Вы находитесь на странице: 1из 41

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
Nama Mahasiswa

: Giovanni W Putra

NIM

: 11 2013 281

Dr. Pembimbing

: dr. Benyamin Sp. PD

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Tanggal lahir : 15 November 1959
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Jl Cajoa RT 01/01, Jakarta Utara

Jenis Kelamin : Laki-laki


Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMP

ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis

Tanggal : 09/06/15

Jam : 07.00

Keluhan utama : Demam sejak 7 hari SMRS


Riwayat Penyakit Sekarang :
3 hari SMRS pasien mengatakan bahwa ia tiba-tiba demam. Demam juga disertai dengan
sakit kepala dan mual. Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun. 2 hari SMRS, demam dan
mual masih dirasakan, dan pasien mengalami muntah 1 kali. Pasien lalu berobat ke klinik, dan
diberikan obat penurun panas serta antibiotic. Setelah mengkonsumsi obat, keluhan pasien
1

tidak dirasakan membaik. 1 hari SMRS, demam masih belum dirasakan berkurang dan pasien
masih merasakan mual dan sakit kepala, pasien juga mengalami muntah 1 kali. Pasien juga
mengatakan bahwa timbul bintik-bintik merah pada lengan dan perut. Akhirnya pasien datang
ke IGD RSUD Koja, dan dilakukan pemeriksaan darah. Hasil yang didapatkan adalah jumlah
trombosit sebesar 50.000/ul, dan pasien dirawat inap.
Penyakit Dahulu
(-) Cacar

(-) Malaria

(-) Batu ginjal/Sal.kemih

(-) Cacar Air

(-) Disentri

(-) Burut (Hemia)

(-) Difteri

(-) Hepatitis

(-) Penyakit Prostat

(-) Batuk Rejan

(-) Tifus Abdominalis(-) Wasir

(-) Campak

(-) Skrofula

(-) Diabetes (DMT 2)

(-) Influenza

(-) Sifilis

(-) Alergi dingin

(-) Tonsilitis

(-) Gonore

(-) Tumor

(-) Khorea

(-) Hipertensi

(-) Penyakit Pembuluh

(-) Demam Rematik Akut

(-) Ulkus Ventrikuli

(-) Pendarahan Otak

(-) Pneumonia

(-) Ulkus Duodeni

(-) Psikosis

(-) Pleuritis

(-) Gastritis

(-) Neurosis

(-) Tuberkulosis

(-) Batu Empedu

lain-lain :

(-) Operasi
(-) Kecelakaan

Riwayat Keluarga
Hubungan

Kakek
Nenek
Ayah
Ibu
Istri
Anak 1
Anak 2

Umur (Tahun)

Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
52 th
23 th
20 th

Jenis

Keadaan

Penyebab

Kelamin

Kesehatan

Meninggal

L
P
L
P
P
L
P

Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Sehat
Sehat
Sehat

Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
-

Adakah Kerabat yang Menderita :


Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Artritis
Rematisme
Hipertensi
Jantung
Ginjal
Lambung

Ya

Tidak

+
+
+
+
+
+
+
+
+

Hubungan

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul

(-) Rambut

(-) Keringat Malam

(-) Kuku

(-) Kuning/Ikterus

(-) Sianosis

(+) Petechie

Kepala
(-) Trauma

(+) Sakit Kepala

(-) Sinkop

(-) Nyeri pada Sinus

(-) Nyeri

(-) Perdarahan konjunctiva

(-) Sekret

(-) Gangguan Penglihatan

(-) Kuning/Ikterus

(-) Ketajaman Penglihatan menurun

Mata

Telinga
(-) Nyeri

(-) Tinitus

(-) Sekret

(-) Gangguan Pendengaran


(-) Kehilangan Pendengaran

Hidung
(-) Trauma

(-) Gejala Penyumbatan

(-) Nyeri

(-) Gangguan Penciuman

(-) Sekret

(-) Pilek

(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering

(-) Lidah kotor

(-) Gangguan pengecapan

(-) Gusi berdarah


3

(-) Selaput

(-) Stomatitis

Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan

(-) Perubahan Suara

Leher
(-) Benjolan

(-) Nyeri Leher

Dada ( Jantung / Paru paru )


(-) Nyeri dada

(-) Sesak Napas

(-) Berdebar

(-) Batuk Darah

(-) Ortopnoe

(-) Batuk

Abdomen ( Lambung Usus )


(-) Rasa Kembung

(-) Perut Membesar

(+) Mual

(-) Wasir

(+) Muntah

(-) Mencret

(-) Muntah Darah

(-) Tinja Darah

(-) Sukar Menelan

(-) Tinja Berwarna Dempul

(-) Nyeri Perut

(-) Tinja Berwarna Ter

(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria

(-) Kencing Nanah

(-) Stranguri

(-) Kolik

(-) Poliuria

(-) Oliguria

(-) Polakisuria

(-) Anuria

(-) Hematuria

(-) Retensi Urin

(-) Kencing Batu

(-) Kencing Menetes

(-) Ngompol
Katamenia
(-) Leukore

(-) Pendarahan

(-) lain lain


Saraf dan Otot
(-) Anestesi

(-) Sukar Mengingat

(-) Parestesi

(-) Ataksia

(-) Otot Lemah

(-) Hipo / Hiper-esthesi

(-) Kejang

(-) Pingsan
4

(-) Afasia

(-) Kedutan

(-) Amnesia

(-) Pusing

(-) lain lain

(-) Gangguan bicara

Ekstremitas
(-) Bengkak

(-) Deformitas

(-) Nyeri

(-) Sianosis

(+) Ptekie

Berat Badan :
Berat badan rata rata (kg)

: 45 kg

Berat tertinggi kapan (kg)

: 52 kg

Berat badan sekarang

: 52 kg

Tinggi badan

: 157 cm

IMT

: (52/1,572)=21,13 Normal

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (+) di rumah( ) Rumah Bersalin

