Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pendahuluan
Infeksi pleura adalah salah satu penyakit tertua dan terberat.2 Drainase rongga pleura
dicoba oleh Hippocrates lebih dari 2.000 tahun yang lalu untuk mengobati empiema. Efusi pleura
sering ditemukan pada pasien pneumonia.3,4 Lebih dari 40% pasien dengan pneumonia bakteri
dan 60% pasien dengan pneumonia pneumococcal berkembang menjadi efusi parapneumonia.
Efusi parapnuemonia merupakan sebab umum empiema.3 Empiema didefinisikan adanya
akumulasi pus dalam rongga pleura.1,3,4,5
Faktor risiko untuk empiema adalah usia (anak-anak dan elderly), debilitasi, pneumonia
requiring hospitalization, dan penyakit komorbid, seperti bronchiectasis, rheumatoid arthritis,
alcoholism, diabetes, and gastroesophageal reflux disease.4
Efusi
pleura
parapneumonia
diklasifikasikan
menjadi
tahap
berdasarkan
B. Epidemiologi
D. Patofisiologi
Proses perkembangan empiema merupakan proses yang progresif, dapat dibagi mejadi 3
fase.1,3,4,5
1. Fase eksudat atau fase akut
Pada fase ini cairan bergerak menuju rongga pleura akibat peningkatan
permeabilitas kapiler, disertai dengan produksi proinflammatory cytokines (seperti
interleukin-8 (IL-8) dan tumor necrosis factor- (TNF-)) . Hal tersebut dapat
mengaktifkan sel mesotelial pleura sehingga memudahkan masuknya cairan ke dalam
rongga pleura.
Awalnya, cairan merupakan eksudat yang mengalir bebas ditandai dengan
jumlah sel darah putih yang rendah, tingkat LDH kurang dari setengah dalam serum,
pH dan kadar glukosa normal, dan tidak mengandung organisme bakteri. Tahap ini,
ketika cairan pleura merupakan eksudat steril sederhana (straightforward sterile
exudates), sering disebut 'efusi parapneumonik sederhana (simple parapneumonic
effusion)'. Pengobatan dengan antibiotik pada tahap ini mungkin akan cukup dan
sebagian efusi jenis ini tidak memerlukan chest tube drainage. Jika pengobatan yang
tepat tidak dimulai, simple parapneumonic effusion dapat berlanjut ke fase
fibrinopurulent.
Fase eksudatif ditandai dengan satu atau lebih karakteristik cairan pleura sebagai
berikut :
pH > 7,25
Glukosa > 60 mg/dL
LDH (lactate dehydrogenase) < 500 IU/Dl
Protein > 2,5 g/dL
AL > 500/L
BJ > 1,018
Cairan serous atau keruh, steril.
peningkatan
procoagulant
dan
menekan
aktivitas
fibrinolitik.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis empiema hampir sama dengan penderita pneumonia bakteria,
gejalanya antara lain adalah demam, nyeri dada (pleuritic chest pain), batuk nonproduktif,
takipneu, takikardia, dispneu, dan dapat juga sianosis.5
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai napas cuping hidung. Infeksi pada paru yang
terkena empiema menunjukkan adanya penurunan gerakan dada. Pada palpasi fremitus menurun
atau tidak ada. Pada perkusi redup dan pada auskultasi didapatkan adanya vesikuler menurun.5
F. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan ultrasonografi dan CT scan dilakukan bila ada lokulasi atau menyerupai abses
(Figure 4).
Pemeriksaan cairan pleura dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan aspirasi cairan
pleura. Sampel cairan pleura sebanyak 50 cc diambil dengan jarum 21 G dan syringe 50 ml.
Sampel harus segera dimasukkan ke dalam tabung dan botol steril untuk pemeriksaan analisis
protein, LDH, pH, glukosa, pewarnaan Gram, sitologi, dan kultur mikrobiologis.
