Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
: Giovanni W Putra
NIM
: 11 2013 281
Dr. Pembimbing
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Tanggal lahir : 15 November 1959
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Jl Cajoa RT 01/01, Jakarta Utara
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 09/06/15
Jam : 07.00
tidak dirasakan membaik. 1 hari SMRS, demam masih belum dirasakan berkurang dan pasien
masih merasakan mual dan sakit kepala, pasien juga mengalami muntah 1 kali. Pasien juga
mengatakan bahwa timbul bintik-bintik merah pada lengan dan perut. Akhirnya pasien datang
ke IGD RSUD Koja, dan dilakukan pemeriksaan darah. Hasil yang didapatkan adalah jumlah
trombosit sebesar 50.000/ul, dan pasien dirawat inap.
Penyakit Dahulu
(-) Cacar
(-) Malaria
(-) Disentri
(-) Difteri
(-) Hepatitis
(-) Campak
(-) Skrofula
(-) Influenza
(-) Sifilis
(-) Tonsilitis
(-) Gonore
(-) Tumor
(-) Khorea
(-) Hipertensi
(-) Pneumonia
(-) Psikosis
(-) Pleuritis
(-) Gastritis
(-) Neurosis
(-) Tuberkulosis
lain-lain :
(-) Operasi
(-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Hubungan
Kakek
Nenek
Ayah
Ibu
Istri
Anak 1
Anak 2
Umur (Tahun)
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
52 th
23 th
20 th
Jenis
Keadaan
Penyebab
Kelamin
Kesehatan
Meninggal
L
P
L
P
P
L
P
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Sehat
Sehat
Sehat
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
-
Ya
Tidak
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Hubungan
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul
(-) Rambut
(-) Kuku
(-) Kuning/Ikterus
(-) Sianosis
(+) Petechie
Kepala
(-) Trauma
(-) Sinkop
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Kuning/Ikterus
Mata
Telinga
(-) Nyeri
(-) Tinitus
(-) Sekret
Hidung
(-) Trauma
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering
(-) Selaput
(-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan
Leher
(-) Benjolan
(-) Berdebar
(-) Ortopnoe
(-) Batuk
(+) Mual
(-) Wasir
(+) Muntah
(-) Mencret
(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria
(-) Stranguri
(-) Kolik
(-) Poliuria
(-) Oliguria
(-) Polakisuria
(-) Anuria
(-) Hematuria
(-) Ngompol
Katamenia
(-) Leukore
(-) Pendarahan
(-) Parestesi
(-) Ataksia
(-) Kejang
(-) Pingsan
4
(-) Afasia
(-) Kedutan
(-) Amnesia
(-) Pusing
Ekstremitas
(-) Bengkak
(-) Deformitas
(-) Nyeri
(-) Sianosis
(+) Ptekie
Berat Badan :
Berat badan rata rata (kg)
: 45 kg
: 52 kg
: 52 kg
Tinggi badan
: 157 cm
IMT
: (52/1,572)=21,13 Normal
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (+) di rumah( ) Rumah Bersalin
( ) RS Bersalin
(+) Dukun
( ) Bidan
( ) lain - lain
Riwayat Imunisasi
( ) Hepatitis
(+) BCG
( ) Campak
( ) DPT
( ) Polio
( ) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari
: 3-4x/ hari
Jumlah / hari
: Banyak
Variasi / hari
Nafsu makan
: Baik
Pendidikan
5
( ) SD
(+) SLTP
( ) SLTA
( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi
( ) Universitas
( ) Kursus
( ) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan
: Ada
Pekerjaan
: Tidak ada
Keluarga
: Tidak ada
Lain lain
:-
A. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan
: 157 cm
Berat Badan
: 52 kg
Kesadaran
Keadaan Umum
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 90 x/ menit
Suhu
: 38 0C
Pernafasaan
: 20 x/menit
Keadaan gizi
: Cukup
Sianosis
: Tidak ada
Udema umum
: Tidak ada
Habitus
: Atletikus
Cara berjalan
: Normal
: Aktif
: Sesuai umur
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku
: Wajar
Alam Perasaan
: Biasa
Proses Pikir
: Wajar
Kulit
6
Warna
: Sawo matang
Effloresensi
: Tidak dilakukan
Jaringan Parut
: Tidak ada
Pigmentasi
: Normal
Pertumbuhan rambut
