Вы находитесь на странице: 1из 13

Obat anti TBC

DIPOSKAN OLEH BAMB17AFIDIN DI 02.20


Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan
teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah
penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus
meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit
muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu
orang meninggal akibat TBC di Indonesia. untuk itu dibutuhkan obat anti TBC yang sesuai
diantaranya :
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis
tepat selama 6-8 bulan yang diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.
Tujuannya supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif
dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila
paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, obat dan jangka waktu pengobatan), kuman
TBC akan berkembang menjadi resisten. Pendampingan dan supervisi pengobatan dengan
program DOT akan membantu meningkatkan kepatuhan pasien.
Untuk menjamin mutu obat-obat anti tuberculosis FDC dan non FDC yang beredar di Indonesia,
produk-produk tersebut harus dilakukan uji Bioekivalensi terlebih dahulu sebelum dipasarkan.
Uji Bioekivalensi sangat erat hubungannya dengan formulasi dan bahan baku zat aktif yang
digunakan, untuk memprediksi kesetaraan kadar obat dalam darah setelah obat diminum
dibandingkan dengan produk inovator yang telah melakukan uji klinik sebelumnya.
Jenis Obat Anti Tuberkulosis
Isoniasid (H): dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan
metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.
Rifampisin (R): Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang tidak
dapat dibunuh oleh Isoniasid.
Pirasinamid (Z): Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam.
Streptomisin (S): Bersifat bakterisid. Menyebabkan kerusakan saraf ke delapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera
dihentikan. Dapat menembus barier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil
karena dapat merusak saraf pendengaran janin.
Etambutol (E): Bersifat sebagai bakteriostatik. Diikutkan dalam pengobatan jika diprediksi ada
resistensi terhadap INH.
WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease)
merekomendasikan pengobatan tuberkulosis berdasarkan kategori sebagai berikut:
PADUAN OAT DI INDONESIA
Indonesia menggunakan paduan OAT sesuai anjuran WHO. Namun penggunaan OAT pada tahap

4 digunakan istilah OAT sisipan. Paduan OAT tersebut antara lain:


Kategori-1 (2HRZE/4H3R3):
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E).
Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan
tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam
seminggu selama 4 bulan.
Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3):
Diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZE dan suntikan Streptomisin
setiap hari, dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari dan tahap lanjutan yang terdiri dari
HRE diberikan tiga kali dalam seminggu selama 5 bulan.
Kategori-3 (2HRZ/4H3R3):
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin(R) dan Pirasinamid (Z). Diberikan setiap
hari selama 2 bulan dilanjutkan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan 3 kali
semingu selama 4 bulan. (tabel 4)

OAT Sisipan (HRZE)


Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau
penderita BTA positif pengobatan ulang kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,
diberikan pengobatan sisipan setiap hari selama satu bulan.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket
untuk satu penderita dalam satu masa pengobatan. Beberapa OAT kombipak yang beredar di
Indonesia antara lain Paduan OAT kategori I, II dan III, Paduan OAT sisipan, Paduan OAT
Kategori Anak, Kombipak anak.
TABLET FIXED DOSE COMBINATION (FDC)
Penderita tuberkulosis di dunia masih menggunakan OAT tunggal. Untuk memperbaiki
pengobatan tuberkulosis WHO menganjurkan menggunakan 2 dan 3 OAT- FDC dalam strategi
DOTS. Terakhir WHO menambahkan 4 OAT-FDC dalam model daftar obat essensial untuk
pengobatan tuberkulosis secara FDC lengkap).
OAT-FDC diberikan dengan tujuan mencegah ketidakpatuhan atau kelalaian minum obat,
mengurangi jumlah obat yang diminum perhari, dan menurunkan MDR. Pada program DOT
yang tidak terpantau, pemberian OAT-FDC merupakan paduan OAT yang dianggap cukup
rasional dari segi dosis dan pemberian. Program ini sangat membantu keberhasilan pengobatan.

