Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DIABETES MELLITUS
Oleh :
TENRI ASHARI WANAHARI
G99131087
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat adanya kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya(WHO). Hiperglikemia kronik pada penderita diabetes memiliki
hubungan yang erat dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan
berberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
Adanya perubahan, perkembangan baik dalam hal diagnosis, klasifikasi, perjalanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELLITUS
A. Definisi
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat dari pancreas
yang tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, atau keadaan
dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Hal
ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah
(hiperglikemia) (WHO, 2009 ; Jameson, 2004).
B. Manifestasi Klinis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada diabetesi. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan bila terdapat keluhan klasik DM seperti :
1.
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagi, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
2.
Keluhan lain : lemah badan, kesemutan atau rasa kebas pada tangan dan
atau kaki, gatal pada kemaluan, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulvae pada wanita. Selain itu apabila terdapat luka yang tidak kunjung
sembuh atau sulit sembuh, perlu juga dipikirkan adanya DM (Waspadji, 2007 ;
Suyono, 2006).
C. Klasifikasi
1. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 1 adalah sebuah
penyakit inflamasi autoimun pada pankreas, sehingga menyebabkan kekurangan
produksi insulin. Proses autoimun ini mengenai sel pada Pulau Langerhans.
Munculnya gejala klinis membutuhkan destruksi yang sangat berat yaitu lebih
dari 90% sel yang rusak (Cihakova, 2001).
2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau DM tipe 2 terdapat
pada individu yang mengalami resistensi insulin dan biasanya relatif memiliki
defisiensi insulin setidaknya di awal dan terkadang sepanjang hidupnya. Kadar
insulin pada diabetes tipe 2 normal atau meningkat karena fungsi sel pankreas
normal (American Diabetes Association, 2009).
3. Diabetes melitus tipe lain
a. Defek genetik sel
b. Defek genetik kerja insuliN
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Obat atau kimia yang menginduksi diabetes
f. Infeksi
g. Imunologi
h. Sindrom genetik (American Diabetes Association, 2009).
4. Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
D. Faktor Resiko DM
Adapun faktor resiko DM antara lain :
1.
Usia 45 tahun
2.
BMI > 23 kg/m2
3.
Hipertensi ( 140 / 90 mmHg)
4.
Riwayat DM dalam garis keturunan (genetik)
5.
Riwayat abortus berulang
E. Diagnosis
Terdapat gejala klasik yaitu poliuri, polidipsi, polifagi serta penurunan berat badan
tanpa penyebab ditambah satu dari tiga keadaan :
F. kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL
1)
2)
G. Penatalaksanaan
Edukasi
Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif
2.
Cara ini berlaku bagi setiap penderita diabetes tanpa memperhatikan jenis
yang dimiliki, dan untuk sebagian penderita diabetes tipe II cukup dengan
mengontrolnya. Namun, pada penderita diabetes tipe I, perlu mempelajari
keseimbangan makanan dengan suntikan insulin agar bisa tercapai kontrol
terbaik pada tingkat gula darah.
Diet ini menekankan perlunya mencapai atau mempertahankan berat
badan ideal dan menekankan prinsip-prinsip dasar makanan sehat, dalam hal
ini bermakna makanan yang memiliki perpaduan yang baik serta mengurangi
makanan yang buruk bagi kesehatan.
Kontribusi makanan yang diperlukan dalam makanan penderita diabetes
adalah :
Dua per lima bagian makanan sebaiknya mencakup makanan yang
buah-buahan.
Seperlima sisanya sebaiknya mencakup makanan yang mengandung protein,
seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan, atau keju.
Lebih dari separuh kasus pasien diabetes tidak dapat mengikuti pola diet
mereka. Alasannya banyak sekali, tetapi angka kegagalan ini dapat dikurangi
dengan menghindari kerumitan yang tidak perlu dan memberikan penjelasan
mengenai prinsip-prinsip diet kepada setip pasien.
Komposisi diet yang dianjurkan untuk penderita DM berulang kali
mengalami perubahan. Mula-mula mengacu pada diet DM di negara barat
dengan komposisi karbohidrat rendah, sekitar 40-50% dari total energi (diet
A). Namun, saat ini dianjurkan persentase karbohidrat lebih tinggi sampai 6070% dari total kebutuhan energi atau disebut juga diet B. Disamping anjuran
mengenai karbohidrat, protein dan lemak, dianjurkan pula pemakaian
karbohidrat kompleks yang mengandung banyak serat dan rendah kolesterol.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
Karbohidrat
60-70%
Protein
10-15%
Lemak
20-25%
Makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75%
masih
memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300
mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh
Latihan jasmani
Latihan jasmani akan meningkatkan aliran darah, menyebabkan kapiler banyak
terbuka, sehingga reseptor insulin banyak tersedia. Olahraga teratur yaitu 3-4
kali dalam seminggu, selama kurang lebih 30-45 menit. Diantaranya jalan kaki,
bersepeda, jogging, ataupun renang.
