Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kandidiasis Orofaringeal:
Etiologi, Epidemiologi, Manifestasi Klinis, Diagnosis, dan
Pengobatan
Oleh :
Fara Idamawati
04051981315001
Irawan
Pembimbing :
Drg.
2015
Kandidiasis Orofaringeal:
Etiologi, Epidemiologi, Manifestasi Klinis, Diagnosis, dan Pengobatan
Gza T. Terzhalmy, DDS, MA; Michaell A. Huber, DDS
Ulasan
Infeksi kandida biasanya mempengaruhi daerah anatomi profesi kedokteran gigi dan merupakan suatu tanggung
jawab terhadap diagnosis dan pengelolaan infeksi tersebut. Pada sebagian besar kasus, hal ini termasuk dalam
ruang lingkup penyedia layanan kesehatan mulut. Untuk mengelola perawatan yang kompeten terhadap pasien
dengan infeksi Candida, dokter harus memahami penyakit, pengobatannya, dampak dari penyakit atau
pengobatannya yang mungkin terdapat pada pasien, dan sejauh mana keberadaan dari infeksi kandida dapat
berdampak pada proses klinis.
Pendahuluan
Jamur adalah organisme eukariotik yang hidup bebas. Jamur dapat berupa ragi (jamur berbentuk bulat), cendawan
(fungi berfilamen), atau kombinasi dari dua bentuk tersebut (jamur dimorfik). Meskipun ada lebih dari 100.000
spesies jamur, hanya sedikit yang bertindak sebagai patogen intrinsik pada manusia. Jamur yang paling patogen
yang berhubungan dengan penyakit manusia adalah golongan saprophytic dari flora mikroba tanah, yaitu mereka
hidup di bahan organik yang membusuk. Pada organisme ini, paru-paru adalah jalan masuk yang paling umum.
Beberapa jamur adalah anggota komensal dari flora normal manusia, yaitu, mereka mendapatkan manfaat tanpa
menyebabkan kerugian bagi pejamu mereka. Pada manusia, mereka biasanya ditemukan di mulut, vagina, dan
mukosa gastrointestinal; atau bertempat di kulit dan kadang-kadang epitel pernapasan. Pada orang dengan
perubahan mekanisme homeostatis, organisme komensal dapat menjadi patogen. Mikosis yang berkaitan dengan
penyedia layanan kesehatan mulut dapat dilihat pada Tabel 1.
Diagnosis dan pengobatan pada sebagian besar mikosis adalah tanggung jawab dokter. Infeksi yang disebabkan
oleh Candida spp. mewakili mikosis pada umumnya. Mikosis terjadi paling banyak di daerah orofaringeal dan
diagnosis dan pengobatan pada beberapa infeksi ini merupakan tanggung jawab dari profesi kedokteran gigi.
Untuk memberikan perawatan yang tepat waktu dan kompeten pada pasien dengan kandidiasis orofaringeal,
dokter harus memahami penyakit, pengobatannya, dampak penyakit atau pengobatan pada pasien, dan sejauh
mana munculnya infeksi Candida dapat berdampak pada proses klinis.
