Вы находитесь на странице: 1из 38

Referat

BENDA ASING BRONKUS


Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
Ilmu Kesehatan THT-KL RSMH Palembang

Disusun oleh:
Tri Salma Novina
Ichsan Quswain
Fatimah Zuhra
Lia Damayanti
Gebryza Rahma Utari
Mentari Indah Sari
Erniyanti Puspita Sari
Arasy Al Adnin
Rani Iswara
Tatia Indira
M. Faza Naufal
Felicia Ivanty Fam
Anantya Dianty Sophan
Muhammad Randi Akbar

04054811416053
04054811416084
04054811416056
04054811416058
04054811416057
04054821517022
04054821517024
04054821517007
04084821517009
04054821517011
04054821517013
04054821517010
04054821517012
04054821517014

Pembimbing:
Dr. Puspa Zuleika, SpTHT-KL, M.Kes, FICS

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Referat

BENDA ASING BRONKUS


Oleh:
Tri Salma Novina
Ichsan Quswain
Fatimah Zuhra
Lia Damayanti
Gebryza Rahma Utari
Mentari Indah Sari
Erniyanti Puspita Sari
Arasy Al Adnin
Rani Iswara
Tatia Indira
M. Faza Naufal
Felicia Ivanty Fam
Anantya Dianty Sophan
Muhammad Randi Akbar

04054811416053
04054811416084
04054811416056
04054811416058
04054811416057
04054821517022
04054821517024
04054821517007
04084821517009
04054821517011
04054821517013
04054821517010
04054821517012
04054821517014

Pembimbing:
Dr. Puspa Zuleika, SpTHT-KL, M.Kes, FICS
Telah diterima sebagai syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik periode 15 Juni
2015 20 Juli 2015 di Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang,

Juni 2015

Dr. Puspa Zuleika, SpTHT-KL, M.Kes, FICS


ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul Benda Asing Bronkus. Referat ini disusun
sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Ilmu Kesehatan THTKL RSMH Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Dr. Puspa Zuleika, SpTHT-KL, M.Kes, FICS sebagai pembimbing yang telah
memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan referat ini, serta semua
pihak yang telah membantu hingga selesainya referat ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari seluruh pihak agar referat ini menjadi lebih baik dan
dapat dipertanggungjawabkan. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan
tambahan pengetahuan bagi penulis dan pembaca.
Palembang,

Juni 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I

PENDAHULUAN ......................................................................... 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi ................................................................................ 3
2.2 Fisiologi ................................................................................ 10
2.3 Definisi ................................................................................. 12
2.4 Klasifikasi .............................................................................. 14
2.5 Etiologi ................................................................................. 15
2.6 Faktor Predisposisi ................................................................ 16
2.7 Patofisiologi .......................................................................... 17
2.8 Gejala Klinis ......................................................................... 19
2.9 Diagnosis .............................................................................. 22
2.10 Penatalaksanaan .................................................................... 24
2.11 Komplikasi ............................................................................ 32

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 33


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 34

iv

BAB I
PENDAHULUAN

Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen
(berasal dari luar tubuh) dan benda asing endogen (berasal dari dalam tubuh) yang
dalam keadaan normal seharusnya benda tersebut tidak ada. Benda asing eksogen
dapat berupa padat, cair, atau gas. Benda asing eksogen terdiri dari zat organik
seperti kacang-kacangan, tulang, dan zat anorganik seperti peniti, jarum, batu dan
lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif,
seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4. Benda
asing endogen contohnya sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta,
perkijuan, membrane difteri, bronkolit, cairan amnion, dan mekonium.1
Peristiwa tertelannya benda asing merupakan masalah utama pada anak
usia 6 bulan sampai 6 tahun, tampak dari 70% banyaknya yang mengalami
tertelan benda asing adalah anak-anak, meskipun dapat terjadi pada semua umur
karena anak-anak sering memasukkan benda ke dalam mulutnya, bahkan sering
bermain atau menangis pada waktu makan 5. Secara statistik, persentase aspirasi
benda asing berdasarkan letaknya masing-masing adalah; hipofaring 5%,
laring/trakea 12%, dan bronkus sebanyak 83%. Kebanyakan kasus aspirasi benda
asing terjadi pada anak usia <15 tahun; sekitar 75% aspirasi benda asing terjadi
pada anak usia 13 tahun.2,3,4 Benda asing bronkus paling sering berada di bronkus
kanan, karena bronkus utama kanan lebih besar, mempunyai aliran udara lebih
besar dan membentuk sudut lebih kecil terhadap trakea dibandingkan dengan
bronkus utama kiri.1
Sesak napas (dispnea) ialah sukar bernapas yang dirasakan oleh pasien,
jadi subyektif. Bila oleh pemeriksa tampak pasien sukar bernapas, jadi ini secara
obyektif, maka disebut gawat napas (respiratory distres). Keadaan sesak napas dan
gawat napas dapat disebabkan oleh sumbatan saluran napas (dari hidung-faringlaring trakea-bronkus sampai alveolus).1

Sesak napas dibidang THT terutama disebabkan oleh sumbatan saluran


napas atas (hidung sapai laring) dan saluran napas bawah (trakea-bronkus).
Sumbatan bronkus secara mekanik disebabkan oleh gangguan ventilasi dan
drainase sekret bronkus. Secara fisiologis, bronkus yang tidak tersumbat sangat
erat hubungannnya dengan ventilasi dan drainase paru, daya pertahanan paru,
tekanan intrapulmonal, keseimbangan sirkulasi dan tekanan karbondioksida.
Drainase paru secara normal, bila terdapat infeksi traktus trakeobronkial
dilakukan dengan gerak silia, batuk, mendeham, sehingga sekret yang terkumpul
dapat dikeluarkan sebelum terjadi penyempitan saluran napas. 1
Benda asing di saluran napas dapat menjadi penyebab berbagai macam
penyakit paru, baik akut maupun kronis. Benda asing yang lama berada di
bronkus dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit paru kronik, bronkiestasis,
abses paru, dan jaringan granulasi yang menutupi benda asing, Sumbatan total
saluran nafas atas yang berlangsung lebih dari lima menit pada dewasa akan
mengakibatkan kerusakan jaringan otak dan henti jantung. 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi
Sistem respirasi dibedakan menjadi dua saluran yaitu, saluran napas
bagian atas dan saluran napas bagian bawah. Saluran napas bagian atas
terdiri dari rongga hidung, faring dan laring. Saluran napas bagian bawah
terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan paru-paru. 2

Gambar 1. Sistem Respirasi

1.

Saluran Napas Bagian Atas


a. Hidung
Hidung atau nasal adalah saluran pernapasan yang pertama.
Ketika proses pernapasan berlangsung, udara yang diinspirasi
melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu
penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung
terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut:
-

Bagian luar dinding terdiri dari kulit.

Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.

Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipatlipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang

berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis


media, dan konka nasalis superior.
Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu:
meatus superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus
ini yang dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat
lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana.
Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas
rongga hidung berhubungan dengan rongga yang disebut sinus
paranasalis yaitu sinus maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis
pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan
sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.
Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman
yang menuju ke konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel
penciuman, sel tersebut terutama terdapat pada di bagian atas. Pada
hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari
saraf penciuman (nervus olfaktorius).
Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari
langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan
rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah. Saluran ini
disebut tuba auditiva eustachi yang menghubungkan telinga tengah
dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran
air mata atau tuba lakrimalis.
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang
sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung.
Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang
melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke
nasofaring oleh gerakan silia.

Gambar 2. Nasal dan Sinus Paranasal

b. Faring
Faring merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan oesofagus pada
ketinggian tulang rawan krikoid. Faring terdiri dari:
Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi, di bawah
basis cranii dan di depan vertebrae cervicalis I dan II.
Nasofaring membuka bagian depan ke dalam cavum nasi dan
ke bawah ke dalam orofaring. Tuba eusthacius membuka ke
dalam didnding lateralnya pada setiap sisi. Pharyngeal tonsil
(tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan limfe pada dinding
-

posteriosuperior nasofaring.
Orofaring merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,

terdapat pangkal lidah.


Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat
di belakang laring, dan dengan ujung atas esofagus.

c.

Laring
Laring berfungsi sebagai saluran udara dan sebagai
pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh sebuah
epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi
ketika menelan makanan dengan menutup laring. Terletak pada
garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula

tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan


bagian atas esofagus.
Cartilago / tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari
sebagai berikut:
-

Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun (Adams apple) dan


sangat jelas terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V
menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior
diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya
ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih
kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago
cricoidea.

Cartilago epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun


dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini
melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica
aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping
epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan
masuk laring.

Cartilago cricoidea 1 buah yang berbentuk cincin. Cartilago


berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang.
Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan
cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior
cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada
setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas
bawahnya dengan cincin trachea I.

Cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua


cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis
cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat
dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan
Laring dilapisi oleh selaput lender , kecuali pita suara dan

bagian epiglottis yang dilapisi olehsel epithelium berlapis.

2.

Saluran Napas Bagian Bawah

Gambar 3. Saluran Napas Bawah

a.

Trachea
Trakea merupakan tabung fleksibel dengan panjang kirakira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago
cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut
manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian
vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi
dua bronckus (bronchi).
Trakea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang
berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan
fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea,
selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

b. Bronkus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada
ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai
struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang
sama.

Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke


arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar,
dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di
bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang
kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi
menjadi

bronchus

lobaris

dan

kernudian

menjadi

lobus

segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang


ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I
mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran
gas paru-paru yaitu alveolus.
c.

Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian
besar terdiri atas gelembung-gelembung kecil (alveoli). Alveolus
yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau
alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh
alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paruparu, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan
kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai

dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh


dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan
yang terdiri dari 3 lobus (lobus pulmo dekstra superior, lobus
pulmo dekstra media, lobus pulmo dekstra inferior) dan paru-paru
kiri yang terdiri dari 2 lobus (lobus sinistra superior dan lobus
sinistra inferior).
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang
bernama segmen. Paru-paru kiri memiliki 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior dan lima lobus inferior. Paru-paru kiri
juga memiliki 10 segmen, yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 segmen pada
lobus inferior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi
belahan-belahan yang bernama lobulus.
Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke
tengah rongga dada / kavum mediastinum.. Pada bagian tengah
terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan
terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selapus tipis yang pernama
pleura. Pleura dibagi menjadi dua yaitu pleura visceral (selaput
dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus
paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga
dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat rongga kavum
yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura
ini vakum/ hampa udara.
Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi
dari ventrikel kanan jantung, memecah bersama dengan setiap
bronkus menjadi cabang-cabang untuk lobus, segmen dan lobules.
Cabang-cabang terminal berakhir dalam sebuah jaringan kapiler
pada permukaan setiap alveolus. Jaringan kapiler ini mengalir ke
dalam vena yang secara progresif makin besar, yang akhirnya

10

membentuk vena pulmonalis, dua pada setiap sisi, yang dilalui oleh
darah yang teroksigenasi ke dalam atrium kiri jantung. Artheria
bronchiale yang lebih kecil dari aorta menyuplai jaringan paru
dengan darah yang teoksigenasi.

Gambar 4. Paru-paru

2.2

Fisiologi
Fungsi traktus trakeo-bronkial dibagi dalam fungsi konduksi dan
ventilasi. Saluran konduksi ialah trakea, bronkus sampai bronkus terminalis,
selanjutnya bronkusrespiratorius, duktus alveolaris dan alveolus. Traktus
trakeo-bronkial berguna untuk 3: a, Ventilasi ; b, Drainase paru ; c, Daya
perlindungan paru ; d, Mengatur keseimbangan kardiovaskular ; d, Mengatur
tekanan intra pulmonary ; e, Mengatur tekanan CO2 dalam darah.
a)

Ventilasi
Traktus trakeo-bronkial berguna untuk pasase udara (konduksi) setelah
dari hidung-faring, laring sampai ke bronkus terminalis dan langsung ke
bronkus respiratorius, tempat terjadinya pertukaran udara. Duktus
alveolaris dan alveolus terbuka ke bronkus respiratorius.

b)

Drainase paru

11

Drainase sekret dari paru ke traktus trakeo-bronkial, kemudian ke faring


dilakukan oleh mekanisme gerakan silia, batuk, dan hembusan
mendeham. Dengan bersihnya saluran napas dari sekret, maka udara
napas akan lancar masuk ke alveolus tempat terjadinya pertukaran
udara. Bila drainase sekret terganggu, sekret akan menyumbat saluran
napas dan menimbulkan kelainan pada bbagian distal dari sumbatan itu.
c)

Daya perlindungan paru

d)

Mekanisme perlindungan paru dan bronkus dilakukan oleh :

Mukus
Mukus di trakeo-bronkial berasal dari sel goblet yang menjaga
supaya selaput lendir trakea dan bronkus selalu basah dan licin.
Akan tetapi mukus ini tidak bersifat melembabkan udara
pernapasan, karena dalam perjalanannya melalui hidung udara ini
90-95% dipenuhi oleh uap air. Kelembaban eksternal perlu
diberikan bila dilakukan intubasi endotrakea atau trakeostomi.
Sekret berupa parut lendir (mucous blanket) untuk menangkap
partikel debu dan mikroorganisme yang teraspirasi. Sekret bergerak
ke arah laring dan faring oleh mekanisme gerak silia dan batuk.

