Вы находитесь на странице: 1из 67

Laporan Kasus

BPH Vs Ca Prostat
Dengan CKD

Oleh
M. Nashrllah

NIM. I1A010023

Pembimbing
dr. Deddy R Yulizal, Sp.U

BAGIAN/UPF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM RSUD ULIN
BANJARMASIN
2015

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................ i
Daftar Isi..................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 2
BAB III. LAPORAN KASUS................................................................................... 14
BAB IV. PEMBAHASAN......................................................................................... 32
BAB V PENUTUP................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena sebenarnya yang terjadi ialah
hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke
perifer. BPH umumnya tumor jinak yang ditemukan pada laki- laki dan kejadiannya
berhubungan dengan umur, kira- kira 20% BPH ditemukan pada umur 41- 50 tahun, 50%
pada umur 51-60% dan lebih 90% pada umur lebih dari 80%.1
Berdasarkan data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada BPH berhubungan
dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan dengan obtruksi yaitu susah untuk
buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki- laki mengeluh kekuatan dan pancaran urine
berkurang.1
Karsinoma prostat adalah suatu kanker ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat,
tumbuh secara abnormal tak terkendali sehingga mendesak dan merusak jaringan sekitarnya
dan merupakan yang terbanyak diantara keganasan sistem urogenitalia pada pria.5
Kanker prostat merupakan tumor yang paling sering terjadi pada pria di Amerika
Serikat. Sekitar 200.000 kasus baru di diagnosis setiap tahunnya. Kanker prostat
menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi pada populasi pria di Amerika.5
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus pria 73 tahun dengan diagnosis BPH yang
dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi Kelenjar Prostat


Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar
aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4
cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian
posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.5

Gambar 1. Anatomi Prostat


Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan
sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada
kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri
dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk
masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma.
4

Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya,
alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar,
lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau
bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin
dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan
butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya
terlihat ditengah, bulat dan kecil.

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal


Batas-batas prostat 5
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot
polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.
Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan
dari

simphisis

oleh

lemak

ekstraperitoneal

yang

terdapat

pada

cavum

retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan


permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini
terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.

d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior


ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier).
Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio
rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus
perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus
bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada
pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3


a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c.

Lobus anterior

d. Lobus posterior

5 zona pada kelenjar prostat: 3


a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona
ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.Zona ini
rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25%
massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional


d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic
hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.
Aliran darah prostat
Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri
rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan berakhir
sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh vena
mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena
mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam
stroma dan mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama
dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari
pleksus

hipogastrikus inferior dan membentuk


7

pleksus prostatikus. Prostat mendapat

persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel
ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama
simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti
dinding pembuluh darah. 3

2.2 Fisiologi Kelenjar Prostat


Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah
asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang
bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret
prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga
menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan
cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh
Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3

2.3 Definisi
BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul
pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. 4

Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar


Karsinoma prostat adalah kanker yang terbentuk di jaringan prostat (kelenjar dalam
sistem reproduksi laki-laki ditemukan di bawah kandung kemih dan di depan rektum).
8

Kanker prostat biasanya terjadi pada pria yang lebih tua. Karsinoma prostat merupakan
keganasan yang terbanyak di antara keganasan sistem urogenitalia pria.5

2.4 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) .
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah
: (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron,
(3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat..5
Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh
enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel
selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal. 5
Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah diketahui

bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian selsel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel sel prostat
yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
5

Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara
tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu.
Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri
secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi
itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 5
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi ada beberapa hal yang dapat
meningkatkan risiko seseorang untuk terkena kanker prostat. Faktor predisposisi tesebut
antara lain : Genetic, ras, usia, riwayat keluarga, diet tinggi lemak, polusi, hormonal dan
aktivitas seksual.5
Kemungkinan untuk menderita kanker prostat menjadi dua kali jika saudara laki
lakinya menderita penyakit ini. Kemungkinan naik menjadi lima kali jika ayah dan
saudaranya jua menderita.5
2.5 Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak
Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%.
Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada usia diatas 70 tahun,
akan menjadi 90%.4

10

Ca Prostat ini menyerang pasien yang berumur di atas 50 tahun, diantaranya 30%
menyerang pria berusia 70-80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini
jarang menyerang pria berusia di bawah 45 tahun.5