Pengobatan penyakit tbc alami


Banyak bahan alami yang bisa digunakan untuk mengobati penyakit tbc, namun penggunaan
kulit manggis dalam mengatasi penyakit tbc sangatlah tepat. Karena sudah banyak penelitan
terhadap kulit manggis yang membuktikan,bahwa kulit manggis mampu membasmi virus
mikrobaterium tuberkulosa (penyebab tbc) dengan baik.

Hasil penelitian di Tokyo pada tahun 2003, menunjukkan


bahwa antioksidan super (xanthone) dalam kulit manggis memiliki efek anti bakteri yang dapat
menghambat dan membunuh perkembangan mikroorganisme seperti Mycobacterium
tuberculosis (penyebab TBC) dan Staphylococcus aureus(penyebab infeksi dan gangguan
pencernaan). Ekstrak kulit manggis juga dipercaya dapat mengobati arthritis, asma, Alzheimer,
alergi, dyspepsia(gangguan pencernaan), jerawat, dan eksim.xanthone bersifat antimikroba
terhadap MRSA(methicillin resistant staphylococcus aureus), yaitu bakteri yang telah kebal
terhadap obat antibiotik yang dapat menyebabkan infeksi parah. Kulit buah manggis juga bersifat
sebagai antijamur. Aktivitas antijamur hasil isolasi xanthone yang berasal dari kulit buah
manggis dan beberapa derivate mangostin terhadap jamur Fusarium oxysporum, Alternaria
tenuis, dan Dreschrela oryzae dapat menghambat pertumbuhan semua jamur
Sementara itu, DAUN SIRSAK juga punya manfaat baik untuk TBC. Salah satu manfaat yang
dapat diambil dari daun sirsak untuk pengobatan TBC ialah kemampuannya dalam sistem
kekebalan tubuh (imunitas). Biasanya orang yang menderita TBC tubuhnya lemah dan rentan
terkena penyakit lainnya, disinilah manfaat daun sirsak berperan yaitu dengan memperkuat
sistem kekebalan tubuh agar penderita TBC tidak akan mudah terserang penyakit lain sehingga
dapat membantu proses penyembuhan.

Gejala TBC, Penyebab dan Cara Pengobatan Penyakit TBC


Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang disebabkan
oleh bakteri. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu
lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%)
dibandingkan
bagian
lain
tubuh
manusia.
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga
saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TBC. Angka kematian dan kesakitan akibat
kuman mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi.

Penyakit TBC Menular Lewat Udara


Tingkat prevalensi penderita TBC di Indonesia diperkirakan sebesar 289 per 100 ribu penduduk
dan insidensi sebesar 189 per 100 ribu penduduk. Bahkan 27 dari 1.000 penduduk terancam
meninggal seperti yang dilaporkan Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang dihimpun sepanjang 2011
mengenai
tuberkulosis
(TBC)
di
Indonesia.
Laporan tersebut juga meliris bahwa angka penjaringan penderita baru TBC meningkat 8,46
persen dari 744 penderita TBC di 2010 menjadi 807 per 100.000 penduduk di 2011. Namun,
kabar baiknya angka kesembuhan pada 2011 mencapai target sebesar 83,7 persen dan angka
keberhasilan pengobatan pada 2011 mencapai target sebesar 90,3 persen.
Gejala Penyakit TBC

Penderita yang terserang basil tersebut biasanya akan mengalami demam tapi tidak terlalu tinggi
yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Gejala lain, penurunan nafsu
makan dan berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah),
perasaan
tidak
enak
(malaise),
dan
lemah.
Agar bisa mengantisipasi penyakit ini sejak dini, berikut gejala-gejala penyakit tuberculosis yang

perlu

Anda

ketahui.

Gejala
Batuk

utama
terus-menerus

dan

berdahak

selama

tiga

pekan

atau

lebih.