( ) RS Bersalin

Ditolong oleh : ( ) Dokter

(+) Dukun

( ) Bidan

( ) lain - lain

Riwayat Imunisasi
( ) Hepatitis

(+) BCG

( ) Campak

( ) DPT

( ) Polio

( ) Tetanus

Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari

: 3-4x/ hari

Jumlah / hari

: Banyak

Variasi / hari

: Nasi, sayur, ikan, tahu, tempe

Nafsu makan

: Baik

Pendidikan
5

( ) SD

(+) SLTP

( ) SLTA

( ) Sekolah Kejuruan

( ) Akademi

( ) Universitas

( ) Kursus

( ) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan

: Ada

Pekerjaan

: Tidak ada

Keluarga

: Tidak ada

Lain lain

:-

A. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan

: 157 cm

Berat Badan

: 52 kg

Kesadaran

: Compos Mentis (GCS: 15)

Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 90 x/ menit

Suhu

: 38 0C

Pernafasaan

: 20 x/menit

Keadaan gizi

: Cukup

Sianosis

: Tidak ada

Udema umum

: Tidak ada

Habitus

: Atletikus

Cara berjalan

: Normal

Mobilitas ( aktif / pasif )

: Aktif

Umur menurut taksiran pemeriksa

: Sesuai umur

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku

: Wajar

Alam Perasaan

: Biasa

Proses Pikir

: Wajar

Kulit
6

Warna

: Sawo matang

Effloresensi

: Tidak dilakukan

Jaringan Parut

: Tidak ada

Pigmentasi

: Normal

Pertumbuhan rambut

: Distribusi merata

Lembab/Kering

: Normal

Suhu Raba

: Febris

Pembuluh darah

: Tidak tampak pelebaran

Keringat

: Umum (+)

Turgor

: Baik

Ikterus

: Tidak ada

Lapisan Lemak

: Normal

Oedem

: Tidak ada

Petekie

: Ada

Lain-lain

Kelenjar Getah Bening


Submandibula

: Tidak teraba membesar

Leher : Tidak teraba membesar

Supraklavikula

: Tidak teraba membesar

Ketiak : Tidak teraba membesar

Lipat paha

: Tidak teraba membesar

Kepala
Ekspresi wajah

: Tenang

Simetri muka

: Simetris

Rambut

: Distribusi merata

Pembuluh darah temporal

: Teraba pulsasi

Mata
Exophthalamus

: Tidak ada

Enopthalamus

: Tidak ada

Kelopak

: Oedem (-)

Lensa

: Jernih
7

Konjungtiva

: Anemis (-), Perdarahan (-)

Visus

: Normal

Sklera

: Ikterik (-)

Gerakan Mata

: Aktif

Lapangan penglihatan

: Normal

Tekanan bola mata

: Normal

Nistagmus

: Tidak ada

Telinga
Tuli

: Tidak tuli

Selaput pendengaran

: Utuh, intak (+)

Lubang

: Lapang

Penyumbatan

: Tidak ada

Serumen

: Tidak ada

Pendarahan

: Tidak ada

Cairan

: Tidak ada

Mulut
Bibir

: Lembab, tidak tampak pucat

Tonsil

: T1 T1 tenang

Langit-langit

: Tidak ada kelainan

Bau pernapasan

: Tidak ada

Gigi geligi

: Utuh, caries dentis (-), gusi berdarah (-)

Trismus

: Tidak ada

Faring

: Tidak hiperemis

Selaput lendir

: Kemerahan

Lidah

: Tidak Kotor

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP)

: 5-2 cmH2O

Kelenjar Tiroid

: Tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe

: Tidak teraba membesar

Deviasi trachea

: Tidak ada
8

Dada
Bentuk

: Simetris, sela iga tidak melebar maupun penyempit

Pernafasan

: Torako-abdominal

Paru Paru
Depan
Inspeksi
Kiri

:Bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar

Kanan

:Bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar

Palpasi
Kanan

:Tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)

Kiri

:Tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)

Perkusi
Kanan

: Sonor di seluruh lapang paru

Kiri

: Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi :
Kanan : SN vesikuler, wheezing (-), Rhonki (-),
Kiri
Belakang

: SN vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-)


:

Inspeksi
Kiri

: bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar

Kanan : bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak
melebar
Palpasi

Kanan: tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)

Kiri : tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris,
Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
Perkusi

Kanan: sonor di seluruh lapang paru


Kiri : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi :
Kanan : SN vesikuler, wheezing (-), Rhonki (-),
Kiri

: SN vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-)

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus cordis teraba di ICS V, di garis midkalvikula kiri

Perkusi

:
Batas atas

: ICS II linea sternalis kiri

Batas kiri

: ICS IV linea axilaris anterior kiri

Batas kanan

: ICS III linea parasternal kanan

Auskultasi : BJ I-II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)


Pembuluh Darah
Arteri Temporalis

: pulsasi teraba

Arteri Karotis

: pulsasi teraba

Arteri Brakhialis

: pulsasi teraba

Arteri Radialis

: pulsasi teraba

Arteri Femoralis

: pulsasi teraba

Arteri Poplitea

: pulsasi teraba

Arteri Tibialis Posterior

: pulsasi teraba

Arteri Dorsalis Pedis

: pulsasi teraba

Perut
Inspeksi

: Tidak membuncit, bekas operasi (-), penonjolan massa (-), dilatasi vena (-)
tampak ptekie pada dinding abdomen

Palpasi
Dinding perut

: Supel, tidak ada distensi, nyeri tekan epigatrium (+)


10

Hati

: Tidak teraba, nyeri tekan (-)

Limpa

: Tidak teraba, nyeri tekan (-)

Ginjal

: Ballottement (-), nyeri ketok CVA (-)

Perkusi

: Timpani pada abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi

: Bising usus normal

Refleks dinding perut

: Baik

Colok dubur

: Tidak dilakukan (tidak ada indikasi)

