Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh :
Frisca Aprillia Halim
07120100055
Pembimbing :
dr. Agung Kristyono, Sp.P
I. Identitas Pasien
Nama
: Ny. EA
Usia
: 63 tahun
Jenis Kelamin
: Wanita
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Pekerjaan
Kebangsaan
: Indonesia
No. RM
: 104150
Tgl, masuk RS
: 22 Agustus 2014
II. Anamnesis
Didapatkan keterangan dari pasien (autoanamnesis) pada hari Jumat,
tanggal 22 Agustus 2014 pk 13.30 WIB di poliklinik paru Rumah Sakit Marinir
Cilandak.
Keluhan utama
: Sesak napas
Setelah mengkonsumsi obat yang diberikan dari poliklinik paru batuk lebih
enakan, dahak bisa keluar dan dada tidak terasa panas. Pasien mengatakan setiap
sesak napas tidak selalu diikuti dengan batuk. Riwayat pengobatan 6 bulan dan
batuk lebih dari 2 minggu disangkal oleh pasien. Pasien memiliki kebiasaan suka
makan gorengan. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya pilek. Namun pilek
yang dirasakan pasien tidak berat dan tidak sampai merasakan hidung tersumbat.
Ingus berwarna putih bening kental, tidak ada darah dan tidak pernah berwarna
hijau. Pasien juga sudah berobat untuk pileknya namun belum sembuh. Pasien
memiliki kebiasaan suka mengkonsumsi minuman dingin.
Pasien tidak merasakan adanya demam, mual, muntah, sakit kepala. Pasien
juga tidak merasakan adanya penurunan nafsu makan dan berat badan. Riwayat
keganasan disangkal pasien. BAK dan BAB pasien normal seperti biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah dirawat hanya karena keluhan sesak napas
karena asma yang ia derita. Selain itu, pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit.
Riwayat TB paru, hipertensi, diabetes, jantung, hati, ginjal, dan keganasan
disangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat asma sejak 29 tahun yang lalu
sampai sekarang. Pasien juga memiliki riwayat maag.
Riwayat Operasi
Pasien tidak mempunyai riwayat operasi sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun, riwayat DM, HT,
TB, keganasan dan asma disangkal. Ibu pasien memiliki riwayat asma. Kakak dan
adik pasien tidak memiliki riwayat asma, dari 5 bersaudara hanya pasien saja yang
memiliki riwayat asma.
Ayah
Kakak 1
Kakak 2
Adik pasien
Kakak 3
Pasien
Suami
Keterangan :
Asma (Perempuan)
Sehat (laki-laki)
Sehat (Perempuan)
Menikah
Anak
laki=laki (meninggal)
Perempuan asma (meninggal)
Riwayat Obat
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi prednison bila pasien merasa
sesak napas. Pasien memiliki kebiaasan mengkonsumsi obat tersebut sejak pasien
menderita asma. Selain itu, pasien juga memiliki kebiasan mengkonsumsi obat
batuk jika pasien batuk. Pasien tidak pernah menggunakan obat semprot untuk
mengatasi asma yang diderita.
Riwayat Alergi
Pasien mengatakan bahwa ia memiliki alergi makanan yaitu telur ayam
dan ikan asin. Biasanya jika pasien mengkonsumsi telur ayam atau ikan asin
pasien merasakan gatal pada tubuhnya. Pasien mengatakan terkadang asma yang
diderita dapat timbul dengan adanya asap rokok. Pasien mengatakan asma lebih
sering muncul bila pasien terlalu capek dan keadaan dingin. Pasien tidak memiliki
alergi terhadap obat-obatan.
5
Kesadaran
: kompos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
: 150/100 mmHg
Nadi
Laju pernapasan
: 28 x/menit
Suhu tubuh
: 36 0 C
Data Antopometri
Tinggi badan : 135 cm
Berat badan
: 40 kg
IMT
: 21.94 (normal)
Status Generalisata
o
Kepala
Mata
arah.
o
Telinga
Hidung
Bibir
Gigi
Lidah
Tonsil
Faring
Leher
Toraks
Paru
Pemeriksaan
Hemitoraks kanan
Hemitoraks kiri
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Sonor
Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Batas paru hepar : ICS VI
midklavikularis dekstra
midklavikularis sinistra
Auskultasi
Rhonki
Rhonki
+ +
+ +
+ +
+ +
Wheezing
Wheezing
+ +
+ +
7
+ +
+ +
Jantung
Palpasi
Perkusi :
Abdomen
Inspeksi: datar, venektasi (-), kaput medusa (-), bekas luka (-).
