Вы находитесь на странице: 1из 3

STRABISMUS

Pada kondisi penglihatan binokular normal, bayangan suatu benda jatuh secara bersamaan di
fovea masing-masing mata( fiksasi bifovea) dan meridian vertikal kedua retina tegak lurus.
Salah satu mata dapat tidak sejajar dengan mata yang lain, sehingga pada satu waktu hanya
satu mata yang melihat benda yang bersangkutan. Setiap penyimpangan dari penjajaran
okular yang sempurna itu disebut strabismus. Ketidaksesuaian penjajaran tersebut dapat
terjadi dalam segala arah- kedalam, keluar, keatas, dan kebawah. Besar penyimpangan adalah
besar sudut mata yang menyimpang dari penjajaran. Strabismus yang terjadi pada kondisi
penglihatan binokular disebut strabismus manifes, heterotropia atau tropia. Suatu deviasi
yang muncul setelah penglihatan binokular terganggu( misalnya dengan penutupan salah satu
mata) disebut strabismus laten, heteroforia atau foria.

1. Duksi: rotasi monokular tanpa mempertimbangkan posisi mata lain, yaitu:


Aduksi: rotasi kedalam
Abduksi: rotasi keluar
Supraduksi(elevasi): rotasi keatas
Infraaduksi(depresi): kearah bawah
2. Fusi: Pembentukan satu bayangan dari dua bayangan yang terlihat secara simultan,
oleh kedua mata. Fusi memiliki dua aspek:
Fusi motorik: Penyesuaian dibuat oleh otak pada persarafan otot-otot
ekstraokular untuk membawa kedua mata kedalam penjajaran bifovea dan

3.

torsional.
Fusi sensorik: Integrasi bayangan yang dilihat oleh kedua mata didaerah

penglihatan sensorik diotak menjadi satu gambaran.


Heteroforia (foria): Penyimpangan laten mata yang ditahan lurus oleh penglihatan

binokular.
Esoforia: Kecenderungan salah satu mata berputar kearah dalam.
Eksoforia: Kecenderungan salah satu mata berputar kearah luar.
Hiperforia: Kecenderungan salah satu mata menyimpang kearah atas.
Hipoforia: Kecenderungan salah satu mata menyimpang kearah bawah.
4. Heterotropia (tropia)
Strabismus: penyimpangan mata yang bermanifestasi dan tidak dapat dikontrol

oleh penglihatan binokular.


Esotropia: Deviasi konvergen yang bermanifestasi (crossed eyes).
Eksotropia: Deviasi divergen yang bermanifestasi (wall eyes).
Hipertropia: Deviasi salah satu mata keatas yang bermanifestasi.
Hipotropia: Deviasi salah satu mata ke atas yang bermanifestasi.

Insoklotropia: Rotasi ke arah dalam salah satu mata mengelilingi sumbu


penglihatan (yakni mata kanan searah jarum jam, mata kiri berlawanan arah

jarum jam).
Eksiklotropia: rotasi kearah luar salah satu mata mengelilingi sumbu
penglihatan (yakni mata kanan berlawanan arah jarum jam, mata kiri searah

5.

jarum jam).
Ortoforia: Tidak adanya kecenderungan salah satu mata menyimpang apabila fusi

dihambat.
6. Deviasi primer: Penyimpangan yang diukur dengan mata normal berfiksasi dan mata
dengan kelumpuhan otot berdeviasi.
7. Deviasi sekunder: Penyimpangan yang diukur dengan mata paretik melakukan fiksasi
dan mata normal berdeviasi.
FISIOLOGI
1. Aspek Motorik
Fungsi masing-masing otot
Masing-masing dari keenam otot ekstraokular berperan dalam menentukan posisi
mata mengelilingi tiga sumbu rotasi. Kerja primer suatu otot adalah efek utama yang
ditimbulkannya pada rotasi mata. Efek yang lebih kecil disebut kerja sekunder atau

tersier.
Bidang Kerja
Posisi mata ditentukan oleh keseimbangan yang dicapai oleh tarikan keenam otot
ekstraokular. Mata berada dalam posisi memandang primer sewaktu kepala dan mata
terletak sejajar dengan benda yang dilihat. Bidang kerja suatu otot adalah arah
pandangan bagi otot itu untuk mengeluarkan daya kontraksinya yang terkuat sebagai
suatu agonis, misalnya otot rektus lateralis mengalami kontraksi terkuat pada waktu

melakukan abduksi mata.


2. Aspek Sensorik
Penglihatan Binokular
Apabila dua benda yang yang tidak serupa dicerminkan ke kedua fovea, kedua
benda tersebut akan tumpang tindih, tetapi ketidakserupaan tersebut menghambat
fusi untuk membentuk suatu impresi. Fusi sensorik dan stereopsis merupakan dua
proses fisiologik yang berbeda peran dalam penglihatan binokular.
Kelainan Sensorik pada Strabismus
Sampai usia 7 atau 8 tahun, otak biasanya mengembangkan respons terhadap
penglihatan binokular yang abnormal yang tidak mungkin terjadi apabila strabismus timbul

lebih lambat. Perubahan-perubahan tersebut adalah diplopia, supresi, kelainan korespondensi


retina, dan fiksasi ekstrentik.
1. Diplopia
Apabila terdapat strabismus, kedua fovea menerima bayangan yang berbeda. Benda yang
tercitra di kedua fovea tampak dalam arah ruang yang sama. Proses lokalisasi benda yang
secara spatial terpisah ini ke lokasi yang sama disebut kebingungan penglihatan (visual
confusion). Benda yang terlihat oleh salah satu fovea dicitrakan didaerah retina perifer
dimata yang lain. Bayangan foveal terlokalisasi tepat didepan, sedangkan bayangan
retina dari benda yang sama dimata yang lain dilokalisasi diarah yang lain. Dengan
demikian, benda yang sama terlihat didua tempat (diplopia).
2. Supresi
Dibawah kondisi penglihatan binokular, bayangan yang terlihat disalah satu mata
menjadi predominan dan yang terlihat dimata yang lain tidak dipersepsikan (supresi).
Supresi mengambil bentuk suatu skotoma dimata yang berdeviasi hanya di bawah
kondisi binokular.
3. Ambliopia
Pengalaman visual abnormal berkepanjangan yang dialami oleh seorang anak berusia
kurang dari 7 tahun dapat menyebabkan ambliopia (penurunan ketajaman penglihatan
tanpa dapat dideteksi adanya penyakit organik pada suatu mata). Pada strabismus, mata
yang biasa digunakan untuk fiksasi masih mempunyai ketajaman yang normal dan mata
yang tidak dipakai sering mengalami penurunan penglihatan (ambliopia). Apabila fiksasi
dapat berubah-ubah secara spontan, ambliopia tidak terjadi.
4. Anomali Korespondensi Retina
Pada strabismus di bawah kondisi penglihatan binokular, retina perifer diluar daerah
skotoma supresi dapat mengambil nilai-nilai arah dalam ruang yang baru yang tergeser
oleh deviasi. Hal ini menimbulkan anomali korespondensi nilai-nilai arah antara titiktitik retina di kedua mata.
5. Fiksasi Eksentrik
Pada mata yang mengalami ambliopia yang cukup parah, mungkin digunakan didaerah

Вам также может понравиться