Anggota Gerak
Lengan

Kanan

Kiri

Otot

Tidak atrofi

Tidak atrofi

Tonus

Normotonus

Normotonus

Massa

Eutrofi

Eutrofi

Sendi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Gerakan

aktif

aktif

Kekuatan

Oedem

Tidak ada

Tidak ada

Lain-lain

Tidak ada

Tidak ada

Petechie

Ada

Ada

Kanan

Kiri

Tungkai dan Kaki


Luka

Tidak ada

Tidak ada

Varises

Tidak ada

Tidak ada

Otot

Tidak atrofi

Tidak atrofi

Tonus

Lemah

Lemah

Massa

Tidak ada

Tidak ada

Sendi

Normal

Normal

Gerakan

Aktif

Aktif

Kekuatan

Oedem

Tidak ada

Tidak ada

Lain-lain

Tidak ada

Tidak ada

Petechie

Ada

Ada
11

Refleks

Kanan

Kiri

Refleks Tendon

Positif

Positif

Bisep

Positif

Positif

Trisep

Positif

Positif

Patela

Positif

Positif

Achiles

Positif

Positif

Refleks Patologis

Negatif

Negatif

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Laboratorium tanggal 15/4/2015
Pemeriksaan Darah:
Hb

: 16.1 g/dL

Leukosit

: 5,69 cell/mm3

Ht

: 45,8 %

Trombosit

: 50.000 /L

RINGKASAN
Wanita berusia 20 tahun datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan demam sejak 3 hari
SMRS. Selain demam, dirasakan juga nyeri kepala, mual dan muntah. Serta ditemukannya
bintik kemerahan pada lengan dan perut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
compos mentis, TD 120/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, suhu 380C, RR 20x/menit, ptekie pada

12

lengan dan abdomen. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 16.1 g/dl,
Leukosit 5.69 cell/mm3, Ht 45.8%, Trombosit 50.000/ul.

MASALAH
1. Demam dengue
PENGKAJIAN MASALAH
1. Demam dengue
Demam dengue dipikirkan, dari hasil anamnesis, bahwa pasien merasakan demam yang
tiba-tiba tinggi sejak 3 hari SMRS, ada rasa nyeri kepala yang hebat. Dari hasil
pemeriksaan fisik juga didapatkan tanda perdarahan spontan yaitu, ptekie. Sedangkan dari
hasil laboratorium didapatkan trombositopenia serta leukositopenia. Belum dapat
dipastikan ini merupakan demam dengue ataupun demam berdarah dengue, karena tidak
atau belum didapatkan tanda-tanda kebocoran plasma dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
Dipikirkan juga demam tifoid, dimana terjadi demam tinggi secara tiba-tiba dan rasa nyeri
kepala yang hebat. Pada demam tifoid juga bisa didapatkan leukositopenia pada
pemeriksaan laboratorium. Dalam hal ini harus dibedakan dari pola demam dari tifoid
yang biasanya tinggi pada malam hari dan rendah pada pagi hari. Pada demam tifoid juga
didapatkan keluhan pada pencernaan berupa diare maupun konstipasi.
Dipikirkan juga infeksi leptospirosis, dimana pada gejala klinisnya juga disertai dengan
demam tinggi yang bisa mencapai 40oC, disertai dengan nyeri pada otot dan kepala yang
hebat. Pada leptospirosis juga dapat disertai dengan perdarahan berupa epistaksis. Namun
perlu dibedakan, biasanya pada leptopspirosis akan didapati fase terjadinya ikterik.
Dipikirkan juga idiopatik trombositopenia purpura dimana terjadi penurunan kadar
tromobosit yang disertai perdarahan pada kulit berupa ptekie-ptekie. Pada hal ini harus
dicermati bahwa peningkatan demam pada ITP tidak tiba-tiba tinggi dan biasanya tidak
ada nyeri kepala yang hebat serta tidak ada keluhan-keluhan pencernaan. Pada riwayat
penyakit dahulu biasanya didapatkan riwayat infeksi 2-3 minggu sebelum onset tiba.

13

Rencana diagnostik:

Pemeriksaan H2TL setiap 24 jam

Pemeriksaan IgM dan IgG anti-dengue pada hari ke 6 penyakit

Pemeriksaan USG Abdomen pada hari ke 5 penyakit

Rencana pengobatan :
Medikamentosa:

IVFD RA : Gelafusal = 3 : 2 kolf (24 jam)

Paracetamol 3 x 500 mg IV Drip

Omeprazole 40 mg IV

Non medikamentosa:

Observasi TTV

Diet bebas

Rencana edukasi:

Menjelaskan penyakit yang diderita pasien membutuhkan pengawasan dan


perawatan yang adekuat, sehingga butuh rawat inap sampai kondisi stabil

Menjelaskan bahwa penyakit yang diderita mempunyai komplikasi seperti dengue


shock syndrome

KESIMPULAN

14

Wanita berusia 20 tahun ini mengalami demam dengue yang kemungkinan demam berdarah
dengue dan penyakit-penyakit lainnya masih belum dapat disingkirkan, dan dibutuhkan
pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan lainnya untuk dapat menegakkan diagnosisnya.
PROGNOSIS
1. Ad vitam : Ad bonam
2. Ad functionam : Ad bonam
3. Ad sanationam : Ad bonam

Catatan Perkembangan
Tanggal 16 April 2015 pukul 07.00 ( Hari ke-4 penyakit)
1. Masalah Demam dengue
S

: Os masih demam, mual tapi tidak muntah. Tidak ada perdarahan spontan.
Nyeri kepala belum berkurang.

: TD 120/70 mmHg, Nadi 89 x/menit, suhu 37.50C, RR 20x/menit


Perdarahan conjunctiva -/-, perdarahan gusi (-), petekie (+) lengan-tungkaiabdomen.
Hasil lab : Hb: 14.9 g/dl
Ht 47.1 %,

Leukosit: 7300 /ul


Trombosit: 45.000 /ul

: Demam dengue masih belum dapat ditegakkan, karena DBD masih belum
dapat disingkirkan, melihat belum adanya tanda plasma leakage

: Terapi dilanjutkan

15

Tanggal 17 April 2015 pukul 07.00 ( Hari ke-5 penyakit)


1. Masalah Demam dengue
S

: Os mengatakan demam berkurang, masih ada sedikit mual, tidak muntah.


