Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Preetibah Ratenavelu
M. Izwan Iqbal T.
Tugas CASE I
Penyebab Demam
Mendadak/Akut
Penyebab demam Mendadak biasanya
disebabkan oleh virus
Untuk penyebab Demam Mendadak
Secara Umum, biasanya disebabkan oleh :
Infeksi pada saluran pernafasan atas atau
bawah
Infeksi pada Gastrointestinal
Infeksi Saluran Kemih
Infeksi pada Kulit
Demam Mendadak
Penyakit yang biasanya dapat
menimbulkan demam mendadak,
antara lain :
DBD
Malaria
Chikungunya
Diare
Penyakit Kawasaki (Jarang)
Amphicilin
Ampisilin
termasuk
golongan
penisilina
semisintetik yang berasal dari inti penisilin yaitu
asam 6-amino penisilinat (6-APA) dan merupakan
antibiotik spektrum luas yang bersifat bakterisid.
Secara klinis efektif terhadap kuman gram-positif
yang peka terhadap penisilina G dan bermacammacam kuman gram-negatif, diantaranya :
1.Kuman
gram-positif
seperti
S.
pneumoniae,
enterokokus dan stafilokokus yang tidak menghasilkan
penisilinase.
2.Kuman
gram-negatif
seperti
gonokokus,
H.
influenzae, beberapa jenis E. coli, Shigella, Salmonella
dan P. mirabilis.
Indikasi Amphicilin
Ampisilin digunakan untuk pengobatan :
Infeksi saluran pernafasan,seperti
pneumonia faringitis, bronkitis, laringitis.
Infeksi saluran pencernaan, seperti
shigellosis, salmonellosis.
Infeksi saluran kemih dan kelamin, seperti
gonore (tanpa komplikasi), uretritis, sistitis,
pielonefritis.
Infeksi kulit dan jaringan kulit.
Septikemia, meningitis.
Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk pasien yang
memiliki hipersensitivitas terhadap
amoksisilin, penisilin, atau komponen
lain dalam sediaan.
menyebabkan
penghambatan pada tahapan akhir
transpeptidase sintesis peptidoglikan
dalam dinding sel bakteri biosintesis
dinding sel terhambat sel bakteri
menjadi pecah (lisis).
TFA Bakteri
Ada, Lebih Tinggi
Ada
Jarang
Biasanyatidak disertai
AdaPembesaran
TFA Virus
Ada
Tidak Ada
BiasanyaDisertai
BiasanyaDisertai
Tidak Disertai
Pembesaran
Pengobatan Intermiten
Pengobatan intermiten adalah pengobatan
yang diberikan pada saat anak mengalami
demam, untuk mencegah terjadinya kejang
demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan
antikonvulsan.
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Namum
kesepakatan Saraf Anak menyatakan bahwa pengalaman
menunjukan bahwa antipirtetik tetap bermanfaat.
Antipiretik yang dapat digunakan adalah :
Parasetamol atau asetaminofen 10 15 mg/kgBB/kali
diberikan 4 kali.
Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali, diberikan 3 kali.
Pengobatan Intermiten
Antikonvulsan pada saat demam
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya
kejang.
Dapat juga diberikan diazepam rectal dengan dosis 0,5
mg/kgBB/kali, diberikan sebanyak 3 kali per hari.
Catatan :
Di Indonesia, dosis 0,3 0,5 mg/kg/8jam tersebut
seringkali menyebabkan sedasi yang cukup berat. Dosis
yang dianjurkan adalah 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin tidak berguna untuk
mencegah kejang demam bila diberikan secara
intermitten. Fenobarbital dosis kecil baru mempunyai
efek antikonvulsan dengan kadar stabil di dalam darah
bila telah diberikan selama 2 minggu
Interpretasi LP
Kekeruhan
Reaksi None&
Pandy
PMN&MN
Glukosa
Protein
Klorida
Mikrobiologi
Meningitis
Bakterialis
Opalesen hingga
Keruh
(+) atau lebih
MeningitisTB
Jernih Opalesen /
Kekuningan
Xantochrome
-
Encephalitis
Warna Jernih
KejangDemam
Sederhana
Tidak berwarna,
Jernih (normal
Bisa () bisa(+)
Normal
Kadarnya
biasanya Normal
MN 100%, PMN
0%
Kadarnya Normal
45-70 mg/ dl
Kadarnya Normal
15-45 mg.dl
Kadarnya Normal
98-106 mmol
Diagnosis pasti
dengan
mengisolasi virus
dari LCS
Tidak ditemukan
biakan bakteri
atau virus
Detritus
Detritus merupakan kumpulan dari
leukosit, bakteri yang mati, dan
epitel yang terlepas. Secara klinis
detritus akan mengisi kripta tonsil,
sehingga nampak bercak putih
kekuningan.
