Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Penderita yang terserang basil tersebut biasanya akan mengalami demam tapi tidak terlalu tinggi
yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Gejala lain, penurunan nafsu
makan dan berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah),
perasaan
tidak
enak
(malaise),
dan
lemah.
Agar bisa mengantisipasi penyakit ini sejak dini, berikut gejala-gejala penyakit tuberculosis yang
perlu
Anda
ketahui.
Gejala
Batuk
utama
terus-menerus
dan
berdahak
selama
tiga
pekan
atau
lebih.
"Paling mudah untuk mengetahui seseorang terkena tuberkulosis jika dia berkeringat pada
malam hari tanpa penyebab yang jelas. Walaupun tidak bisa langsung ditetapkan tuberkulosis
karena harus didiagnosis, tapi itu salah satu pertanda. Jika Anda lemas, batuk tak berhenti, nyeri
pada dada, dan keringat pada malam hari, langsung segera periksa," tambah dr Arifin Nawas
Sp(P), salah seorang tenaga ahli klinis tuberkulosis di RSUP Persahabatan di tempat sama.
Menurutnya, untuk memastikan seseorang terkena TB atau tidak, tim medis melakukan diagnosis
dengan mengadakan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (BTA) dan gambaran radio
logis (foto rontgen).
Penyebab Infeksi TBC
Penyakit ini diakibatkan infeksi kuman mikobakterium tuberkulosis yang dapat menyerang paru,
ataupun organ-organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, usus, ginjal, kandungan, tulang,
sampai otak. TBC dapat mengakibatkan kematian dan merupakan salah satu penyakit infeksi
yang
menyebabkan
kematian
tertinggi
di
negeri
ini.
Kali ini yang dibahas adalah TBC paru. TBC sangat mudah menular, yaitu lewat cairan di
saluran napas yang keluar ke udara lewat batuk/bersin & dihirup oleh orang-orang di sekitarnya.
Tidak semua orang yang menghirup udara yang mengandung kuman TBC akan sakit.
Pada orang-orang yang memiliki tubuh yang sehat karena daya tahan tubuh yang tinggi dan gizi
yang baik, penyakit ini tidak akan muncul dan kuman TBC akan "tertidur". Namun,pada mereka
yang mengalami kekurangan gizi, daya tahan tubuh menurun/ buruk, atau terus-menerus
menghirup udara yang mengandung kuman TBC akibat lingkungan yang buruk, akan lebih
mudah terinfeksi TBC (menjadi 'TBC aktif') atau dapat juga mengakibatkan kuman TBC yang
"tertidur"
di
dalam
tubuh
dapat
aktif
kembali
(reaktivasi).
Infeksi TBC yang paling sering, yaitu pada paru, sering kali muncul tanpa gejala apa pun yang
khas, misalnya hanya batuk-batuk ringan sehingga sering diabaikan dan tidak diobati. Padahal,
penderita TBC paru dapat dengan mudah menularkan kuman TBC ke orang lain dan kuman TBC
terus merusak jaringan paru sampai menimbulkan gejala-gejala yang khas saat penyakitnya telah
cukup parah.
Pengobatan Penyakit TBC
Untuk mendiagnosis TBC, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, terutama di daerah
paru/dada, lalu dapat meminta pemeriksaan tambahan berupa foto rontgen dada, tes laboratorium
untuk dahak dan darah, juga tes tuberkulin (mantoux/PPD). Pengobatan TBC adalah pengobatan
jangka panjang, biasanya selama 6-9 bulan dengan paling sedikit 3 macam obat.
Kondisi ini diperlukan ketekunan dan kedisiplinan dari pasien untuk meminum obat dan kontrol
ke dokter agar dapat sembuh total. Apalagi biasanya setelah 2-3 pekan meminum obat, gejalagejala TBC akan hilang sehingga pasien menjadi malas meminum obat dan kontrol ke dokter.