Gejala tambahan yang sering dijumpai

Dahak bercampur darah/batuk darah

Sesak nafas dan rasa nyeri pada dada

Demam/meriang lebih dari sebulan

Berkeringat pada malam hari tanpa penyebab yang jelas

Badan lemah dan lesu

Nafsu makan menurun dan terjadi penurunan berat badan

"Paling mudah untuk mengetahui seseorang terkena tuberkulosis jika dia berkeringat pada
malam hari tanpa penyebab yang jelas. Walaupun tidak bisa langsung ditetapkan tuberkulosis
karena harus didiagnosis, tapi itu salah satu pertanda. Jika Anda lemas, batuk tak berhenti, nyeri
pada dada, dan keringat pada malam hari, langsung segera periksa," tambah dr Arifin Nawas
Sp(P), salah seorang tenaga ahli klinis tuberkulosis di RSUP Persahabatan di tempat sama.
Menurutnya, untuk memastikan seseorang terkena TB atau tidak, tim medis melakukan diagnosis
dengan mengadakan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (BTA) dan gambaran radio
logis (foto rontgen).
Penyebab Infeksi TBC

Penyakit ini diakibatkan infeksi kuman mikobakterium tuberkulosis yang dapat menyerang paru,
ataupun organ-organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, usus, ginjal, kandungan, tulang,
sampai otak. TBC dapat mengakibatkan kematian dan merupakan salah satu penyakit infeksi
yang
menyebabkan
kematian
tertinggi
di
negeri
ini.
Kali ini yang dibahas adalah TBC paru. TBC sangat mudah menular, yaitu lewat cairan di
saluran napas yang keluar ke udara lewat batuk/bersin & dihirup oleh orang-orang di sekitarnya.
Tidak semua orang yang menghirup udara yang mengandung kuman TBC akan sakit.

Pada orang-orang yang memiliki tubuh yang sehat karena daya tahan tubuh yang tinggi dan gizi
yang baik, penyakit ini tidak akan muncul dan kuman TBC akan "tertidur". Namun,pada mereka
yang mengalami kekurangan gizi, daya tahan tubuh menurun/ buruk, atau terus-menerus
menghirup udara yang mengandung kuman TBC akibat lingkungan yang buruk, akan lebih
mudah terinfeksi TBC (menjadi 'TBC aktif') atau dapat juga mengakibatkan kuman TBC yang
"tertidur"
di
dalam
tubuh
dapat
aktif
kembali
(reaktivasi).
Infeksi TBC yang paling sering, yaitu pada paru, sering kali muncul tanpa gejala apa pun yang
khas, misalnya hanya batuk-batuk ringan sehingga sering diabaikan dan tidak diobati. Padahal,
penderita TBC paru dapat dengan mudah menularkan kuman TBC ke orang lain dan kuman TBC
terus merusak jaringan paru sampai menimbulkan gejala-gejala yang khas saat penyakitnya telah
cukup parah.
Pengobatan Penyakit TBC

Untuk mendiagnosis TBC, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, terutama di daerah
paru/dada, lalu dapat meminta pemeriksaan tambahan berupa foto rontgen dada, tes laboratorium
untuk dahak dan darah, juga tes tuberkulin (mantoux/PPD). Pengobatan TBC adalah pengobatan
jangka panjang, biasanya selama 6-9 bulan dengan paling sedikit 3 macam obat.
Kondisi ini diperlukan ketekunan dan kedisiplinan dari pasien untuk meminum obat dan kontrol
ke dokter agar dapat sembuh total. Apalagi biasanya setelah 2-3 pekan meminum obat, gejalagejala TBC akan hilang sehingga pasien menjadi malas meminum obat dan kontrol ke dokter.
Jika pengobatan TBC tidak tuntas, maka ini dapat menjadi berbahaya karena sering kali obatobatan yang biasa digunakan untuk TBC tidak mempan pada kuman TBC (resisten). Akibatnya,
harus diobati dengan obat-obat lain yang lebih mahal dan "keras". Hal ini harus dihindari dengan
pengobatan
TBC
sampai
tuntas.
Pengobatan jangka panjang untuk TBC dengan banyak obat tentunya akan menimbulkan dampak
efek samping bagi pasien. Efek samping yang biasanya terjadi pada pengobatan TBC adalah
nyeri perut, penglihatan/pendengaran terganggu, kencing seperti air kopi, demam tinggi, muntah,
gatal-gatal dan kemerahan kulit, rasa panas di kaki/tangan, lemas, sampai mata/kulit kuning.
Itu sebabnya penting untuk selalu menyampaikan efek samping yang timbul pada dokter setiap
kali kontrol sehingga dokter dapat menyesuaikan dosis, mengganti obat dengan yang lain, atau
melakukan
pemeriksaan
laboratorium
jika
diperlukan.
Pengobatan untuk penyakit-penyakit lain selama pengobatan TBC pun sebaiknya harus diatur

