Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Abstraksi
Dalam sampling stratifikasi auditor memisahkan populasi ke dalam dua atau lebih
tingkatan dan kemudian mengambil sampel dari masing-masing tingkatan.
Auditor telah sering menggunakan prinsip-prinsip stratifikasi. Biasanya, auditor
menyisihkan unit dalam populasi yang paling besar atau paling mahal atau paling
signifikan/material untuk diperiksa lengkap dan kemudian memilih sampel dari
sisanya. Untuk menentukan apakah digunakan sampling straifikasi, dalam setiap
populasi auditor harus mengenali variasi yang besar dalam ukuran-jumlah atau
karakteristik unit yang membentuk populasi. Jika auditor melihat adanya variasi
yang besar, auditor harus mempertimbangkan stratifikasi
Sampling stratifikasi lebih sederhana dan mudah digunakan, serta dapat membantu
auditor dalam dua hal penting yaitu mengendalikan distorsi dan memungkinkan
ukuran sampel yang lebih kecil. Bila populasi telah distratifikasi, unit sampel bisa
dipilih melalui sampling nomor acak atau sampling interval, tergantung keadaan.
I.
PENDAHULUAN
Sampling adalah proses menerapkan prosedur-prosedur audit pada
mencerminkan
populasi
yaitu
bahwa
karakteristik
yang
meningkatnya
penggunaan
teknologi
informasi,
auditor
harus
menetukan apakah sampling merupakan cara yang paling efisien dan efektif
untuk mendapatkan bukti dan kesimpulan. Dengan pendekatan bank data dan
pencarian informasi, mungkin lebih efisien melakukan pengujian berbantuan
computer pada keseluruhan populasi.
Berkaitan dengan sampling ini adalah bagaimana auditor memutuskan:
1. pendekatan sampling apa yang akan digunakan
2. berapa banyak unit sampel yang akan dipilih
3. bagaimana auditor memilih unit sampel tersebut
4. bagaimana mengevaluasi hasil-hasilnya terkait dengan tujuan audit
Dalam pemilihan sampel auditor dapat memilih dua jalur yaitu pertama
mengarah ke sampel terarah (directed sample) dan yang kedua merupakan
sampel acak (random sample).
Sampel terarah atau sampel bertujuan digunakan bila auditor mencurigai
adanya kesalahan serius atau manipulasi dan ingin mendapatkan bukti untuk
mendukug kecurigaan mereka atau menemukan sebanyak mungkin hal yang
mencurigakan. Proses ini tidak ada kaitannya dengan sampling statistik, jadi
murni merupakan pekerjaan mendeteksi. Makin baik naluri detektif auditor,
makin berguna sampel yang diambilnya. Tetapi auditor tidak bias mengambil
kesimpulan tentang pipulasi dari sampel terarah. Kesimpulan seperti ini jelas
tidak bisa memberikan jaminan karena sampel tidak mencerminkan populasi.
Sampel acak berusaha mencerminkan populasi tempat diambilnya sampel
sedekat mungkin, sehingga apabila seorang auditor mengambil sampel secara
acak berarti auditor mencoba mengambil gambar berupa miniature dari catatan
atau data dalam jumlah besar yang membentuk populasi tempat sampel dipilih.
Makin besar sampel yang dipilih, makin dekat sampel tersebut mencerminkan
populasi (mewakili atau representatif)
2
Sampling
statistik memungkinkan
POPULASI
ESTIMASI
SAMPLING
KONDISI
SAMPEL
SAMPEL
II. PEMBAHASAN
1. Sampling Stratifikasi (Stratified Sampling)
Dalam setiap populasi auditor harus mengenali variasi yang besar dalam
ukuran-jumlah atau karakteristik unit yang membentuk populasi. Jika auditor
melihat adanya variasi yang besar, auditor harus mempertimbangkan stratifikasi.
Sampling
stratifikasi
(stratified
sampling)
menyusun
populasi
sehingga
memberikan efisiensi sampling yang lebih besar. Jika digunakan dengan tepat,
sampling stratifikasi akan menghasilkan varians yang lebih kecil dalam sampel
tersebut dibandingkan sampling acak sederhana.