Jika pengobatan TBC tidak tuntas, maka ini dapat menjadi berbahaya karena sering kali obatobatan yang biasa digunakan untuk TBC tidak mempan pada kuman TBC (resisten). Akibatnya,
harus diobati dengan obat-obat lain yang lebih mahal dan "keras". Hal ini harus dihindari dengan
pengobatan
TBC
sampai
tuntas.
Pengobatan jangka panjang untuk TBC dengan banyak obat tentunya akan menimbulkan dampak
efek samping bagi pasien. Efek samping yang biasanya terjadi pada pengobatan TBC adalah
nyeri perut, penglihatan/pendengaran terganggu, kencing seperti air kopi, demam tinggi, muntah,
gatal-gatal dan kemerahan kulit, rasa panas di kaki/tangan, lemas, sampai mata/kulit kuning.
Itu sebabnya penting untuk selalu menyampaikan efek samping yang timbul pada dokter setiap
kali kontrol sehingga dokter dapat menyesuaikan dosis, mengganti obat dengan yang lain, atau
melakukan
pemeriksaan
laboratorium
jika
diperlukan.
Pengobatan untuk penyakit-penyakit lain selama pengobatan TBC pun sebaiknya harus diatur
dokter untuk mencegah efek samping yang lebih serius/berbahaya. Penyakit TBC dapat dicegah
dengan cara:
Menjaga standar hidup yang baik, dengan makanan bergizi, lingkungan yang sehat, dan
berolahraga.
Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat). Vaksin ini secara
rutin diberikan pada semua balita.
Perlu diingat bahwa mereka yang sudah pernah terkena TBC dan diobati, dapat kembali
terkena penyakit yang sama jika tidak mencegahnya dan menjaga kesehatan tubuhnya.
Tuberkulosis
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tuberkulosis
ICD-10
ICD-9
A15.A19.
010018
OMIM
607948
DiseasesDB
8515
MedlinePlus
000077 000624
eMedicine
MeSH
med/2324 emerg/618radio/411
D014376
Tuberkulosis, MTB, atau TB (singkatan dari bacillus berbentuk tuberkel) merupakan penyakit menular yang
umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai
strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis.[1] Tuberkulosis biasanya menyerangparu-paru,
namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika
seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara.
[2]
Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi laten yang
berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka lebih dari 50% orang yang terinfeksi
bisa meninggal.
Gejala klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis dengan bercak darah sputum atau dahak, demam, berkeringat
di malam hari, dan berat badan turun. (dahulu TB disebut penyakit "konsumsi" karena orang-orang yang
terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan.) Infeksi pada organ lain menimbulkan gejala yang
bermacam-macam. Diagnosis TB aktif bergantung pada hasil radiologi (biasanya melalui sinar-X dada) serta
pemeriksaan mikroskopis dan pembuatan kultur mikrobiologis cairan tubuh. Sementara itu, diagnosis TB laten
bergantung pada tes tuberkulin kulit/tuberculin skin test (TST) dan tes darah. Pengobatan sulit dilakukan dan
memerlukan pemberian banyak macam antibiotik dalam jangka waktu lama. Orang-orang yang melakukan
kontak juga harus menjalani tes penapisan dan diobati bila perlu. Resistensi antibiotik merupakan masalah
yang bertambah besar pada infeksi tuberkulosis resisten multi-obat (TB MDR). Untuk mencegah TB, semua
orang harus menjalani tes penapisan penyakit tersebut dan mendapatkan vaksinasi basil CalmetteGurin.