Etiologi and Epidemiologi
Seperti disebutkan sebelumnya, Candida spp. adalah organisme oportunistik komensal yang biasanya ditemukan
di jaringan orofaring.1-6 Jumlah yang dilaporkan yang terdapat pada orang sehat bervariasi dari 15 hingga 75
persen, tergantung pada pengambilan sampel populasi dan teknik sensitivitas sampel. 3 Candida spp. jarang dapat
menyebabkan infeksi yang serius pada pasien imunokompeten. Hal ini disebabkan patogenesis dari infeksi jamur
ini didasarkan pada interaksi antara mekanisme homeostatis pejamu dan patogenisitas dari Candida spp., pasien
dengan terapi penyakit bawaan dan imunosupresi (seperti infeksi HIV, obat sitotoksik, dan kortikosteroid),
endokrinopati (diabetes mellitus, thymoma, sindrom polyendocrinopathy tipe 1, hipoparatiroidisme,
hypoadrenalism dan kehamilan dengan infeksi sekunder pada bayi), kekurangan nutrisi, diet karbohidrat tinggi,
penggunaan dari agen antibakteri spectrum luas yang berkepanjangan, perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam
aliran saliva (akibat obat, radioterapi, sindrom Sjogren), kebersihan mulut yang buruk, menggunakan protesa
pada gigi, usia, dan merokok, akan meningkatkan risiko untuk mendapatkan infeksi. 7-1
Tabel. 1Mikosis yang terdapat pada manusia yang masuk ruang lingkup pelayanan kesehatan
Organisme
Spesies pathogen intrinsik
Manifestasi Klinis
Infeksi paru primer, biasanya meliputi daerah
mulut dan menyebar dengan sangat luas
Spesies Opurtunistik
Pada satu penelitian baru-baru ini, 81,1% dari 122 pasien yang terinfeksi HIV dengan terapi antiretroviral,
terdapat koloni dari Candida spp. dan 33,3% di antaranya menunjukkan infeksi klini. 17 Dalam studi lain, di
antara 210 pasien HIV-positif pada saat diagnosis, 62% memiliki gejala klinis kandidiasis orofaring. 7 Penelitian
lain menemukan (1) bahwa orang dengan diabetes memiliki koloni pembentuk unit kandida yang lebih tinggi
secara signifikan (Candidal colony forming units/CFU) dari orang nondiabetes, (2) korelasi positif yang
signifikan antara tingkat kadar glukosa saliva dan koloni pembentuk unit kandida, dan (3) bukti klinis dari
kandidiasis orofaringeal sebanyak 4% dari pasien diabetes yang tidak terkontrol dengan CFU> 8.000 / mL. 15
C. albicans biasanya terdapat baik pada individu yang sehat dan pada mereka yang berisiko terhadap infeksi
oportunistik. Namun, peningkatan prevalensi dari golongan Candida spp. yang lain (Tabel 1) telah dilaporkan
bahwa seseorang mungkin dapat terinfeksi beberapa anggota Candida spp. pada waktu yang bersamaan2,5,17,18.
Virulensi dari Candida spp. adalah kemampuan untuk menyebabkan mikosis yang invasif, didasarkan pada
faktor-faktor seperti kemampuan mereka untuk melekat di epitel dan sel endotel, kemampuan untuk mengubah
fenotip (mengalami transformasi dari hifa menjadi ragi), dan untuk mensekresikan protease yang memfasilitasi
penetrasi seluler.19 C. albican merupakan anggota dari Candida spp. yang paling mematikan. Virulensi ini
disebabkan sebagian besar oleh kemampuan C. albicans untuk mengekspresikan sejumlah struktur yang
memediasi perlekatan di epitel yang memberikan perlindungan dari keluarnya saliva secara terus menerus. 3,4
Selain itu, dikatakan juga bahwa bentuk hifa dari C. albicans sangatlah penting tidak hanya untuk penetrasi
jaringan epitel; tetapi juga untuk keluar dan melakukan internalisasi pada sel-sel fagosit. 3,20,21
Manifestasi Klinis dari Kandidiasis Orofaring
Kandidiasis orofaring dapat muncul dalam berbagai bentuk klinis. Hal ini sering tanpa gejala, tetapi pasien dapat
merasakan sensasi terbakar dan perubahan pada indera perasa. Sebuah sistem klasifikasi berdasarkan pada kriteria
klinis menunjukkan perbedaan yang nyata
kandidiasis mukokutaneous sistemik.
