Вы находитесь на странице: 1из 20

BAB 1

PENDAHULUAN
Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior
nasofaring, di atas palatum molle dan termasuk dalam cincin waldeyer. Secara fisiologik pada
anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia 3
tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Apabila sering
terjadi infeksi pada saluran nafas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang akan
mengalami sumbatan pada koana, sumbatan tuba eustachius.1,2
Akibat sumbatan koana pasien akan bernafas melalui mulut sehingga terjadi fasies
adenoid, faringitis dan bronchitis serta sinusitis kronik. Akibat sumbatan tuba Eustachius
akan terjadi otitis media akut berulang dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif
kronik. Akibat hipertrofi adenoid juga dapat menimbulkan gangguan tidur, ngorok, retardasi
mental dan pertumbuhan fisik berkurang.1,2
Di

Indonesia

data

nasional

mengenai

jumlah

operasi

tonsilektomi

atau

tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5
tahun terakhir (1999-2003) menunjukan kecenderungan penurunan jumlah operasi
tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan
puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 (152
kasus).2
Penyebab pembesaran adenoid ini dapat diringkas menjadi dua yaitu secara fisiologis
dan faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya
yaitu 3-7 tahun. Hipertofi adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik
atau rekuren pada saluran pernafasan atas atau ISPA, ataupun akibat adenoiditis yang
berulang kali antara usia 4-14 tahun.1,2
Penatalaksanaan hipertrofi adenoid secara konservatif dengan menggunakan
dekongestan (sistemik dan lokal di hidung) antibiotic sistemik dan antihistamin,
penatalaksanaan terapi pembedahan yaitu dengan adenoidektomi dengan cara kuretase
memakai adenotom. Pengoperasian adenoidektomi dianjurkan jika ukuran adenoid telah
menganggu fungsi hidung dan tuba eustachius atau menyebabkan kesulitan dalam berbicara
dan gangguan makan.1,2,3

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI FARING
2.1 Anatomi Faring
Faring dibagi menjadi nasofaring, yaitu bagian dari faring yang terletak di atas
palatum molle, orofaring yaitu bagian yang terletak di antara palatum mole dan tulang hioid
dan laringofaring yang meluas dari tulang hioid sampai ke batas bawah kartilago krikoid.1,4

Gambar 2.1.1 Anatomi Faring4

2.1.1 Nasofaring
Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian bawah adalah
palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan kebelakang adalah vertebra
servikal.1
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan
kartilago tuba eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n.glosofaring, n.vagus

dan n.asesorius spinal saraf kranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan
foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 1
Jaringan adenoid seringkali ditemukan disekitar orifisium tuba (tonsil Gerlachs). atap
(forniks faring) dan dinding posterior nasofaring merupakan tempat kedudukan jaringan
limfoid (adenoid, tonsil faringeal, tonsil Luschkas) yang sering mencapai ukuran besar,
terutama pada anak. Nasofaring diliputi oleh epitel thorak bersilia berlapis semu (epitel
pernafasan).1,4

Gambar 2.1.2 Nasofaring4


ADENOID
Jaringan limfoid adenoid dibentuk pada awal kehamilan, jaringan limfoid dapat
diidentifikasi mulai 4-6 minggu kehamilan. Tonsil faringeal atau adenoid merupakan masa
limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid berbentuk triangular yang terletak
pada aspek posterior nasofaring. Adenoid terletak pada dinding posterior nasofaring
berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior. Keadaan patologik
pada adenoid ditandai oleh hyperplasia jaringan limfoid nasofaring. Jaringan adenoid terdiri
dari rangka jaringan ikat fibrosa, yang menunjang massa sel limfoid. Karena letak nya

diperifer maka dibedakan dari kelenjar limfe yang letaknya lebih dalam yang mempunyai
lapisan epitel diatas permukaannya. 1,2,5
Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a.carotis eksternal, beberapa
cabang minor berasal dari a. maxilaris interna dan a. fasialis. Inervasi sensible merupakan
cabang dari n.glosofaringeus dan n.vagus. anatomi mikro dan makroskopik dari adenoid
mengambarkan fungsinya dan perbedaanya dengan tonsila palatine. Adenoid adalah organ
limfoid yang mengalami invaginasi dalam bentuk lipatan yang dalam, hanya terdiri dari
beberapa kripte berbeda dengan tonsila palatine yang memiliki jumlah kripte lebih banyak.1,2

Gambar 2.1.3 Adenoid5

Secara histologi, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya. Epitel
kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel transisional. Infeksi
kronik atau pembesaran adenoid cenderung akibat peningkatan proporsi epitel berlapis
skuamous (aktif untuk proses antigen) dan berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk klirens
mukosilier). Epitel nasofaring diliputi serangkaian lipatan mukosa, parenkrim limfoid di atur
dalam folikel dan dibagi menjadi 4 lobus oleh jaringan ikat, kelenjar seromukosa terletak
dalam jaringan ikat dan saluran melalui parenkrim dan mencapai permukaan nasofaring.1,2,5