dokter untuk mencegah efek samping yang lebih serius/berbahaya. Penyakit TBC dapat dicegah
dengan cara:

Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TBC aktif.

Menjaga standar hidup yang baik, dengan makanan bergizi, lingkungan yang sehat, dan
berolahraga.

Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat). Vaksin ini secara
rutin diberikan pada semua balita.

Perlu diingat bahwa mereka yang sudah pernah terkena TBC dan diobati, dapat kembali
terkena penyakit yang sama jika tidak mencegahnya dan menjaga kesehatan tubuhnya.

Tuberkulosis
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa


menjamin bahwa informasi kedokteran yang diberikan di halaman ini adalah
benar.
Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan pengobatan.

Tuberkulosis

Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal

Hasil Sinar-X dada seorang penderita Tuberkulosis tingkat lanjut.


Panah putih menunjukkan adanya infeksi pada kedua belah paruparu. Panah hitam menunjukkan adanya lubang yang sudah
terbentuk.

ICD-10

ICD-9

A15.A19.

010018

OMIM

607948

DiseasesDB

8515

MedlinePlus

000077 000624

eMedicine

MeSH

med/2324 emerg/618radio/411

D014376

Tuberkulosis, MTB, atau TB (singkatan dari bacillus berbentuk tuberkel) merupakan penyakit menular yang
umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai
strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis.[1] Tuberkulosis biasanya menyerangparu-paru,
namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika
seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara.
[2]

Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi laten yang

berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka lebih dari 50% orang yang terinfeksi
bisa meninggal.
Gejala klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis dengan bercak darah sputum atau dahak, demam, berkeringat
di malam hari, dan berat badan turun. (dahulu TB disebut penyakit "konsumsi" karena orang-orang yang
terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan.) Infeksi pada organ lain menimbulkan gejala yang
bermacam-macam. Diagnosis TB aktif bergantung pada hasil radiologi (biasanya melalui sinar-X dada) serta
pemeriksaan mikroskopis dan pembuatan kultur mikrobiologis cairan tubuh. Sementara itu, diagnosis TB laten
bergantung pada tes tuberkulin kulit/tuberculin skin test (TST) dan tes darah. Pengobatan sulit dilakukan dan
memerlukan pemberian banyak macam antibiotik dalam jangka waktu lama. Orang-orang yang melakukan
kontak juga harus menjalani tes penapisan dan diobati bila perlu. Resistensi antibiotik merupakan masalah
yang bertambah besar pada infeksi tuberkulosis resisten multi-obat (TB MDR). Untuk mencegah TB, semua
orang harus menjalani tes penapisan penyakit tersebut dan mendapatkan vaksinasi basil CalmetteGurin.
Para ahli percaya bahwa sepertiga populasi dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,[3] dan infeksi baru
terjadi dengan kecepatan satu orang per satu detik.[3] Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis
yang aktif di tingkat global.[4] Pada tahun 2010, diperkirakan terjadi pertambahan kasus baru sebanyak 8.8 juta
kasus, dan 1,5 juta kematian yang mayoritas terjadi di negara berkembang.[5] Angka mutlak kasus Tuberkulosis
mulai menurun semenjak tahun 2006, sementara kasus baru mulai menurun sejak tahun 2002. [5] Tuberkulosis

