Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh :
Budi Kusumah
20090310158
Diajukan Kepada :
REFLEKSI KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
: tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
Agama
: Islam
Alamat
Tanggal masuk
Tanggal pemeriksaan
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
: Demam
B. Keluhan Tambahan
Disangkal
Riwayat penyakit DM
: Disangkal
: Disangkal
Disangkal
Riwayat trauma : Disangkal
Riwayat mondok di RS : Disangkal
Riwayat operasi : Disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat penyakit DM
: Disangkal
: lemah
B. Kesadaran
: kompos mentis
C. Vital sign
: Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 78 x/menit, reguler
Suhu
: 38,5 oC
Kepala : mesochepal, simetris, tumor (-), tanda radang (-), bekas luka (-)
Mata
edema
- Mulut : mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor bagian tengah (-),
darah
mengalir di posterior faring (-)
3
2. Pemeriksaan leher
Kaku kuduk (-), deviasi trakhea (-), pembesaran limfonodi (-), pembesaran kelenjar
thyroid (-), massa (-), JVP tidak meningkat.
3. Pemeriksaan thoraks
Pulmo
- inspeksi
: bentuk dada normal, kedua hemithoraks simetris, tidak ada bekas luka,
ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
- palpasi
- perkusi
- auskultasi
: suara dasar
: vesikuler
suara tambahan
Cor
- inspeksi
- perkusi
- palpasi
: dinding perut lebih rendah daripada dinding dada, flat, tidak ada luka,
: supel, permukaan perut setinggi dada, nyeri tekan epigastrum (+), hepar
dan lien tidak teraba dan nyeri tekan (-)
- perkusi
: timpani
5. Pemeriksaan Ekstremitas
- udem (-/-) , ekstremitas hangat (+), nadi kuat
- uji torniquet positif (+)
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
10
Darah rutin
4
11
12
Nilai normal
Satuan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
RDW-CV
RDW-SD
PDW
MPV
P-LCR
EO#
BASO#
NEUT#
LYMPH#
MONO#
EO%
BASO%
NEUT%
LYMPH%
MONO%
KED I
KED II
Kimia Darah
GDS
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
5,4
11,1
34,2
38
---
5,25
5,16
14
40,8
79,1
27,1
34,3
45
13,8
39,6
0,00
0,01
3,94
0,81
0,49
0,0
0,2
75,1
15,4
15,4
20
45
4,46
4,82
13,2
38,1
79
27,4
34,6
67
14,1
39,8
0,01
0,01
2,58
1,26
0,6
0,2
0,2
57,8
28,3
13,5
-
5,25
4,84
13,4
38,7
80
27,7
34,6
90
14,2
41,1
21,9
13,6
50,9
0,01
0,01
3,21
1,54
0,48
0,2
0,2
61,2
29,3
9,1
-
13,8
39,9
108
-
4.8 10.8
4.2 5.4
12 16
37 47
79 99
27 31
33 37
150 450
11.5 14.5
35 47
9 13
7.2 11.1
15 25
0.045 0.44
0 0.2
1.8 8
0.9 5.2
0.16 1
24
01
50 70
25 40
28
0 20
103/uL
106/uL
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
103/dL
%
fL
fL
fL
%
103/dL
103/dL
103/dL
103/dL
103/dL
%
%
%
%
%
mm/jam
mm/jam
142,6
34,7
0,93
60,7
28,3
75 150
10 50
0.5 0.9
< 32
< 32
mg/dl
mg/dl
mg/dl
U/L
U/L
V.
DIAGNOSIS BANDING
Observasi febris hari ke 4:
1. Dengue Fever
2. Dengue Hemorrhagic Fever
3. Cikungunya
4. Dispepsia
VIII. PERTANYAAN
Bagaimana mekanisme terjadinya DHF pada kasus ini ?
Bagaimana Manifestasi klinis dari DHF ?
Bagaimana cara menegakan diagnosis pada kasus ini ?
Bagaimana penatalaksanaan psien DHF ?
IX. JAWABAN
Jawaban no 1
Mekanisme terjadi infeksi virus dengue ini belum jelas. Perkembangan hipotesis dari
infeksi ini bermula pada tahun 1973 dimana Halstead mengajukan hipotesis Secondary
Heterologous Infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi
ulang oleh virus dengue yang berbeda serotipe. Reinfeksi ini dikatakan menyebabkan
6
Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue.
Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag. Selain itu aktifasi komplemen ini menyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a yang menyababkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.
Sedangkan trombositopenia pada infeksi dengue sseperti pada pasien ini dapat terjadi
melalui mekanisme: supresi sumsum tulang dan destruksi dan pemendekan masa hidup
trombosit. Destruksi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi
trombosit.