Manfaatnya:
1.
Intervensi farmakologis
Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
A.
B.
C.
D.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )
Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yaitu :
Insulin kerja cepat ( rapid acting insulin )
Insulin kerja pendek ( short acting insulin )
Insulin kerja menengah ( intermediate acting insulin )
Insulin kerja panjang ( long acting insulin )
Insuln campuran tetap ( premixed insulin )
Efek samping terapi insulin
-
H. Patofisiologi
Masukan
Makanan
Defek
reseptor
Hati (produksi
gula
meningkat)
I. Prognosis
Gula ekstrasel
Pankreas
(disfungsi sel
B)
Def.
insulin
Transport
glukosa
sel
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti
orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.
BAB III
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan
: Tn. Y
: 64 tahun
: Laki-laki
: Jamus, Sragen
: Islam
: Karyawan Bengkel
B. DATA DASAR
Keluhan Utama: sering buang air kecil
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak sebulan SMRS pasien mengeluh semakin sering buang air kecil. Hal
ini telah mulai dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, namun akhir-akhir ini hal
tersebut semakin mengganggu aktivitas sehari-harinya. Keluhan ini sering
muncul pada malam hari ketika pasien tertidur, sehingga pasien tidak dapat
tertidur dengan nyenyak. Pasien juga mengeluh walaupun sering kencing tetapi
pasien sering kali merasa haus dan lapar. Pasien juga sering merasa lemas,
walaupun sudah makan banyak. Selain itu, pasien merasakan kaki dan tangannya
terasa sering kesemutan. Karena mengganggu aktivitas pasien, maka pasien
memeriksakan diri ke Poliklinik RS.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat sakit jantung
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat mondok
: disangkal
Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
Riwayat DM
: (+) ibu pasien
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat Gizi
Pasien sehari makan tiga kali, dengan nasi 2-21/2 centong nasi dengan lauk
pauk tempe, tahu, sayur, kadang-kadang dengan ikan, telur, daging, atau ayam.
Penderita jarang makan buah-buahan.
n.
o.
Status neurologis
: kesemutan
Status gizi
: BB=60 kg, TB=170 cm BMI=20,7 kg/ m2
(normoweight)
p.
Tanda Vital
Nadi
RR
Suhu
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Satuan
Rujukan
Hb
13
g/dl
12-15,6
Hct
39
33-45
AL
12,4
103 / L
4,5-14,5
IV.
AT
229
103 / L
150-450
AE
4,40
106/ L
4,10-5,10
GDS
229
mg/dl
80-110
GDP
196
Mg/dL
70-110
RESUME
Sejak sebulan SMRS pasien mengeluh semakin sering buang air kecil. Hal ini
telah mulai dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, namun akhir-akhir ini hal tersebut
semakin mengganggu aktivitas sehari-harinya. Keluhan ini sering muncul pada
malam hari ketika pasien tertidur, sehingga pasien tidak dapat tertidur dengan
nyenyak. Pasien sering kali merasa haus dan lapar. Pasien juga sering merasa lemas
(+), kesemutan di kedua ekstremitas (+), dan berat badan menurun (+). Riwayat
penyakit keluarga kencing manis (+) pada ibu.
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80, nadi 100x/mnt, RR
20x/mnt, suhu 36,6C, BMI 20,7 kg/m2 (normoweight). Laboratorium didapatkan
Hb= 13 g/dl, Hct= 39%, Trombosit = 229, Eritrosit= 4,40 106/ L, Leukosit: 12,4
x103 / L, GDS= 229 mg/dl, GDP= 196 mg/dL.
V. DIAGNOSIS
DM Tipe 2 Normoweight
VI.
TERAPI
a.
b.
komplikasinya
Edukasi kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan rendah gula dan
kalori
c.
d.
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
1. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan
(Sudoyo Aru, 2006) :
A.
B.
C.
D.
SULFONILUREA
Digunakan untuk pengobatan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 sejak tahun 1950-an.
Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai,
terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi
insulin. Sulfonilurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya
untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin.
Mekanisme kerja efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan merangsang
channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat
pada reseptor (SUR) pada channel tersebut maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini
menyebabkan penurunan permeabilitas K pada membran dan membuka channel Ca
tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat pada
Calmodilun dan menyebabkan eksositosis granul yang mengandung insulin.