Pengertian
populasi ke dalam dua atau lebih tingkatan sebelum auditor melakukan audit
sampling. Auditor telah sering menggunakan prinsip-prinsip stratifikasi. Biasanya,
auditor menyisihkan unit dalam populasi yang paling besar atau paling mahal
atau paling signifikan/material untuk diperiksa lengkap dan kemudian memilih
sampel dari sisanya.
Sub.
Populasi
Sub
Populasi
Sub
Populasi
= sampel
Sampel
Sampel
.
Sub Populasi
yang nilainya
tidak material
Sub Populasi
yang nilainya
material
Sub Populasi
yang nilainya
sangat material
ketahui,
variabilitas
dalam
populasi,
bukan
ukurannya,
yang
representasi
yang
wajar
atas
populasi.
Auditor
berupaya
apa
yang
akan
dikelompokkan
bersama-sama,
memerlukan
Bila populasi telah distratifikasi, unit sampel bisa dipilih melalui sampling nomor
acak atau sampling interval, tergantung keadaan.
2. Risiko Audit
Risiko audit (BPKP:2009) adalah kondisi ketidak pastian yang dihadapi oleh
auditor yang menyebabkan audit tidak mencapai sasaran. Risiko audit tidak
hanya ada pada general audit (audit untuk laporan keuangan perusahaan
komersial), tetapi juga pada jenis audit operasional yang sering dilakukan oleh
APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah) terhadap instansi pemerintah,
karena pada dasarnya sasaran audit adalah informasi yang disajikan manajemen.
Yang berbeda adalah bentuk informasi yang diaudit dan tujuan melakukan audit.
Jika dalam general audit, yang diuji adalah informasi keuangan yang
termuat dalam laporan manajemen terdiri dari pos-pos neraca dan laba rugi
dengan tujuan memberikan pendapat terhadap informasi keuangan tersebut,
pada audit operasional, yang diuji adalah informasi kuantitatif yang, disajikan
manajemen unit yang diaudit (Kementerian, Kanwil, Dinas, Proyek dan
sebagainya) berkaitan dengan kegiatan operasional suatu unit organisasi, baik
yang bersifat keuangan maupun non keuangan.
Informasi keuangan yang dimaksud meliputi pendapatan seperti; jumlah
pendapatan negara yang dihasilkan (baik pajak dan non-pajak/retribusi), yang
dipungut, dan yang disetorkan ke kas negara, dan belanja seperti; belanja
pegawai,
belanja
barang,
belanja
pemeliharaan,
biaya
perjalanan
dan
sebagainya.
Sedangkan
informasi
yang,
bersifat
non
keuangan,
seperti
jumlah
permohonan izin yang masuk dari masyarakat, jumlah yang dapat dilayani dan
yang ditolak, jumlah izin yang diterbitkan, jangka waktu pelayanan per pemohon,
dan sebagainya.
Adapun jenis-jenis risiko audit (audit risk = AR) terdiri dari (BPKP:2008) yaitu
risiko melekat (inherent risk = IR), risiko pengendalian (control risk = CR), dan
risiko deteksi (detection risk = DR), dengan rumus sebagai berikut: AR = IR x
CR x DR
Risiko melekat dan risiko pengendalian secara mutlak berada pada pihak
manajemen, sehingga tidak dapat dikendalikan oleh auditor. Yang dapat
dikendalilan oleh auditor hanyalah risiko deteksi.Sesuai dengan rumus di atas,
risiko deteksi dapat diukur dengan rumus:
DR = AR / (IR x CR)
Auditor berkepentingan terhadap risiko deteksi dalam rangka mencapai
audit yang efektif, yaitu yang berhasil mengungkapkan kesalahan yang
terkandung dalam laporan auditan. Hal itu dapat dicapai apabila risiko deteksi
dapat diperkecil sampai pada tingkat yang dapat diterima. Ini berarti diperlukan
hasil audit yang tinggi tingkat keakuratannya atau tidak mengandung salah saji
yang material.
