Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior
nasofaring, di atas palatum molle dan termasuk dalam cincin waldeyer. Secara fisiologik pada
anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia 3
tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Apabila sering
terjadi infeksi pada saluran nafas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang akan
mengalami sumbatan pada koana, sumbatan tuba eustachius.1,2
Akibat sumbatan koana pasien akan bernafas melalui mulut sehingga terjadi fasies
adenoid, faringitis dan bronchitis serta sinusitis kronik. Akibat sumbatan tuba Eustachius
akan terjadi otitis media akut berulang dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif
kronik. Akibat hipertrofi adenoid juga dapat menimbulkan gangguan tidur, ngorok, retardasi
mental dan pertumbuhan fisik berkurang.1,2
Di
Indonesia
data
nasional
mengenai
jumlah
operasi
tonsilektomi
atau
tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5
tahun terakhir (1999-2003) menunjukan kecenderungan penurunan jumlah operasi
tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan
puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 (152
kasus).2
Penyebab pembesaran adenoid ini dapat diringkas menjadi dua yaitu secara fisiologis
dan faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya
yaitu 3-7 tahun. Hipertofi adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik
atau rekuren pada saluran pernafasan atas atau ISPA, ataupun akibat adenoiditis yang
berulang kali antara usia 4-14 tahun.1,2
Penatalaksanaan hipertrofi adenoid secara konservatif dengan menggunakan
dekongestan (sistemik dan lokal di hidung) antibiotic sistemik dan antihistamin,
penatalaksanaan terapi pembedahan yaitu dengan adenoidektomi dengan cara kuretase
memakai adenotom. Pengoperasian adenoidektomi dianjurkan jika ukuran adenoid telah
menganggu fungsi hidung dan tuba eustachius atau menyebabkan kesulitan dalam berbicara
dan gangguan makan.1,2,3
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI FARING
2.1 Anatomi Faring
Faring dibagi menjadi nasofaring, yaitu bagian dari faring yang terletak di atas
palatum molle, orofaring yaitu bagian yang terletak di antara palatum mole dan tulang hioid
dan laringofaring yang meluas dari tulang hioid sampai ke batas bawah kartilago krikoid.1,4
2.1.1 Nasofaring
Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian bawah adalah
palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan kebelakang adalah vertebra
servikal.1
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan
kartilago tuba eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n.glosofaring, n.vagus
dan n.asesorius spinal saraf kranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan
foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 1
Jaringan adenoid seringkali ditemukan disekitar orifisium tuba (tonsil Gerlachs). atap
(forniks faring) dan dinding posterior nasofaring merupakan tempat kedudukan jaringan
limfoid (adenoid, tonsil faringeal, tonsil Luschkas) yang sering mencapai ukuran besar,
terutama pada anak. Nasofaring diliputi oleh epitel thorak bersilia berlapis semu (epitel
pernafasan).1,4
diperifer maka dibedakan dari kelenjar limfe yang letaknya lebih dalam yang mempunyai
lapisan epitel diatas permukaannya. 1,2,5
Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a.carotis eksternal, beberapa
cabang minor berasal dari a. maxilaris interna dan a. fasialis. Inervasi sensible merupakan
cabang dari n.glosofaringeus dan n.vagus. anatomi mikro dan makroskopik dari adenoid
mengambarkan fungsinya dan perbedaanya dengan tonsila palatine. Adenoid adalah organ
limfoid yang mengalami invaginasi dalam bentuk lipatan yang dalam, hanya terdiri dari
beberapa kripte berbeda dengan tonsila palatine yang memiliki jumlah kripte lebih banyak.1,2
Secara histologi, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya. Epitel
kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel transisional. Infeksi
kronik atau pembesaran adenoid cenderung akibat peningkatan proporsi epitel berlapis
skuamous (aktif untuk proses antigen) dan berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk klirens
mukosilier). Epitel nasofaring diliputi serangkaian lipatan mukosa, parenkrim limfoid di atur
dalam folikel dan dibagi menjadi 4 lobus oleh jaringan ikat, kelenjar seromukosa terletak
dalam jaringan ikat dan saluran melalui parenkrim dan mencapai permukaan nasofaring.1,2,5
2.1.3 Laringofaring
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah
laring, batas anterior adalah laring, batas inferior ialah esophagus, serta batas posterior ialah
vertebra servikalis. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan
laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka
struktur pertama yang tampak dibawah dasar lidah ialah valekula.1,4
Mukosa laringofaring dilapisi oleh epitel toraks bersilia berlapis semu kecuali pada
permukan laring epiglotis, Permukaan anterior arytenoid dan sisi bebas pita suara asli,
ditutupi epitel gepeng berlapis. Terdapat banyak kelenjar mukosa dan jaringan limfoid.
Jaringan limfoid terkumpul sebagai masa yang kecil (folikel limfoid) pada beberapa tempat
diseluruh faring.4
Otot-otot faring terdiri dari m.konstriktor faringeus, superior, medius, inferior.
m.stilofaringeus dan m.palatofaringeus.