Mekanisme muko-siliar
Udara pernapasan yang masuk ke traktus trakeo-bronkial seringkali
mengandung partikel debu atau organism. Pada yang bernapas
melalui hidung, partikel debu dan organism telah disaring di
hidung dan nasofaring, tetapi apabila bernapas melalui mulut,
penyaringan itu belum terlaksana. Di faring dan trakea mukosa
diliputi oleh epitel torak bersilia, kecuali di pita suara. Epitel
torakbersilia diliputi oleh palut-lendir tipis. Palut lendir ini selalu
dibentuk kembali oleh sekret dari kelenjar mukosa.

Kontraksi otot bronkus


Serat-serat otot licin dari trakea sampai bronkiolus bila
berkontraksi menyebabkan lumen trakea dan bronkus menyempit.

12

Traktus trakeo-bronkial dipersarafi oleh nervus vagus dan saraf


simpatis yang berasal dari jantung dan paru. Stimulasi saraf
simpatis menyebabkan otot bronkus relaksasi. Bila terdapat udara
yang merangsang masuk ke dalam traktus trakeo-bronkial, maka
akan terjadi kontraksi otot bronkus, sehingga lumen menyempit.
Bila ada stimulasi pada selaput lendir hidung akan terjadi reflex
yang menyebabkan kontraksi otot bronkus. Reflex ini ditimbulkan
oleh udara dingin, gas yang mengiritasi, asap dan oleh stimulasi
listrik serta mekanik.

Refleks batuk
Timbul karena rangsangan pada ujung nervus vagus yang terdapat
pada lapisan epitel. Batuk merupakan protektor bagi paru, berguna
untuk mengeluarkan sekret serta partikel yang ada dalam lumen
trakea dan bronkus.

Makrofag alveolar
Mikro-organisme yang terdapat di dalam alveolus akan dimakan
oleh makrofag yang terdapat dalam alveolus ini.

2.3

e)

Mengatur keseimbangan kardio-vaskular

f)

Mengatur tekanan intra-pulmonal

g)

Mengatur tekanan CO2 dalam darah

Definisi
Corpus alienum pada jalan napas adalah benda asing yang berasal
dari luar tubuh atau dari dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada
pada saluran napas tersebut. Korpal dapat masuk dalam suatu organ melalui
2 cara. Pertama melalui lubang, misalnya melalui lubang hidung atau mulut.
Kedua dengan cara menembus jaringan, misalnya pada mata. Sedangkan
jenis korpal yang masuk dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu organik
(misal: biji-bijian), dan non organik (misal: gigi palsu, staples, jarum).
Kondisi pada masuknya korpal ini juga dapat dibedakan menjadi kondisi: 1)
Tidak gawat (selain saluran napas), 2) Gawat (saluran napas: Larings). Pada

13

kondisi ini perlu dilakukan tindakan darurat karena dapat fatal akibatnya, 3)
Tidal fatal tetapi perlu tindakan segera, karena menimbulkan kesakitan.
Misalnya saja korpal pada cavum nasi/ hidung. Jika korpal pada hidung
tidak dikeluarkan selama beberapa hari, hal itu tidak menimbulkan masalah
fatal, tetapi benda tersebut akan membusuk, dan menimbulkan bau
unilateral. Bau unilateral tersebut menjadi ciri bahwa penyebabnya adalah
korpal.
Masuknya benda asing dapat disengaja ataupan tidak disengaja.
Disengaja, biasanya terjadi pada anak-anak karena memasukkan benda
mainannya ke dalam lubang hidung atau mulut. Yang tidak disengaja bisa
karena memakai gigi palsu. Misalnya pada saat pasien diharuskan untuk
anastesi melalui tenggorokan, apabila gigi palsu lupa dilepas, maka gigi
dapat juga ikut masuk dalam tenggorokan. Selain itu tidur ngorok juga bisa
menyebabkan gigi tersebut ikut masuk baik dalam laring ataupun esofagus.
Dan, pengambilan korpal itu sendiri bisa dengan atau tanpa narkosa
(narkotik/ bius)
Corpus alineum juga sering terjadi pada bagian bronkus. Bronkus
kanan lebih sering kemasukkan korpal dibandingkan dengan bronkus kiri.
Sebab bronkus kanan memiliki kemiringan lebih curam dan lubang yang
lebih lebar. Trakea tidak tepat berada ditengah linea mediana, melainkan
lebih condong ke kiri dan akibat kecuraman tersebut, membuat bronkus
kanan lebih lebar. Untuk mendiagnosis dapat dilakukan anamnesis,
auskultasi bronkus, foto rontgen, dan bronkoskopi. 1,4
2.4

Klasifikasi
Benda asing yang berasal dari luar tubuh disebut benda asing
eksogen sedangkan yang berasal dari dalam tubuh disebut benda asing
endogen.
Benda asing eksogen biasanya masuk melalui hidung atau mulut.
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing
eksogen padat dapat berupa zat organik seperti kacang-kacangan dan tulang,

14

ataupun zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu dan lain sebagainya.
Benda asing eksogen cair dapat berupa benda cair yang bersifat iritatif, yaitu
cairan dengan pH 7,4.
Benda asing endogen dapat berupa secret kental, darah atau bekuan
darah, nanah, krusta, cairan amnion, atau mekonium yang dapat masuk ke
dalam saluran napas bayi pada saat persalinan.
Jackson (1936) mebagi sumbatan bronkus dalam 4 tingkat 5,6,7:
1. Sumbatan sebagian dari bronkus (by-pass valve obstruction = katup
bebas). Pada sumbatan ini inspirasi dan ekspirasi masih terlaksana, akan
tetapi salurannya sempit, sehingga terdengar mengi, seperti pada pasien
asma. Penyebab: benda asing di dalam bronkus, penekanan bronkus dari
luar, edema dinding bronkus, serta tumor di dalam lumen bronkus.
2. Sumbatan seperti pentil. Ekspirasi terhambat, atau katup satu arah
(expiratory check-valve obtruction = katup penghambat ekspirasi). Pada
waktu inspirasi udara masih dapat lewat, akan tetapi pada ekspirasi
terhambat, karena kontraksi otot bronkus. Bentuk sumbatan ini menahan
udara di bagian distal, dan proses yang berulang ketika terjadi pernapsan
mengakibatkan terjadinya emfisema paru obstruktif. Penyebab benda
asing di bronkus, edema dinding bronkus pada bronkitis.
3. Sumbatan seperti pentil yang lain, ialah inspirasi yang terhambat
(inspiratory check-valve obstruction = katup poenghambat inspirasi).
Pada keadaan ini inspirasi terhambat, sedangkan ekspirasi masih dapat
terlaksana. Udara yang terdapat di bagian distal sumbatan akan
diabsorpsi, sehingga terjadi atelaktasis paru. Penyebab : benda asing di
dalam lumen bronkus, gumpalan ingus (mucous plag), tumor yang
bertangkai.
4. Sumbatan total (stop valve obtruction = katup tertutup), sehingga
ekspirasi dan inspirasi tidak dapat terlaksana. Akibat keadaan ini ialah
atelaktasis paru. Penyebab : benda asing yang menyumbat lumen
bronkus, trauma dinding bronkus.