: Distribusi merata
Lembab/Kering
: Normal
Suhu Raba
: Febris
Pembuluh darah
Keringat
: Umum (+)
Turgor
: Baik
Ikterus
: Tidak ada
Lapisan Lemak
: Normal
Oedem
: Tidak ada
Petekie
: Ada
Lain-lain
Supraklavikula
Lipat paha
Kepala
Ekspresi wajah
: Tenang
Simetri muka
: Simetris
Rambut
: Distribusi merata
: Teraba pulsasi
Mata
Exophthalamus
: Tidak ada
Enopthalamus
: Tidak ada
Kelopak
: Oedem (-)
Lensa
: Jernih
7
Konjungtiva
Visus
: Normal
Sklera
: Ikterik (-)
Gerakan Mata
: Aktif
Lapangan penglihatan
: Normal
: Normal
Nistagmus
: Tidak ada
Telinga
Tuli
: Tidak tuli
Selaput pendengaran
Lubang
: Lapang
Penyumbatan
: Tidak ada
Serumen
: Tidak ada
Pendarahan
: Tidak ada
Cairan
: Tidak ada
Mulut
Bibir
Tonsil
: T1 T1 tenang
Langit-langit
Bau pernapasan
: Tidak ada
Gigi geligi
Trismus
: Tidak ada
Faring
: Tidak hiperemis
Selaput lendir
: Kemerahan
Lidah
: Tidak Kotor
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP)
: 5-2 cmH2O
Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe
Deviasi trachea
: Tidak ada
8
Dada
Bentuk
Pernafasan
: Torako-abdominal
Paru Paru
Depan
Inspeksi
Kiri
:Bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar
Kanan
:Bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar
Palpasi
Kanan
:Tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
Kiri
:Tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
Perkusi
Kanan
Kiri
Auskultasi :
Kanan : SN vesikuler, wheezing (-), Rhonki (-),
Kiri
Belakang
Inspeksi
Kiri
: bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar
Kanan : bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar
Palpasi
Kanan: tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
Kiri : tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
Perkusi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:
Batas atas
Batas kiri
Batas kanan
: pulsasi teraba
Arteri Karotis
: pulsasi teraba
Arteri Brakhialis
: pulsasi teraba
Arteri Radialis
: pulsasi teraba
Arteri Femoralis
: pulsasi teraba
Arteri Poplitea
: pulsasi teraba
: pulsasi teraba
: pulsasi teraba
Perut
Inspeksi
: Tidak membuncit, bekas operasi (-), penonjolan massa (-), dilatasi vena (-)
tampak ptekie pada dinding abdomen
Palpasi
Dinding perut
Hati
Limpa
Ginjal
Perkusi
Auskultasi
: Baik
Colok dubur
Anggota Gerak
Lengan
Kanan
Kiri
Otot
Tidak atrofi
Tidak atrofi
Tonus
Normotonus
Normotonus
Massa
Eutrofi
Eutrofi
Sendi
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
Oedem
Tidak ada
Tidak ada
Lain-lain
Tidak ada
Tidak ada
Petechie
Ada
Ada
Kanan
Kiri
Tidak ada
Tidak ada
Varises
Tidak ada
Tidak ada
Otot
Tidak atrofi
Tidak atrofi
Tonus
Lemah
Lemah
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Sendi
Normal
Normal
Gerakan
Aktif
Aktif
Kekuatan
Oedem
Tidak ada
Tidak ada
Lain-lain
Tidak ada
Tidak ada
Petechie
Ada
Ada
11
Refleks
Kanan
Kiri
Refleks Tendon
Positif
Positif
Bisep
Positif
Positif
Trisep
Positif
Positif
Patela
Positif
Positif
Achiles
Positif
Positif
Refleks Patologis
Negatif
Negatif
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Laboratorium tanggal 15/4/2015
Pemeriksaan Darah:
Hb
: 16.1 g/dL
Leukosit
: 5,69 cell/mm3
Ht
: 45,8 %
Trombosit
: 50.000 /L
RINGKASAN
Wanita berusia 20 tahun datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan demam sejak 3 hari
SMRS. Selain demam, dirasakan juga nyeri kepala, mual dan muntah. Serta ditemukannya
bintik kemerahan pada lengan dan perut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
compos mentis, TD 120/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, suhu 380C, RR 20x/menit, ptekie pada
12
lengan dan abdomen. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 16.1 g/dl,
Leukosit 5.69 cell/mm3, Ht 45.8%, Trombosit 50.000/ul.