Otot-otot pada palatum mole ialah m.azigos uvula, m.levator palatine, m.tensor
palatine, m.palatoglosus dan m.palatofaringeus.4
Cincin waldayer, tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldayer
dari jaringan limfoid, yang mengelilingi faring. Unsur yang lain yaitu tonsil lingual, pita
lateral faring dan kelenjar kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa rosenmuller, dibawah
mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius (tonsil Gerlachs).4
Cincin waldeyer ikut berperan pada reaksi imunologi dalam tubuh (tidak berhubungan
dengan timus, atau dikenal sebagai sel B). hubungan tersebut sangat penting dalam beberapa
tahun pertama kehidupan. 4,6
Fungsi menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringeal dan fase
esophageal yaitu fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini
sengaja (voluntary). Fase faringeal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring.
Gerakan disini tidak sengaja (involuntary). Fase esopagal. Disini gerakannya tidak disengaja,
yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltic di esophagus menuju lambung.
Proses menelan selanjutnya dibicarakan dalam bab esophagus.1,4
-
faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang
faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula
m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama
m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatine
menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring.1
Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of). Passavant pada dinding belakang
faring yang terjadi akibad 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil
gerakan m. palatofaring (bersama m.salfingofaring) dan oleh kontraksi aktif m.konstriktor
faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada aktu bersamaan.1
7
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan passavant ini menetap pada periode fonasi,
tetapi ada pula yang mengatakan tonjolan in timbul dan hilang secara cepat bersamaan
dengan gerakan palatum.1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 ADENOID HIPERTROFI
3.1.1 Definisi
Adenoid merupakan jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring,
termasuk dalam rangkaian cincin waldayer. Pembesaran adenoid adalah membesarnya ukuran
adenoid pada nasofaring yang dapat diketaui dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan
klinik THT dan pemeriksaan foto polos lateral. Adenoid biasanya mengalami hiperttofi
selama masa anak-anak, mencapai ukuran terbesar pada usia pra-sekolah dan usia sekolah
awal. Dengan terbebasnya dari infeksi saluran nafas atas dapat menciutkan organ
tersebut.1,2,7,8
3.1.2 Epidemiologi
Di
Indonesia,
data
nasional
mengenai
jumlah
operasi
tonsilektomi
atau
tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5
tahun terakhir (1999-2003) menunjukan kecenderungan penurunan jumlah operasi
tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan
puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 (152
kasus). Sedangkan data dari rumah sakit Fatmawati dalam 3 tahun (2002-2004) menunjukan
kecenderungan kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi
tonsiloadenoidektomi.2
Di India dari penelitian diambil dari 100 anak dengan 62 anak laki-laki dan 38 anak
perempuan dengan sumbatan hidung karena adenoid hipertrofi. Kelompok sampel penelitian
adalah usia 4-12 tahun. Analisis ukuran adenoid diambil dengan menggunakan foto lateral
nasofaring, dari semua anak dari 4-12 tahun dengan bilateral sumbatan hidung dan bernafas
menggunakan mulut, dari penelitian banyak disebabkan oleh ukuran adenoid yang
membesar.9
3.1.3 Etiologi
Penyebab pembesaran adenoid dapat diringkas menjadi dua yaitu secara fisiologis dan
faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya
yaitu 3-7 tahun. Biasanya asimptomatik, namun jika cukup membesar akan menimbulkan
gejala. Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik atau
rekuren pada saluran pernapasan atas atau ISPA. Hipertrofi adenoid terjadi akibat adenoiditis
yang berulang kali antara usia 4-14 tahun. Akibat dari hipertrofi ini akan timbul sumbatan
koana dan sumbatan tuba Eustachius yang akan menimbulkan gejala-gejala klinis pada
pasien.1,2,4,7,9,10
3.1.4 Patogenesis
Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak berumur 4
tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid (pharyngeal
tonsil) merupakan organ limfoid pertama didalam tubuh yang menfagosit kuman-kuman
10
patogen. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai peranan penting sebagai organ yang
khusus dalam respon imun humoral maupun salular, seperti pada bagian ephitalium
kripte, folikel limfoid dan bagian eksrtafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan
merupakan respons terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme
pathogen.2
Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong yang mengakibatkan tersumbatnya
jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha yang keras untuk
bernafas sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang terbuka. Adenoid dapat
menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal sehingga mempengaruhi suara.2
Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba eustachius yang
akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah akibat tuba
eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya sumbatan.2
3.1.5
Gejala Klinis
Obstruksi nasi
Pembesaran adenoid dapat membuat sumbatan parsial atau total respirasi hidung
sehingga terjadi mendengkur, percakapan hiponasal, dan membuat anak terus bernafas
melalui mulut, apnoe pada waktu tidur, sering menderita rinore, gangguan ventilasi
dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan sinusitis kronik. Beberapa
penelitian menunjukan korelasi statistic antara pembesaran adenoid dan kongesti
11
Adenoid3
Diagnosis
Diagnosis
-
ditegakkan
Tanda dan
Pemeriksaan
melihat
berdasarkan :
gejala
klinis.
rinoskopi anterior dengan
tertahannya
gerakan
velum
palatum
langsung.
