umbi-umbian ditingkatkan. Oleh karena itu,
diversifikasi pangan termasuk pangan pokok yang telah dicanangkan oleh pemerintah diimplementasikan secara konsisten dan berkelanjutan oleh semua elemen masyarakat. Keberhasilan
diversifikasi pangan pokok akan mengurangi konsumsi beras, dan pada gilirannya mempermudah
pencapaian swasembada beras.
Kata kunci : Diversifikasi, pangan pokok, swasembada beras
Pendahuluan
Indonesia telah menyatakan komitmen
untuk melaksanakan aksi-aksi mengatasi kelaparan, kekurangan gizi serta kemiskinan di
dunia. Dalam Millenium Development Goals
(MDGs) , ditegaskan untuk mengurangi angka
kemiskinan ekstrim dan kerawanan pangan di
dunia sampai setengahnya di tahun 2015. Keta
-hanan pangan yang dibangun di Indonesia,
disamping sebagai prasyarat untuk memenuhi
hak azasi pangan masyarakat juga merupakan
pilar bagi eksistensi dan kedaulatan suatu
bangsa. (Dewan Ketahanan Pangan, 2006).
Pembangunan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan diarahkan untuk menopang
kekuatan ekonomi domestik sehingga mampu
menyediakan pangan yang cukup secara ber65
ISBN : 978-979-8940-29-3
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 1. Distribusi Propinsi Menurut Pola Konsumsi Makanan Pokok Tahun 1979, 1984, dan
1996
No.
1979a
1984a
1.
Beras
2.
Beras+umbi-umbian
Kaltim, Kalteng,
Kalbar, Kalsel, Sumut, Sumsel, Riau,
Jambi, Jabar
3.
Beras+jagung+umbi-umbian
Sulut, NTT
4.
Beras+umbi-umbian+jagung
5.
Beras+umbi-umbian+sagu+
pisang
Beras+sagu+umbi-umbian
Beras+umbi-umbian+sagu+
jagung
Beras + sagu
Beras + jagung
Beras+jagung+sagu+umbiumbian
Beras+sagu+umbi-umbian+
jagung
Maluku
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Papua
Papua
NTB,Sulsel, Sultra
-
Sulteng
Sulteng
Sultra
67
1996b
NTB, Kalbar,
Kalteng, Kalsel,
Kaltim, Sulut,
Sulteng, Sulsel
-
Sultra
Maluku, Papua
NTT, Tim-Tim
-
ISBN : 978-979-8940-29-3
Dengan menggunakan data yang terakhir yaitu Susenas 2002, 2005 dan 2008
menunjukkan semakin nyata bahwa pola konsumsi pangan pokok masyarakat di Indonesia
telah bergeser dari pola beragam menjadi pola
tunggal yaitu beras. Dari Tabel 2 terlihat
bahwa pola konsumsi tunggal beras terjadi
pada semua tingkatan pendapatan, dari
masyarakat miskin sampai masyarakat kaya.
Dominasi beras sebagai pola pangan pokok
utama terus berlangsung di setiap propinsi
dan tidak tergantikan oleh jenis pangan
pokok lain. Perubahan jenis pangan pokok
hanya terjadi pada komoditas bukan beras,
seperti antara jagung dengan umbi dan
sebaliknya.
Tingkat Konsumsi Pangan Pokok
Beras selain sumber energi dan protein utama dalam pola konsumsi masyarakat,
juga sebagai wage goods dan political goods.