Tidak ada perdarahan spontan. Nyeri kepala sudah berkurang

: TD 110/70 mmHg, Nadi 85 x/menit, suhu 36.50C, RR 18 x/menit


Perdarahan conjunctiva -/-, perdarahan gusi (-), petekie (+) lengan-tungkaiabdomen. Shiffting dullness (-). Ronki -/Hasil lab : Hb: 14.3 g/dl
Ht: 40 %,

Leukosit: 10.500 /ul


Trombosit: 28.000 /ul

Hasil USG : Hepatomegali non-spesifik, GB wall thickening, ascites, efusi


pleura dekstra
A

: Demam berdarah dengue dapat ditegakkan, melihat hemokonsentrasi


didapatkan, terjadi penurnan hematokrit 20% setelah terapi cairan yang
adekuat. Didapatkan juga plasma leakage dari hasil usg berupa ascites,
efusi pleura.

: Terapi dilanjutkan

Tanggal 18 April 2015 pukul 17.00 (Hari ke-6 penyakit)


1. Masalah Demam berdarah dengue
S

: Os mengatakan sudah tidak demam, sudah tidak mual. Tidak ada perdarahan
spontan. Nyeri kepala sudah menghilang

: TD 110/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu 36.50C, RR 18 x/menit


Perdarahan conjunctiva -/-, perdarahan gusi (-), petekie (+) lengan-tungkaiabdomen. Shiffting dullness (-). Ronki -/Hasil lab : Hb: 13.1 g/dl
Ht: 37 %,

Leukosit: 10.200 /ul


Trombosit: 54.000 /ul

Hasil IgM dan IgG anti-dengue (+)


A

: Demam berdarah dengue derajat II menjadi diagnosis pasti, setelah hasil


pemeriksaan definitif didapatkan positif.
16

: Rencana diagnostik

Pemeriksaan H2TL setiap 24 jam

Rencana terapi
Medika-mentosa

RA : Gelafusal = 2 : 1 (24 jam)

Non Medika-mentosa
Diet bebas
Mobilisasi cepat
Rencana edukasi

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit


yang dideritanya adalah DBD karena memenuhi kriteriakriteria penyakit DBD

Tanggal 19 April 2015 pukul 07.00 ( Hari ke 7 penyakit)


1. Masalah Demam berdarah dengue
S

: Mobilisasi baik. Keluhan lain (-)

: TD 120/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu 36.50C, RR 18 x/menit


Hasil lab : Hb: 12.6 g/dl
Ht: 35.2 %,

Leukosit: 9.500 /ul


Trombosit: 128.000 /ul

: Masalah demam berdarah dengue derajat II teratasi

: Rencana memulangkan pasien


Rencana edukasi

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit


DBD sudah teratasi dan pasien sudah sembuh dan
diperkenankan rawat jalan

Menjelaskan bahwa DBD adalah penyakit yang dapat


dicegah dengan gerakan 3M Plus
17

TINJAUAN PUSTAKA

Demam Berdarah Dengue


Pendahuluan
Sampai saat ini Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan masalah kesehatan yang
bersifat endemis dan timbul sepanjang tahun. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak
namun sering juga dialami oleh orang dewasa yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas.
Diagnosis laboratoris DBD pada anak dan dewasa tidak dibeda-bedakan. Diagnosis itu
memakai kriteria umum yaitu isolasi virus dengan cara kultur, pemeriksaan serologis dengan
mendeteksi antibody anti-dengue, maupun pemeriksaan asam nukleat dari RNA virus dengue
sekaligus mendeteksi jenis serotype virus dengue untuk keperluan epidemiologi.
Konsekuensinya diperlukan pemahaman prosedur pemeriksaan yang dilakukan secara
rutin maupun untuk penelitian, beserta interpretasi hasil uji laboratorisnya.
Infeksi virus dengue yang terjadi dan menyerang manusia menimbulkan gejala klinis yang
bervariasi dari yang ringan yaitu demam dengue, DBD (Demam Berdarah Dengue) serta yang
paling berat demam berdarah dengue dengan disertai syok (DSS) / Dengue Syok Sindrom.
18

Insiden demam berdarah meningkat pada musim hujan kemudian menurun pada akhir musim
hujan.
Timbulnya penyakit DBD ditandai adanya korelasi antara strain dan genetik tetapi
akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD di setiap daerah berbeda. 2)Pemberantasan
DBD juga penyakit menular lain didasarkan pada pemutusan rantai penularan. Dalam hal ini
komponen penularan terdiri dari virus Aedes Aegipty dan manusia. Karena sampai saat ini
belum terdapat vaksin yang efektif terhadap virus itu, maka pemberantasan ditujukan kepada
manusia dan terutama pada vektornya dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
DBD.
Penderita penyakit DBD bila tidak mendapat perawatan yang memadai dapat
mengalami perdarahan yang hebat, syok dan dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu
semua kasus DBD sesuai kriteria WHO harus mendapat perawatan di tempat pelayanan
kesehatan ataupun rumah sakit.1

Pembahasan
Definisi
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditandai dengan demam
mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechie), lebam (echymosis),
ruam (purpura), kadang-kadang disertai oleh mimisan, buang air besar berdarah, muntah
darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock).
Demam berdarah dengue ditandai oleh empat gejala klinis utama: demam tinggi,
fenomena hemoragik, sering disertai dengan hepatomegali dan pada kasus berat disertai tanda
tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok yang diakibatkan oleh
kebocoran plasma yang disebut dengan sindrom syok dengue.1

Etiologi
Demam dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus Dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Viirus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai
19

genus Flavivirus, famili Flaviviride dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2,
Den-3, Den-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain tersebut. Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3
atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai
daerah di indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975
di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak
yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.1,2
Cara penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynosiensis dan beberapa spesies
yang lain juga dapat menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk aedes tersebut dapat mengundang virus dengue pada saat mengigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak
dalam waktu 8-10 hari(extrinsic incubation peroid) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada saat gigitan sebelumnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
kepada telurnya(transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh nyamuk, nyamuk itu
akan dapat menularkan virus selama hidupnya(infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan
waktu masa tubas 4-7 hari(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggiit manusia
yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam
timbul.1
Epidemiologi
Istilah demam berdarah di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun
1953. Wabah serupa pertama kali terjadi pula di Bangkok pada tahun 1958 yang kemudian
berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara lain di Asia Tenggara, diantaranya
Hanoi, Malaysia, Saigon dan Indonesia.