MASALAH
1. Demam dengue
PENGKAJIAN MASALAH
1. Demam dengue
Demam dengue dipikirkan, dari hasil anamnesis, bahwa pasien merasakan demam yang
tiba-tiba tinggi sejak 3 hari SMRS, ada rasa nyeri kepala yang hebat. Dari hasil
pemeriksaan fisik juga didapatkan tanda perdarahan spontan yaitu, ptekie. Sedangkan dari
hasil laboratorium didapatkan trombositopenia serta leukositopenia. Belum dapat
dipastikan ini merupakan demam dengue ataupun demam berdarah dengue, karena tidak
atau belum didapatkan tanda-tanda kebocoran plasma dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
Dipikirkan juga demam tifoid, dimana terjadi demam tinggi secara tiba-tiba dan rasa nyeri
kepala yang hebat. Pada demam tifoid juga bisa didapatkan leukositopenia pada
pemeriksaan laboratorium. Dalam hal ini harus dibedakan dari pola demam dari tifoid
yang biasanya tinggi pada malam hari dan rendah pada pagi hari. Pada demam tifoid juga
didapatkan keluhan pada pencernaan berupa diare maupun konstipasi.
Dipikirkan juga infeksi leptospirosis, dimana pada gejala klinisnya juga disertai dengan
demam tinggi yang bisa mencapai 40oC, disertai dengan nyeri pada otot dan kepala yang
hebat. Pada leptospirosis juga dapat disertai dengan perdarahan berupa epistaksis. Namun
perlu dibedakan, biasanya pada leptopspirosis akan didapati fase terjadinya ikterik.
Dipikirkan juga idiopatik trombositopenia purpura dimana terjadi penurunan kadar
tromobosit yang disertai perdarahan pada kulit berupa ptekie-ptekie. Pada hal ini harus
dicermati bahwa peningkatan demam pada ITP tidak tiba-tiba tinggi dan biasanya tidak
ada nyeri kepala yang hebat serta tidak ada keluhan-keluhan pencernaan. Pada riwayat
penyakit dahulu biasanya didapatkan riwayat infeksi 2-3 minggu sebelum onset tiba.
13
Rencana diagnostik:
Rencana pengobatan :
Medikamentosa:
Omeprazole 40 mg IV
Non medikamentosa:
Observasi TTV
Diet bebas
Rencana edukasi:
KESIMPULAN
14
Wanita berusia 20 tahun ini mengalami demam dengue yang kemungkinan demam berdarah
dengue dan penyakit-penyakit lainnya masih belum dapat disingkirkan, dan dibutuhkan
pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan lainnya untuk dapat menegakkan diagnosisnya.
PROGNOSIS
1. Ad vitam : Ad bonam
2. Ad functionam : Ad bonam
3. Ad sanationam : Ad bonam
Catatan Perkembangan
Tanggal 16 April 2015 pukul 07.00 ( Hari ke-4 penyakit)
1. Masalah Demam dengue
S
: Os masih demam, mual tapi tidak muntah. Tidak ada perdarahan spontan.