Untuk mencapainya diperlukan hal-hal sebagai berikut :
-
Sampling
Risk (SR)
Controllable
Detection Risk
(DR)
Non
Sampling
Risiko
Audit
Inherent
(AR)
Risk (IR)
Risk
(NSR)
Uncontrollable
Control
Risk (CR)
10
FK
11
12
Tidak Dapat
Rendah
Cukup
Tinggi
Sangat Tinggi
3.0
2.7
2.3
2.0
Tinggi
2.7
2.4
2.0
1.6
Cukup
2.3
2.1
1.6
1.2
Rendah
2.0
1.9
1.2
1.0
Unit
Nilai Buku
34 bukti
Rp
166.065.000,00
- Antara Rp 1.000.000,00 sd
Rp4.000.000,00
705 bukti
Rp
1.216.706.000,00
- Dibawah Rp 1.000.000,00
Rp
- Jumlah
365 bukti
Rp
257.230.000,00
1.104 bukti
Rp
1.640.001.000,00
4.000.000,00
Kebijakan yang telah diambil oleh auditor yaitu:
Anggota populasi yang nilainya di atas Rp4.000.000,00 dikeluarkan lebih
dahulu dari populasi karena akan diteliti seluruhnya (diperiksa 100%) yaitu
sebanyak 34 transaksi, sehingga rinciannya sebagai berikut:
13
1.104 bukti
34 bukti
Rp. 1.640.001.000,00
1070 bukti
Rp. 1.473.936.000,00
Rp.
166.065.000,00
4.000.000,00
- Pengeluaran < Rp
4.000.000,00
19 bukti
91 bukti
110 bukti
34 bukti
144 bukti
Memilih Sampel
Dalam melakukan audit sampel dipilih secara acak.
4.
Menguji Sampel
Besarnya sampel yang harus diuji oleh auditor sebanyak 144 bukti pengeluaran
dengan nilai sebesar Rp. 319.020.000,00. Berikut ini adalah rincian pengujian
sampel:
14
Keterangan
Dibawah
1.000.000 s/d
4.000.000
Diatas
1.000.000
4.000.000
Toleransi Salah Saji
(TS)
Populasi:
- Jumlah Bukti (N)
365
705
34
- Nilai Buku (NB)
257.300.00 1.216.706.00 166.065.000
0
0
Sampel:
- Bukti (n)
19
91
34
- Nilai Sampel (NS)
15.088.000 163.770.000 166.065.000
Hasil Audit
15.088.000 162.600.000 165.065.000
Salah Saji Sampel (SS)
0
1.170.000
1.000.000
Proyeksi Salah Saji
(PS)
0
8.688.063
1.000.000
Jumlah
16.000.000
1.104
1.640.001.000
144
319.020.000
316.850.000
2.170.000
9.688.063
(NB / NS) x SS
6.
15
Dilihat dari hasil proyeksi salah saji (PS) dapat dikatakan bahwa data-data yang
ada dalam populasi dapat diyakini kewajarannya karena populasi mengandung
salah saji yang tidak material, tetapi hal ini harus juga dianalisis terlebih dulu
apakah penentuan TS sebesar Rp.16.000.000,00 memang sudah memadai
dalam arti ditinjau dari segi materialitasnya. Dalam hal ini TS hanya sebesar
0,98% {(16.000.000 : 1.640.001.000,00) x 100%} dari populasi sehingga dapat
dikatakan bahwa toleransi salah saji sangat kecil sekali dan dapat dikatakan
bahwa toleransi tersebut tidak material.
Tetapi dibalik analisis tersebut mungkin auditor mempunyai keyakinan
sendiri bahwa makin kecil toleransi salah saji berarti makin teliti hasil pengujian
sampel atas populasi yang diuji dari angka-angka pertanggungjawaban
pengeluaran uang . Kesimpulan mengenai populasi dapat berubah apabila TS
berubah atau jumlah sampel dirubah.
DAFTAR PUSTAKA
2. Boynton, William C; Johnson, Raymond N; (2006), Modern Auditing 8th edition, New
York, John Wiley & Sons, Inc.
3. Guy, Dan M, Carmichael Douglas R, Whittington, O. Ray (1998), Audit Sampling An
Introduction 4th edition, New York, John Wiley & Sons, Inc.
4. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, BPKP (2008), Modul Sampling
Audit
5. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, BPKP (2008),
Dasar Auditing.
Modul Dasar-
17