Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh:
Dessy Puteri H G.99141086
Pembimbing Residen
Pembimbing
dr. Esti
BAB I
STATUS PASIEN
A.ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama
: By. ADSP
Umur
: 55 hari
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
Tanggal Masuk
: 8 Juni 2015
No. RM
: 01299912
: (+)
Riwayat Operasi
:-
: 42 minggu
: 3700 gram
Panjang badan
: 49 cm
Kebiruan
:(-)
Mukoneum : ( - )
Anus
:(+)
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: 5000 gram
PB
: 60 cm
b. Vital sign :
S
RR
: 50 x/menit
SO2
: 98%
cukup
b. Kepala
: mesocephal
c. Mata
d. Telinga
tragus(-/-).
e. Hidung
: mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-), jejas (-).
g. Leher
h. Thorak
i. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor.
: Distended (+)
: timpani
Palpasi
muscular (-)
l. Genitourinaria : BAK pada pangkal penis, BAK darah (-), BAK
nanah (-),
gerak(-)
0. Ekstremitas
Akral dingin
-
Oedema
: Distensi (-)
: Bising usus (+) batas normal
: tympani (+)
: supel, nyeri tekan (-)
Regio Anal
Rectal Toucher
C. ASSESMENT I
1.
D. PLAN I
1.
2.
3.
4.
5.
6.
HCU Neonatus
Pasang OGT, alirkan
Jaga Kehangatan
D NS 430 cc + D 40% 70 cc kecepatan 12 cc/jam
Cek DR2, GDS, elektrolit
Pro Colon in loop
Pemeriksaan
Hematologi
Hasil
Satuan
Rujukan
Hemoglobin
14,5
g/dl
14,9-23,7
Hematokrit
44
47-75
Leukosit
13,3
Ribu/ul
5,0-19.5
Trombosit
594
Ribu/ul
150-450
Eritrosit
4,41
Juta/ul
3,70-6,50
MCV
100,4
/um
80,0-96,0
MCH
32,9
pg
28,0-33,0
MCHC
32,7
g/dl
33,0-36,0
RDW
15,6
11,6-14,6
MPV
4,5
fl
7,2-11,1
PDW
59
25-65
Eosinofil
0,80
0,00-4,00
Basofil
0,10
0,00-1,00
Neutrofil
37,80
18,00-74,00
Limfosit
48,00
60,00-66,00
Monosit
10,60
0,00-6,00
Rutin
Index Elektrolit
Hitung Jenis
Golongan Darah
AB
Kimia Klinik
GDS
79
mg/dl
50-80
Albumin
4,1
g/dl
3,8-5,4
detik
10 - 15
detik
20 40
Homeostasis
PT
APTT
12,6
INR
28,2
0,900
F. HASIL
PEMERIKSAAN
RSUD.Dr.Moewardi)
COLON
IN
LOOP
(7
Mei
2015
di
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi
Megakolon kongenital adalah pembesaran abnormal atau dilatasi
kolon karena tidak adanya sel-sel ganglion myenterik pada usus besar
segmen distal (aganglionosis). Sel-sel ganglion bertanggung jawab atas
kontraksi ritmik yang diperlukan untuk mencerna makanan yang
masuk. Hilangnya fungsi motorik dari segmen ini menyebabkan dilatasi
hypertropik massive kolon proximal yang normal sehingga terjadi
Hirschsprung,
Kongenital
aganglionosis,
aganglionic
B.
Etiologi
Sekitar 10% kasus penyakit Hirschsprung timbul secara herediter
melalui mutasi sporadik di dalam gen, angka ini dapat lebih tinggi pada
pasien dengan segmen penyakit yang lebih panjang. Sehingga dapat
Hirschsprung
ditemukan
pada
kelainan-kelainan
Sindroma Down
2.
Sindroma Neurocristopathy
3.
Sindroma Waardenburg-Shah
4.
5.
Piebaldism
6.
Sindroma Goldberg-Shprintzen
7.
8.
9.
Cartilage-hair hypoplasia
10.
11.
Penyakit
Chagas,
pada
penyakit
ini
tripanosoma
Hirschsprung
juga
bisa
timbul
karena
ibu
fungsional.
Kondisi-kondisi
ini
tidak
berhubungan
Patofisiologi
Penyakit
Hirschsprung
timbul
karena
adanya
aganglioner
menyebabkan
usus
dan
komponen-komponennya
plexus
neuronal
yang
menginervasi
usus:
plexus
polos,
utamanya
dengan
melalui
dominasi
relaksasi.
Pengendalian
serat-serat
kolinergik
dan
ekstrinsik
adrenergik.
Serat
pasien
penyakit
Hirschsprung,
sel-sel
ganglion
tidak
D.
Klasifikasi
Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :
1 Megakolon kongenital ultra short-segmen
Bila segmen aganglionik meliputi rektum distal-anus
2 Megakolon kongenital segmen pendek (short-segment)
Bila segmen aganglionik meliputi rektum
3 Megakolon kongenital tipikal
Bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid (70-80%).