tidak tersebar secara merata di seluruh dunia. Dari populasi di berbagai negara di Asia dan Afrika yang
melakukan tes tuberkulin, 80%-nya menunjukkan hasil positif, sementara di Amerika Serikat, hanya 510%
saja yang menunjukkan hasil positif.[1] Masyarakat di dunia berkembang semakin banyak yang menderita
Tuberkulosis karena kekebalan tubuh mereka yang lemah. Biasanya, mereka mengidap Tuberkulosis akibat
terinfeksi virus HIV dan berkembang menjadi AIDS.[6]

Tanda-tanda dan gejala[sunting]

Gejala utama jenis dan stadium TB ditunjukkan dalam gambar.[7] Banyak gejala yang tumpang tindih dengan jenis lain, namun ada pula
gejala yang hanya spesifik (tapi tidak seluruhnya) pada jenis tertentu. Beragam jenis bisa muncul secara bersamaan.

Dari kelompok yang bukan pengidap HIV namun kemudian terinfeksi Tuberkulosis, 5-10% di antaranya menunjukkan
perkembangan penyakit aktif selama masa hidup mereka.[8] Sebaliknya, dari kelompok yang terinfeksi HIV dan juga
terinfeksi Tuberkulosis, ada 30% yang menunjukkan perkembangan penyakit aktif.[8] Tuberkulosis dapat menginfeksi
bagian tubuh mana saja, tapi paling sering menginfeksi paru-paru (dikenal sebagai Tuberkulosis paru).[9] Bila
Tuberkulosis berkembang di luar paru-paru, maka disebut TB ekstra paru. TB ekstra paru juga bisa timbul
bersamaan dengan TB paru.[9] Tanda dan gejala umumnya antara lain demam, menggigil, berkeringat di malam
hari, hilangnya nafsu makan, berat badan turun, dan lesu.[9]Dapat pula terjadijari tabuh yang signifikan.[8]

TB paru[sunting]
Bila infeksi Tuberkulosis yang timbul menjadi aktif, sekitar 90%-nya selalu melibatkan paru-paru.[6][10] Gejala-gejalanya
antara lain berupa nyeri dadadan batuk berdahak yang berkepanjangan. Sekitar 25% penderita tidak menunjukkan
gejala apapun (yang demikian disebut "asimptomatik").[6]Kadangkala, penderita mengalami sedikit batuk darah.
Dalam kasus-kasus tertentu yang jarang terjadi, infeksi bisa mengikis ke dalam arteri pulmonalis, dan menyebabkan
pendarahan parah yang disebut Aneurisma Rasmussen. Tuberkulosis juga bisa berkembang menjadi penyakit kronis
dan menyebabkan luka parut luas di bagian lobus atas paru-paru. Paru-paru atas paling sering terinfeksi.
[9]
Alasannya belum begitu jelas.[1]Kemungkinan karena paru-paru atas lebih banyak mendapatkan aliran udara[1] atau
bisa juga karena drainase limfa yang kurang baik pada paru bagian atas.[9]

TB ekstra paru[sunting]

Dalam 1520% kasus aktif, terjadi penyebaran infeksi hingga ke luar organ pernapasan dan menyebabkan TB jenis
lainnya.[11] TB yang terjadi di luar organ pernapasan disebut "tuberkulosis ekstra paru".[12] TB ekstra paru umumnya
terjadi pada orang dewasa dengan imunosupresi dan anak-anak. TB ekstra paru muncul pada 50% lebih kelompok
pengidap HIV.[12] Lokasi TB ekstra paru yang bermakna termasuk: pleura (pada TB pleuritis), sistem saraf
pusat (pada meningitisTB), dan sistem kelenjar getah bening (padaskrofuloderma leher). TB ekstra paru juga dapat
terjadi di sistem urogenital (yaitu pada Tuberkulosis urogenital) dan pada tulang dan persendian (yaitu pada penyakit
Pott tulang belakang). Bila TB menyebar ke tulang maka dapat disebut "TB tulang",[13] yang merupakan salah satu
bentuk osteomielitis.[1] Ada lagi TB yang lebih serius yaitu TB yang menyebar luas dan disebut sebagai TB
diseminata, atau biasanya dikenal dengan nama Tuberkulosis Milier.[9]Di antara kasus TB ekstra paru, 10%-nya
biasanya merupakan TB Milier.[14]