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Oleh karena itu hanya bermanfaat untuk pasien
yang masih mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin. Golongan obat ini tidak
dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe 1.
Pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
menghindari kemungkinan hipoglikemia. Pada keadaan tertentu dimana kadar glukosa
darah sangat tinggi, dapat diberikan sulfonilurea dengan dosis yang lebih besar dengan
perhatian khusus bahwa dalam beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang
jelas dan dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup
bermakna.
Bila konsentrasi glukosa puasa < 200mg/dl, Sulfonilurea sebaiknya dimulai
dengan pemberian dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga
tercapai glukosa darah puasa 90-130mg/dl. Bila glukosa darah puasa > 200mg/dl dapat
diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum
makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan satu kali sehari
sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan makanan porsi terbesar.
2)
GLINID
Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai struktur yang
BIGUANID
Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin
terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak dimetabolisme
tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Oleh karena itu metformin biasanya
diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk extended release.
Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk menghindarinya
sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin
>1,3mg/dl pada perempuan dan >1,5mg/dl pada laki-laki) atau pada gangguan fungsi
hati dan gagal jantung serta harus diberikan dengan hati-hati pada orang usia lanjut.
GLITAZONE
Merupakan obat yang juga mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan
sensitivitas insulin. Mekanisme kerja Glitazone (Thiazolindione) merupakan agonist
peroxisome proliferators-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan
poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan
adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator
homeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin.
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1-2 jam
dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar antara
3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi pioglitazone.
Secara klinik rosiglitazone dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis
terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa puasa sampai 55 mg/dl dan A1C
sampai 1,5% dibandingkan dengan placebo. Sedang pioglitazone juga mempunyai
kemampuan menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai
terapi kombinasi dengan dosis sampai 45 mg/dl dosis tunggal. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I IV karena dapat
memperberat udem / retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. Saat
ini tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal.
C. Penghambat Glukoneogenesis
METFORMIN
Obat ini
mempunyai
efek
utama
mengurangi
produksi
glukosa
hati
paruh eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi
melalui feses.
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Hipoglikemi Oral:
a. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara
bertahap.
b. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat
tersebut (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama kerjanya
24 jam).
c. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.
d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan
obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada insulin.
e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.
Pada pasien yang disertai alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, dipilih terapi kombinasi dengan tiga OHO.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang / panjang) yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah / panjang adalah 10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka obat hpoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja
(PERKENI, 2006)
Patofisiologi DM disertai terapi:
Masukan
Makanan
glokosidase
inhibitor
insulin
Hati (produksi
Gula ekstrasel
gula
meningkat)
Defek
reseptor
diet
Transport
glukosa
Insulin
Def.
insulin
Pankreas
DAFTAR PUSTAKA
(disfungsi sel
B)
sel
Biguanid
sulfonilure
a
Adam JMF. 2005. Komplikasi Kronik Diabetik Masalah Utama Penderita Diabetes dan
Upaya Pencegahan. Diabetes Care 26 (S):3.
American Association of Clinical Endocrinologists. 2007. Medical Giudelines for
Clinical Practice for The Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice
13 (Suppl 1).
American Diabetes Association. 2004. Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes
Care 27 (S): 15-35.
American Diabetes Association. 2009. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care 32 (S): 62-7.
Cihakova D. 2001. Type 1 Diabetes
Mellitus. http://autoimmune.pathology.
Depkes. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3
Juta Orang.www.depkes.go.id (13 Januari 2015).
Jameson BF. 2004. Harrisons Principal Internal Medicine. 16th edition. The Mc Graw
Hill Company, United States.
Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran ed III jl I. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta : 2001
Perkeni, 2011. Petunjuk Praktis Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus. Jakart:
Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2
Di Indonesia. Semarang: 2006.
Permana H. 2010. Peran Terapi Kombinasi Diabates Tipe 2 pada RIsiko dan
ProgresivitasCVD.http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/09/peran_
terapi_kombinasi_diabetes_tipe_2.pdf. (13 Januari 2015).
Powers C Alvin. Harrisons Principle of Internal Medicine 16th. Medical Publishing
Division Mc Graw-Hill. North America: 2005.
Soebardi S dan Yunir E. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI, Hal: 1864
Soegondo S. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK-UI, Hal: 1860-2.
Suherman. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, pp: 487-493.
Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
Suyono S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Pusat Penerbitan Departemen
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 1852-1855.
Suyono S. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2007; Hal 7-14
Waspadji S.2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Pusat Penerbitan Departemen
World