22
Kandidiasis Pseudomembran
Kandidiasis Pseudomembran (KP) ditandai dengan adanya warna keputihan / kekuningan seperti beludru pada
pseudomembran atau plak individu pada jaringan orofaring, yang dapat terseka atau terhapus, meninggalkan
bekas eritem, dan basis yang mudah berdarah yang menyebabkan rasa sakit(Gambar 1-4) . 1,23 , 24 Mukosa bukal
adalah tempat yang paling sering, namun semua jaringan orofaring juga dapat terkena. Kandidiasis
Pseudomembran sering terlihat pada neonatus, dan pada pasien dengan penyakit bawaan atau terapi imunosupresi
(infeksi HIV, obat sitotoksik, kortikosteroid) . 7,14,17 Pada orang imunokompeten, KP kemungkinan besar
disebabkan oleh penggunaan agen antibiotik spectrum luas. 24
Kandidiasis ErIthematosa
Kandidiasis eritematosa (KE) akut dan kronis, muncul sebagai bercak merah atau bercak yang biasanya terdapat
pada langit-langit atau dorsum lidah, diikuti dengan hilangnya papila secara bersamaan (Gambar 5 & 6) . 23,24 KE
dapat mempengaruhi bagian oral lainnya seperti mukosa bukal dan biasanya muncul tanpa gejala. Hal ini sering
ditemukan pada orang dengan penyakit bawaan atau terapi imunosupresi (infeksi HIV, obat sitotoksik,
kortikosteroid).7,17,22 Pada pasien imunokompeten, KE kemungkinan disebabkan oleh penggunaan agen antibakteri
spektrum luas jangka panjang.22
Kandidiasis Hiperplastik
Kandidiasis hiperplastik adalah infeksi klinis yang jarang terjadi. Biasanya ditandai dengan gejala yang terusmenerus (kronis), munculnya papula putih atau plak (Gambar 7), yang biasanya mempengaruhi mukosa bukal di
daerah komisural pada perokok. Jarang terjadi pada daerah lidah (Gambar 8) . 1, 22-24 Bentuk ini menginfiltrasi
epitel, tetapi ketika dikelupas tidak menyebabkan sakit parah atau perdarahan. Dikenal juga sebagai kandida
leukoplakia, hal ini terkait dengan tingkatan transformasi keganasannya yang mencapai 15% . 1,22,23,25
1,26
Adanya kandidiasis orofaring dan gejala disfagia atau odynophagia adalah ciri kandida
esophagitis. Kandidiasis kronis mucocutaneous, disertai dengan onikomikosis persisten kronis, adalah kondisi
langka yang dapat diamati pada pasien dengan gangguan imun (Gambar 15 & 16) . 1,27
Diagnosis
Pada sebagian besar kasus, diagnosis kandidiasis orofaring didasarkan pada tanda-tanda dan gejala klinis. 22 Ketika
diagnosis klinis tidak jelas atau pasien tidak merespon pemberian dari kemoterapi antijamur empiris, tes
tambahan seperti (1) sitologi eksfoliatif, (2) biopsi jaringan , atau (3) uji kultur dan kerentanan dapat
bermanfaat.9,28
Konfirmasi dari gambaran klinis kandidiasis dapat diperoleh dari sitologi eksfoliatif. Dengan menggunakan
instrumen steril atau pisau lidah, daerah yang diduga terkena dilakukan apusan dan kemudian dilakukan ulasan
pada apusan tersebut pada objek kaca. Kemudian diberikan kalium hidroksida (KOH) 10% ke apusan sitologi
segar, hal ini akan memungkinkan untuk untuk dilakukannya persiapan pemeriksaan mikroskopis secara langsung
(Gambar 17).14 Untuk meningkatkan sensitivitas, apusan sitologi dibiarkan kering, difiksasi dengan etanol , dan
diwarnai dengan cairan asam-Schiff. 17 Sangat penting untuk dicatat bahwa munculnya blastophores (tunas ragi)
tanpa hifa tanpa adanya tanda-tanda atau gejala klinis mungkin menunjukkan status komensal. Biopsi jarang
dilakukan, tetapi dapat menunjukkan adanya penetrasi ke jaringan epitel (Gambar 18). 28
Terakhir, karena pada kebanyakan kasus kemoterapi antijamur empiris dimulai dengan didasarkan pada dugaan
berupa diagnosis klinis, jika infeksi tidak memberikan tanggapan terhadap pengobatan yang diberikan, tes kultur
dan kerentanan dapat mengarahkan pada diagnosis definitif dan mengidentifikasi adanya organisme. 17 Cara yang
lebih cepat, yaitu dengan menggunakan metode berbasis non-kultur untuk diagnosis dini, seperti polymerase
chain reaction (PCR), blot barat, deteksi antigen, dan identifikasi dari metabolit jamur masih dianggap sebagai
pemeriksaan yang dipertimbangkan.
Strategi Pencegahan Dan Terapi
Jamur dan sel manusia, karena kesamaan filogenetik yang ada pada keduanya, maka sama-sama merupakan
makhluk
eukariotik dan memiliki jalur metabolisme homolog untuk produksi energi, sintesis protein dan
pembelahan sel. Akibatnya, hanya sejumlah kecil target agen yang unik terhadap antijamur dapat diidentifikasi.