Nyeri kepala belum berkurang.
: Demam dengue masih belum dapat ditegakkan, karena DBD masih belum
dapat disingkirkan, melihat belum adanya tanda plasma leakage
: Terapi dilanjutkan
15
: Terapi dilanjutkan
: Os mengatakan sudah tidak demam, sudah tidak mual. Tidak ada perdarahan
spontan. Nyeri kepala sudah menghilang
: Rencana diagnostik
Rencana terapi
Medika-mentosa
Non Medika-mentosa
Diet bebas
Mobilisasi cepat
Rencana edukasi
TINJAUAN PUSTAKA
Insiden demam berdarah meningkat pada musim hujan kemudian menurun pada akhir musim
hujan.
Timbulnya penyakit DBD ditandai adanya korelasi antara strain dan genetik tetapi
akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD di setiap daerah berbeda. 2)Pemberantasan
DBD juga penyakit menular lain didasarkan pada pemutusan rantai penularan. Dalam hal ini
komponen penularan terdiri dari virus Aedes Aegipty dan manusia. Karena sampai saat ini
belum terdapat vaksin yang efektif terhadap virus itu, maka pemberantasan ditujukan kepada
manusia dan terutama pada vektornya dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
DBD.
Penderita penyakit DBD bila tidak mendapat perawatan yang memadai dapat
mengalami perdarahan yang hebat, syok dan dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu
semua kasus DBD sesuai kriteria WHO harus mendapat perawatan di tempat pelayanan
kesehatan ataupun rumah sakit.1
Pembahasan
Definisi
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditandai dengan demam
mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechie), lebam (echymosis),
ruam (purpura), kadang-kadang disertai oleh mimisan, buang air besar berdarah, muntah
darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock).
Demam berdarah dengue ditandai oleh empat gejala klinis utama: demam tinggi,
fenomena hemoragik, sering disertai dengan hepatomegali dan pada kasus berat disertai tanda
tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok yang diakibatkan oleh
kebocoran plasma yang disebut dengan sindrom syok dengue.1
Etiologi
Demam dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus Dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Viirus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai
19
genus Flavivirus, famili Flaviviride dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2,
Den-3, Den-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain tersebut. Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3
atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai
daerah di indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975
di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak
yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.1,2
Cara penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynosiensis dan beberapa spesies
yang lain juga dapat menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk aedes tersebut dapat mengundang virus dengue pada saat mengigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak
dalam waktu 8-10 hari(extrinsic incubation peroid) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada saat gigitan sebelumnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya(transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh nyamuk, nyamuk itu
akan dapat menularkan virus selama hidupnya(infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan
waktu masa tubas 4-7 hari(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggiit manusia
yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam
timbul.1
Epidemiologi
Istilah demam berdarah di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun
1953. Wabah serupa pertama kali terjadi pula di Bangkok pada tahun 1958 yang kemudian
berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara lain di Asia Tenggara, diantaranya
Hanoi, Malaysia, Saigon dan Indonesia.
20
Di Indonesia demam berdarah dengue pertama kali dicurgai di Surabaya pada tahun
1968. Dimana kasus pertama yang ditemukan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969.
Kemudian demam berdarah dengue dilaporkan di Bandung dan di Yogyakarta pada tahun
1972. Epidemi pertama yang ditemukan di luar pulau Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di
Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali. Pada tahun 1974
epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Demam berdarah dengue
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia pada tahun 1993. Bedasarkan jumlah kasus demam
berdarah dengue, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Sejak tahun 1968
angka kesakitan rata-rata demam berdarah dengue di Indonesia terus meningkat dari 0,05
hingga 8,14 pada tahun 1973 kemudian meningkat kembali menjadi 8,65 pada tahun 1983 dan
mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah
penderita sebanyak 72.133 orang.
Morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue yang dilaporkan berbagai negara
bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia penduduk, kepadatan vektor,
tingkat penyebaran virus dengua, prevalansi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis.
Tidak ditemukan perbedaan antara jenis kelamin namun angka kematian ditemukan lebih
banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di
sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan 86-95% proporsi kasus terbanyak berasal
dari golongan anak berusia kurang dari 15 tahun. Namun pada wabah selanjutnya, jumlah
kasus golongan usia dewasa muda semakin meningkat.1,2
Patogenesis
Virus merupakan organisme yang hanya dapat hidup dalam sel hidup. Maka demi
kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu, terutama
dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya
tahan penjamu.
Teori yang banyak dianut pada DBD adalah teori hipotesis infeksi sekunder (secondary
heterogenous infection theory) dan teori hipotesis immune enhancement. Kedua teori tersebut
secara tidak langsung menyatakan bahwa manusia yang mengalami infeksi yang kedua
kalinya dengan serotype virus dengue yang heterolog punya resiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD berat. Antibody heterolog yang sudah ada sebelumnya akan mengenali
virus lain yang menginfeksi, membentuk kompleks antigen-antibodi. Kompleks tersebut
berikatan dengan Fc reseptor membrane sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibody
21
heterolog maka virus tidak dinetralisir oleh tubuh, maka bebas bereplikasi dalam sel
makrofag.
Teori lain yaitu Antibody Dependent Enhacement (ADE ) menyatakan bahwa suatu
proses akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue dalam mononuclear sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut. Terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga mengakibatkan keadaankeadaan seperti hipovolemia, dan syok.
Berdasarkan teori secondary heterolog infection bahwa akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibody amnestik yang terjadi
dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit yang menghasilkan
titer tinggi antibody Ig G anti dengue, terbentuk kompleks virus antigen-antibodi. Kompleks
tersebut mengaktifkan system komplemen, terutama C3 dan C5, selanjutnya akibat aktivasi
C3 dan C5 dilepaskan C3a dan C5a yang menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh
darah meningkat dan merembesnya plasma dari intravascular ke ekstravascular yang ditandai
dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium, dan terdapat cairan dalam rongga
serosa (efusi pleura dan ascites).1-3
Selain mengaktivasi system komplemen, kompleks virus-antigen-antibodi, juga
mengakibatkan agregasi trombosit dan mengaktivasi system koagulasi melalui kerusakkan
sel-endotel pembuluh darah. Kedua factor tersebut menyebabkan perdarahan pada DBD.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat perlengketan kompleks antigen-antibodi pada
membrane trombosit sehingga dikeluarkan ADP ( adenosine diphosphate ) akibatnya
trombosit melekat satu sama lain.
Agregasi trombosit menyebabkan :
-
Pengeluaran platelet factor III sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID) yang
ditandai oleh peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi
penurunan factor pembekuan.
virus
atau
dapat
menimbulkan demam
undifferentiated, demam dengue atau demam berdarah dengue. Dengan rembesan plama yang
dapat menimbulkan syok (sindrom syok dengue).
23
24
kriteria klinik (satu diantaranya ialah panas), dengan menggunakan kriteria WHO diatas
maka ketepatan diagnosis berkisar 70 90%. 1
Kriteria Klinik
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tournikuet positif dan salah
satu bentuk lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun
(menjadi 20mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistol menurun
sampai 80mmHg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama pada
ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar
mulut.
Kriteria Laboratorik
Pemeriksaan laboratotium didapatkan trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) dan
hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak 20%
atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konvalesen.
Menurut World Health Organization (1997), DBD diklasifikasikan menjadi 4 tingkat
keparahan.
serta gelisah.
Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.