Palpasi : supel, bising usus +, nyeri tekan (-).
Hepar & Lien tidak teraba. Ballotement -/ Perkusi: timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok CVA -/-.
Auskultasi : bunyi bising usus 6x / menit.
Anogenital
Genitalia
: tidak dilakukan
Anus
: tidak dilakukan
Ekstremitas
Kulit
Hasil
Nilai normal
Hb
12
12-16 mg/dl
Ht
41
37 54 %
Leukosit
4.6
5 ribu 10 ribu/ul
Trombosit
209
SGOT
26
< 35 u/l
SGPT
26
< 35 u/l
Ureum
37
20-50 mg/dl
Creatinin
0.83
16 cm
28 cm
Kesan : Cardiomegali
Elongasi aorta
Corakan bronkitis meningkat
V. Follow up
Hari/ tanggal
Keluhan
Sabtu
23 08 - 2014
: 120/90
: 22 kali / menit
Suhu : 36oc
Mata
THT
+ +
: Supel, datar, BU +, NT -
Eks
: 140/90
: 24 kali / menit
Suhu : 36oc
Mata
THT
+ +
: Supel, datar, BU +, NT -
Eks
: 140/80
: 20 kali / menit
11
Suhu : 36,5oc
Mata
THT
+ +
: Supel, datar, BU +, NT +
Eks
++
: 140/80
: 24 kali / menit
Suhu : 36,5oc
Mata
THT
+ +
: Supel, datar, BU +, NT -
Eks
: 140/80
: 20 kali / menit
Suhu : 36,5oc
Mata
THT
- + Wheezing
- Abd
- : Supel, datar, BU +, NT -
Eks
: 120/80
: 24 kali / menit
Suhu : 36,4oc
Mata
THT
- : Supel, datar, BU +, NT -
Eks
14
: 120/80
: 24 kali / menit
Suhu : 36,4oc
Mata
THT
- : Supel, datar, BU +, NT -
Eks
Aminophilin 3x1
15
Ambroxol 3x1
Salbutamol 2x2 mg
Metilprednison 2x4 mg
Disarankan untuk kontrol 1 minggu setelah keluar rumah sakit
Rencana Treatment:
- Seretide 250 2x1
- Ventolin inhaler 3x1 (jika serangan)
VI. Diagnosis Kerja
- Asma Bronkial persistent berat
- ISPA
VII. Diagnosis Banding
PPOK
Penyakit jantung kongestif
Bronkiektasis
Tuberkulosis
VIII. Penatalaksanaan
o Diagnosa
Rencana spirometri
X-ray thorax PA
o Terapi
Non-Medikamentosa :
Medikamentosa :
Azitromycin 1 x 500 mg
o Monitoring
Observasi tanda-tanda vital.
Observasi keluhan utama pasien, dengan menanyakan
apakah sesaknya bertambah atau berkurang.
Observasi batuk pasien, dengan menanyakan apakah batuk
berkurang dan dahak bisa keluar atau tidak.
o Edukasi
Memberi tahu pasien tentang penyakitnya.
Memberitahu pasien untuk mencari apa saja faktor-faktor
lain yang dapat menyebabkan asma kabuh dan menyarankan
untuk menghindari faktor-faktor pencetus tersebut
Menyarankan pasien untuk banyak beristirahat dan tidak
melakukan aktivitas berlebihan
Memberi tahu pasien untuk istirahat yang cukup dan makan
makanan yang bergizi.
IX. Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
17
X. Tinjauan Pustaka
Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan
berbagai sel inflamasi dan elemennya yang berhubungan dengan hiperreaktivitas
bronkus, sehingga menyebabkan episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
rasa berat di dada, dan batuk terutama malam atau dini hari. Episodik perburukan
berkaitan dengan luasnya peradangan, variabilitas, beratnya obstruksi jalan napas
yang bersifat reversibel baik spontan ataupun dengan pengobatan. 1
Etiologi
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi perkembangan asma terdiri dari 2
faktor yaitu faktor pejamu terutama genetik dan faktor lingkungan. Selain itu ada
dipengaruhi juga oleh faktor pencetus yang dapat mempengaruhi timbulnya
gejala. Faktor pencetus terdiri dari alergen, infeksi virus pernapasan, polutan dan
obat-obatan. 2
Faktor pejamu
Faktor lingkungan
Genetik:
Genetik alergi
Genetik hipereaktivitas bronkus
Genetik asma
Alergen :
debu,serpihan, bulu binatang
tepung, jamur
Infeksi pernapasan terutama karena virus
Sensitisasi lingkungan kerja (okupasi)
Asap rokok (aktif, pasif)
Polusi udara
Obesitas
Jenis kelamin
ASMA
aspirin, asma pada exercise adalah sama. Sel inflamasi yang terlibat adalah sel
mast, eosinofil, limfosit T terutama Th2, sel dendritik, makrofag dan neutrofil.