Tugas Case II
SINDROM NEFROTIK
Cairan
Intravaskular
berpindah ke cairan interstitial Edema
Gangguan
Kebutuhan Protein Intake Protein
Kurang kadar albumin serum rendah
penurunan tekanan onkotik cairan
pindah ke interstitial edema
Perbedaan dan
Patogenesis
SNA dan SN
hematuria,
proteinuria,
silinderuria (terutama selinder eritrosit),
dengan atau tanpa disertai hipertensi, edema,
kongestif vaskuler atau gagal ginjal akut
ETIOLOGI
Faktor infeksi
Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus
beta hemolyticus
(Glomerulonefritis akut pasca streptococcus)
Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik
lain endokarditis bakterialis subakut dan shunt
nepritis.
Penyakit multisistemik antara lain:
Lupus eritematosus sistemik (LES)
Purpura Henoch Schonlein (PHS)
Penyakit ginjal primer
Nefropati IgA
PATOFISIOLOGI
Infeksi streptokokus antigen mimikri komplek antigenantibodi (komplek imun) peradangan glomeruli
hematuria proteinuria dan silinderuria (terutama silinder
eritrosit)
Aliran darah ginjal laju filtrasi glomeruler (LFG)
oliguria retensi air dan garam edema, hipervolemia,
kongesti vaskuler (hipertensi, edema paru dengan gejala
sesak napas, ronki, kardiomegali). Azotemia,
hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia dan
hiperposfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun.
Hipoperfusi aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin
2 yang bersifat vasokonstriksi perifer perfusi ginjal makin
menurun. LFG makin turun disarnping timbulnya hipertensi.
Angiotensin 2 yang meningkat merangsang kortek adrenal
melepaskan aldosteron retensi air dan garam
hipervolemia hipertensi.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS:
Riwayat batuk-pilek (ISPA) 1-2 minggu ata
riwayat koreng di kulit (impetigo) 3-4 minggu
sebelum timbul gejala
Dijumpai riwayat kontak dengan keluarga yang
menderita GNAPS
PEMERIKSAAN FISIK
Edema
Hipertensi
Gejala-gejala kongesti vaskuler (sesak, edema
paru, kardiomegali)
Gejala SSP (penglihatan kabur, kejang;
penurunan kesadaran)
DIAGNOSIS
LABORATORIUM
Sindroma Nefrotik
Sindrom Nefrotik adalah suatu sindrom
klinik yang terdiri dari :
- edema anasarka
- proteinuria masif > 3.5 g/hari
- hipoalbuminemia <2.5 g/dl
- hiperkolesterolemia >200mg/dl
KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan etiologi:
1.
2.
3.