15

Gambar 5. Sumbatan Benda Asing Di dalam Bronkus

2.5

Etiologi
Faktor penyebab benda asing di bronkus ialah 1 :
1.

Aspirasi amnion intra-uterin

2.

Sekret dan eksudat (benda asing endogen)

3.

Peradangan yang menyebabkan edema mukosa, fibrosis, dan sikatriks

4.

Obat-obatan seperti opiat dan sulfas atropin

5.

Pembedahan

6.

Tumor jinak atau ganas yang terdapat di dalam lumen atau diluar lumen
yang menekan dinding bronkus

7.

Kelenjar getah bening yang menekan dinding bronkus

8.

Alergi

9.

Benda asing eksogen

10. Faktor predisposisi seperti umur, jenis kelamin, dan kelainan anatomi
traktus trakeobronkial.
Etiologi sumbatan bronkus berdasarkan lokasi, yaitu:
-

Sumbatan di dalam lumen bronkus

16

a) Benda asing eksogen


b) Benda asing endogen
-

Kelainan dinding traktus trakeobronkial


a) Peradangan, edema mukosa, ulkus penebalan mukosa, jaringan
granulasi
b) Kelainan cincin trakea dan bronkus, seperti adanya penonjolan
c) Kelainan kelenjar limfa di mukosa dan submukosa
d) Kelainan pembuluh darah (penebalan) pada dainding trakea dan
bronkus
e) Tumor di dinding bronkus
f) Jaringan sikatriks

Kelainan di luar traktus trakeobronkial


a) Penekanan oleh pembuluh darah aorta pada aneurisma aorta, arteri
pulmonalis
b) Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar timus
c) Pembesaran kelenjar limfa disekitar trakea dan bronkus
d) Kelainan di daerah mediastinum dan jantung
e) Benda asing di esofagus

2.6

Faktor Predisposisi
Benda asing bronkus paling sering berada di bronkus kanan karena
bronkus utama kanan lebih besar, mempunyai aliran udara lebih besar dan
membentuk sudut lebih kecil terhadap trakea dibanding dengan bronkus
utama kiri. Benda asing di saluran napas dapat menjadi penyebab berbagai
penyakit paru, baik akut maupun kronis, dan harus dianggap sebagai
diagnosis banding.1
Faktor fisiologik lain yang juga merupakan faktor predisposisi antara
lain; pertumbuhan gigi belum lengkap, belum termasuk gigi molar, belum
dapat menelan makanan padat secara baik, kemampuan anak membedakan
makanan yang dapat di makan dan tidak dapat dimakan belum sempurna.
Benda tersangkut pada saat makan sambil tertawa, bicara, menangis, dan

17

berlari. Pada orang tua, terutama yang mempunyai gangguan neurologis dan
berkurangnya refleks menelan dapat disebabkan oleh pengaruh alkohol,
stroke, parkinson, trauma, dementia juga mempunyai risiko yang besar
untuk terjadinya aspirasi. 8
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing pada
saluran napas adalah 4:
1. Usia yaitu pada anak- anak, dimana mereka sering memasukkan
segala sesuatu ke dalam mulut, gigi geligi yang belum lengkap dan
refleks menelan yang belum sempurna
2. Jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki
3. Faktor kejiwaan (emosi, dan gangguan psikis).
4. Kegagalan mekanisme proteksi, misalnya penurunan kesadaran,
keadaan umum buruk, penyakit serebrovaskuler, dan kelainan
neurologis
5. Faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan menaruh benda di mulut,
makan dan minum tergesa- gesa
6. Faktor medikal dan surgical.
2.7

Patofisiologi
Dari semua aspirasi benda asing 80- 90% diantaranya terperangkap
di bronkus dan cabang- cabangnya. Pada orang dewasa benda asing bronkus
cenderung tersangkut di bronkus utama kanan, karena sudut konvergensinya
lebih kecil dibandingkan bronkus utama kiri. Benda asing yang lebih besar
lebih banyak tersangkut di laring atau trakea. 4
Tujuh puluh lima persen dari benda asing dibronkus ditemukan pada
anak umur kurang dari 2 tahun, dengan riwayat yang khas, yaitu saat benda
atau makanan berada di dalam mulut, anak menjerit atau tertawa sehingga
saat inspirasi, laring terbuka dan benda asing masuk ke dalam laring. Pada
saat benda asing itu terjepit di sfingter laring pasien batuk berulang- ulang
(paroksikmal), sumbatan di trakea, mengi, dan sianosis. Bila benda asing
telah masuk ke dalam trakea atau bronkus kadang terjadi fase asimptomatik

18

selama 24 jam atau lebih, diikuti gejala pulmonum yang bergantung pada
derajat sumbatan bronkus. 4
Saat benda berada di dalam mulut, anak menjerit atau tertawa,
sehingga saat inspirasi, laring terbuka dan benda asing masuk ke dalam
laring. Saat benda asing terjepit di Sfingter laring, pasien batuk berulang,
trakea tersumbat, mengi, dan sianosis. Setelah masuk ke

dalam

trakeobronkial kadang terjadi fase asistomatik selama 24 jam atau lebih,


diikuti gejala pulmonum serta bergantung pada derajat sumbatan bronkus.
Benda asing organik, seperti kacang mempunyai sifat higroskopik,
mudah lunak, mengembang pada air serta dapat menyebabkan iritasi pada
mukosa. Mukosa bronkus menjadi edema dan meradang dan dapat terjadi
jaringan granulasi sehingga gejala obstruksi

menghebat dan timbul

laringotrakeobrokitis, toksemia, batuk, dan demam yang iregular. Benda


asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan lebih ringan dan lebih mudah
didiagnosis dengan pemeriksaan radiologik karena umumnya benda asing
anorganik bersifat radioopak. Benda asing berasal dari metal dan tipis dapat
masuk ke dalam bronkus yang lebih distal dan memberikan gejala batuk
spasmodik.

19

Gambar 6. Mekanisme masuknya benda asing dalam bronkus

2.8

Gejala Klinis
Gejala dari masuknya benda asing ke dalam saluran pernapasan
ditunjukkan dengan penderita batuk-batuk hebat secara tiba-tiba, rasa
tersumbat di tenggorok, bicara gagap, dan obstruksi jalan napas segera. Jika
benda asing di laring dapat menimbulkan kematian akibat penderita tak bisa
bernapas. Gejala yang paling umum dari obstruksi jalan napas akut adalah
perubahan suara, dyspnea, nyeri lokal, dan batuk. Temuan fisik mungkin
termasuk stridor, suara serak, gelisah, retraksi interkostal, suprasternal, dan
supraklavikula, dan jika trauma dapat terjadi perdarahan, emfisema
subkutan, dan deformasi. 9
Derajat obstruksi jalan napas dibagi mejadi berikut:
-

Obstruksi lengkap: tidak ada aliran udara yang masuk atau keluar dari
paru-paru

Obstruksi parsial: terdapat stridor atau kesulitan bernapas karena


penyempitan saluran napas utama

20

Berpotensi terjadi obstruksi jalan napas: karena anatomi dan fisiologi


pernapasan tiap individu seseorang berbeda beda
Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing saluran napas akan
mengalami 3 stadium, yaitu:
1.