20

Di Indonesia demam berdarah dengue pertama kali dicurgai di Surabaya pada tahun
1968. Dimana kasus pertama yang ditemukan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969.
Kemudian demam berdarah dengue dilaporkan di Bandung dan di Yogyakarta pada tahun
1972. Epidemi pertama yang ditemukan di luar pulau Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di
Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali. Pada tahun 1974
epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Demam berdarah dengue
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia pada tahun 1993. Bedasarkan jumlah kasus demam
berdarah dengue, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Sejak tahun 1968
angka kesakitan rata-rata demam berdarah dengue di Indonesia terus meningkat dari 0,05
hingga 8,14 pada tahun 1973 kemudian meningkat kembali menjadi 8,65 pada tahun 1983 dan
mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah
penderita sebanyak 72.133 orang.
Morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue yang dilaporkan berbagai negara
bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia penduduk, kepadatan vektor,
tingkat penyebaran virus dengua, prevalansi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis.
Tidak ditemukan perbedaan antara jenis kelamin namun angka kematian ditemukan lebih
banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di
sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan 86-95% proporsi kasus terbanyak berasal
dari golongan anak berusia kurang dari 15 tahun. Namun pada wabah selanjutnya, jumlah
kasus golongan usia dewasa muda semakin meningkat.1,2
Patogenesis
Virus merupakan organisme yang hanya dapat hidup dalam sel hidup. Maka demi
kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu, terutama
dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya
tahan penjamu.
Teori yang banyak dianut pada DBD adalah teori hipotesis infeksi sekunder (secondary
heterogenous infection theory) dan teori hipotesis immune enhancement. Kedua teori tersebut
secara tidak langsung menyatakan bahwa manusia yang mengalami infeksi yang kedua
kalinya dengan serotype virus dengue yang heterolog punya resiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD berat. Antibody heterolog yang sudah ada sebelumnya akan mengenali
virus lain yang menginfeksi, membentuk kompleks antigen-antibodi. Kompleks tersebut
berikatan dengan Fc reseptor membrane sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibody
21

heterolog maka virus tidak dinetralisir oleh tubuh, maka bebas bereplikasi dalam sel
makrofag.
Teori lain yaitu Antibody Dependent Enhacement (ADE ) menyatakan bahwa suatu
proses akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue dalam mononuclear sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut. Terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga mengakibatkan keadaankeadaan seperti hipovolemia, dan syok.
Berdasarkan teori secondary heterolog infection bahwa akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibody amnestik yang terjadi
dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit yang menghasilkan
titer tinggi antibody Ig G anti dengue, terbentuk kompleks virus antigen-antibodi. Kompleks
tersebut mengaktifkan system komplemen, terutama C3 dan C5, selanjutnya akibat aktivasi
C3 dan C5 dilepaskan C3a dan C5a yang menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh
darah meningkat dan merembesnya plasma dari intravascular ke ekstravascular yang ditandai
dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium, dan terdapat cairan dalam rongga
serosa (efusi pleura dan ascites).1-3
Selain mengaktivasi system komplemen, kompleks virus-antigen-antibodi, juga
mengakibatkan agregasi trombosit dan mengaktivasi system koagulasi melalui kerusakkan
sel-endotel pembuluh darah. Kedua factor tersebut menyebabkan perdarahan pada DBD.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat perlengketan kompleks antigen-antibodi pada
membrane trombosit sehingga dikeluarkan ADP ( adenosine diphosphate ) akibatnya
trombosit melekat satu sama lain.
Agregasi trombosit menyebabkan :
-

Penghancuran oleh RES sehingga mengakibatkan trombositopenia

Pengeluaran platelet factor III sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID) yang
ditandai oleh peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi
penurunan factor pembekuan.

Gangguan fungsi trombosit sehingga walaupun jumlahnya cukup namun tidak


berfungsi baik

Aktivasi koagulasi menyebabkan diaktifkannya factor Hageman selanjutnya terjadi


aktivasi sistim kinin yang memacu peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga
mempercepat terjadinya syok.
22

Keempat hal inilah yang menyebabkan perdarahan massif pada DBD.1-3


Manifestasi klinik
Manifestasi kilnis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(DSS). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari yang diikuti fase kritis
selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.1
Diagnosis
Infeksi

virus

dengue dapat asimptomatis

atau

dapat

menimbulkan demam

undifferentiated, demam dengue atau demam berdarah dengue. Dengan rembesan plama yang
dapat menimbulkan syok (sindrom syok dengue).

a) Demam dengue (DD)


Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang
bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot,
tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular
yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan
selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki,
telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie. Hasil pemeriksaan
darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Pada keadaan
wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam
dengue yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan demam berdarah
dengue. Pada penderita demam dengue tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada
penderita demam berdarah dengue dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan
adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.1
b) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Perubahan patofisiologis utama yang menentukan keparahan penyakit pada demam
berdarah dengue dan yang membedakannya dengan demam dengue adalah rembesan

23

plasma seperti dimanifestasikan oleh peningkatan hematokrit (hematokonsentrasi, efusi


serosa atau hipoprotemia).
Bentuk klasik dari demam berdarah dengue ditandai dengan demam tinggi, mendadak,
terjadi antara 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit
kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun
jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di
epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam
terutama pada bayi.
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leedes test) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas
pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekie ditemukan tersebar di daerah ekstremitas,
aksila dan wajah yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan
pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari teraba sampai 2-4 cm di
bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita
dengan syok.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan
suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam
berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Banyak pasien sembuh secara spontan, atau setelah periode singkat terapi cairan dan
elektrolit. Pada kasus yang lebih berat, bila kehilangan plasma sangat banyak, terjadi
syok dan dapat berkembang dengan cepat menjadi syok hebat dan kematian bila tidak
diatasi dengan tepat. Keparahan penyakit dapat diubah dengan mendiagnosis awal dan
mengganti kehilangan plasma. Trombositopenia dan hemokonsentrasi biasanya dapat
terdeteksi sebelum demam menghilang.
Hingga kini diagnosis demam berdarah dengue masih berdasarkan atas patokan yang
telah dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2
kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2

24

kriteria klinik (satu diantaranya ialah panas), dengan menggunakan kriteria WHO diatas
maka ketepatan diagnosis berkisar 70 90%. 1
Kriteria Klinik
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tournikuet positif dan salah
satu bentuk lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun
(menjadi 20mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistol menurun
sampai 80mmHg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama pada
ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar
mulut.