Sedangkan sel struktur jalan napas yang terlibat dalam produksi mediator
inflamasi dan berkontribusi dalam proses inflamasi kronik adalah sel epitel jalan
napas, sel otot polos jalan napas, sel endotelial pembuluh darah bronkus, sel
fibroblas dan miofibroblas dan serabut saraf jalan napas. Selain itu terdapat
mediator yang terlibat yaitu kemokin, sisteinil leukotrien, sitokin, histamin, oksida
nitrat, dan prostaglandin D2..2,3
Kontraksi otot polos bronkus sebagai respon terhadap mediator
neurotransmiter yang bersifat bronkokonstriktor yang merupakan mekanisme
utama obstruksi jalan napas pada asma dan memberikan respon baik dengan obat
bronkodilator.2
Proses inflamasi kronik lain yang berkaitan dengan perbaikan jaringan
yang menghasilkan perubahan struktur pada asma disebut airway remodelling
yang sering dikaitkan dengan beratnya asma ireversibel obstruksi jalan napas. 2
Perubahan struktur jalan napas tampak sebagai fibrosis subepitelial akibat
deposit serabut kolagen dan proteoglikan di bawah membran basalis. Selain itu
fibrosis juga terjadi pada lapisan lain dinding jalan napas dengan deposit kolagen
dan proteoglikan. Perubahan struktur ini juga disebabkan oleh penebalan otot
polos jalan napas (hipertrofi dan hiperplasia), proliferasi pembuluh darah bronkus,
dan peningkatan sel goblet epitel jalan napas dan kelenjar mukus submukosa.2
Obstruksi jalan napas dipengaruhi beberapa faktor yaitu bronkokonstriksi,
edema dinding saluran napas, penebalan dinding jalan napas, dan hipersekresi
mukus. Bronkokonstriksi dipengaruhi kontraksi otot polos bronkus yang
merupakan dasar reversibilitas pada asma. Edema dinding saluran napas
merupakan akibat inflamasi kronik pada asma yang meningkat pada saat
eksaserbasi akut. Penebalan dinding jalan napas akibat penebalan membran basal
merupakan perubahan struktur jalan napas yang disebut airway remodelling,
faktor tersebut menyebabkan asma tidak sepenuhnya reversibel. Hipersekresi
mukus menyebabkan sumbatan lumen jalan napas oleh lendir yang mengental
merupakan hasil inflamasi yaitu hipersekresi mukus dan eksudasi inflamasi.2,3,4
19
Diagnosis
Pemeriksaan fisik pada asma dapat ditemukan normal saat stabil atau
eksaserbasi dan dapat ditemukan klinis yang berat saat eksaserbasi akut berat.
Pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi,
yang merupakan tanda terdapat obstruksi jalan napas. Wheezing umumnya
bilateral, polifonik dan lebih terdengar pada fase ekspirasi. Pada pemeriksaan fisis
dapat tidak terdengar mengi atau hanya terdengar jika melakukan ekspirasi paksa.
Hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan napas yang tidak berat sehingga
intensitas bunyi napas tambahan tidak keras, nada tidak tinggi dan hanya
terdengar pada 1 fase pernapasan yaitu ekspirasi. Semakin berat obstruksi jalan
napas, semakin tinggi nadanya, semakin keras intensitasnya dan terdengar pada
kedua fase pernapasan. Pada obstruksi jalan napas yang sangat berat, mengi tidak
terdengar dan pasien tampak gelisah bahkan kesadaran menurun serta sianosis.