Stadium pertama merupakan gejala permulaan yaitu batuk-batuk hebat


secara tiba-tiba (violent paroxysms of coughing), rasa tercekik
(choking), rasa tersumbat di tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan
napas yang terjadi dengan segera.

2.

Stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh interval asimtomatis. Hal ini karena benda asing tersebut tersangkut, refleks-refleks
akan melemah dan gejala rangsangan akut menghilang. Stadium ini
berbahaya,

sering

menyebabkan

keterlambatan

diagnosis

atau

cenderung mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena


gejala dan tanda yang tidak jelas.
3.

Stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi


atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing, sehingga
timbul batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia dan abses paru.
Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada

lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan
ukuran benda asing. Benda asing yang masuk melalui hidung dapat
tersangkut di hidung, nasofaring, laring, trakea dan bronkus. Benda yang
masuk melalui mulut dapat tersangkut di orofaring, hipofaring, tonsil, dasar
lidah, sinus piriformis, esofagus atau dapat juga tersedak masuk ke dalam
laring, trakea dan bronkus. Gejala yang timbul bervariasi, dari tanpa gejala
hingga kematian sebelum diberikan pertolongan akibat sumbatan total.
Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut di antara pita
suara atau berada di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar,
bentuk dan letak (posisi) benda asing. Sumbatan total di laring akan
menimbulkan keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena
terjadi asfiksia dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya

21

spasme laring dengan gejala antara lain disfonia sampai afonia, apnea dan
sianosis.
Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan disfonia sampai
afonia, batuk yang disertai serak (croupy cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subjektif dari benda asing (penderita akan
menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing tersebut tersangkut) dan
dispnea dengan derajat bervariasi. Gejala ini jelas bila benda asing masih
tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi
masih menyisakan reaksi laring oleh karena adanya edema.
Benda asing di bronkus lebih banyak masuk bronkus kanan karena
anatominya yang lurus. Pasien dengan benda asing di bronkus yang datang
ke rumah sakit kebanyakan berada pada fase asimptomatik. Pada fase ini
keadaan umum pasien masih baik dan foto rontgen thorak belum
memperlihatkan kelainan. Jika benda asing berada dalam bronkus, terdapat
kemungkinan fisiologis dalam hal obstruksi aliran udara. Jika benda tersebut
menyumbat bronkus secara total, terjadi atelektasis perifer akibat resorpsi
udara paru paru distal ke dalam darah. Bila benda tersebut tidak
menyumbat, dimana udara dapat lewat disekitarnya baik pada inspirasi
maupun ekspirasi, maka yang terjadi mungkin hanya mengi setempat yang
menyerupai asma. Cukup banyak kasus benda asing yang salah didiagnosis
menjadi asma. Kemungkinan ketiga yang paling sering terjadi adalah
obstruksi parsial dimana benda asing berfungsi sebagai katup. Bronkus
mengembang pada inspirasi dan memungkinkan lewatnya udara ke paru
paru distal. Keadaan ini menimbulkan emfisema di perifer dari benda asing
tersebut. Jika benda asing dibiarkan dapat timbul pneumoni, abses, atau
perdarahan. Kecurigaan akan adanya benda asing merupakan salah satu
indikasi bronkoskopi bila mana terdapat pneumonia menetap atau kambuh,
mengi setempat atau hemoptasis. Benda asing organik menyebabkan reaksi
yang hebat pada saluran napas dengan gejala laringotrakeobronkitis,
toksemia, batuk, dan demam ireguler. Tanda fisik benda asing di bronkus

22

bervariasi, karena perubahan posisi benda asing dari satu sisi ke sisi lain
dalam paru. 9
2.9

Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesa yang teliti mengenai riwayat aspirasi dan gejala inisial
sangat penting dalam diagnosis aspirasi benda asing. Kecurigaan adanya
benda asing dan gejala timbul (choking) adalah dua hal yang signifikan
berhubungan dengan kasus aspirasi benda asing. Pada anak kadang
episode inisial belum dapat diungkapkan dengan baik oleh anak itu
sendiri dan tidak disaksikan oleh orang tua atau pengasuhnya sehingga
gejalanya mirip dengan penyakit paru yang lain. Gejala yang sering
ditemukan pada kasus aspirasi benda asing yang telah berlangsung lama
antara lain batuk, sesak napas, wheezing, demam dan stridor. 4
Pasien dengan keluhan utama yang memberi kesan penyakit
trakeobronkial mengharuskan anamnesis yang cermat dengan penentuan
sifat gejala dan masalah berikut:
1.

Batuk (produktif dan non-produktif)

2.

Hemoptisis

3.

Mengi

4.

Suara serak

5.

Atelektasis atau emfisema ( setempat atau generalisata)

6.

Pneumonitis atau abses paru menetap atau berulang

7.

Aspirasi zat atau benda asing

8.

Bayangan radiografik yang tak dapat dijelaskan

9.

Retensi sekret dalam percabangan trakeobronkial

10.

Dispnea bukan sekunder terhadap dekompensasi kardiopulmonar

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus menyertakan palpasi yang cermat pada
leher untuk mencari deviasi trakea, kelenjar getah bening suprakavikular

23

dan servikal, dan metastasis. Inspeksi, perkusi, dan auskultasi dada perlu
diikuti dengan radiogram dada. Auskultasi harus diperhatikan untuk
menemukan gambaran yang sesuai dengan atelektasis, emfisema, atau
mengi. Pemeriksaan radiogram dengan kontras pada percabangan
trakeobronkial di bawah kontrol fluoroskopik. Penelitian fungsi paru,
analisa gas darah, hitung darah lengkap, biakan sputum serta evaluasi
sistem kardiovaskuler juga sangat membantu. 4
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis penderita aspirasi benda asing harus
dilakukan. Dianjurkan untuk membuat foto berikut;
1. Foto jaringan lunak leher PA dan lateral posisi ekstensi. Dapat
memperlihatkan benda asing radioopak dan kadang- kadang bahkan
benda asing radiolusen pada faring dan trakea.
2. Foto torak PA lateral
3. Foto torak akhir inspirasi dan ekspirasi. Dapat memperlihatkan
atelektasis dan emfisema obstruktif. Juga dapat terlihat bukti tidak
langsung adanya benda asing radiolusen.
4. Fluoroskopi/ videofluoroskopi. Dilakukan pemeriksaan selama
inspirasi dan ekspirasi pada kasus yang meragukan untuk melihat
adanya obstruksi parsial paru.
5. Bronkogram. Untuk memastikan adanya benda asing radiolusen atau
untuk mengevaluasi bronkiektasis.
Diagnosis benda asing di saluran napas dapat ditegakkan pada
hampir 70% kasus. Harus diingat bahwa tidak terdapatnya kelainan
radiologis tidak berarti adanya benda asing dapat disingkirkan. Foto
torak cenderung memberikan gambaran normal pada 1/3 pasien yang
didiagnosa sebagai aspirasi benda asing dalam 24 jam pertama kejadian.
CT Scan berguna pada kasus yang tidak terdeteksi dengan foto sinar X,
seperti benda asing kacang yang bersifat radiolusen. 4
Anamnesis dan pemeriksaan radiologis sering menunjukkan
dugaan aspirasi benda asing, tetapi bukan diagnosa pasti. Pada keadaan