Salah satu target tersebut adalah ergosterol, yang merupakankomponen struktural dan fungsional penting dari
membran plasma jamur. Sterol ini secara struktural berbeda dari kolesterol, sterol dominan ditemukan pada
membran sel mamalia. Target lain yang unik untuk kemoterapi antijamur adalah dinding sel jamur. Dinding sel
mengandung sejumlah protein struktural, termasuk glucan yang tidak ditemukan pada sel mamalia. Target ketiga
adalah perlekatan jamur. Perlekatan sel inang dimediasi oleh adanya pengikatan jamur pada reseptor sel inang.
Setelah perlekatan berhasil, patogen dapat menyerang permukaan yang terkolonisasi kemudian berkembang biak
dalam jaringan dalam dan berpotensi mencapai sirkulasi sistemik. Senyawa yang merupakan antagonis terhadap
interaksi perlekatan antara jamur dan sel mamalia saat ini sedang diteliti
Kemoterapi andalan pada kandida orofaringeal adalah (1) obat yang menghambat sintesis ergosterol, yaitu
golongan azol; (2) obat yang mengganggu struktur dan fungsi membran plasma jamur dengan mengikat
ergosterol, yaitu golongan poliena; dan (3) obat yang menghambat sintesis (1, 3) -D-glucan,yang merupakan
komponen penting dari dinding sel jamur, yaitu golongan echinocandins (Gambar 19). 29 Dua agen antijamur
lainnya dengan beberapa manfaat klinis yaitu flusitosin dan griseofulvin. Flusitosin diubah menjadi 5-flurouracil
(5-FU), yang menghambat timidilat syntase dan mencegah sintesis DNA. Sementara Candida spp. rentan
terhadap flusitosin. 5-FU adalah agen sitotoksik pada manusia. Toksisitas dari agen tersebut tergantung dosis.
Efek toksik dapat berupa supresi sumsum tulang dan disfungsi hati. Griseofulvin menghambat pembentukan
mikrotubulus dan aktivitas protein tambahan yang penting untuk pembentukan gelendong mitosis. Setelah
pemberian oral, griseofulvin terakumulasi di lapisan keratin sel sehingga berguna untuk melawan dermatofit.
Pencegahan
Perawatan medis yang tepat dari berbagai faktor predisposisi sistemik dan tindakan lokalis seperti kebersihan
mulut dengan cermat, manajemen xerostomia, dan pemeliharaan fungsi gigi yang optimal dan kebersihan gigi
buatan/protesa dapat mencegah atau meminimalkan timbulnya gejala klinis kandidiasis orofaring. Langkahlangkah ini harus mencakup prosedur menyikat gigi yang pada semua jaringan mulut dan seluruh permukaan
protesa, membersihkan protesa secara berkala untuk memungkinkan terjadinya sirkulasi yang normal pada
jaringan-jaringan penyokong, dan evaluasi berkala protesa untuk adaptasi jaringan secara baik. Untuk kandidiasis
pada gigi tiruan (lihat di bawah) disarankan untuk melakukan desinfeksi pada gigi tiruan juga kemoterapi anti
jamur.30
Kemoterapi anti jamur : Kandidiasis Orofaring Ringan
Suspensi oral Nistatin dan clotrimazole hisap adalah obat yang direkomendasikan untuk pengobatan ringan (tanpa
komplikasi) pada kandidiasis orofaring (Tabel 2) . 27,30 Awalnya, sebagian besar pasien berespon pada agen ini,
namun lebih sering terjadi kekambuhan dibandingkan dengan dengan pemberian flukonazol . 27
Suspensi Oral Nistatin
Nistatin adalah agen antijamur poliena. 29 Ia mengikat ergosterol pada membran plasma jamur dan melalui
mekanisme pembentukan pori, meningkatkan permeabilitas membran, berefek pada kebocoran komponen seluler
esensial, dan menyebabkan kematian sel. Untuk mengurangi risiko kekambuhan, pengobatan umumnya harus
dilanjutkan setidaknya 48 jam setelah hilangnya tanda dan gejala infeksi. Suspensi oral dapat juga digunakan
sebagai solusi untuk prostesis ketika mereka dikeluarkan dari kavum oral. 31 Efek samping yang umum meliputi
mukositis kontak dan sindrom Stevens-Johnson. Efek samping yang serius dengan suspensi oral nistatin sangat
jarang terjadi karena formulasinya tidak diserap secara sistemik.