CT-Scan merupakan modilitas yang lebih sensitive dari pada foto polos untuk
identifikasi patologi jaringan lunak, tapi kekurangan nya memerlukan biaya yang
mahal.
Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral dapat melihat pembesaran
adenoid.
Posisi pasien : pemeriksaan dilakukan pada pasien denan posisi berdiri tegak pada
sfenobasioksipital).
Jika sinkondrosis tidak jelas, maka titik D ditentukan sebagai titik yang melewati tipe
12
3.1.7
Prognosis
13
BAB IV
PENATALAKSANAAN
4.1 Penatalaksanaan
Adenoid dapat diangkat hanya dengan kuret saja, meskipun cara ini tisak sesempurna
metode lain. Metode yang lebih rasional dan efektif adalah dengan menggunakan metode
adenotom La Force atau Collum atau beberapa modifikasinya, kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan kuret tipe Barnhill. 4
Terapi terdiri atas adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi yang menyebabkan
obstruksi hidung, obstruksi tuba eustachius, atau yang menimbulkan penyulit lain. Operasi
dilakukan dengan alat khusus (adenotom). Kontraindiksi operasi adalah celah palatum atau
insufisiensi palatum karena operasi ini dapat mengakibatkan rinolalia aperta.2,4,10,13
14
15
16
17
BAB V
KESIMPULAN
Menurut anatomi, faring dibagi menjadi tiga yaitu nasofaring, orofaring, dan
laringofaring, dimana adenoid merupakan jaringan limfoid yang berada pada
penunjang.
Penyebab pembesaran adenoid secara fisiologis akan mengalami hipertrofi pada masa
puncaknya yaitu 3-7 tahun. Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak yang
mengalami infeksi kronik atau rekuren pada saluran pernapasan atas atau ISPA.
Hipertrofi adenoid menimbulkan gejala-gejala seperti adanya obstruksi nasi, facies
adenoidektomi
yaitu
obstruksi tuba eusthacius ataupun penyulit lainnya, operasi dilakukan dengan alat
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar, Za. Helmi. Restuti, Rd. In: Soepardi, Ea. Iskandar, N. Bashiruddin, J. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala Dan Leher: Nyeri
Tenggorokan. Edisi Ke-VI. Cetakan Ke-VI. Jakarta: Diterbitkan Oleh Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2007:214-215.224-225
2. Hipertrofi Adenoid. www.Sigidhs.Blogspot.com/hipertrofiAdenoid
3. Maqbool, Mohammad. Textbook of Ear, Nose Aand Throat Disease. Otosclerosis.
Edisi Ke-IX. Cetakan Ke-X. New Delhi: Diterbitkan Oleh Jaypee Brothers. 2000:
246-247
4. Ballenger, Jacob Jhon. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala Dan Leher:
Anatomi Bedah Faring. Jilid 1. Tanggerang: Diterbitkan Oleh Binarupa Aksara
Publisher 2000:318-358
5. Anatomi Adenoid. www.emedicine.Medscape.com
6. Boahene, Dk. Driscoll, Cl. In: Laklawani, Ak. Current Diagnosis And Treatment In
Otolaryngology-Head And Neck Surgery: Otosclerosis. Singapore: Diterbitkan Oleh
Medical Mc Graw Hill. 2008:340-343
7. Adams, Gl. Boies, Lr. Higler, Pa. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT (BOIES
Fundamentals of Otolaryngology): Gangguan Pada Rantai Osikula. Edisi 6. Cetakan
Ke-III. Jakarta: Diterbitkan Oleh Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997:322-326
8. Ballenger, Jacob Jhon. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala Dan Leher:
Tonsil. Jilid 1. Tanggerang: Diterbitkan Oleh Binarupa Aksara Publisher 2000:68
9. Adenoid Hipertrofi. www.Researchgate.net.com
19
10. Colman, Bernard. Diseases Of The Nose, Throat And Ear And Head And Neck.
Adenoid and Tonsils. Singapore: Diterbitkan Oleh Longman Singapore Publishers.
1992:95-97
11. Gillon, Victoria.M. Stafford, N. Segi Praktis Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok. Adenoid. Jakarta: Diterbitkan Oleh EGC.1991. 117-118
12. Thaller, Seth.R. Granick, Mark.S, Mayers, Eugene.N. Diagram Diagnostik Penyakit
Telinga, Hidung, Dan Tenggorokan. Tuli.Cetakan Ke-III. Jakarta: Diterbitkan Oleh:
EGC. 1995:81-82
13. Adenoidektomi. www.Emedicine.Medscape.com
14. Bingham, Brian.J. Hawthorne, Maurice.R. Synopsis Operative ENT Surgery.
Adenoidectomy. Singapore : Diterbitkan Oleh Butterworth Heinemann. 1992: 62-65
20