Kriteria Laboratorik
Pemeriksaan laboratotium didapatkan trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) dan
hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak 20%
atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konvalesen.
Menurut World Health Organization (1997), DBD diklasifikasikan menjadi 4 tingkat
keparahan.

Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik, satu-satunya

manifestasi perdarahan adalah tes torniket positif dan muntah memar.


Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I, biasanya

pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.


Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta
penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab

serta gelisah.
Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.
25

Klasifikasi DBD menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010) yaitu:


a. Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (dengue without
warning signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda
bahaya:
1. Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue.
2. Demam disertai 2 dari hal berikut : Mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji
torniket positif, lekopenia, adanya tanda bahaya.
3. Tanda bahaya adalah Nyeri perut atau kelembutannya, muntah berkepanjangan,
terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letargis, lemah, pembesaran hati
> 2 cm, kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang
cepat.
4. Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma
tidak jelas)
b. Dengue berat (severe dengue). Kriteria dengue berat : Kebocoran plasma berat, yang
dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan.
Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi gangguan organ berat, hepar (AST
atau ALT 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain). Untuk
mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet. 1

c) Sindrom syok dengue (SSD)


Kondisi pasien yang berkembang kearah syok tiba-tba menyimpang setelah demam
selama 2-7 hari. Penyimpanagan ini terjadi pada waktu segera setelah penurunan suhu
antara hari ketiga dan ketujuh sakit. Terjadi tanda khas dari kegagalan sirkulasi: kulit
menjadi dingin, bintul-bintul, dan kongesti; sinosis sirkumoral sering terjadi; nadi menjadi
cepat. Pasien pada awal dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan
cepat memasuki tahap kritis dan syok. Nyeri abdominal akut adalah keluhan sering segera
sebelum syok. Sindrom syok dengue biasanya ditandai dengan nadi cepat, lemah dengan
penyempitan tekanan nadi (<20 mm Hg), tanpa meperhatikan tingkat tekanan, misal
100/90 mm Hg atau hipotensi dengan kulit dingin dan lembab dan gelisah. Pasien yag
syok dalam bahaya kematian bila pengobatan yang tepat tidak segera diberikan. Pasien
dapat melewati tahap syok berat, dengan tekanan darah atau nadi menjadi tidak terbaca.
Namun, kebanyakan pasien tetap sadar hampir pada tahap terminal. Durasi syok adalah
pendek: secara khas pasien meninggal 12-24 jam, atau sembuh dengan cepat setelah terapi
26

pengantian volume yang tepat. Efusi pleural dan asites dapat terdeteksi melalui
pemeriksaan fisik atau radiografi. Syok yang tidak teratasi dapat menimbulkan perjalanan
penyakit terkomplikasi, dengan terjadinya asidosis metabolis, perdarahan hebat dari
saluran gastrointestinal dan organ lain, dan prognosisnya buruk. Pasien dengan hemoragi
intrakranial dapat mengalami konvulsi dan koma. Ensefalopati, yang dilaporkan kadang,
dapat terjadi dalam pengaruhnya dengan gangguan metabolis dan elektrolit atau
perdarahan intrakranial. Pemulihan pada pasien dengan sindrom syok dengue teratasi
adalah singkat dan tidak rumit. Bahkan pada kasus syok berat, jika tealah teratasi, pasien
yang dapat bertahan akan membaik dalam 2-3 hari, meskipun efusi pleural dan asites
masih tampak. Tanda prognosis yang baik adalah keluaran urine adekuat dan kembali
mempunyai nafsu makan. Temuan umum selama masa penyembuhan demam berdarah
dengue adalah bradikardia sinus atau aritmia dan karakteristik ruam petekial konfluen
dengan area bulat kecil bagian kulit normal. Ruam makulopapular atau tipe rubella kurang
umum pada demam berdarah dengue dibanding demam dengue dan mungkin terlihat baik
pada awal atau tahap lanjut penyakit. Perjalanan demam berdarah dengue kira-kira 7-10
hari.1-3
Pemeriksaan penunjang
Hematologi
1. Jumlah leukosit normal, tapi biasanya menurun dengan doominasi sel neutrofil.
Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil bersama-sama
menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat. Eningkatan jumlah sel
limfosit atipikal di darah tepi dapat dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ke
tujuh.
2. Jumlah trombosit, penurunan mennjadi < 100.000. pada umumnya trombositopenia
terjadi sebelum adanya peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun.
Jumlah trombosit <100.000 biasanya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai
ketujuh. Pemeriksaan awal biasanya dilakukan saat pasien diduga menderita DBD.
3. Kadar hematokrit, peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi
selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya
perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala.
Pada

umumnya

penurunan

trombosit

mendahului

peningkatan

hematokrit.