Klotrimazole Hisap
Klotrimazol adalah anti jamur agen golongan azol. 29 Ia memblok 14-sterol demethylase yang merupakan
sitokrom spesifik enzim P450 jamur yang mengawali konversi lanosterol menjadi ergosterol. Hal ini
menyebabkan kerusakan struktural dan fungsional pada membran plasma dan kematian sel. Klotrimazol hisap
efektif dalam pengobatan kandidiasis orofaring ringan yang sulit diobari dengan nistatin. Namun, karena
klotrimazol hisap mengandung sukrosa, dimungkinkan pada penggunaan jangka panjang rawan menyebabkan
karies pada pasien. Efek samping yang umum dengan klotrimazol adalah pruritus dan sensasi terbakar. Efek
samping yang serius jarang terjadi karena formulasinya sedikit diserap.
Tabel 2. Tabel Antifungi untuk pengobatan Kandidiasis Orofaring
Indikasi
Obat
Gejala Ringan
Dosis Dewasa
5 mL, PO, 4x/hari selama 7-14
hari
Klotrimazol hisap, 10 mg tablet 10 mg PO, dikonsumsi perlahan
Gejala sedang sampai berat
Terapi Kronis Supresif
Penyakit-penyakit yang kebal
terhadap Flukonazol
hisap
Flukonazol, 100 mg tablet
solusi oral
Posakonazol
40
mg/10
suspense
Voliconazol, 200 mg tablet
Caspofungin
21 hari
50 mg, IV, 1x/hari selama 7-21
Micafungin
hari
150 mg, IV, 1x/hari selama 7-21
Anidulangin
hari
50 mg, IV, 1x/hari selama 7-21
Amphoterin B
hari
0,3-0,5 mg, IV, 1x/hari selama
7-21 hari
ditandai dengan anemia sekunder yang disebabkan oleh penurunan produksi eritropoietin. Formulasi lipid yang
lebih baru pada amfoterisin B (amphotec, abelcet, dan ambisone) dapat mengurangi toksisitas ginjal.
Kesimpulan
Kemajuan dalam pengobatan dan farmakologi telah menghasilkan harapan hidup yang lebih besar pada pasien
dengan penyakit bawaan dan yang tengah menjalani terapi imunosupresi, gangguan metabolisme tertentu, dan
kondisi sistemik lain yang mempengaruhi pasien dengan kandidiasis orofaring dan sistemik. Penyedia layanan
kesehatan mulut harus mengenali manifestasi klinis kandidiasis orofaringeal dan harus membiasakan diri
mengobati pasien dengan manajemen strategi pengobatan antijamur. Pengobatan yang tepat dengan pemilihan
agen antijamur yang tepat pula, dapat menghilangkan infeksi dan mencegah penyebaran sistemik. Ini sangat
penting, terutama pada pasien dengan gangguan imun. Praktisi kesehatan harus mendidik pasien untuk
meningkatkan kepatuhan minum obat dan memantau respon pasien terhadap terapi antijamur. Jika respon klinis
terhadap terapi antijamur lini pertama tidak optimal, maka tindakan rujukan sangat diperlukan.
Daftar Pustaka
Ellepola AN, Samaranayake LP. Oral Candidal infections and antimycotics. Crit Rev Oral
Biol Med. 2000;11(2):172-98.
2. Kleinegger CL, Lockhart SR, Vargas K, Soll DR. Frequency, intensity, species, and strains of
oral Candida vary as a function of host age. J Clin Microbiol. 1996 Sep;34(9):2246-54.
3. ten Cate JM, Klis FM, Pereira-Cenci T, Crielaard W, de Groot PW. Molecular and
1.
cellular mechanisms that lead to Candida biofilm formation. J Dent Res. 2009
Feb;88(2):105-15.
4. Zhu W, Filler SG. Interactions of Candida albicans with epithelial cells. Cell Microbiol.
2010 Mar;12(3):273-82.
5. Henriques M, Azeredo J, Oliveira R. Candida species adhesion to oral epithelium: factors
involved and experimental methodology used. Crit Rev Microbiol. 2006 Oct-Dec;32(4):21726.
6. Weindl G, Wagener J, Schaller M. Epithelial cells and innate antifungal defense. J Dent Res.
2010 Jul;89(7):666-75.
7. Bhayat A, Yengopal V, Rudolph M. Predictive value of group I oral lesions for HIV
infection. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2010 May;109(5):720-3.