2.6 Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak


Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat
bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan
dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5
reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan
kelenjar prostat. 5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel bulibuli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatimus. 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5

11

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat

Buli-buli:

Ginjal dan ureter:

Hipertrofi otot detrusor

Refluks VU

Trabekulasi

Hidroureter

Selula

Hidronefrosis

Divertikel buli-buli

Gagal ginjal

Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih


Munculnya kanker prostate secara laten pada usia tua banyak terjadi. Sepuluh persen
pria usia enam puluh tahun mempunyai kanker prostate diam dan tidak bergejala,
pertumbuhan dari kanker prostate asimptomatis yang kebetulan ditemukan lamban
sekali.Keganasan prostate 90% biasanya berupa Adenocarsinoma yang berasal dari kelenjar
prostate yang menjadi hipotrofik pada usia decade kelima sampai ketujuh. Agaknya proses
menjadi ganas sudah mulai pada jaringan prostate yang masih muda. Karsinoma prostate
paling sering terjadi pada zona perifer (75%).5

12

2.7 Gambaran klinis


a.

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) 5


Obstruksi
Hesitansi

Iritasi
Frekuensi

Pancaran miksi lemah

Nokturi

Intermitensi

Urgensi

Miksi tidak puas

Disuria

Menetes setelah miksi


Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk
mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga
jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh faktor pencetus antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang
mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi
prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor
(golongan antikolinergik atau adrenergic )
Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi
(LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Skor ringan (07), sedang (8-19), berat ( 20)

13

b.

Gejala pada saluran kemih bagian atas5

Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis)
Karsinoma prostate stadium dini dan lanjut mungkin asimptomatik pada saat
diagnosis, dan lebih dari 80 persen pasien menderita penyakit stadium C dan D pada saat
diagnosis. Pada orang yang simptomatis, keluhan yang sering ditemui adalah disuria,
kesulitan berkemih, mengedan jika ingin berkemih, peningkatan frekuensi berkemih, retensi
urin total, nyeri punggung atau pinggang dan hematuria. Setiap laki-laki berusia diatas 40
tahun yang mengeluh disuria, sering berkemih atau kesulitan berkemih tanpa obstruksi
uretrhra mekanis harus dicurigai menderita kanker prostate. Gejala lainnya berupa :

segera setelah berkemih, biasanya air kemih masih menetes-netes

perasaan tidak puas setelah berkemih

Hematuria

nyeri baik ketika berkemih maupun ejakulasi

inkontinensia uri

penurunan berat badan5,6

2.8 Pemeriksaan fisik5:


a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan
pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan
1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan bulibulineurogenik
2) mukosa rectum

14

3) keadaan prostat antara lain :


Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar lobus dan
batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi prostat
kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan
nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran lebih tepat dapat
menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah terdapat fluktuansi (abses
prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin
diantara lobus prostat tidak simetris.
Palpasi prostate merupakan pemeriksaan yang mudah , murah tapi terbaik untuk
mendeteksi semua stadium penyakit selain stadium A. Adapun yang dapat dinilai dalam
melakukan pemeriksaan ini tonus sfingther ani menilai apakah ada massa dalam lumen
rectum serta menilai keadaan prostate. RT pada penderita kanker prostate akan
menunjukkan adanya pembesaran prostate dengan konsistensi keras, padat, noduler,
irregular, permukaan yang tidak rata, atau asimetris

Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE)


2.9 Diagnosa banding
Diagnosa banding BPH
Kondisi
Diabetes mellitus
Sistitis , kanker buli, batu buli
Prostatitits

Gejala
Frekuansi, aliran dan volume urin normal
Gejala iritasi
Gejala iritasi dan obstruksi
15

Divertikulum buli

Kondisi

neurologis

(injuri

medulla

spinalis, kelainan medulla spinalis dsb)

Riwayat minum obat (antikolinergik,

antidepresan, dekongestan, tranquilezer)


Kanker prostat

Striktur uretra

Kontraktur/striktur buli

Gejala obstruksi

Tabel 2. Diagnosa Banding

2.9 Pemeriksaan laboratorium 5:


a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.
Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas
kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit,
BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada pasien yang memiliki
postvoid residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan
persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
16