Penyebab[sunting]
Mikobakteria[sunting]

Hasil pindai mikrograf elektronMycobacterium tuberculosis

Penyebab utama penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu sejenis basil aerobik kecil yang non-motil.
[9]
Berbagai karakter klinis unik patogen ini disebabkan oleh tingginya kandungan lemak/lipid yang dimilikinya.[15] Selselnya membelah setiap 16 20 jam. Kecepatan pembelahan ini termasuk lambat bila dibandingkan dengan jenis
bakteri lain yang umumnya membelah setiap kurang dari satu jam.[16] Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran
luar lipid.[17] Bila dilakukan uji pewarnaan Gram, maka MTB akan menunjukkan pewarnaan "Gram-positif" yang lemah
atau tidak menunjukkan warna sama sekali karena kandungan lemak dan asam mikolat yang tinggi pada dinding
selnya.[18] MTB bisa tahan terhadap berbagaidisinfektan lemah dan dapat bertahan hidup dalam kondisi
kering selama berminggu-minggu. Di alam, bakteri hanya dapat berkembang dalam sel inangorganisme tertentu,
namun M. tuberculosis bisa dikultur di laboratorium.[19]
Dengan menggunakan pewarnaan histologis pada sampel dahak yang diekspektorat, peneliti dapat mengidentifikasi
MTB melalui mikroskop (dengan pencahayaan) biasa. (Dahak juga disebut "sputum"). MTB mempertahankan warna
meskipun sudah diberi perlakukan larutan asam, sehingga dapat digolongkan sebagai Basil Tahan Asam (BTA).[1]
[18]
Dua jenis teknik pewarnaan asam yang paling umum yaitu: teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yang akan memberi
warna merah terang pada bakteri BTA bila diletakkan pada latar biru,[20] dan teknik pewarnaan auramin-rhodamin lalu
dilihat denganmikroskop fluoresen.[21]
Kompleks M. tuberculosis (KMTB) juga termasuk mikobakteria lain yang juga menjadi penyebab TB: M. bovis, M.
africanum, M. canetti, dan M. microti.[22] M. africanum tidak menyebar luas, namun merupakan penyebab penting
Tuberkulosis di sebagian wilayah Afrika.[23][24] M. bovis merupakan penyebab umum Tuberkulosis, namun
pengenalan susu pasteurisasi telah berhasil memusnahkan jenis mikobakterium yang selama ini menjadi masalah

kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang ini.[1][25] M. canetti merupakan jenis langka dan sepertinya
hanya ada di kawasan Tanduk Afrika, meskipun beberapa kasus pernah ditemukan pada kelompok emigran Afrika.[26]
[27]
M. microti juga merupakan jenis langka dan seringkali ditemukan pada penderita yang mengalami imunodefisiensi,
meski demikian, patogen ini kemungkinan bisa bersifat lebih umum dari yang kita bayangkan.[28]
Mikobakteria patogen lain yang juga sudah dikenal antara lain M. leprae, M. avium, dan M. kansasii. Dua jenis
terakhir masuk dalam klasifikasi "Mikobakteria non-tuberkulosis" (MNT). MNT tidak menyebabkan TB atau lepra,
namun menyebabkan penyakit paru-paru lain yang mirip TB.[29]