24

ini harus dibuktikan adanya benda asing dengan bronkoskopi untuk


diagnosis dan terapi. 4
2.10 Penatalaksanaan
Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat
dan tepat, perlu diketahui dengan baik lokasi tersangkutnya benda asing
tersebut. Secara prinsip benda asing di saluran napas dapat ditangani dengan
pengangkatan segera secara endoskopik dengan trauma minimum.
Umumnya penderita dengan aspirasi benda asing datang ke rumah sakit
setelah melalui fase akut, sehingga pengangkatan secara endoskopik harus
dipersiapkan seoptimal mungkin, baik dari segi alat maupun personal yang
telah terlatih. Penderita dengan benda asing di laring harus mendapat
pertolongan segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya
beberapa menit.
Persiapan ekstraksi benda asing harus dilakukan sebaik-baiknya
dengan tenaga medis/operator, kesiapan alat yang lengkap. Besar dan bentuk
benda asing harus diketahui dan mengusahakan duplikat benda asing serta
cunam yang sesuai benda asing yang akan dikeluarkan. Benda asing yang
tajam harus dilindungi dengan memasukkan benda tersebut ke dalam lumen
bronkoskop. Bila benda asing tidak dapat masuk ke lumen alat maka benda
asing kita tarik secara bersamaan dengan bronkoskop.
Di Instalasi Gawat Darurat, terapi suportif awal termasuk pemberian
oksigen, monitor jantung dan pulse oxymetri dan pemasangan IV dapat
dilakukan. Bronkoskopi merupakan terapi pilihan untuk kasus aspirasi.
Pemberian steroid dan antibiotik preoperatif dapat mengurangi komplikasi
seperti edema saluran napas dan infeksi. Metilprednisolon 2 mg/kg IV dan
antibiotik spektrum luas yang cukup mencakup Streptokokus hemolitik dan
Staphylococcus

aureus

dapat

dipertimbangkan

sebelum

tindakan

bronkoskopi.
Riwayat, pemeriksaan fisik dan radiologi sering menunjukkan
dugaan benda asing saluran napas tanpa diagnosis pasti. pada keadaan ini

25

harus dibuktikan adanya benda asing secara endoskopi untuk menyingkirkan


dari diagnosis diferensial. Keterlambatan mengeluarkan benda asing akan
menambah tingkat kesulitan terutama pada anak, tetapi ahli endoskopi
menyatakan walaupun bronkoskopi harus dilakukan pada waktu yang tepat
dan cepat untuk mengurangi risiko komplikasi terapi tidak harus dilakukan
terburu-buru tanpa persiapan yang baik dan hati-hati. Penatalaksanaan dan
teknik ekstraksi benda asing harus dinilai kasus per kasus sebelum tindakan
ekstraksi. 9
Bronkoskopi
Prinsip

penanganan

benda

asing

di

saluran

napas

adalah

mengeluarkan benda asing tersebut dengan segera dalam kondisi paling


maksimal dan trauma paling minimal. Penentuan cara pengambilan benda
asing dipengaruhi oleh faktor misalnya umur penderita, keadaan umum,
lokasi dan jenis benda asing, tajam atau tidaknya benda asing dan lamanya
benda asing berada di saluran napas. Sebenarnya tidak ada kontraindikasi
absolut untuk tindakan bronkoskopi, selama hal itu merupakan tindakan
untuk menyelamatkan nyawa (life saving). Pada keadaan tertentu dimana
telah terjadi komplikasi radang saluran napas akut, tindakan dapat ditunda
sementara dilakukan pengobatan medikamentosa untuk mengatasi infeksi.
Pada aspirasi benda asing organik yang dalam waktu singkat dapat
menyebabkan sumbatan total, maka harus segera dilakukan bronkoskopi,
bahkan jika perlu tanpa anestesi umum.
Benda asing di bronkus dapat dikeluarkan dengan bronkoskopi kaku
maupun bronkoskopi serat optik. Pada bayi dan anak-anak sebaiknya
digunakan bronkoskopi kaku untuk mempertahankan jalan napas dan
pemberian oksigen yang adekuat, karena diameter jalan napas pada bayi dan
anak-anak sempit. Pada orang dewasa dapat dipergunakan bronkoskop kaku
atau serat optik, tergantung kasus yang dihadapi. Ukuran alat yang dipakai
juga menentukan keberhasilan tindakan. Keterampilan operator dalam
bidang endoskopi juga berperan dalam penentuan pelaksanaan tindakan
bronkoskopi.

26

Bronkoskop kaku mempunyai keuntungan antara lain ukurannya


lebih besar variasi cunam lebih banyak, mempunyai kemampuan untuk
mengekstraksi benda asing tajam dan kemampuan untuk dilakukan ventilasi
yang adekuat. selain keuntungan di atas, penggunaan bronkoskop kaku juga
mempunyai kendala yaitu tidak bisa untuk mengambil benda asing di distal,
dapat menyebabkan patahnya gigi geligi, edema subglotik, trauma mukosa,
perforasi bronkus dan perdarahan. Pada pemakaian teleskop maupun cunam
penting diperhatikan bahwa ruang untuk pernapasan menjadi sangat
berkurang, sehingga lama penggunaan alat-alat ini harus dibatasi sesingkat
mungkin. Bronkoskop serat optik dapat digunakan untuk orang dewasa
dengan benda asing kecil yang terletak di distal, penderita dengan ventilasi
mekanik, trauma kepala, trauma servikal dan rahang. 10, 11

Gambar 7. Bronkoskopi

Beberapa faktor penyulit mungkin dijumpai dan dapat menimbulkan


kegagalan bronkoskopi antara lain adalah faktor penderita, saat dan waktu
melakukan bronkoskopi, alat, cara mengeluarkan benda asing, kemampuan
tenaga medis dan para medis, dan jenis anestesia. Sering bronkoskopi pada
bayi dan anak kecil terdapat beberapa kesulitan yang jarang dijumpai pada

27

orang dewasa, karena lapisan submukosa yang longgar di daerah subglotik


menyebabkan lebih mudah terjadi edema akibat trauma. Keadaan umum
anak capet menurun, dan cepat terjadi dehidrasi dan renjatan. Demam
menyebabkan perubahan metabolisme, termasuk pemakaian oksigen dan
metabolisme jaringan, vasokontriksi umum dan perfusi jaringan terganggu.
Adanya benda asing di saluran napas akan mengganggu proses respirasi,
sehingga benda asing tersebut harus segera dikeluarkan.
Pemberian kortikosteroid dan bronkodilator dapat mengurangi
edema laring dan bronkospasme pascatindakan bronkoskopi. Pada penderita
dengan keadaaan sakit berat, maka sambil menunggu tindakan keadaan
umum dapat diperbaiki terlebih dahulu, misalnya: rehidrasi, memperbaiki
gangguan

keseimbangan

asam

basa,

dan

pemberian

antibiotika.