Jika curiga adanya keganasan prostat. Peningkatan insidens kanker prostat yang pesat
dalam dekade terakhir tidak lepas dari digunakannya PSA sebagai modalitas diagnostik.
Walaupun tidak merupakan petanda tumor spesifik untuk keganasan prostat, bila nilai PSA
>4 ng/ml, yaitu nilai yang dipakai sebagai batas normal, umumnya akan dilakukan biopsi
prostat sekalipun tidak ditemukan kelainan pada colok dubur. Untuk keganasan prostate
dikenal petanda tumor yaitu fosfatase asam prostate (prostate acid phosphatase = PAP) dan
antigen khas prostate (prostate specific antigen = PSA) yang sensivitasnya tinggi dan
spesifisitasnya tidak terlalu tinggi, tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan PAP.
Peningkatan kadar antigen spesifik prostate (PSA) dalam serum adalah pemeriksaan paling
peka untuk mendeteksi kanker prostate secara dini. Kadar PSA mungkin meningkat pada
penyakit local, sedangkan peningkatan kadar fosfatase asam biasanya mengisyaratkan
kelainan ekstraprostate. Setelah diagnosis dan pengobatan, penilaian respon paling baik
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan berkala PSA maupun fosfatase asam
2.10 Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat.
Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan
menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia

17

Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

2.11 Pencitraan
a.

Foto polos5

Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang
merupakan tanda suatu retensi urine
b.

Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)5

Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam
rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan
gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah
yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu
jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan
prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang
dicurigai memiliki keganasan prostat.

18

Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume prostat,
caranya antara lain :

Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal diukur
dari dasar sampai puncak.

Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar


(W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L).

c.

Sistoskopi 1

Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di dalam
penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi
semua hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope , berisi lensa dan sistem cahaya yang
membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan
dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia


d.

Ultrasonografi trans abdominal 1

Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan


pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding
zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central
dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer
adalah surgical capsule.

USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis


ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

19

Gambar 9. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 10. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia


e.Sistografi buli1

Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat


Hiperplasia

2.12 Pemeriksaan lain5 :


Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:

Residual urin :

Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah miksi
20

Pancaran urin/flow rate :

Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau
dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang
berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s
dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang
tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum
menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200
ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera
sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.

Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal (A) dan pada BPH(B)

2.13 Komplikasi 1

BPH
Retensi urine akut ketidak mampuan
untuk mengeluarkan urin, distensi kandung
kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik residu urin > 500ml,
pancaran lemah, buli teraba, tidak nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal

Ca Prostat
- Gangguan ereksi (impotensi)
- Perdarahan post operasi
- Anastomosi striktur pada perineal
prostatectomy
- Urocutaneus fistula (perineal prostatectomy

21

2.14 Penatalaksanaan5
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan
(6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Observasi
Watchful

Medikamentosa
Penghambat

Operasi
Prostatektomi terbuka

waiting

adrenergik
Penghambat

Endourologi

reduktese
Fisioterapi

1. TURP
2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna5

22

Invasive minimal
TUMT

TUBD

Stent uretra

TUNA

Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)

Indeks

gejala

AUA

Gejala ringan
(AUA7)/
tdk
ada

Gejala sedang

Retensi urinaria+gejala yang


berhubungan dg BPH
Hematuria persistent
Batu buli
Infeksi
saluran
urinaria
berulang
Insufisiensi renal

Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid

Operasi

Pilihan terapi

Terapi non-invasif

Watchful waiting

Terapi invasif

Terapi medis

Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
USG prostat

Terapi minimal invasif

Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia

23

Operasi

Penatalaksanaan
Wactfull waiting

Nilai indeks gejala BPH


Gejala hilang/timbul

Efek samping
Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinaria

Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers

Sedang 6-8

Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%

5 alpha-reductase inhibitors

Menggigil-15%
Masalah ereksi-8%

Ringan 3-4

Kehilangan hasrat sex-5%


Terapi kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave heat

Sedang 6-7

Berkurangnya semen-4%
Kombinasi

Sedang-berat 9-11

Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-10-

TUNA

16%
Urgensi/frekuensi-31%

Sedang 9

Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Operasi
TURP, laser

&

operasi Berat 14-20

Retensi urinaria-1-21%

sejenis

Urgensi&frekuensi-6-99%

Operasi terbuka

Gangguan ereksi-3-13%
Inkontinensia 6%

Berat

Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat Hiperplasia5

a.