Cairan pleura memiliki karakteristik tertentu sehingga setelah pengambilan perlu
diperhatikan penampakan dan warnanya. Membedakan transudat dan eksudat secara tepat adalah
berdasarkan kadar protein, yaitu transudat >30 g/l sedangkan eksudat <30 g/l. Selain itu ada cara
yang lebih akurat untuk membedakan keduanya, yaitu dengan menggunakan kriteria Light (Box
2).3
Bila terbukti cairan tersebut adalah eksudat, dilanjutkan dengan pemeriksaan pewarnaan
gram dan kultur bakteri. Selain itu juga harus dilakukan pemeriksaan hitung jenis leukosit
(neutrofil >50% menunjukkan proses akut, dominasi sel mononuclear menunjukkan proses
kronis), kadar glukosa darah (pada efusi complicated parapneumonia kada glukosa <60 mg/dL,
pH cairan pleura (pH <7,29 menunjukkan efusi parapneumonia), pelacakan tuberculosis (bila ada
limfositosis), dan analisa sitologi.
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan empiema adalah mengembalikan paruk fungsi normal, yang
dapat meliputi tiga hal.5
1. Pemberian antibiotik yang tepat
Empiema dapat diterapi dengan kombinasi obat-obatan dan tindakan bedah.
Antibiotik harus diberikan pada empiema. Bila mungkin, pemberian antibiotik
berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas (Tabel 7.17.2).
Pada kasus dengan hasil kultur negatif, antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan pola
kuman yang ada di masyarakat (community acquired bacterial pathogen) dan kuman
rumah sakit (hospital acquired bacterial pathogen) (Table 1).3 Antibiotik yang disarankan
untuk terapi awal empiema kultur negative dilihat pada tabel 7.17.3. Belum ada penelitian
tentang durasi pemberian antibiotic untuk empiema, tetapi terapi selama 3 minggu
dianggap cukup memadai.
H. Prognosis
Prognosis tergantung beratnya penyakit pleura yang mendasari, umur, mulai terapi, dan
adanya komplikasi. Faktor risiko luaran buruk adalah terapi antibiotik tidak adekuat, manajemen
bedah tidak adekuat (bila indikasi), dan penyakit berat yang mendasari.5
Apabila empiema diobati dengan antibiotic yang adekuat, akan terjadi resolusi tanpa
sekuele. Resolusi abnormalitas radiologis akan terjadi setelah 3-6 bulan pengobatan. Sebaliknya
apabila tidak diobati dapat terbentuk jaringan parut, sehingga mengganggu pengembangan paru,
dan menyebabkan penyakit paru restriktif kronis. Komplikasi fistula bronkopleural dan tension
pneumatocele jarang, tetapi hal ini dapat memperlama penyembuhan.5
Empiema memerlukan lama rawat inap yang lama dan follow-up yang cukup panjang
setelah pulang kerumah dibandingkan pasien efusi pleura non-empiemik. Angka mortalitas
Tinjauan Pustaka: Empiema
sekitas 2-15% terutama pada anak <1 tahun, dengan factor risiko meliputi keterlambatan
penanganan, durasi penyakit, beratnya infeksi, dan umur muda. Pasien yang gagal dengan
konservatif memerlukan open drainage atau dekortikasi, yang dapat menyebabkan morbiditas
dan mortalitas meningkat. Dengan penanganan yang cepat dan tepat pada fase akut, diharapkan
pasien dapat sembuh dengan sempurna.5
I. Penutup
a. Kesimpulan
Empiema merupakan salah satu penyakit terberat. Empiema merupakan
terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya rongga pleura adalah
cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi yang
kental. Hal ini dapat terjadi jika terjadi infeksi paru meluas sampai rongga pleura.
Empiema biasanya disebabkan karena adanya efusi parapneumonia. Paling sering
ditmukan pada populasi pediatrik.
Empiema paling sering karena infeksi organisme aerob bakteri gram positif, yaitu
Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes.
patofisiologi terjadinya empiema dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase eksudat, fase
Tinjauan Pustaka: Empiema
10
Daftar Pustaka
1. Ahmed, A. E. H. and Yacoub, T. E. Empyema Thoracis. Review [pdf]. Publisher and
11
12