Jawaban no 2
Dengue memiliki spektrum yang luas dari presentasi klinis, sering kali dengan evolusi
klinis dan hasil yang tak terduga. Manifestasi klinis infeksi virus Dengue termasuk
didalamnya DHF sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak
spesifik, hingga yang paling berat yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS). Dalam praktek
sehati-hari, pada saat pertama kali penderita masuk rumah sakit tidaklah mudah untuk
memprediksikan apakah penderita DF tersebut akan bermanifestasi menjadi ringan atau
berat. Infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue yang berbeda dari sebelumnya
merupakan faktor resiko terjadinya manifestasi DHF yang berat atau Dengue Shock
Syndrome (DSS).
Gambar 4. Gambaran demam dan beberapa gejala yang muncul pada pasien DHF
sesuai hari terinfeksi
Awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodormal seperti nyeri kepala, nyeri
berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias sindrom
yaitu; demam tinggi, nyeri anggota badan, dan timbul rash/ruam. Ruam muncul pada 6-12
jam sebelum suhu naik pertama kali pada hari ke 3-5, dan berlangsung 3-4 hari. Rash
bersifat makulo papular yang menghilang saat di tekan dan terdapat pada dada, abdomen,
anggota gerak serta muka.
Parameter pemeriksaan laboratorium darah yang dapat diperiksa antara lain:
1. Adanya trombositopenia, yaitu jumlah trombosit < 150.000/mm (normalnya 150450 ribu/mm)
2. Hemokonsentrasi, yaitu pengentalan darah akibat perembesan plasma (komponen
darah cair non seluler), ditandai dengan nilai Hematokrit (Hct) yang meningkat
20% dari nilai normalnya.
3. Leukopenia pada periode pra demam dan demam menjadi neutrofilia relatif dan
limfopenia, disusul neutropenia relatif, limfositosis, dan sel plasma meningkat
pada periode puncak penyakit.
Jawaban no 3
Diagnosis untuk kasus pasien kali ini adalah dengue haemorrhagic fever derajat 1. Dalam
menentukan diagnosis ini digunakan kriteria diagnosis dari WHO yaitu sebagai berikut:
1. Dengue Fever (DF)
10
Demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. myalgia/atralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan (uji torniquet positif)
f. Leukopenia dan periksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DF/DHF yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, terkadang bifasik (saddle back
fever).
Pembesaran hati
Pemeriksaan laboratorium:
11
Leukopenia, pada kasus dengue, tes ini akan menunjukkan gambaran leukopenia.
Oleh karena itu jika ditemukan adanya leukositosis dan neutrofilia maka
kemungkinan infeksi dengue dapat disingkirkan.
Hipotensi,
12
4. DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita
syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin
dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur.
Pada Guideline for Treatment of Dengue Fever/ Dengue Haemorrhagic Fever in Small
Hospital yang diterbitkan oleh WHO pada tahun 2009, penggunaan klasifikasi seperti
disebutkan di atas didapatkan banyak kesulitan dalam prakteknya Karen aperubahan cirri
epidemiologi dan banyak kasus berat tetapi tidak memenuhi semua kriteria DHF. UNtuk
itu direkomendasikan untuk mengklasifikasikan dengue berdasarkan tingkat keparahan
yaitu:
1. Dengue ringan, dibagi menjadi:
- dengue ringan tanpa tanda bahaya
- dengue ringan dengan tanda bahaya
Dimungkinkan dengue apabila: tinggal / mengunjungi daerah endemik dengue dan
mengalami demam diikuti 2 kriteria dari:
a. mual dan muntah
b. rash
c. Nyeri otot/sendi
d. Uji tourniquet positif
e. Leukopenia
f. Ditemukan tanda bahaya
antara lain :
-
Munah persisten
Perdarahan mukosa
Letargis, restlessness
Hepatomegali >2 cm
2. Dengue berat
Dibagi menjadi:
a. Kebocoran plasma berat, yang mengarah pada:
-
Syok
b. Perdarahan hebat
c. Gangguan organ berat
-
Jawaban No 4
PENATALAKSANAAN
Protokol 1 Pasien Tersangka DBD
14
Hb, Ht,
trombosit normal
Observasi
Observasi
Rawat jalan
Rawat jalan
Periksa Hb, Ht, Periksa Hb, Ht,
trombosit/24 jam trombosit/24 jam
Rawat
Rawat
2. Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
Pasien dapat dipulang apabila:
1. Keadaan umum atau kesadaran dan hemodinamik baik, serta tidak demam.
2. Pada umumnya Hb, Ht dan jumlah trombosit dalam batas normal serta stabil dalam 24
jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit belum mencapai
normal (> 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan. Apabila pasien dipulangkan
sebelum hari ketujuh sejak masa sakitnya atau trombosit belum dalam batas normal,
maka diminta kontrol ke poiliklinik dalam waktu 1x24 jam atau bila kemudian
keadaan umum kembali memburuk agar segera dibawa ke UGD kembali.