Watchful waiting 5
24

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat etrapi
namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2)
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3)
batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

b.

Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai

komponen

static

dengan

cara

menurunkan

kadar

hormone

testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.

Penghambat reseptor adrenergik

Penghambat 5 reduktase

Fitofarmaka

1)

Penghambat reseptor adrenergik . 5

mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.

25

Efek

samping

dapat

termasuk

sakit

kepala,

kelelahan,

atau

ringan.

Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin


(Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin
(Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan
gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari

Gambar 14. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)

2)

Penghambat 5 reduktase 5

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari
testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya
26

kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran
prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan
pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 reduktase


Contoh obat penghambat 5 reduktase berdasarkan tipenya :

3)

Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI

Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI

Fitofarmaka5

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat
obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang
mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti.
Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar
sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan
epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti
inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara
fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis
rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
c.

Terapi Invasif Minimal

Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan


1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang
menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan
27

prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy


transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk
memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah
sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan tanpa
anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia.
Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi
kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

Gambar 16. Microwave Transurethral


2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral
jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA
memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk
region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat
panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek
samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari
prostat (TURP).

28

Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3) Thermotherapy

dengan

air. Terapi

ini

menggunakan

air

panas

untuk

menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung


beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di
tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan
memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah
yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi.
Jaringan yang hancur keluar melalui urin

Gambar 18. Thermotherapy dengan Air


4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran
prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah proksimal

29

verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent
temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak
mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam
super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien masih
merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di
daerah penis.

Gambar 19. Intra-Prostatic Stent

d.

Bedah

1)

Operasi transurethral5

Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan anestesi, ahli
bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90 persen
dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang disebut
resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan
diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik
yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah sifatnya yang
hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan hipotermia
relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan

30

pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma.
Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk
tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu
sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk
menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan
jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir
operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan
memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP
adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke
dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.
Selama operasi
Perdarahan
Sindrom TURP
Perforasi

Pasca bedah dini


Perdarahan
Infeksi lokal/sistemik

Pasca bedah lanjut


Inkontinensi
Dinsfungsi ereksi
Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di mana
terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu
besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.

31

Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)


2)

Open surgery5

Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan, operasi
terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering dilakukan
ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung
kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan
suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat
terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%)
dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.
3)

Operasi laser

Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih
dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi
sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah :
tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG
coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung
sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih
rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan
cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30
sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan
penyusutan.

32

Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat


a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain,
koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung
ke jaringan prostat untuk menghancurkannya.

Gambar 23. Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).


PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama dengan TURP,
hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang cukup
kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak
menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada
prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih
lama.

33

Gambar 24. Potoselectif vaporisasi prostat


e.

Kontrol berkala 5

Watchfull waiting

Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terdapat perbaikan
klinis

Pengobatan penghambat 5-reduktase

Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6

Pengobatan penghambat 5-adrenegik

Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan pemeriksaan
IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi

Terapi invasive minimal

Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor miksi, juga
diperiksa kultur urin

Pembedahan

Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.

34

BAB III
LAPORAN KASUS

A.

Identitas

Nama

: Tn. Bakri

Umur

:73 Tahun

Pekerjaan

: Swasta

Pendidikan

: SMP

Agama

: Islam

Suku

: Banjar

Alamat

: Barito Hulu

MRS

: 21 April 2015

No. RMK

: 1148269

B.

Anamnesa

Autoanamnesis :21 April 2015


Keluhan Utama : Sulit BAK
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan sulit BAK sejak 10 hari SMRS. Pasien lalu berobat ke RSUD
Anshari Shaleh dan dirawat disana. Selama dirawat pasienn mengeluhkan kesulitan BAK
dan juga pasien merasa ingin BAK yang bertambah pada malam hari yang bisa mencapai
>10x tiap malamnya. Pasien juga mengeluhkan BAK yang tidak selesai-selesai. Pasien juga
mengeluhkan muntah lebih dari 8 kali. Pasien menyangkal terdapat riwayat nyeri saat
BAK,. Paisen menyangkal terdapat BAK berdarah. Pasien menyangkal terdapat BAK
berpasir