4 Megakolon kongenital segmen panjang (long-segment)
Bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid (20%), dapat
mencapai colon descenden atau flexura hepatica.
5 Kolon aganglionik total
Bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-%)
F.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan
berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat :
Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, distensi abdomen, dan muntah berwarna
hijau. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam
pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan. Muntah hijau dan
distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium
dapat
dikeluarkan
segera.
Sedangkan
enterokolitis
merupakan
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat
gerakan
peristaltik
usus
di
dinding
abdomen.
Jika
dilakukan
Pemeriksaan penunjang
1.Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting
pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat
dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi
sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan
yang
merupakan
standard
dalam
menegakkan
diagnosa
daerah
transisi,
terlihat
di
proksimal
daerah
yang
bukan
Hirschsprung
namun
disertai
dengan
Penatalaksanaan
1. Tindakan Non Bedah
Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mencegah serta
komplikasi-komplikasi
yang
mungkin
terjadi
atau
untuk
Tindakan Bedah.
a. Tindakan Bedah Sementara
Tindakan
bedah
sementara
dimaksudkan
untuk
yang
mempunyai
ganglion
normal
bagian
distal.
telah
besar
sehingga
memungkinkan
dilakukan
anastomose.3,5
b.
1.
langsung
yang
Swenson
ditinggalkan.
melakukan
Untuk
mengatasi
sfingterektomi
parsial
hal
ini
posterior.
1964
Swenson
memperkenalkan
prosedur
langsung
langsung.
Ternyata
dilakukan
prosedur
sfingterektomi
ini
sama
sekali
parsial
tidak
1,9
pada
bagian
posterior,
selanjunya
dilakukan
jahitan,
mukosa
dan
sero-muskuler.
Setelah
rektum
kolon
yang
proksimal
aganglionik
yang
dengan
ganglionik
dinding
sehingga
Duhamel
kelemahan,
diantaranya
inkontinensia
dan
asli
sering
pembentukan
memiliki
terjadi
fekaloma
beberapa
stenosis,
di
dalam
Grob
(1959)
Anastomose
dengan
transanal
dibiarkan
prolaps
sementara.
disini
lebih
dititikberatkan
pada
fungsi
hemostasis.1
3. Prosedur Soave atau Endorectal Pull Through
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan
Rehbein
tahun
1959
untuk
tindakan
bedah
pada
utama
dari
prosedur
Soave
ini
adalah
ini
tidak
lain
berupa
deep
anterior
lapis
ekstraperitoneal.
melakukan
yang
Pasca
businasi
dikerjakan
operasi,
secara
rutin
intraabdominal
sangat
guna
penting
mencegah
stenosis.3
J.
Komplikasi
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit
Hirschsprung
dapat
digolongkan
atas
kebocoran
anastomose,
prosedur
bedah
yang
digunakan,
keterampilan
dan
Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh
ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi
yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi
dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau
businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hatihati.Kartono mendapatkan angka kebocoran anastomese hingga
7,7%
dengan
menggunakan
prosedur
Swenson,
sedangkan
kebocoran
berat
dapat
terjadi
demam
tinggi,
Stenosis
1,3,4
Enterokolitis
Enterokolitis merupakan komplikasi yang paling berbahaya,
dan dapat berakibat kematian. Swenson mencatat angka 16,4%
dan
kematian
akibat
enterokolitis
mencapai
1,2%.
Kartono
prosedur
Duhamel
modifikasi.
Tindakan
yang
dapat
b.
c.
d.
untuk
koreksi
bedahnya
tergantung
spinkter
ani
terlalu
ketat
sehingga
perlu
septum
yang
tidak
sempurna
sehingga
perlu
dilakukan
yang
tersisa
masih
spastik.
Manifestasi
klinis
dkk,1997;
angka
Lister,1996;
13,3%
Heij
terjadinya
dkk,1995).
kecipirit,
Swenson
sedangkan
K. Prognosis
Secara umum prognosisnya baik jika gejala obstruksi segera diatasi,
90% pasien dengan penyakit hirschprung yang mendapat tindakan
pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien
yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga
harus
dilakukan
kolostomi
permanen.
Angka
kematian
akibat
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Kartono D. 1993. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur
Swenson dan Duhamel modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI
2. Heikkinen M, Rintala R, Luukkonen. 1997. Longterm anal spincter
performance after surgery for Hirschsprungs disease. J Pediatr Surg;
32: 1443-6.
3. Fonkalsrud.
1997. Hirschsprungs
York:
Prentice-Hall intl.inc.;p.2097-105.
4. Swenson
O.
2002.
Hirschsprungs
disease
Review.
Pediatr;109:914-918.
5. Swenson O, Raffensperger JG. 1990. Hirschsprungs disease. In:
Raffensperger
JG,editor.
Swensons
pediatric
surgery.
5th
ed.
Steven
L.
2005.
Hirschprung
http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview
disease,