Para ahli percaya bahwa sepertiga populasi dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,[3] dan infeksi baru
terjadi dengan kecepatan satu orang per satu detik.[3] Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis
yang aktif di tingkat global.[4] Pada tahun 2010, diperkirakan terjadi pertambahan kasus baru sebanyak 8.8 juta
kasus, dan 1,5 juta kematian yang mayoritas terjadi di negara berkembang.[5] Angka mutlak kasus Tuberkulosis
mulai menurun semenjak tahun 2006, sementara kasus baru mulai menurun sejak tahun 2002. [5] Tuberkulosis
tidak tersebar secara merata di seluruh dunia. Dari populasi di berbagai negara di Asia dan Afrika yang
melakukan tes tuberkulin, 80%-nya menunjukkan hasil positif, sementara di Amerika Serikat, hanya 510%
saja yang menunjukkan hasil positif.[1] Masyarakat di dunia berkembang semakin banyak yang menderita
Tuberkulosis karena kekebalan tubuh mereka yang lemah. Biasanya, mereka mengidap Tuberkulosis akibat
terinfeksi virus HIV dan berkembang menjadi AIDS.[6]
Gejala utama jenis dan stadium TB ditunjukkan dalam gambar.[7] Banyak gejala yang tumpang tindih dengan jenis lain, namun ada pula
gejala yang hanya spesifik (tapi tidak seluruhnya) pada jenis tertentu. Beragam jenis bisa muncul secara bersamaan.
Dari kelompok yang bukan pengidap HIV namun kemudian terinfeksi Tuberkulosis, 5-10% di antaranya menunjukkan
perkembangan penyakit aktif selama masa hidup mereka.[8] Sebaliknya, dari kelompok yang terinfeksi HIV dan juga
terinfeksi Tuberkulosis, ada 30% yang menunjukkan perkembangan penyakit aktif.[8] Tuberkulosis dapat menginfeksi
bagian tubuh mana saja, tapi paling sering menginfeksi paru-paru (dikenal sebagai Tuberkulosis paru).[9] Bila
Tuberkulosis berkembang di luar paru-paru, maka disebut TB ekstra paru. TB ekstra paru juga bisa timbul
bersamaan dengan TB paru.[9] Tanda dan gejala umumnya antara lain demam, menggigil, berkeringat di malam
hari, hilangnya nafsu makan, berat badan turun, dan lesu.[9]Dapat pula terjadijari tabuh yang signifikan.[8]
TB paru[sunting]
Bila infeksi Tuberkulosis yang timbul menjadi aktif, sekitar 90%-nya selalu melibatkan paru-paru.[6][10] Gejala-gejalanya
antara lain berupa nyeri dadadan batuk berdahak yang berkepanjangan. Sekitar 25% penderita tidak menunjukkan
gejala apapun (yang demikian disebut "asimptomatik").[6]Kadangkala, penderita mengalami sedikit batuk darah.
Dalam kasus-kasus tertentu yang jarang terjadi, infeksi bisa mengikis ke dalam arteri pulmonalis, dan menyebabkan
pendarahan parah yang disebut Aneurisma Rasmussen. Tuberkulosis juga bisa berkembang menjadi penyakit kronis
dan menyebabkan luka parut luas di bagian lobus atas paru-paru. Paru-paru atas paling sering terinfeksi.
[9]
Alasannya belum begitu jelas.[1]Kemungkinan karena paru-paru atas lebih banyak mendapatkan aliran udara[1] atau
bisa juga karena drainase limfa yang kurang baik pada paru bagian atas.[9]
TB ekstra paru[sunting]
Dalam 1520% kasus aktif, terjadi penyebaran infeksi hingga ke luar organ pernapasan dan menyebabkan TB jenis
lainnya.[11] TB yang terjadi di luar organ pernapasan disebut "tuberkulosis ekstra paru".[12] TB ekstra paru umumnya
terjadi pada orang dewasa dengan imunosupresi dan anak-anak. TB ekstra paru muncul pada 50% lebih kelompok
pengidap HIV.[12] Lokasi TB ekstra paru yang bermakna termasuk: pleura (pada TB pleuritis), sistem saraf
pusat (pada meningitisTB), dan sistem kelenjar getah bening (padaskrofuloderma leher). TB ekstra paru juga dapat
terjadi di sistem urogenital (yaitu pada Tuberkulosis urogenital) dan pada tulang dan persendian (yaitu pada penyakit
Pott tulang belakang). Bila TB menyebar ke tulang maka dapat disebut "TB tulang",[13] yang merupakan salah satu
bentuk osteomielitis.[1] Ada lagi TB yang lebih serius yaitu TB yang menyebar luas dan disebut sebagai TB
diseminata, atau biasanya dikenal dengan nama Tuberkulosis Milier.[9]Di antara kasus TB ekstra paru, 10%-nya
biasanya merupakan TB Milier.[14]
Penyebab[sunting]
Mikobakteria[sunting]
Penyebab utama penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu sejenis basil aerobik kecil yang non-motil.