SN primer
SN sekunder
SN kongenital
ETIOLOGI
SN sekunder
SN primer (idiopatik)
SN kelainan minimal (SNKM)
GN lesi minimal (SNKM) = 80%
Infeksi
Keganasan
Penyakit jaringan
ikat
Penyakit sistemik
Efek obat atau
toksin
SN pada anak
Sebagian besar SN pada anak
SN primer
Sebagian besar SN primer pada anak
SN kelainan minimal (SNKM)
Sebagian besar SNKM
SN sensitif steroid (SNSS)
SN sekunder
1. Infeksi: HIV, hepatitis virus B dan C, Sifilis, malaria,
skistosoma, Tuberkulosis, lepra
2. Keganasan: Adenokarsinoma paru, payudara, kolon,
limfoma Hodgkin, mieloma multipel, karsinoma
ginjal
3. Penyakit jaringan penghubung: Lupus eritematosus
sistemik, artritis reumatoid, MCTD (mixed connective
tissue disease)
4. Efek obat dan toksin: OAINS, preparat emas,
penisilamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin
5. Lain-lain: Dibetes melitus, amiloidosis, pre-eklamsia,
rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter, atau
sengatan lebah
2. Keganasan
Adenokarsinoma paru, payudara, kolon,
limfomaHodgkin, mieloma multipel dan karsinoma ginjal
3. Penyakit jaringan penghubung
Lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid, MCTD
(mixed connective tissue disease)
4. Efek obat dan toksin
OAINS, preparat emas, penisilamin, probenesid, air
raksa, kaptopril, heroin
5. Lain-lain
Diabetes melitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi
alograf kronik, refluks vesikoureter, atau sengatan
lebah
DIAGNOSIS
Sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan
- Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan
berbagai infeksi dan riwayat penyakit sistemik
lain
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan laboratorium :
- Urinanalisa
- Kimia darah : albumin, kolesterol dan
trigliserida
- Pemeriksaan serologik
- Biopsi ginjal
Proteinuria
Disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap
protein akibat kerusakan glomerulus.
Dalam keadaan normal membrana basalis glomerulus
(MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk
mencegah kebocoran protein :
- berdasarkan ukuran molekul (size barrier)
- berdasarkan muatan listrik (charge barrier)
Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut
terganggu.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non selektif
berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui
urine.
Hipoalbuminemia
Disebabkan oleh proteinuria masif dengan
akibat penurunan tekanan onkotik plasma.
Peningkatan reabsorpsi dan katabolisme
albumin oleh tubulus proksimal.
Diet tinggi protein dapat meningkatkan
sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong
peningkatan ekskresi albumin melalui urine
Edema
Teori underfill :
Hipoalbuminemia
Mekanisme kompensasi
memperbaiki
volume intravaskuler dan juga akan
mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia
edema semakin berlanjut.
Teori overfill :
- Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan
cairan ekstra selular meningkat sehingga
terjadi edema
- Penurunan LFG akibat kerusakan ginjal akan
menambah retensi natrium dan edema
- Kedua mekanisme tersebut terjadi bersamaan
dlm SN
Mekanisme kerja
Furosemid
Efek Samping
Dehidrasi
Hipokalemia
Hyponatremia
Hypokalsemia
Membedakan SN Remisi,
Resisten, Relaps, & Dependent
Berdasarkan Konsensus SN :
Remisi proteinuria negatif atau trace
(proteinuria <4 mg/m2LPB/Jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
Resisten Steroid tidak terjadi remisi pada
pengobatan prednison dosis penuh (full
dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
Dependent Steroid Relaps 2x berurutan
pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah
pengobatan diberikan
Membedakan SN Remisi,
Resisten, Relaps, & Dependent
Relaps Proteinuria > 2+ (proteinuria >40
mg/m2LPB/Jam) 3 hari berturut-turut dalam 1
minggu
Relaps Jarang Relaps Kurang dari 2x dalam 6
bulan pertama setelah respons awal atau kurang
daro 4x per tahun pengamatan.
Relaps Sering relaps > 2x dalam 6 bulan
pertama setelah respon awal atau > 4x dalam
periode 1 tahun
Pengamatan lanjut
Efek Samping
MethylPrednisolon
Penggunaan Jangka Panjang Glukokortikoid, antara
lain :
Reaksi moon face (Wajah Bulat)
Gangguan metabolik Deposit Lemak, Penurunan
Toleransi Glukosa, DM
Kelemahan otot & osteoporosis
Hipertensi
Immunosuppresi
Kebotakan
Gangguan sistem Gastro Ulkus Peptikum, Perut Striae
Gangguan Sistem Reproduksi Kemandulan, BPH,
Ginekomasti
Gangguan Pertumbuhan pada anak
Gangguan pada mata Glaukoma & Katarak
Gangguan pada Saraf Pusing, vertigo, Peningkatan TIK