8. Bunetel L, Bonnaure-Mallet M. Oral pathoses caused by Candida albicans during
chemotherapy: update on development mechanisms. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Radiol Endod. 1996 Aug;82(2):161-5.
9. Epstein JB, Polsky B. Orofaring candidiasis: a review of its clinical spectrum and current
therapies. Clin Ther. 1998 Jan-Feb;20(1):40-57.
10. Hedderwick S, Kauffman CA. Opportunistic fungal infections: superficial and systemic
candidiasis. Geriatrics. 1997 Oct;52(10):50-4,59.
11. Hoppe JE. Treatment of orofaring candidiasis and Candidal diaper dermatitis in neonates and
infants: review and reappraisal. Pediatr Infect Dis J. 1997 Sep;16(9):885-94.
12. Kirkpatrick CH, Windhorst DB. Mucocutaneous candidiasis and thymoma. Am J Med.
1979 Jun;66(6):939-45.
13. Navazesh M, Kumar SK. Xerostomia: prevalence, diagnosis, and management. Compend
Contin Educ Dent. 2009 Jul-Aug;30(6):326-33.
14. Rossie K, Guggenheimer J. Oral candidiasis: clinical manifestations, diagnosis, and treatment.
Pract Periodontics Aesthet Dent. 1997 Aug;9(6):635-41.
15. Sashikumar R, Kannan R. Salivary glucose levels and oral Candidal carriage in type II diabetics.
Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2010 May;109(5):706-11.
16. Shay K, Truhlar MR, Renner RP. Orofaring candidosis in the older patient. J Am Geriatr Soc.
1997 Jul;45(7):863-70.
17. Thompson GR 3rd, Patel PK, Kirkpatrick WR, Westbrook SD, et al. Orofaring candidiasis
in the era of antiretroviral therapy. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.
2010 Apr;109(4):488-95.
18. Li L, Redding S, Dongari-Bagtzoglou A. Candida glabrata: an emerging oral opportunistic
pathogen. J Dent Res. 2007 Mar;86(3):204-15.
19. Fidel PL Jr. Candida-host interactions in HIV disease: relationships in orofaring candidiasis. Adv
Dent Res. 2006 Apr 1;19(1):80-4.
20. Kumamoto CA, Vinces MD. Contributions of hyphae and hypha-co-regulated genes to
Candida albicans virulence. Cell Microbiol. 2005 Nov;7(11):1546-54.
21. Sudbery P, Gow N, Berman J. The distinct morphogenic states of Candida albicans.
Trends Microbiol. 2004 Jul;12(7):317-24.
22. Samaranayake LP, Keung Leung W, Jin L. Oral mucosal fungal infections. Periodontol 2000.
2009 Feb;49:39-59.
23. Akpan A, Morgan R. Oral candidiasis. Postgrad Med J. 2002 Aug;78(922):455-9.
24. Reichart PA, Samaranayake LP, Philipsen HP. Pathology and clinical correlates in oral
candidiasis and its variants: a review. Oral Dis. 2000 Mar;6(2):85-91.
25. Lynch DP. Oral candidiasis. History, classification, and clinical presentation. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol. 1994 Aug;78(2):189-93.
14
Crest Oral-B at dentalcare.com Continuing Education Course, February 3, 2011
26. Axll T, Samaranayake LP, Reichart PA, Olsen I. A proposal for reclassification of
oral candidosis. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 1997
Aug;84(2):111-2.
27. Pappas PG, Kauffman CA, Andes D, Benjamin DK Jr, Calandra TF, et al. Clinical
practice guidelines for the management of candidiasis: 2009 update by the Infectious
Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 2009 Mar 1;48(5):503-35.
28. Williams DW, Lewis MA. Isolation and identification of Candida from the oral cavity.
Oral Dis. 2000 Jan;6(1):3-11.
29. Armstrong AW, Taylor CR. Pharmacology of fungal infections. In: Golan DE, ed.
Principles of Pharmacology. 2nd ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams &
Wilkins; 2008.
30. Abramowicz M, ed. Antifungal Drugs. Treatment Guidelines from The Medical Letter.
2009;7:95-102.
31. Siegel MA, Silverman Sol Jr, Sollecito TP. Clinician?s Guide Treatment of Common
Oral Conditions. 7th Edition. American Academy of Oral Medicine. 2009.