Kondisi ini disebut silent chest. Tanda klinis asma lain yang dapt ditemukan saat
eksaserbasi akut adalah peningkatan nadi dan frekuensi napas, penggunaan otot
bantu napas, pulsus paradoksus, dan lain-lain.1,2,3
Pemeriksaan penunjang pada asma terdiri dari pemeriksaan penunjang
standar dan tambahan. Pemeriksaan yang wajib dilakukan pada asma adalah
pemeriksaan faal paru standar dengan spirometri untuk menilai obstruksi jalan
napas, reversibilitas, dan variabilitas. Terdapat berbagai metode yang dapat
digunakan untuk menilai faal paru tetapi spirometri merupakan metode yang
paling dianjurkan. 1,2
Pemeriksaan faal paru standar dengan spirometri untuk menilai obstruksi
jalan napas reversibilitas dan variabilitas. Penilaian obstruksi jalan napas dengan
manuver paksa untuk mendapatkan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1),
kapasitas vitas paksa (KVP), dan arus puncak ekspirasi (APE). Obstruksi jalan
napas berdasarkan rasio VEP1 dan KVP (VEP1/KVP) yang normal diatas 75-80%
pada dewasa sedangkan pada anak-anak >90%. bila nilai yang didapatkan
dibawah nilai tersebut maka dinyatakan sebagai obstruksi jalan napas. Menilai
reversibilitas dilakukan dengan menilai perubahan cepat dari VEP1 atau APE
setelah pemberian bronkodilator (SABA). Reversibilitas sebesar perubahan VEP1
21
12% dan 200 ml dari sebelum bronkodilator dan setelah pemberian bronkodilator
mengindikasikan terdapat respons bronkodilator artinya obstruksi jalan napas
yang terjadi di dominasi oleh konstraksi otot polos bronkus.1,2,3,5
Selain itu penilaian faal paru dapat dilakukan dengan menggunakan alat
peak expiratory flow rate meter (PEFR) untuk mengukur arus puncak ekspirasi
(APE). Pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan
monitoring asma. Pengukuran APE digunakna untuk penilaian reversibilitas dan
variabilitas.1,2
Penilaian reversibilitas1,2
Perubahan (APE meningkat >= 60 l/mnt atau 20%) setelah pemberian
bronkodilator mengindikasikan terdapat respons bronkodilator.
Penilaian variabilitas1,2
Variabilitas harian dinilai dengan mengukur APE pagi dan malam
untuk mendapatkan nilai terendah dan tertinggi setiap hari selama 1-2
minggu. Nilai variasi diurnal APE > 20% (selama 2 minggu)
mengindikasikan terdapat varabilitas yang lebih dari normal oleh
karena itu kemungkinan diagnosis asma.
Variabilitas harian = APE malam APE pagi x 100%
(APE malam + APE pagi)
Pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan untuk mendiagnosis asma
adalah uji provokasi bronkus, uji alergi, dan pemeriksaan serum IgE spesifik. Uji
provokasi bronkus untuk menilai hiperreaktivitas bronkus dengan inhalasi
metakolin atau histamin karena pada asma pemeriksaan fisis dan faal paru normal.
Pemeriksaan ini merefleksikan sensitivitas saluran napas terhadap faktor-faktor
yang menimbulkan gejala. Hal dari uji ini menunjukkan dosis atau konsentrasi zat
provokasi yang menimbulkan penunrunan VEP 20%. Uji provokasi bronkus
sensitif untuk diagnosis asma tetapi mempunyai spesifisitas terbatas yaitu dengan
hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten pada pasien tanpa
inhalasi kortikosteroid, sedangkan hasil positif tidak selalu berarti pasein tersebut
asma karena hiperreaktivitas bronkus dapat terjadi pada banyak kondisi atau
penyakit lain seperti kistik fibrosis, PPOK, bronkiektasis. 1,2,5
22
Uji alergi untuk menilai status alergi karena terdapat hubungan yang erat
antara asma dengan alergi sehingga meningkatkan probabilitas diagnosis asma
pada pasien dengan pernapasan yang konsisten asma. Uji alergi ini untuk menilai
status alergi dan mengidentifikasi alergen sebagai faktor risiko perburukan asma.