Hemokosentrasi dengan peningkatan hematokrit sebesar 20% mencerminkan


peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma.
27

4. Pemeriksaan laboratorium lain:

Kadar albumin menurun sedikit

Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan

Penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik

Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, penurunan kelompok vit Kdependent

Serum komplemen menurun

Hipoproteinemia

Hiponatremia

SGOT dan SGPT meningkat

Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok
berkepanjangan

Radiologis
a. Roentgen thorax PA terdapat gambaran efusi pleura terutama pada hemitorak kanan
b. USG abdomen tampak ascites dan efusi pleura bagian kanan
Serologis
Dikenal 6 jenis serologi yang dapat menentukan adanya virus dengue, yaitu :
a. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test), paling sering dipakai dan merupakan gold
standard serologi untuk dengue. Uji Hi sensitive tapi tidak spesifik. Untuk
diagnosis positif terdapat kenaikan titer 4x lipat dari titer serum akut (>1280). Baik
pada serum akut maupun konvalesen.
b. Ig M Elisa, kelebihan uji ini adalah hanya perlu satu serum akut saja. Spesifitas
sama uji HI, sensifitas sedikit dibawah uji HI.
c. Ig G Elisa, sedikit lebih spesifik disbanding Ig M Elisa.
d. Uji netralisasi paling spesifik dan sensitive untuk virus dengue.
e. Uji komplemen fiksasi.
f. PCR (polymerase chain reaction), sangat spesifik dan sensitive.4
Diagnosa banding

28

1. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau
infeksi parasit seperti: demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam
chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai
hemokonsentrasi dapat membedakan DBD dengan penyakit lain
2. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya(DC). Pada DC
biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam
mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai dengan
ruam makulopapular, injeksi konjuctiva dan ada nyeri sendi. Proporsi uji torniquet
positif, ptekie dan epiktasis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.
3. Perdarahan seperti ptekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis sejak semula pasien nampak
sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel PMN. Pemeriksaan LED dapat
dipergunakan untuk membedakan infeksi virus dengan bakteri.
4. Idiopathic trombocytopenic purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh
karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai leukopenia, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak
ditemukan pergeseran ke kanan hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD, jumlah
trombosit lebih cepat kembali ke normal daripada ITP.
5. Perdarahan juga dapat terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfa dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik anak sangat anemik, demam timbul akibat infeksi sekunder.pada pemeriksaan
darah ditemukan pansitopenia. Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan
foto toraks dan kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD
ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan demam berdarah dengue bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
29

perdarahan. Pasien demam dengue dapat berobat jalan sedangkan pasien demam berdarah
dengue dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus demam berdarah dengue dengan
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien demam berdarah
dengue dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang
memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.
Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat apabila terdapat tanda syok,
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan
penyakit demam berdarah dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan
umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci
keberhasilan tatalaksana demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue terletak pada
ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase
penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
Pasien demam dengue dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan:

Tirah baring, selama masih demam.


Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian antipiretik
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral

Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen

Pada pasien demam dengue, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi
selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara demam dengue dan demam berdarah dengue pada fase demam.
Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada demam dengue akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada demam berdarah dengue terdapat tanda awal kegagalan
sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada demam dengue tanpa disertai
gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat,
buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan,
perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda
kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak
mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.
Perbedaan patofisilogik utama antara demam dengue, demam berdarah dengue dan
sindrom syok dengue dengan penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler
yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Gambaran klinis demam
30

berdarah dengue atau sindrom syok dengue sangat khas yaitu demam tinggi mendadak,
diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana
demam berdarah dengue terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat
suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan
sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma
dangangguan hemostasis. Prognosis demam berdarah dengue terletak pada pengenalan awal
terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase
kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai
<100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi
sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit
20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian
caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume
plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus
dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit <
50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah
sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.1-4

Fase Demam
Tatalaksana demam berdarah dengue fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana demam
dengue, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah
atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Parasetamol
direkomendasikan untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Dosis Paracetamol menurut kelompok usia


Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan
muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta
larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah
keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam
31

berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila
terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah
waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan
kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma
danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu
kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit
tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak
terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan
dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
Penggantian Volume
Dasar patogenesis demam berdarah dengue adalah perembesan plasma yang terjadi pada fase
penurunan suhu, maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang.
Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati.
Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin
lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian
volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara
umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum,
demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya
dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat
pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila
terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahanlahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai
cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5
sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.1-4

32

Tabel 2. Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5-8%)


Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan
pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada
anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang
sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari tabel 3 berikut.

Tabel 3. Kebutuhan cairan rumatan


Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20) =1900
ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma tidak
konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan
pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan plasma, yang dapat diketahui
dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang bedebihan danterus menerus
setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika
memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam
intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru
dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat dansegera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok
yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, ekanan
nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar
hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan
intravena.
Jenis cairan yang dapat digunakan bedasarkan rekomendasi WHO:
Kristaloid
-

Larutan ringer laktat (RL)


Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faal (normal saline/NaCl)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
33

- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)


- Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faal (D5/1/2LGF)
(Catatan: untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang
mengandung dekstran)
Koloid
- Dekstran 40
- Plasma
- Albumin 1-4
Algoritma Penatalaksaan

34

Gambar 1. Tatalaksana kasus tersangka demam berdarah dengue


Pada awal perjalanan penyakit demam berdarah dengue tanda/gejalanya tidak spesifik, oleh
karena itu orang tua/anggota keluarga diharapkan untuk waspada jika meiihat tanda/ gejala
yang mungkin merupakan gejala awal penyakit demam berdarah dengue. Tanda/gejala awal
penyakit demam berdarah dengue ialah demam tinggi 2-7 hari mendadak tanpa sebab yang
jelas, terus menerus, badan terasa lemah/anak tampak lesu.

Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu:

35

1. Adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan
dankaki dingin, kulit lembab), muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun,
muntah darah, berak darah, maka pasien perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan dengan
bagan 3,4,5)
2. Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tourniquet/uji Rumple Leede/uji
bendung dan hitung trombosit;
- Bila uji tourniquet positif dan/ atau trombosit 100.000/pl, pasien di observasi
(tatalaksana kasus tersangka demam berdarah dengue)
- Bila uji tourniquet negatif dengan trombosit 100.000/pl atau normal , pasien boleh
pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Pasien
dianjurkan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dll serta
diberikan obat antipiretik golongan parasetamol jangan golongan salisilat. Apabila
selama di rumah demam tidak turun pada hari sakit ketiga, evaluasi tanda klinis
adakah tanda-tanda syok yaitu anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin, sakit
perut, berak hitam, kencing berkurang; bila perlu periksa Hb, Ht, dantrombosit.
Apabila terdapat tanda syok atau terdapat peningkatan Hb/Ht danatau penurunan
trombosit, segera kembali ke rumah sakit.
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif (demam berdarah
dengue derajat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (demam
berdarah dengue derajat II) dapat dikelola seperti tertera pada Gambar 1.
Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum sebanyak 1-2 liter/hari atau 1 sendok
makan setiap 5 menit. Jenis minuman yang dapat diberikan adalah air putih, teh manis, sirop,
jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik (parasetamol) diberikan bila suhu > 38.5C. Pada
anak dengan riwayat kejang dapat diberikan obat anti konvulsif.
Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infus
NaCL 0,45% : dekstrosa 5% dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan. Disamping
itu perlu dilakukan pemeriksaaan Ht, Hb 6 jam dan trombosit setiap 2 jam.
Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratorium anak dapat
dipulangkan; tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit menurun, maka infus cairan
diganti dengan ringer laktat dan tetesan disesuaikan seperti pada Gambar 1.

36

Gambar 2. Tatalaksana kasus demam berdarah dengue derajat I dan derajat II


Pasien DBD apabila dijumpai demam tinggi mendadak terus menerus selama 7 hari tanpa
sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan (tersering perdarahan kulit danmukosa
yaitu petekie atau mimisan) disertai penurunan jumlah trombosit 100.000/pl, dan
peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer
laktat/NaCI 0,9 % atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCl 0,9 % 6-7 ml/kg BB/jam.
Monitor tanda vital dankadar hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 1224 jam, kemudian:
1. Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak tenang, tekanan
nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dankadar Ht cenderung turun minimal
dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam.
37

Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi
3ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
2. Perlu diingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh ke dalam syok. Maka apabila keadaan
klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, nafas cepat (distres pernafasan),
frekuensi, nadi meningkat, diuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, disertai
peningkatan Ht, maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam, setelah 1 jam tidak
ada perbaikan tetesan dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam. Apabila terjadi distres
pernafasan danHt naik maka berikan cairan koloid 20-30 ml/kgBB/jam; tetapi apabila Ht
turun berarti terdapat perdarahan, berikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB/jam. Bila
keadaan klinis membaik, maka cairan disesuaikan sesuai poin pertama.
DSS
Sindrom syok dengue ialah demam berdarah dengue dengan gejala, gelisah, nafas cepat, nadi
teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik 90 dan
diastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi 20 mmHg), bibir biru, tangan kaki dingin, tidak ada
produksi urin.
1. Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20m1/kgBB secepatnya
(diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 liter/ menit. Untuk sindrom syok
dengue berat (demam berdarah dengue derajat IV, nadi tidak teraba dantensi tidak
terukur) diberikan ringer laktat 20 ml/kgBB bersama koloid (lihat butir 2). Observasi
tensi dannadi tiap 15 menit hematokrit dantrombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan
gula darah.
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap dilanjutkan
15-20 ml/kg BB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (dekstran 40)
sebanyak 10-20 ml/kg BB, maksimal 30 ml/kg BB (koloid diberikan pada lajur infus
yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan
darah, keadaan nadi tiap 15 menit, danperiksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis,
elektrolit, dan gula darah.
a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan
nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 mm/kg
BB/jam. Volume 10 ml/kg BB /jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai
klinis stabil danhematokrit menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7
ml/kg/BB sampai keadaan klinis danhematokrit stabil kemudian secara bertahap
cairan diturunkan 5 ml dan seterusnya 3ml/kg BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan
38

tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi,
jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin 1 ml/kg BB/jam, BD urin < 1.020)
dan pemeriksaan hematokrit & trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.
b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi
masih > 40 vol % berikan darah dalam volume kecil 10ml/kgBB. Apabila tampak
perdarahan masif, berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid
10ml/kg BB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cm H20) pada syok berat
kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
c. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan
danpasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal ( 10
mmH20), maka diberikan dopamin.

Gambar 3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue


Kriteria memulangkan pasien adalah:

Tidak ada demam selama 24 jam tanpa antipiretik


Tampak perbaikan klinis
Tiga hari setelah syok teratasi
Perbaikan nafsu makan
Peningkatan kadar trombosit (> 50.000/L)
Hematokrit stabil
39

Tidak dijumpai tanda-tanda distres pernafasan (dapat disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)

Komplikasi penyakit
Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada pasien demam berdarah dengue antara lain:7
1. Gangguan

keseimbangan

elektrolit

meliputi

hiponatremia,

hipokalsemia,

dan

hipokalemia.
2. Overhidrasi
3. Ensefalopati atau ensefalitis
4. Hepatik ensefalopati
5. Gagal hepar
6. Gagal ginjal yang dapat disebabkan karena syok lama, hepatorenal sindrom dan
hemoglobinuria
7. Gangguan metabolisme seperti hipoglikemia
8. Infeksi penyerta antara lain
a. Infeksi gastrointestinal
b. Infeksi saluran napas misalnya pneumonia
c. Infeksi saluran kemih
d. Infeksi kulit dan jaringan lunak

Pencegahan
1. Gerakan 3M
o

menguras tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali, dan


menaburkan bubuk abate kedalamnya

menutup rapat tempat penampungan air

mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan

2. Pemberantasan vector
o

Penyemprotan / Fogging

Menyingkirkan pakaian yang tergantung didalam rumah

Abatisasi selektif

Kerjabakti lingkungan dalam dan luar rumah

Penyuluhan masyarakat
40

3. Pemakaian repellent, menyemprot anti serangga di dalam rumah


4. Lapor ke puskesmas setempat
Ada dua cara pemberantasan vector :
-

Menggunakan insektisida
Yang biasa dipakai adalah Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos
untuk membunuh jentik

Tanpa insektisida
Contohnya adalah menguras bak mandi, menutup rapat tempat penampungan air dan
mambersihkan halaman rumah.5

41

Вам также может понравиться