Keterlambatan diagnosis dapat terjadi akibat kurangnya pengetahuan dan


kewaspadaan penderita maupun orang tua mengenai riwayat tersedak
sehingga menimbulkan keterlambatan penanganan.
Kesulitan mengeluarkan benda asing saluran napas meningkat
sebanding dengan lama kejadian sejak aspirasi benda asing. Pada benda
asing yang telah lama berada di dalam saluran napas atau benda asing
organik, maka mukosa yang menjadi edema dapat menutupi benda asing dan
lumen bronkus, selain itu bila telah terjadi pembentukkan jaringan granulasi
dan striktur maka benda asing menjadi susah terlihat.
Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring
secara total ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver),
dapat dilakukan pada anak maupun dewasa. Menurut teori Heimlich, benda
asing yang masuk ke dalam laring ialah pada saat inspirasi. Dengan
demikian paru penuh dengan udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang
tertutup, dengan menekan botol itu, maka sumbatnya akan terlempar keluar.
Komplikasi perasat Heimlich adalah kemungkinan terjadinya ruptur
lambung atau hati dan fraktur kosta. Oleh karena itu pada anak sebaiknya
cara menolongnya tidak dengan menggunakan kepalan tangan tetapi cukup
dengan dua buah jari kiri dan kanan. Pada sumbatan benda asing tidak total

28

di laring perasat Heimlich tidak dapat digunakan. Dalam hal ini penderita
dapat dibawa ke rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas endoskopik
berupa laringoskop dan bronkoskop.
1)

Pukulan dan hentakan untuk sumbatan benda asing


Pada penderita sadar yang mengalami aspirasi sehingga
menyebabkan sumbatan partial sebaiknya penderita disuruh batuk dan
meludahkannya. Pada penderita yang mengalami sumbatan total baik
penderitanya sadar ataupun tidak apalagi sianosis, maka segera
lakukan tindakan yang mungkin masih efektif dan dibenarkan.
Langkah-langkah untuk pukulan dan hentakan yang dianjurkan:
Pada penderita sadar
1. Penderita disuruh membatukkan keluar benda asing tersebut. Bila
dalam beberapa detik tindakan tersebut gagal, suruh penderita
membuka mulut, dan bila penderita tidak sadar, buka mulutnya
secara paksa, dan segera bersihkan mulut dan faringnya dengan
jari. Kalau keadaan memungkinkan kita menggunakan laringoskop
dan forsep Magill untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
2. Bila cara no.1 gagal, maka pada penderita sadar: Lakukan tiga
sampai empat kali pukulan punggung diikuti tiga sampai lima kali
hentakan abdomen atau dada dan ulangi usaha-usaha pembersihan.
Pada penderita tidak sadar
1. Penderita diletakkan pada posisi horizontal dan usahakan ventilasi
paru. Jika tindakan ini gagal, maka lakukan pukulan punggung
sebanyak 3-5 kali, diikuti 3-5 kali hentakan abdomen atau hentakan
dada. Ulangi usaha pembersihan dan ventilasi. Jika tindakan
tersebut juga mengalami kegagalan, maka ulangi urutan ventilasi,
pukulan punggung, hentakan dada, penyapuan dengan jari sampai
penolong berhasil memberi ventilasi atau sampai perlengkapan
untuk mengeluarkan benda asing dari jalan napas secara langsung
tiba. Selama melakukan tindakan-tindakan tersebut diatas periksa

29

denyut nadi pembuluh darah besar, bila tidak teraba, segera


lakukan Resusitasi Jantung Paru.
2. Tindakan terakhir yang masih dapat kita lakukan adalah,
krikotirotomi, dan ini hanya dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.
2)

Cara Melakukan Pemukulan Punggung dan Hentakan Abdomen


Untuk pukulan punggung (A) lakukan 3 sampai 5 kali pukulan
dengan pangkal telapak tangan diatas tulang belakang korban diantara
kedua tulang belikatnya. Jika mungkin rendahkan kepala dibawah
dadanya untuk memanfaatkan gravitasi.
Untuk hentakan abdomen (B) berdirilah di belakang penderita,
lingkarkan kedua lengan penolong mengitari pinggang penderita,
pergelangan atau kepalan tangan penolong berpegangan satu sama lain,
letakkan kedua tangan penolong pada abdomen antara pusat dan
prosesus sifoideus penderita dan kepalan tangan penolong menekan ke
arah abdomen dengan hentakan cepat. Ulangi 3 sampai 5 kali. Hindari
prosesus sofoideus. Hentakan dada diatas sternum bawah kurang
menimbulkan bahaya, lebih-lebih pada wanita hamil atau gemuk.

3)

Cara Pukulan Punggung (A) dan Hentakan Abdomen (B) Untuk


Sumbatan Benda Asing Pada Korban Berbaring yang Tidak Sadar
Untuk pukulan punggung (A) gulirkan penderita pada sisinya
sehingga menghadap penolong, dengan dadanya bertumpu pada lutut
penolong, berikan 3 sampai 5 kali pukulan tajam dengan pangkal
telapak tangan penolong diatas tulang belakang penderita, diantara
kedua tulang belikat.
Untuk hentakan abdomen (B) letakkan penderita telentang
(muka menghadap ke atas), penolong berlutut disamping abdomen
penderita atau mengangkanginya. Penolong meletakkan tangan diatas
tangan lainnya, dengan pangkal telapak tangan sebelah bawah digaris
tengah antara pusat dan prosesus sifoideus penderita. Miringkan

30

sehingga bahu penolong berada diatas abdomen penderita dan tekan ke


arah diafragma dengan hentakan cepat ke dalam dan keatas. Jangan
menekan ke arah kiri atau kanan garis tengah. Jika perlu ulangi 3
sampai 5 kali.