Protokol 3 DBD dengan Peningkatan Ht >20%
Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan
infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasien kemudian dipantau selama 3-4
jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit
turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat, maka jumlah
cairan infus dikurangi menjadi 5 mk/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukakan pemantauan
kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 3ml/kbBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tidak
membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun
<20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus meningkatkan jumlah cairan infus
menjadi 10ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan lagi dan bila
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam tetapi bila
keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka cairan dinaikkan menjadi 15ml/kgBB/jam
dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda
syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada
dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti pemberian
cairan awal.
Protokol 4 DBD dengan Perdarahan Spontan
16
Perdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa, jumlah dan kecepatan
pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan tekanan darah, nadi,
pernafasaan, dan urin dilakukan sering dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta
pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit diulang setiap 4-6jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan
tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Tranfusi komponen darah diberikan
sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor pembekuan (PT dan aPTT
yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb <10mg/dl. Tranfusi trombosit hanya
diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah
trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.
Protokol 5 DBD Dewasa dengan Sindroma Syok Dengue.
Renjatan harus segera diatasi dengan penggantian cairan intravaskuler yang hilang,
karena angka kematian DBD dengan syok 10 x dibandingkan DBD tanpa syok. Pada kasus
SSD cairan kristaloid adalah pilihan utam. Selain itu diberikan oksigen 2-4liter/menit.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, homeostasis, analisis gas
darah, kadar natrium, kalium, klorida, ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB/jam dan
dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanandarah
sistolik 100mmHg dan tekanan nadi >20mmHg, frekuensi nadi <100x/menit dengan
volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat, serta diuresis 0,5-1
ml/kgBB/jam), jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 1-2jam
keadaan stabil maka pemberian menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 1-2 jam lagi keadaan
membaik, pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48jam setelah renjatan
teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit stabil serta diuresis cukup, maka pemberian
cairan perinfus harus dihentikan karena dapat menyebabkan hipervolemia, edema paru,
dan gagal jantung.
Pengawasan terhadap kemungkinan terjadi renjatan ulang dilakukan terutama
selama 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena cairan kristaloid hanya 20% saja
yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam sejak pemberian), oleh karena
pemantau vital sign tetap dilakukan. Diuresis diusahakan 2ml/kgBB/jam. Bila pada fase
awal renjatan belum teratasi maka tingkatkan pemberian cairan kristaloid menjadi 20-30
ml/kgBB/jam, kemudian dievaluasi 20-30 menit. Bila syok belum teratasi juga, perhatikan
17
nilai hematokrit, jika meningkat maka kebocoran plasma masih berlangsung, dan cairan di
ganti koloid 10-20 ml/kgBB/jam dan dievaluasi setelah 20-30 menit. Jika hematokrit
meningkat maka terjadi perdarahan internal, dan dilakukan tranfusi PRC 10ml/kgBB/jam
serta dapat diulang sesuai kebutuhan.
Bila keadaan syok belum teratasi maka dilakukan pemasangan kateter vena sentral,
dan pemberian koloid dapat ditingkatkan sampai maksimum yaitu 30 ml/kgBB/jam
dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H 2O. Bila masih belum teratasi juga maka
koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infesi sekunder. Bila
vena sentral sudah sesuai target tetapi renjatan belum teratasi maka dapat diberikan obat
inotropik /vasopresor.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Isselbacher, Kurt J. et all. (1999). Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 13. volume 2. EGC: Jakarta.
2. World Health Organisation (WHO). (2009). Dengue: Guideline for Diagnosis,
Treatment, Prevention, and Control. Diakses pada tanggal 16 Januari 2010 dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
3. Sudoyo, Aru. W.. Setyobudi, Bambang.. Alwi, Idrus.. K, Marcellus Simandibrata..
Setiati, Siti.. (2006). Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
4. World Health Organisation (WHO). (1999). Demam Berdarah Dengue: Diagnosis,
Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian. Edisi 2. Jakarta: EGC.
5. Price, Daniel D.. Wilson, Sharon. R.. (2009). Dengue Fever. Diakses pada tanggal 16
Januari 2010 dari http://emedicine.medscape.com/article/781961-print.
6. World Health Organisation (WHO). (1999). Guideline for Treatment of Dengue Fever/
Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospital. Diakses pada tanggal 16 Januari 2010
dari http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf
19