[9]
Berbagai karakter klinis unik patogen ini disebabkan oleh tingginya kandungan lemak/lipid yang dimilikinya.[15] Selselnya membelah setiap 16 20 jam. Kecepatan pembelahan ini termasuk lambat bila dibandingkan dengan jenis
bakteri lain yang umumnya membelah setiap kurang dari satu jam.[16] Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran
luar lipid.[17] Bila dilakukan uji pewarnaan Gram, maka MTB akan menunjukkan pewarnaan "Gram-positif" yang lemah
atau tidak menunjukkan warna sama sekali karena kandungan lemak dan asam mikolat yang tinggi pada dinding
selnya.[18] MTB bisa tahan terhadap berbagaidisinfektan lemah dan dapat bertahan hidup dalam kondisi
kering selama berminggu-minggu. Di alam, bakteri hanya dapat berkembang dalam sel inangorganisme tertentu,
namun M. tuberculosis bisa dikultur di laboratorium.[19]
Dengan menggunakan pewarnaan histologis pada sampel dahak yang diekspektorat, peneliti dapat mengidentifikasi
MTB melalui mikroskop (dengan pencahayaan) biasa. (Dahak juga disebut "sputum"). MTB mempertahankan warna
meskipun sudah diberi perlakukan larutan asam, sehingga dapat digolongkan sebagai Basil Tahan Asam (BTA).[1]
[18]
Dua jenis teknik pewarnaan asam yang paling umum yaitu: teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yang akan memberi
warna merah terang pada bakteri BTA bila diletakkan pada latar biru,[20] dan teknik pewarnaan auramin-rhodamin lalu
dilihat denganmikroskop fluoresen.[21]
Kompleks M. tuberculosis (KMTB) juga termasuk mikobakteria lain yang juga menjadi penyebab TB: M. bovis, M.
africanum, M. canetti, dan M. microti.[22] M. africanum tidak menyebar luas, namun merupakan penyebab penting
Tuberkulosis di sebagian wilayah Afrika.[23][24] M. bovis merupakan penyebab umum Tuberkulosis, namun
pengenalan susu pasteurisasi telah berhasil memusnahkan jenis mikobakterium yang selama ini menjadi masalah
kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang ini.[1][25] M. canetti merupakan jenis langka dan sepertinya
hanya ada di kawasan Tanduk Afrika, meskipun beberapa kasus pernah ditemukan pada kelompok emigran Afrika.[26]
[27]
M. microti juga merupakan jenis langka dan seringkali ditemukan pada penderita yang mengalami imunodefisiensi,
meski demikian, patogen ini kemungkinan bisa bersifat lebih umum dari yang kita bayangkan.[28]
Mikobakteria patogen lain yang juga sudah dikenal antara lain M. leprae, M. avium, dan M. kansasii. Dua jenis
terakhir masuk dalam klasifikasi "Mikobakteria non-tuberkulosis" (MNT). MNT tidak menyebabkan TB atau lepra,
namun menyebabkan penyakit paru-paru lain yang mirip TB.[29]
Faktor-faktor Resiko[sunting]
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa orang lebih rentan terhadap infeksi TB. Di tingkat global,
faktor resiko paling penting adalah HIV; 13% dari seluruh kasus TB ternyata terinfeksi juga oleh virus HIV.[5] Masalah
ini umum ditemukan di kawasan sub-Sahara Afrika, yang angka HIV-nya tinggi.[30][31] Tuberkulosis terkait erat dengan
kepadatan penduduk yang berlebihan serta gizi buruk. Keterkaitan ini menjadikan TB sebagai salah satu penyakit
kemiskinan utama.[6] Orang-orang yang memiliki resiko tinggi terinfeksi TB antara lain: orang yang menyuntik obat
terlarang, penghuni dan karyawan tempat-tempat berkumpulnya orang-orang rentan (misalnya, penjara dan tempat
penampungan gelandangan), orang-orang miskin yang tidak memiliki akses perawatan kesehatan yang memadai,
minoritas suku yang beresiko tinggi, dan para pekerja kesehatan yang melayani orang-orang tersebut.[32] Penyakit
paru-paru kronis adalah faktor resiko penting lainnya. Silikosis meningkatkan resiko hingga 30 kali lebih besar.