25
pengantian volume yang tepat. Efusi pleural dan asites dapat terdeteksi melalui
pemeriksaan fisik atau radiografi. Syok yang tidak teratasi dapat menimbulkan perjalanan
penyakit terkomplikasi, dengan terjadinya asidosis metabolis, perdarahan hebat dari
saluran gastrointestinal dan organ lain, dan prognosisnya buruk. Pasien dengan hemoragi
intrakranial dapat mengalami konvulsi dan koma. Ensefalopati, yang dilaporkan kadang,
dapat terjadi dalam pengaruhnya dengan gangguan metabolis dan elektrolit atau
perdarahan intrakranial. Pemulihan pada pasien dengan sindrom syok dengue teratasi
adalah singkat dan tidak rumit. Bahkan pada kasus syok berat, jika tealah teratasi, pasien
yang dapat bertahan akan membaik dalam 2-3 hari, meskipun efusi pleural dan asites
masih tampak. Tanda prognosis yang baik adalah keluaran urine adekuat dan kembali
mempunyai nafsu makan. Temuan umum selama masa penyembuhan demam berdarah
dengue adalah bradikardia sinus atau aritmia dan karakteristik ruam petekial konfluen
dengan area bulat kecil bagian kulit normal. Ruam makulopapular atau tipe rubella kurang
umum pada demam berdarah dengue dibanding demam dengue dan mungkin terlihat baik
pada awal atau tahap lanjut penyakit. Perjalanan demam berdarah dengue kira-kira 7-10
hari.1-3
Pemeriksaan penunjang
Hematologi
1. Jumlah leukosit normal, tapi biasanya menurun dengan doominasi sel neutrofil.
Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil bersama-sama
menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat. Eningkatan jumlah sel
limfosit atipikal di darah tepi dapat dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ke
tujuh.
2. Jumlah trombosit, penurunan mennjadi < 100.000. pada umumnya trombositopenia
terjadi sebelum adanya peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun.
Jumlah trombosit <100.000 biasanya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai
ketujuh. Pemeriksaan awal biasanya dilakukan saat pasien diduga menderita DBD.
3. Kadar hematokrit, peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi
selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya
perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala.
Pada
umumnya
penurunan
trombosit
mendahului
peningkatan
hematokrit.
Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, penurunan kelompok vit Kdependent
Hipoproteinemia
Hiponatremia
Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok
berkepanjangan
Radiologis
a. Roentgen thorax PA terdapat gambaran efusi pleura terutama pada hemitorak kanan
b. USG abdomen tampak ascites dan efusi pleura bagian kanan
Serologis
Dikenal 6 jenis serologi yang dapat menentukan adanya virus dengue, yaitu :
a. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test), paling sering dipakai dan merupakan gold
standard serologi untuk dengue. Uji Hi sensitive tapi tidak spesifik. Untuk
diagnosis positif terdapat kenaikan titer 4x lipat dari titer serum akut (>1280). Baik
pada serum akut maupun konvalesen.
b. Ig M Elisa, kelebihan uji ini adalah hanya perlu satu serum akut saja. Spesifitas
sama uji HI, sensifitas sedikit dibawah uji HI.
c. Ig G Elisa, sedikit lebih spesifik disbanding Ig M Elisa.
d. Uji netralisasi paling spesifik dan sensitive untuk virus dengue.
e. Uji komplemen fiksasi.
f. PCR (polymerase chain reaction), sangat spesifik dan sensitive.4
Diagnosa banding
28
1. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau
infeksi parasit seperti: demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam
chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai
hemokonsentrasi dapat membedakan DBD dengan penyakit lain
2. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya(DC). Pada DC
biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam
mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai dengan
ruam makulopapular, injeksi konjuctiva dan ada nyeri sendi. Proporsi uji torniquet
positif, ptekie dan epiktasis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.
3. Perdarahan seperti ptekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis sejak semula pasien nampak
sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel PMN. Pemeriksaan LED dapat
dipergunakan untuk membedakan infeksi virus dengan bakteri.