Gambar 8. Pukulan Punggung (A) dan Hentakan Abdomen (B) Untuk


Sumbatan Benda Asing Pada Korban Berbaring yang Tidak Sadar

4)

Pukulan Punggung pada Bayi dan Anak Kecil


Peganglah anak dengan muka kebawah, topanglah dagu dan
leher dengan lutut dan satu tangan penolong kemudian lakukan
pemukulan pada punggung secara lembut antara kedua tulang belikat
bayi. Pada tindakan hentakan dada, letakkan bayi dengan muka
menghadap keatas pada lengan bawah penolong, rendahkan kepala dan
berikan hentakan dada secara lambat dengan dua atau tiga jari seperti
kalau kita melakukan kompresi jantung luar. Jika jalan napas anak
hanya tersumbat partial, anak masih sadar serta dapat bernapas dalam
posisi tegak, maka sebaiknya tindakan dikerjakan dengan peralatan
yang lebih lengkap, bahkan mungkin menggunakan tindakan anestesi.
Tindakan hentakan abdomen jangan dilakukan pada bayi dan anak
kecil.

31

Gambar 9. Pukulan Punggung pada Bayi dan Anak Kecil

5)

Membersihkan Jalan Napas


Membersihkan jalan napas ada dua cara:
a.

Dengan manual

b.

Dengan penghisapan
Penghisapan benda asing dari jalan anfas ada dua cara:
1. Penghisapan benda asing dari daerah faring, hendaknya
menggunakan penghisapan dengan tekanan negatif yang
besar.
2. Penghisapan benda asing dari daerah trakheobronkus,
hendaknya menggunakan penghisap dengan tekanan negatif
yang

lebih

kecil,

karena

kalau

terlalu

besar dapat

menyebabkan paru kolaps, sehingga paru dapat cedera dan


penderita dapat mengalami asfiksi.
Untuk penghisapan di daerah trakheobronkus dan
nasofaring sebaiknya menggunakan kateter dengan ujung
lengkung dan lunak yang diberi jelly mulai dari ujung kateter
sampai hampir seluruh kateter. Ujung yang lengkung tersebut

32

memungkinkan kateter dapat dimasukkan ke dalam salah satu


bronkus utama, sedangkan kalau kita menggunakan kateter yang
lurus biasanya masuk ke bronkus kanan. Kalau kita ingin
memasukkan kateter kedalam bronkus utama kiri sebaiknya
kepala penderita dimiringkan ke kanan. Diameter kateter
seharusnya kurang dari setengah diameter pipa trakea
2.11 Komplikasi
Komplikasi dapat disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau
trauma tindakan bronkoskopi. Komplikasi akut akibat tersangkutnya benda
asing antara lain sesak napas, hipoksia, asfiksia sampai henti jantung.
Gangguan ventilasi ditandai dengan adanya sianosis. Komplikasi kronis
antara lain pneumonia, dapat berlanjut dengan pembentukan kavitas dan
abses paru, bronkiektasis, fistel bronkopleura, pembentukan jaringan
granulasi atau polip akibat inflamasi pada mukosa tempat tersangkutnya
benda asing. Dapat juga terjadi pneumomediastinum, pneumotorak.4
Keterlambatan diagnosis aspirasi benda asing yang berlangsung lebih
dari 3 hari akan menambah komplikasi seperti emfisema obstruktif,
pergeseran mediastinum, pneumonia dan atelektasis.Komplikasi tindakan
bronkoskopi antara lain aritmia jantung akibat hipoksia, retensi CO2 atau
tekanan langsung selama manipulasi bronkus utama kiri. Komplikasi teknis
yang paling mungkin terjadi pada operator yang kurang berpengalaman
adalah benda asing masuk lebih jauh sampai ke perifer sehingga sulit dicapai
oleh skop, laserasi mukosa, perforasi, atau benda asing masuk ke segmen
yang tidak tersumbat pada saat dikeluarkan. Bisa juga terjadi edema laring
dan reflek vagal.Komplikasi pasca bronkoskopi antara lain demam, infiltrat
paru dan pneumotorak, yang memerlukan bantuan ventilasi.4

BAB III
PENUTUP

Benda asing di bronkus adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari
dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada yang tersangkut dan terjepit di
bronkus karena teraspirasi, baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja.
Anak-anak lebih sering mengalami aspirasi benda asing daripada orang dewasa.
Orang dewasa umumnya mengalami aspirasi akibat trauma atau konsumsi obatobatan yang dapat mengubah status mental ataupun adanya penyakit neurologi
yang mempengaruhi control terhadap makanan yang dimakan.
Gejala sumbatan benda asing didalam saluran napas tergantung pada
lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk, dan
ukuran benda asing. Benda asing yang masuk melalui hidung dapat tersangkut di
hidung, nasofaring, laring, trakea, maupun bronkus. Pasien yang teraspirasi
mungkin datang dengan keluhan batuk, wheezing, stridor, ataupun sianosis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil yang diperoleh dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, penunjang, yang meliputi radiologi serta bronkoskopi yang
sekaligus dapat berguna untuk membantu mengeluarkan benda asing dalam
bronkus. Sebagian besar, pasien akan sembuh tanpa adanya komplikasi yang
menetap. Penundaan dalam diagnosis akan menyebabkan morbiditas yang lebih
berat.
.

33

34

DAFTAR PUSTAKA

1.

Adams GL. Boies LR, Jr. Highler PA. Boies Buku Ajar THT. Edisi 7. Effendi
H. Santoso RAK. Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.pp.467-468.

2.

Higler BA. Anatomi dan Fisiologi Laring. BOEIS : Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta ; EGC, 1997: h.369-377, 455-485

3.

Sherwood L. Sistem Pernapasan. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi


2. Jakarta; EGC,2001: h. 410-415

4.

Yunizaf, M. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorokan.


Edisi 6. Soepardi, EA., Iskandar, N. Editor. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2007. pp. 259-265.

5.

Asroel, Harry A. Ekstraksi Benda Asing di Bronkus dan Esofagus. Majalah


Kedokteran Nusantara. Volume 4; 2. 2007.

6.

Cahyono A., Yunizaf M. Aspirasi benda asing jarum di bronkus. Kumpulan


naskah ilmiah pertemuan ilmiah tahunan perhati. Malang: Immanuel
Press.1996.

7.

Junizaf MH. Benda Asing di Saluran Napas. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.Jakarta ; FK UI,
2012 : h.232-243

8.

Leighton G, Siegel, M.D. Penyakit Jalan Napas Bagian Bawah, Esofagus dan
Mediastinum. Dalam: BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi keenam. Jakarta:
EGC, 1997

9.

Lalwani, Anil K. Current Diagnosis and Treatment : Otolaryngology Head


and Neck Surgery. Volume 2. Kristina W. Rosbe, MD. New York. 2008. pp.
523-526.

10. Fitri F dan Nelvia T. Ekstraksi Benda Asing Lampu LED di Bronkus dengan
Bronkoskop Kaku. Bagian THT-KL. Padang; FK Universitas Andalas: h.1-6
11. Fitri F., Novialdi, Roza Y. Keterlambatan Tindakan Bronkoskopi Pada Suspek
Benda Asing di Bronkus. Jurnal. FK Universitas Andalas, 2008: h.1-8.

Вам также может понравиться