Uji alergi dengan tusuk kulit sering kali dilakukan meskipun memungkinkan
adanya positif palsu sehingga konfirmasi pajanan alergen yang relevan dengan
gejala harus dilakukan.1,2
Pemeriksasan serum IgE spesifik dengan hasil positif tidak selalu berarti
penyakitnya berdasar alergi atau menyebabkan asma. Penurunan IgE total tidak
mempunyai nilai sebagai uji diagnostik alergi atau atopi.1,2
Diagnosis banding
Berbagai kondisi atau penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding
asma adalah sindrom hiperventilasi dan serangan panik, obstruksi saluran napas
atas dan benda asing, disfungsi pita suara, bronkitis kronik, PPOK, bronkiolitis
atau diffuse pan bronchiolotis, dan kondisi lain yang bukan repiras misalnya gagal
ginjal ventrikular. 2
Klasifikasi asma
Tabel 1. Derajat Asma 1,2
<= 2x/bulan
2 Persisten
ringan
3 Persisten
sedang
> 1x/minggu
variabilitas VEP1
atau APE 20-30%
23
- Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
4 Persisten
berat
variabilitas VEP1
atau APE >30%
Sering
Terkontrol total
(semua kriteria)
Terkontrol
sebagian
(minimal 1
kriteria setiap
minggunya)
Tidak terkontrol
Gejala harian
Tidak ada
(<= 2 x/minggu)
>= 2 x/minggu
Keterbatasan
aktivitas
Tidak ada
ada
Asma malam
Tidak ada
ada
Terdapat >= 3
kriteria dari asma
terkontrol sebagian
dalam setiap
minggu.
Kebutuhan pelega
Tidak ada
(<= 2 x/minggu)
< 2 x/minggu
normal
Pengobatan asma
Pengobatan dapat dilakukan dengan mencegah ikatan alergen IgE,
mencegah penglepasan mediator, melebarkan saluran napas dengan bronkodilator,
dan mengurangi respons dengan meredam inflamasi saluran napas.2,6,7
Mencegah ikatan alergen IgE2
Menghindari alergen
24
25
DEWASA
DOSIS
DOSIS
DOSIS
RENDAH
MEDIUM
TINGGI
Beklametason
200-500 ug
500-1000 ug
>1000 ug
dipropionat
200-400 ug
400-800 ug
> 800 ug
Budesonid
500-1000 ug
1000-2000ug
> 2000 ug
Flunisolid
100- 250 ug
250 500 ug
> 500 ug
Flutikason
400 1000 ug
1000 2000 ug
> 2000 ug
Obat
26
Triamsinolon
asetonid
ANAK
DOSIS
DOSIS
DOSIS
Beklometason
100-400 ug
400-800 ug
>800 ug
dipropionat
100-200 ug
200-400 ug
>400 ug
Budesonid
500-750 ug
1000-1250 ug
>1250 ug
Flunisolid
100-200 ug
200-500 ug
>500 ug
Flutikason
400-800 ug
800-1200 ug
>1200 ug
Obat
Triamsinolon
asetonid
Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks
terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik
daripada steroid oral jangka panjang.1,2,
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma
persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk
menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.1,2,
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat
digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan
pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal
paru.1,2,6,7
27
pembersihan
mukosilier,
menurunkan
permeabiliti
pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan
basofil.1,2,6,7
tabel 4. agonis beta 2
Onset
Cepat
Lama
Fenoterol
Formeterol
Prokaterol
Salbutamol/Albuterol
Tetrabutalin
pirbuterol
Lambat
Salmeterol
Leukotriene modifiers
Merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan
menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise.
Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.
Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga
mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas
(antagonis reseptor leukotrien sisteinil).1,2,6,7
Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki
28
29
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.
Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia
lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat
diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside
monitoring).1,2,6,7
Umumnya pasien melakukan kunjungan 1-3 bulan bergantung kondisi asma
dan yang terkait. Pengontrol memberikan perbaikan optimal dalam waktu 3-4
bulan (kurang lebih 12 minggu) bergantung kondisi asmanya. Dalam pemberian
pengontrol secara umum terdapat 2 hal yang harus diperhatikan yaitu :1,2
Menurunkan pengobatan pengontrol (stepping down)
Menurunkan pengobatan setelah mencapai asma terkontrol. Pertahankan
kondisi terkontrol sehinggal diyakini stabil umumnya 3-6 bulan, kemudian
turunkan pengobatan bertahap dengan tetap mempertahankan kondisi asma
terkontrol.
Menghentikan pengobatan terkontrol bila tidak ada gejala selama 1 tahun
walau dalam dosis pengontrol terendah.
Menaikkan pengobatan
jika kebutuhkan reliever > 1-2 x/hari. Dosis peningkatan 4 kali lipat yang
setara dengan kortikosteroid oral diberikan selama 7-14 hari kemudia
kembali ke dosis sebelumnya.