4. Idiopathic trombocytopenic purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh
karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai leukopenia, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak
ditemukan pergeseran ke kanan hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD, jumlah
trombosit lebih cepat kembali ke normal daripada ITP.
5. Perdarahan juga dapat terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfa dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik anak sangat anemik, demam timbul akibat infeksi sekunder.pada pemeriksaan
darah ditemukan pansitopenia. Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan
foto toraks dan kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD
ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan demam berdarah dengue bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
29
perdarahan. Pasien demam dengue dapat berobat jalan sedangkan pasien demam berdarah
dengue dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus demam berdarah dengue dengan
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien demam berdarah
dengue dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang
memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.
Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat apabila terdapat tanda syok,
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan
penyakit demam berdarah dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan
umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci
keberhasilan tatalaksana demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue terletak pada
ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase
penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
Pasien demam dengue dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan:
Pada pasien demam dengue, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi
selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara demam dengue dan demam berdarah dengue pada fase demam.
Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada demam dengue akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada demam berdarah dengue terdapat tanda awal kegagalan
sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada demam dengue tanpa disertai
gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat,
buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan,
perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda
kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak
mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.
Perbedaan patofisilogik utama antara demam dengue, demam berdarah dengue dan
sindrom syok dengue dengan penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler
yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Gambaran klinis demam
30
berdarah dengue atau sindrom syok dengue sangat khas yaitu demam tinggi mendadak,
diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana
demam berdarah dengue terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat
suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan
sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma
dangangguan hemostasis. Prognosis demam berdarah dengue terletak pada pengenalan awal
terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase
kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai
<100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi
sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit
20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian
caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume
plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus
dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit <
50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah
sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.1-4
Fase Demam
Tatalaksana demam berdarah dengue fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana demam
dengue, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah
atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Parasetamol
direkomendasikan untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.
berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila
terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah
waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan
kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma
danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu
kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit
tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak
terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan
dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
Penggantian Volume
Dasar patogenesis demam berdarah dengue adalah perembesan plasma yang terjadi pada fase
penurunan suhu, maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang.
Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati.
Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin
lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian
volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara
umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum,
demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya
dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat
pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila
terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahanlahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai
cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5
sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.1-4
32
34
35
1. Adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan
dankaki dingin, kulit lembab), muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun,
muntah darah, berak darah, maka pasien perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan dengan
bagan 3,4,5)
2. Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tourniquet/uji Rumple Leede/uji
bendung dan hitung trombosit;
- Bila uji tourniquet positif dan/ atau trombosit 100.000/pl, pasien di observasi
(tatalaksana kasus tersangka demam berdarah dengue)
- Bila uji tourniquet negatif dengan trombosit 100.000/pl atau normal , pasien boleh
pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Pasien
dianjurkan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dll serta
diberikan obat antipiretik golongan parasetamol jangan golongan salisilat. Apabila
selama di rumah demam tidak turun pada hari sakit ketiga, evaluasi tanda klinis
adakah tanda-tanda syok yaitu anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin, sakit
perut, berak hitam, kencing berkurang; bila perlu periksa Hb, Ht, dantrombosit.
Apabila terdapat tanda syok atau terdapat peningkatan Hb/Ht danatau penurunan
trombosit, segera kembali ke rumah sakit.
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif (demam berdarah
dengue derajat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (demam
berdarah dengue derajat II) dapat dikelola seperti tertera pada Gambar 1.
Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum sebanyak 1-2 liter/hari atau 1 sendok
makan setiap 5 menit. Jenis minuman yang dapat diberikan adalah air putih, teh manis, sirop,
jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik (parasetamol) diberikan bila suhu > 38.5C. Pada
anak dengan riwayat kejang dapat diberikan obat anti konvulsif.
Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infus
NaCL 0,45% : dekstrosa 5% dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan. Disamping
itu perlu dilakukan pemeriksaaan Ht, Hb 6 jam dan trombosit setiap 2 jam.
Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratorium anak dapat
dipulangkan; tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit menurun, maka infus cairan
diganti dengan ringer laktat dan tetesan disesuaikan seperti pada Gambar 1.
36
Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi
3ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
2. Perlu diingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh ke dalam syok. Maka apabila keadaan
klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, nafas cepat (distres pernafasan),
frekuensi, nadi meningkat, diuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, disertai
peningkatan Ht, maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam, setelah 1 jam tidak
ada perbaikan tetesan dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam. Apabila terjadi distres
pernafasan danHt naik maka berikan cairan koloid 20-30 ml/kgBB/jam; tetapi apabila Ht
turun berarti terdapat perdarahan, berikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB/jam. Bila
keadaan klinis membaik, maka cairan disesuaikan sesuai poin pertama.
DSS
Sindrom syok dengue ialah demam berdarah dengue dengan gejala, gelisah, nafas cepat, nadi
teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik 90 dan
diastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi 20 mmHg), bibir biru, tangan kaki dingin, tidak ada
produksi urin.
1. Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20m1/kgBB secepatnya
(diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 liter/ menit. Untuk sindrom syok
dengue berat (demam berdarah dengue derajat IV, nadi tidak teraba dantensi tidak
terukur) diberikan ringer laktat 20 ml/kgBB bersama koloid (lihat butir 2). Observasi
tensi dannadi tiap 15 menit hematokrit dantrombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan
gula darah.
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap dilanjutkan
15-20 ml/kg BB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (dekstran 40)
sebanyak 10-20 ml/kg BB, maksimal 30 ml/kg BB (koloid diberikan pada lajur infus
yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan
darah, keadaan nadi tiap 15 menit, danperiksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis,
elektrolit, dan gula darah.
a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan
nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 mm/kg
BB/jam. Volume 10 ml/kg BB /jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai
klinis stabil danhematokrit menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7
ml/kg/BB sampai keadaan klinis danhematokrit stabil kemudian secara bertahap
cairan diturunkan 5 ml dan seterusnya 3ml/kg BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan
38
tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi,
jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin 1 ml/kg BB/jam, BD urin < 1.020)
dan pemeriksaan hematokrit & trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.
b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi
masih > 40 vol % berikan darah dalam volume kecil 10ml/kgBB. Apabila tampak
perdarahan masif, berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid
10ml/kg BB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cm H20) pada syok berat
kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
c. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan
danpasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal ( 10
mmH20), maka diberikan dopamin.
Tidak dijumpai tanda-tanda distres pernafasan (dapat disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)
Komplikasi penyakit
Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada pasien demam berdarah dengue antara lain:7
1. Gangguan
keseimbangan
elektrolit
meliputi
hiponatremia,
hipokalsemia,
dan
hipokalemia.
2. Overhidrasi
3. Ensefalopati atau ensefalitis
4. Hepatik ensefalopati
5. Gagal hepar
6. Gagal ginjal yang dapat disebabkan karena syok lama, hepatorenal sindrom dan
hemoglobinuria
7. Gangguan metabolisme seperti hipoglikemia
8. Infeksi penyerta antara lain
a. Infeksi gastrointestinal
b. Infeksi saluran napas misalnya pneumonia
c. Infeksi saluran kemih
d. Infeksi kulit dan jaringan lunak
Pencegahan
1. Gerakan 3M
o
2. Pemberantasan vector
o
Penyemprotan / Fogging
Abatisasi selektif
Penyuluhan masyarakat
40
Menggunakan insektisida
Yang biasa dipakai adalah Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos
untuk membunuh jentik
Tanpa insektisida
Contohnya adalah menguras bak mandi, menutup rapat tempat penampungan air dan
mambersihkan halaman rumah.5
41