35

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat Operasi (-)
Riwayat Keluhan Serupa (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pada keluarga penderita tidak ada riwayat keluhan serupa.
C.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran

: Compos Mentis
GCS = 4-5-6

Tanda Vital

Kepala/Leher

: Tekanan Darah = 120/70 mmHg


Respirasi

= 18 kali/menit

Nadi

= 78 kali/menit

Suhu

= 36,9o C

: Edema palpebra (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),


diameter pupil 3 mm/3 mm, refleks cahaya +/+, pupil isokor.

Thoraks

: Dalam batas normal


Jantung : I = Iktus tidak terlihat
P = Thrill tidak teraba
P = Tidak ada pembesaran jantung
A = S1 dan S2 tunggal
Paru

: I = Bentuk simetris
P = Fremitus raba simetris
P = Sonor
A = Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
36

Abdomen

I = distensi (-), jejas abdomen (-)


A = Bising usus normal
P = timpani
P = nyeri tekan (-)

Ekstremitas
-

Superior dextra : jejas (-), massa (-), pitting edema (-), parese (-), akral
hangat (+)
Superior sinistra : jejas (-), massa (-), pitting edema (-), parese (-), akral
hangat (+)
Inferior dextra : jejas (-), massa (-), pitting edema (-), parese (-), akral
hangat (+)
Inferior sinistra : jejas (-), massa (-), pitting edema (-), parese (-), akral
hangat (+)

Tidak adanya benjolan di leher, ketiak, paha, telinga dan di daerah lainnya.
Rectal Toucher :
Inspeksi : massa (-) hemorroid (-)
Palpasi :Didapatkan tonus sfingter ani baik, refleks bulbocavernosus (+) terdapat benjolan
pada arah jam 12 dengan pembesaran dari arah jam 1 dan jam 11 , uninoduler, konsistensi
prostat kenyal padat, lobus kanan kiri simetris.
Sarung tangan feses (+) darah(-)
Pemeriksaan IPSS
Untuk pertanyaan no.1-6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut :
0 = tidak pernah

3 = kurang lebih separuh kejadian

1 = <1 dari 5 kejadian

4 = lebih dari separuh kejadian

2 = separuh kejadian

5 = hampir selalu

Dalam 1 bulan terakhir ini berapa seringkah anda :


1. Merasakan masih terdapat sisa urin sehabis kencing? Skor 5
2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam yang lalu Anda kencing? Skor 3

37

3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini dilakukan
berkali-kali? Skor 5
4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing? Skor 2
5. Merasakan pancaran urin yang lemah? Skor 5
6. Harus mengejan dalam memulai kencing? Skor 5
Untuk pertanyaan no.7, jawablah dengan skor seperti dibawah ini :
0 = tidak pernah

3 = 3 kali

1 = 1 kali

4 = 4 kali

2 = 2 kali

5 = 5 kali

7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur malam untuk
kencing? Skor 5
Pertanyaan penilaian tentang kualitas hidup :
8. Bagaimana anda menikmati hidup? Tidak bahagia
Kesimpulan : S

,L

,Q

,R

,V

(S : skor, L: kualitas hidup, Q: pancaran urin ml/det, V:vol.prostat )

38

D.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan USG urologi Tanggal 13 April 2015


Kesimpulan : BPH grade III.

Imunoserologi 14 April 205


PSA 22,78 (meningkat)

39

Pemeriksaan USG urologi Tanggal 24 April 2015

Kesimpulan : BPH volume 67-68 cc

40

Pemeriksaan Laboratorium
Hasil LAB
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
RDW-CV
MCV,MCH,MCHC
MCV
MCH
MCHC
HITUNG JENIS
- Gran %
- Limfosit %
- Eosinofil %
- Basofil%
- Gran #
- Limfosit #
- Eosinofil #
- Basofil #
PROTROMBIN TIME
Hasil PT
INR
Control Normal PT
APTT
Control Normal APTT
GULA DARAH
Glukosa darah puasa
G2PP
Gula Darah Sewaktu
HATI
SGOT
SGPT
GINJAL
Ureum
Creatinin
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida

21-04-2015

Rujukan

Satuan

11.1
12,4
3,55
31,1
132
11.8

12,0-16,0
4,0-10,5
4,5-6,00
40-50
150-450
11,5-14,7

g/dl
Ribu/l
Juta/l
Vol%
Ribu/l
%

89,3
31,3
35.0

80-97
27-32
32-38

Fl
Pg
%

48,2
38,3
6,9
0,8
3,92
3,1
0,56
0,07

50-70
25-40
1.3
0,0-1,0
2,50-7,00
1,25-4,00
<3
<1

%
%
%
%
ribu/l
ribu/l
ribu/ul
ribu/ul

11,1
0,84
11.4
26,9
26.1

9,9-13,5

Detik

22.2-37,0

Detik

127

70-105
<140
<200

Mg/dl
Mg/dl
mg/dl

58
46

0-46
0-45

U/I
U/I

110
5.2

10-50
0.7-1.4

mg/dl
mg/dl

127
4,5
92,7

135-146
3,4-5,4
95-100

Mmol/l
Mmol/l
Mmo/l

41

21-04-2015

Rujukan

Kuning jernih
1.005
negatif
+1
negatif
negatif
+2
negative
0,2
trace

Kuning jernih
1005-1030
negatif
negative
negatif
negatif
negative
negative
0,1-1,0
negatif

3-5

0-3

Eritrosit

5-10

0-2

Slinder

negatif

negatif

Epitel

+1

+1

Bakteri

negatif

negatif

Kristal

negatif

negatif

Hasil LAB
Urinalisa
Warna
BJ
keton
Protein albumin
GLukosa
Bilirubin
Darah Samar
Nitrit
urobilinogen
leukosit
Urinalisa Sedimen
Leukosit