Faktor-faktor Resiko[sunting]
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa orang lebih rentan terhadap infeksi TB. Di tingkat global,
faktor resiko paling penting adalah HIV; 13% dari seluruh kasus TB ternyata terinfeksi juga oleh virus HIV.[5] Masalah
ini umum ditemukan di kawasan sub-Sahara Afrika, yang angka HIV-nya tinggi.[30][31] Tuberkulosis terkait erat dengan
kepadatan penduduk yang berlebihan serta gizi buruk. Keterkaitan ini menjadikan TB sebagai salah satu penyakit
kemiskinan utama.[6] Orang-orang yang memiliki resiko tinggi terinfeksi TB antara lain: orang yang menyuntik obat
terlarang, penghuni dan karyawan tempat-tempat berkumpulnya orang-orang rentan (misalnya, penjara dan tempat
penampungan gelandangan), orang-orang miskin yang tidak memiliki akses perawatan kesehatan yang memadai,
minoritas suku yang beresiko tinggi, dan para pekerja kesehatan yang melayani orang-orang tersebut.[32] Penyakit
paru-paru kronis adalah faktor resiko penting lainnya. Silikosis meningkatkan resiko hingga 30 kali lebih besar.
[33]
Orang-orang yang merokok memiliki resiko dua kali lebih besar terkena TB dibandingkan yang tidak merokok.
[34]
Adanya penyakit tertentu juga dapat meningkatkan resiko berkembangnya Tuberkulosis, antara
lain alkoholisme/kecanduan alkohol[6] dan diabetes mellitus (resikonya tiga kali lipat).[35] Obat-obatan tertentu,
seperti kortikosteroid dan infliximab (antibodi monoklonal anti-TNF) juga merupakan faktor resiko yang semakin
penting, terutama di kawasan dunia berkembang.[6]Meskipun kerentanan genetik[36] juga bisa berpengaruh, namun
para peneliti belum menjelaskan sampai sejauh mana peranannya.[6]

Mekanisme[sunting]

Kampanye kesehatan masyarakat pada tahun 1920-an untuk menghentikan penyebaran TB.

Penularan[sunting]
Ketika seseorang yang mengidap TB paru aktif batuk, bersin, bicara, menyanyi, atau meludah, mereka sedang
menyemprotkan titis-titis aerosolinfeksius dengan diameter 0.5 hingga 5 m. Bersin dapat melepaskan partikel kecilkecil hingga 40,000 titis.[37] Tiap titis bisa menularkan penyakit Tuberkulosis karena dosis infeksius penyakit ini sangat
rendah. (Seseorang yang menghirup kurang dari 10 bakteri saja bisa langsung terinfeksi).[38]
Orang-orang yang melakukan kontak dalam waktu lama, dalam frekuensi sering, atau selalu berdekatan dengan
penderita TB, beresiko tinggi ikut terinfeksi, dengan perkiraan angka infeksi sekitar 22%.[39] Seseorang dengan
Tuberkulosis aktif dan tidak mendapatkan perawatan dapat menginfeksi 10-15 (atau lebih) orang lain setiap tahun.
[3]
Biasanya, hanya mereka yang menderita TB aktif yang dapat menularkan penyakit ini. Orang-orang dengan infeksi
laten diyakini tidak menularkan penyakitnya.[1] Kemungkinan penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain
tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain jumlah titis infeksius yang disemprotkan oleh
pembawa, efektifitas ventilasi lingkungan tempat tinggal, jangka waktu paparan, tingkat virulensistrain M.
tuberculosis, dan tingkat kekebalan tubuh orang yang tidak terinfeksi.[40] Untuk mencegah penyebaran berlapis dari
satu orang ke orang lainnya, pisahkan orang-orang dengan TB aktif ("nyata") dan masukkan mereka dalam rejimen
obat anti-TB. Setelah kira-kira dua minggu perawatan efektif, orang-orang dengan infeksi aktif yang nonresisten biasanya sudah tidak menularkan penyakitnya ke orang lain.[39] Bila ternyata kemudian ada yang terinfeksi,
biasanya perlu waktu tiga sampai empat minggu hingga orang yang baru terinfeksi itu menjadi cukup infeksius untuk
menularkan penyakit tersebut ke orang lain.[41]

Вам также может понравиться