2002
2005
2008
B,J,UK
B, T
60.000-79.999
B,J,UK,T
B,T
80.000-99.999
B,T,UK
B,T
100.000-149.999
B,T
B,T
B,T,J
150.000-199.999
B,T
B,T
B,T
200.000-299.999
B,T
B,T
B,T
300.000-499.999
B,T
B,T
B,T
500.000 749.999
B,T
B,T
B,T
750.000 999.999
B,T
B,T
B,T
> 1000.000
B,T
B,T
B,T
< 60.000
68
ISBN : 978-979-8940-29-3
Beras
Jagung
Terigu
Ubikayu
Ubijalar
Sagu
2002
115,5
3,4
8,5
12,8
2,8
0,3
2005
105,2
3,3
8,4
15,0
4,0
0,5
2008
104,9
2,9
11,2
12,9
2,8
0,5
Pangan lokal telah ditinggalkan oleh masyarakat dan beralih ke pangan nasional berupa
beras bahkan ke pangan internasional seperti
mi instan. Beras memang mempunyai banyak
kelebihan dibandingkan sumber karbohidrat
lainnya diantaranya adalah mempunyai cita
rasa yang lebih enak, lebih mudah diolah dan
komposisi zat gizi lebih baik dibandingkan
dengan pangan lokal lainnya.
Berkembangnya mi instan sebagai makanan utama setelah beras didorong oleh kebijakan jaman orde baru yang menganak69
ISBN : 978-979-8940-29-3
emaskan terigu selain beras. Adanya kebijakan impor gandum untuk diproses menjadi
tepung di dalam negeri yang berlangsung lama
dan subsidi harga terigu oleh pemerintah, maka harga terigu menjadi murah (50% lebih
rendah dari harga internasional). Selain itu
adanya kampanye yang intensif melalui berbagai jenis media seperti media elektronik,
product development yang diperluas dengan
harga yang bervariasi dan mudah diperoleh,
turut mendorong peningkatan partisipasi
konsumsi produk gandum terutama berupa
mi dan roti. Banyaknya ragam jenis, bentuk
dan cara masak komoditas mie, seperti mie
basah, mie kuah, mie instant dan produk mie
lainnya.
Banyak produk mie yang dengan cepat
diolah, disajikan dan dikonsumsi dengan kemasan yang bagus dan dengan variasi harga
yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan pilihan-pilihan produk mie sesuai
dengan kemampuannya. Konsumen produk
mie meliputi semua golongan, tidak hanya golongan atas tetapi juga menengah dan bawah.
Selain itu mie juga dengan mudah dijumpai di
berbagai tempat, tidak hanya di swalayan
tetapi juga di pasar tradisional atau warung
kecil di pedesaan. Menurut Sawit (2003) di
Indonesia, pada kelompok rendah dan menengah, beralihnya pangan dari non terigu ke
terigu atau produk olahannya begitu cepat
dibandingkan di negara-negara Asia.
ISBN : 978-979-8940-29-3
71
ISBN : 978-979-8940-29-3
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Padi. Departemen
Pertanian.
Departemen Pertanian. 2001. Kebijakan
Umum Pemantapan Ketahanan Pangan
Nasional. BBKP. Deptan. Jakarta.
Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan
Umum Ketahanan Pangan 2006-2009.
Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2009. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun
2010-2014. Jakarta
Kementerian Pertanian. 2010. Kinerja Pembangunan Sektor Pertanian 2009. Jakarta
Pusat Penelitian Agro Ekonomi. 1989. Pola
Konsumsi Pangan, Proporsi dan Ciri
Rumah Tangga Dengan Konsumsi
Energi Dibawah Standar Kebutuhan.
Kerjasama Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes. dengan PAE, Deptan.
Bogor.
Pambudy,R; T.E.Hari Basuki dan Mardianto,S.
2002. Resume Pertemuan Kebijakan
Perberasan Asia. Hasil Pertemuan Regional di Bangkok, Thailand. Oktober.
Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan.
Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Peraturan Presiden Republik Indonesia. No.
22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal.
Jakarta.
Rachman, H.P.S. 2001. Kajian Pola Konsumsi
dan Permintaan Pangan di Kawasan
Timur Indonesia. Disertasi. Program
Pascasarjana, IPB. Bogor.
Sawit, M.H. 2003. Kebijakan gandum/terigu:
harus mampu menumbuhkembangkan
industri pangan dalam negeri. Analisis
Kebijakan Pertanian, Vol. 1 (2): 100109. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
ISBN : 978-979-8940-29-3
73