42

Satuan

1-05-2015

Rujukan

Satuan

Ureum

69

10-50

mg/dl

Creatinin

4.3

0.7-1.4

mg/dl

Natrium

135,1

135-146

Mmol/l

Kalium

5,3

3,4-5,4

Mmol/l

Chlorida

101,3

95-100

Mmo/l

5-05-2015

Rujukan

Satuan

Ureum

73

10-50

mg/dl

Creatinin

3,4

0.7-1.4

mg/dl

Hasil LAB
GINJAL

ELEKTROLIT

SITOLOGI URIN 4 Mei 2015


Radang Non spesifik

SITOLOGI URIN 5 Mei 2015


Mengandung sel malignant

Hasil LAB
GINJAL

43

9-05-2015

Rujukan

Satuan

Ureum

93

10-50

mg/dl

Creatinin

4,8

0.7-1.4

mg/dl

15-05-2015

Rujukan

Satuan

Ureum

123

10-50

mg/dl

Creatinin

5,8

0.7-1.4

mg/dl

Hasil LAB
GINJAL

Hasil LAB
GINJAL

44

45

22-05-2015

Rujukan

Satuan

Hemoglobin

8,6

12,0-16,0

g/dl

Leukosit

12,4

4,0-10,5

Ribu/l

Eritrosit

3,55

4,5-6,00

Juta/l

Hematokrit

31,1

40-50

Vol%

Trombosit

132

150-450

Ribu/l

RDW-CV

11.8

11,5-14,7

MCV

89,3

80-97

Fl

MCH

31,3

27-32

Pg

MCHC

35.0

32-38

- Gran %

48,2

50-70

- Limfosit %

38,3

25-40

- Eosinofil %

6,9

1.4

0,8

0,0-1,0

- Gran #

3,92

2,50-7,00

ribu/l

- Limfosit #

3,1

1,25-4,00

ribu/l

- Eosinofil #

0,56

<3

ribu/ul

0,07

<1

ribu/ul

Hasil PT

11,1

9,9-13,5

Detik

INR

0,84

Control Normal PT

11.4

Hasil LAB
HEMATOLOGI

MCV,MCH,MCHC

HITUNG JENIS

Basofil%

Basofil #

PROTROMBIN TIME

46

22-05-2015

Rujukan

Satuan

APTT

26,9

22.2-37,0

Detik

Control Normal APTT

26.1

70-105

Mg/dl

G2PP

<140

Mg/dl

Gula Darah Sewaktu

<200

mg/dl

Hasil LAB

GULA DARAH
Glukosa darah puasa

127

HATI
SGOT

58

0-46

U/I

SGPT

46

0-45

U/I

Ureum

123

10-50

mg/dl

Creatinin

3,8

0.7-1.4

mg/dl

Natrium

127

135-146

Mmol/l

Kalium

4,5

3,4-5,4

Mmol/l

Chlorida

92,7

95-100

Mmo/l

GINJAL

ELEKTROLIT

E. DIAGNOSIS
BPH dd Ca Prostat + CKD
F. PENATALAKSANAAN

R/ TUR-P Biopsi

G. FOLLOW UP
21 April 2015 (H.I)
47

S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera
ikterik (-), hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= timpani
P= nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi
22

April 2015 (H.2)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 90x/menit
T
36,90C
RR 18 x/menit
TD
120/80
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi

23 April 2015 (H.3)

48

S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 84x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
120/70
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi

24 April 2015 (H.4)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 82x/menit
T
36,40C
RR 18 x/menit
TD
130/80
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi

25 April 2015 (H.5)


S) subjektif
O)Objektif

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
49

RR
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

18 x/menit

TD

120/70

Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi

26 April 2015 (H.6)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi

27 April 2015 (H.7)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 88x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
50

Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

hematom palpebra (-)


P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi

28 April 2015 (H.8)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 19 x/menit
TD
130/80
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi

29 April 2015 (H.9)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
51

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

P= sonor/sonor, redup pada batas jantung


A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi

30 April 2015 (H.10)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 19 x/menit
TD
12080
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi

1 Mei 2015 (H.11)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
120/70
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
52

Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi

Program

I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pasang DC
Pro TUR-P Biopsi

2 Mei 2015 (H.12)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi

Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Konsul IPD
Pro TUR-P Biopsi

3 Mei 2015 (H.13)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
53

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi

Program

P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Konsul anestesi
Pro TUR-P Biopsi

4 Mei 2015 (H.14)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi

Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Konsul anestesi
Pro TUR-P Biopsi

5 Mei 2015 (H.15)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
54

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi

Program

Akral hangat, edema (-)


BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Konsul anestesi
Pro TUR-P Biopsi

6 Mei 2015 (H.16)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi

Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Konsul anestesi
Pro TUR-P Biopsi

7 Mei 2015 (H.17)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
55

P) Terapi
Program

IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi HD 1 hari pre OP

8 Mei 2015 (H.18)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi HD 1 hari pre OP

9 Mei 2015 (H.19)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
56

Program

Pro TUR-P Biopsi HD 1 hari pre OP

10 Mei 2015 (H.20)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi HD 1 hari pre OP

11 Mei 2015 (H.21)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
120/70
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi HD 1 hari pre OP

12 Mei 2015 (H.22)


57

S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program
13 Mei 2015 (H.23)
S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
110/80
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi HD 1 hari pre OP

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
100/70
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi HD 1 hari pre OP

14 Mei 2015 (H.24)


S) subjektif
O)Objektif

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
120/70

Pemeriksaan fisik
58

K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi

15 Mei 2015 (H.25)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
110/70
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Pro TUR-P Biopsi

16 Mei 2015 (H.26)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(+/+) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
59

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi

Program

P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Metoklopramid 3x1
Pro TUR-P Biopsi

17 Mei 2015 (H.27)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 80x/menit
T
36,60C
RR 18 x/menit
TD
120/70
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD NS
Antibiotik PO
Analgetic PO
Pro TUR-P Biopsi

18 Mei 2015 (H.29)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
60

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

S1>S2 tunggal, bising (-)


I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD NS
Antibiotik PO
Analgetic PO
Pro TUR-P Biopsi

19 Mei 2015 (H.30)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD NS
Antibiotik PO
Analgetic PO
Pro TUR-P Biopsi

20 Mei 2015 (H.31)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
61

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

P= Nyeri tekan (-)


Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD NS
Antibiotik PO
Analgetic PO
Pro TUR-P Biopsi

21 Mei 2015 (H.32)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi
Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD NS
Antibiotik PO
Analgetic PO
Pro TUR-P Biopsi

22 Mei 2015 (H.33)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
62

P) Terapi
Program

IVFD NS
Antibiotik PO
Analgetic PO
TUR-P Biopsi tertunda karena Hb <10gr.dl

23 Mei 2015 (H.34)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi

Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
Tranfusi PRC target 10g/dl
Pro TUR-P Biopsi