[33]
Orang-orang yang merokok memiliki resiko dua kali lebih besar terkena TB dibandingkan yang tidak merokok.
[34]
Adanya penyakit tertentu juga dapat meningkatkan resiko berkembangnya Tuberkulosis, antara
lain alkoholisme/kecanduan alkohol[6] dan diabetes mellitus (resikonya tiga kali lipat).[35] Obat-obatan tertentu,
seperti kortikosteroid dan infliximab (antibodi monoklonal anti-TNF) juga merupakan faktor resiko yang semakin
penting, terutama di kawasan dunia berkembang.[6]Meskipun kerentanan genetik[36] juga bisa berpengaruh, namun
para peneliti belum menjelaskan sampai sejauh mana peranannya.[6]
Mekanisme[sunting]
Kampanye kesehatan masyarakat pada tahun 1920-an untuk menghentikan penyebaran TB.
Penularan[sunting]
Ketika seseorang yang mengidap TB paru aktif batuk, bersin, bicara, menyanyi, atau meludah, mereka sedang
menyemprotkan titis-titis aerosolinfeksius dengan diameter 0.5 hingga 5 m. Bersin dapat melepaskan partikel kecilkecil hingga 40,000 titis.[37] Tiap titis bisa menularkan penyakit Tuberkulosis karena dosis infeksius penyakit ini sangat
rendah. (Seseorang yang menghirup kurang dari 10 bakteri saja bisa langsung terinfeksi).[38]
Orang-orang yang melakukan kontak dalam waktu lama, dalam frekuensi sering, atau selalu berdekatan dengan
penderita TB, beresiko tinggi ikut terinfeksi, dengan perkiraan angka infeksi sekitar 22%.[39] Seseorang dengan
Tuberkulosis aktif dan tidak mendapatkan perawatan dapat menginfeksi 10-15 (atau lebih) orang lain setiap tahun.
[3]
Biasanya, hanya mereka yang menderita TB aktif yang dapat menularkan penyakit ini. Orang-orang dengan infeksi
laten diyakini tidak menularkan penyakitnya.[1] Kemungkinan penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain
tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain jumlah titis infeksius yang disemprotkan oleh
pembawa, efektifitas ventilasi lingkungan tempat tinggal, jangka waktu paparan, tingkat virulensistrain M.
tuberculosis, dan tingkat kekebalan tubuh orang yang tidak terinfeksi.[40] Untuk mencegah penyebaran berlapis dari
satu orang ke orang lainnya, pisahkan orang-orang dengan TB aktif ("nyata") dan masukkan mereka dalam rejimen
obat anti-TB. Setelah kira-kira dua minggu perawatan efektif, orang-orang dengan infeksi aktif yang nonresisten biasanya sudah tidak menularkan penyakitnya ke orang lain.[39] Bila ternyata kemudian ada yang terinfeksi,
biasanya perlu waktu tiga sampai empat minggu hingga orang yang baru terinfeksi itu menjadi cukup infeksius untuk
menularkan penyakit tersebut ke orang lain.[41]