30
31
32
33
Gambar 5. ACT
tabel 5. Interpretasi ACT
<= 19
Tingkatkan tahapan
pengobatan sampai
mencapai terkontrol
Tidak
terkontrol
20-24
Tingkatkan tahapan
pengobatan
25
Pertahankan dengan
pengobatan yang sama,
pertahankan stabil.
turunkan pengoabatan,
tetap pertahankan
terkontrol dan
meminimalkan efek
samping
Pengobatan awal :
- O2 mencapa saturasi > 90% dws, 95% ank
- inhalasi agois beta 2 kerja singkat melalui
Nebulizer tiap 20 mnt dlm 1 jam
- Kortikosteroid sistemik
Nilai ulang kondisi pasien stlh 1 jam
Eksaserbasi sedang
APE 60-80%
Gejala + otot bantu napas
Eksaserbasi sedang
atau berat
- O2
- nebulizer (agonis beta 2 singkat
+ antikolinergik singkat) 1 jam
- kortikosteroid sistemik
Lanjutkan pengobatan 1-3jam kl perbaikan
Eksaserbasi berat
APE <60%
Gejala + retraksi dada
Tdk ada perbaikan
- O2
- nebulizer (agnis neta 2 singkat
+ antikolinergik singkat) 1 jam
- kortikosteroid sistemik
- pertimbangkan magnesium IV
35
Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah status asmatikus,
atelektasis, hipoksemia, dan pneumothoraks. Status asmatikus adalah gejala asma
yang memburuk dengan terjadinya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga
bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan. Gejala yang muncul adalah
pernapasan
wheezing,
rhonki
kemudian
berlanjut
pernapasan
labored
terlalu capek atau kadang saat malam hari. Pasien sudah berobat 2 kali ke UGD
namun tidak membaik. Sesak terasa lebih enak jiga diuap. Pasien memiliki
riwayat asma sejak 29 tahun yang lalu. Biasanya pencetus asma pada pasien
adalah aktivitas yang berlebihan dan keadaan dingin. Pasien mengeluhkan adanya
batuk berdahak disertai pilek sejak 6 hari yang lalu. Dahak dan ingus berwarna
putih bening kental tidak ada darah. Batuk membaik setelah diberikan obat dari
poli klinik karena dahak bisa keluar dan dada terasa dingin. Sebelumnya dahak
susah keluar dan dada terasa panas saat batuk. Pasien tidak memiliki riwayat
batuk lama, batuk darah, maupun pengobatan penyakit paru. Ibu pasien memiliki
riwayat penyakit asma.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum
Kesadaran
: kompos mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Laju napas
: 28 x/menit.
Status Lokalis
Paru :
Pemeriksaan
Hemitoraks kanan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Sonor
Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Batas paru hepar : ICS VI
midklavikularis dekstra
midklavikularis sinistra
Auskultasi
Hemitoraks kiri
37
Wheezing
Wheezing
+ +
+ +
+ +
+ +
Hasil
Nilai normal
Hb
12
12-16 mg/dl
Ht
41
37 54 %
Lekosit
4.6
5 ribu 10 ribu/ul
Trombosit
209
SGOT
26
< 35 u/l
SGPT
26
< 35 u/l
Ureum
37
20-50 mg/dl
Creatinin
0.83
38
DAFTAR PUSTAKA
1. RiyantoBS,HisyamB. AsmaBronkial. Dalam:BukuAjarIlmuPenyakit
Dalam.JilidI.Edisike5.Jakarta:PusatPenerbitanDepartemenIlmu
PenyakitDalamFKUI.2010.h40414.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
PenatalaksanaandiIndonesia.2011.
3. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsipprinsip Ilmu
PenyakitDalam.IsselbacherKJetal,editor.Jakrta:EGC.2000.131118.
4. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan PatoAisiologi Asma.
JurnalCerminKedokteran.2003;141.56.
5. MorrisMJ.Asthma.[updated2011June13;cited2011June29].Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/296301overview#showall
6. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah
KedokteranIndonesia.Nopember2008;58(11),44451.
7. DewanAsmaIndonesia.YouCanControlYourAsthma:ACTNOW!.Jakarta.
40
2009May4th.Availablefrom:
http://indoneisanasthmacouncil.org/index.phpoption=com_content&task
=view&id=13&Itemid=5
41