24 Mei 2015 (H.35)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD NS
Antibiotik PO
Analgetic PO
63

Program

Tranfusi PRC target 10g/dl


Pro TUR-P Biopsi

25 Mei 2015 (H.36)


S) subjektif
O)Objektif
Pemeriksaan fisik
K/L
Thorax

Cor
Abdomen

Ekstremitas
A)Diagnosis
P) Terapi

Program

Nyeri pinggang kanan (+) Mual/muntah(-/-) BAB/BAK (+/+)


HR 92x/menit
T
36,70C
RR 18 x/menit
TD
130/90
Reflex cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-),
hematom palpebra (-)
P> KGB (-/-)
I= simetris, retraksi (-)
P=FV simetris
P= sonor/sonor, redup pada batas jantung
A=Sn.vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
S1>S2 tunggal, bising (-)
I=datar
A= BU (+)
P= Timpani
P= Nyeri tekan (-)
Akral hangat, edema (-)
BPH dd Ca Prostat + CKD
IVFD NS
Antibiotik PO
Analgetic PO
Tranfusi PRC target 10g/dl
Pro TUR-P Biopsi
BAB IV
ANALISIS KASUS

. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ada riwayat BAK tidak selesai dansulit BAK
sejak 10 hari yang lalu/.Diagnosis ditegakkkan melalui hasil USG pada tahun 13 Apirl 2015 dengan
adanya BPH kemudian dilakukan USG ulang pada 23 April tahun 2015, didapatkan adanya BPH
dengan volume 67-68 cc..
Pada pasien ini didignosis BPH dd Ca Prostat karena ditemukan hasil anemesis yaitu
riwayat BAK tidak tuntas dan kesulitan BAK dan pemeriksaan fisik ke arah BPH yaitu ada RT
terdaoat adanya pembesaran prostat yang kemudian dipastikan dengan hasil USG dengan
kesimpulan BPH dengan volume 67-68 cc. Namun pada pasien juga ditemukan ada peningkatan
PSA dan sitologi urne yang menyebutkan ada kandungan sel malignant sehingga ditambahkan
different diagnosis yaitu Ca prostat.

64

Pada perjalanannya pasien mengalami peningkatan ureum kreatinin sehingga dilakukan HD


pada pasien yang merupakan usulan dari bagian penyakit dalam. Namun menjelang jadwal operasi
pasien didapatkan penurunan HB dan peningkatan ureum kreatinin kembali sehingga terdapat
penundaan operasi. Operasi yang dilakukan adalah TUR-P dengan biopsi yang bertujuan sekaligus
untuk menegakkan diagnosis.

65

BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan suatu kasus BPH dd Ca Prostat dan CKD pada Tn. B yang berusia
73tahun. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ada riwayat BAK tidak selesai
dansulit BAK sejak 10 hari yang lalu/.Diagnosis ditegakkkan melalui hasil USG pada tahun
13 APpirl 2015 dengan adanya BPH kemudian dilakukan USG ulang pada 23 April tahun
2015, didapatkan adanya BPH dengan volume 67-68 cc.
. Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan
(6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah

66

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, Jong WD.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisis 4. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Fawzy A, Pool JL. 2010. Benign Prostatic Hypertrophy and the Role of
Alpha Adrenergic Blockade. http://www.medscape.com/viewprogram/2010
3. Gardjito W.Retensi Urin : Permasalahan dan Penatalaksanaan. JURI 1994; 4:
18-26
4. Wang D, Foo KT. 2010. Staging of Benign Prostate Hyperplasia is helpful in
patients with LUTS suggestive of Benign Prostate Hyperplasia. Ann, Acad.
Med. Singapore ; 39
5. Purnomo,B. 2011. Dasar-dasar Urologi : Hiperplasia Prostat Beigna. Edisi 3.
Jakarta: Sagung Seto
6.

Sagalowsky.Arthur I.., Karsinoma Prostat; Hiperplasia dan Karsinoma


Prostat dalam Harrison Principles of Internal Medicine., Editor Isselbacher.
Kurt J..et all., Volume 4., EGC., Jakarta., 2002., Hal 2070.

67

Вам также может понравиться