Gambar 2.1.4 Histologi adenoid5


Fungsi adenoid adalah bagian dari imunitas tubuh. Adenoid merupakan jaringan
limfoid bersama dengan struktur lain dalam cincin waldayer. Adenoid memproduksi Ig A
sebagai bagian penting system pertahanan tubuh garis depan dalam memproteksi tubuh dari
invasi kuman mikroorganisme dan molekul asing.
Proses imunologi pada adenoid dimulai ketika bakteri, virus, atau antigen makanan
memasuki nasofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen adenoid pertama
sebagai barrier imunologis. Kemudian akan diabsorbsi secara selektif oleh makrofag, sel
HLA dan sel M dari tepi adenoid. Antigen selanjutnya diangkut dan dipresentasikan ke sel T
pada area ekstra folikuler dan ke sel B pada sentrum germinativum oleh folikular dendrit cell
(FDC). Interaksi antara sel T dengan antigen yang dipreentasikan oleh APC bersama dengan
IL-1 akan mengakibatkan aktivitas sel T yang ditandai oleh pelepasan IL-2 dan ekspresi
reseptor IL-2 . antigen bersama-sama dengan sel Th dan IL-2, IL-4,IL-6, sebagai aktifator dan
promotor bagi sel B untuk berkembang menjadi sel plasma. Sel plasma akan didistriusikan
pada zona ekstrafolikuler yang menghasilkan immunoglobulin (Ig G 65%, IG A 20%, sisanya
Ig M, Ig D, Ig E) untuk memelihara flora normal dalam kripte indivisu yang sehat.2
2.1.2 Orofaring
Orofaring terbuka ke rongga mulut pada pilar faring. Palatum mole terdiri dari serat
otot yang ditunjang oleh jaringan fibrosa dan di luarnya dilapisi oleh mukosa. Penonjolan
atau rafe di median membagi nya menjadi dua bagian. Bentuk seperti kerucut yang terletak di
sentral dikenal sebagai uvula. Batas lateral palatum pada tiap sisinya terbagi menjadi pilar

anterior terdapat m.palatoglosus. pilar anterior terdapat m.palatofaringeus. di antara kedua


pilar terdapat celah, tempat kedudukan tonsil fausium.4
Struktur yang erdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
sekum.1,4

2.1.3 Laringofaring
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah
laring, batas anterior adalah laring, batas inferior ialah esophagus, serta batas posterior ialah
vertebra servikalis. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan
laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka
struktur pertama yang tampak dibawah dasar lidah ialah valekula.1,4
Mukosa laringofaring dilapisi oleh epitel toraks bersilia berlapis semu kecuali pada
permukan laring epiglotis, Permukaan anterior arytenoid dan sisi bebas pita suara asli,
ditutupi epitel gepeng berlapis. Terdapat banyak kelenjar mukosa dan jaringan limfoid.
Jaringan limfoid terkumpul sebagai masa yang kecil (folikel limfoid) pada beberapa tempat
diseluruh faring.4
Otot-otot faring terdiri dari m.konstriktor faringeus, superior, medius, inferior.
m.stilofaringeus dan m.palatofaringeus.
Otot-otot pada palatum mole ialah m.azigos uvula, m.levator palatine, m.tensor
palatine, m.palatoglosus dan m.palatofaringeus.4

Gambar 2.1.5 Orofaring dan Laringofaring4

Cincin waldayer, tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldayer
dari jaringan limfoid, yang mengelilingi faring. Unsur yang lain yaitu tonsil lingual, pita
lateral faring dan kelenjar kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa rosenmuller, dibawah
mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius (tonsil Gerlachs).4
Cincin waldeyer ikut berperan pada reaksi imunologi dalam tubuh (tidak berhubungan
dengan timus, atau dikenal sebagai sel B). hubungan tersebut sangat penting dalam beberapa
tahun pertama kehidupan. 4,6

2.2 Fisiologi Faring


Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan untuk artikulasi.1,4
-

Fungsi menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringeal dan fase

esophageal yaitu fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini
sengaja (voluntary). Fase faringeal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring.
Gerakan disini tidak sengaja (involuntary). Fase esopagal. Disini gerakannya tidak disengaja,
yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltic di esophagus menuju lambung.
Proses menelan selanjutnya dibicarakan dalam bab esophagus.1,4
-

Fungsi faring dalam proses bicara


Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan

faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang
faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula
m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama
m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatine
menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring.1
Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of). Passavant pada dinding belakang
faring yang terjadi akibad 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil
gerakan m. palatofaring (bersama m.salfingofaring) dan oleh kontraksi aktif m.konstriktor
faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada aktu bersamaan.1
7

Ada yang berpendapat bahwa tonjolan passavant ini menetap pada periode fonasi,
tetapi ada pula yang mengatakan tonjolan in timbul dan hilang secara cepat bersamaan
dengan gerakan palatum.1

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 ADENOID HIPERTROFI
3.1.1 Definisi
Adenoid merupakan jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring,
termasuk dalam rangkaian cincin waldayer. Pembesaran adenoid adalah membesarnya ukuran
adenoid pada nasofaring yang dapat diketaui dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan
klinik THT dan pemeriksaan foto polos lateral. Adenoid biasanya mengalami hiperttofi
selama masa anak-anak, mencapai ukuran terbesar pada usia pra-sekolah dan usia sekolah
awal. Dengan terbebasnya dari infeksi saluran nafas atas dapat menciutkan organ
tersebut.1,2,7,8

Gbr 3.1.1 Adenoid Hipertrofi 2

3.1.2 Epidemiologi
Di

Indonesia,

data

nasional

mengenai

jumlah

operasi

tonsilektomi

atau

tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5
tahun terakhir (1999-2003) menunjukan kecenderungan penurunan jumlah operasi
tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan
puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 (152
kasus). Sedangkan data dari rumah sakit Fatmawati dalam 3 tahun (2002-2004) menunjukan
kecenderungan kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi
tonsiloadenoidektomi.2
Di India dari penelitian diambil dari 100 anak dengan 62 anak laki-laki dan 38 anak
perempuan dengan sumbatan hidung karena adenoid hipertrofi. Kelompok sampel penelitian
adalah usia 4-12 tahun. Analisis ukuran adenoid diambil dengan menggunakan foto lateral
nasofaring, dari semua anak dari 4-12 tahun dengan bilateral sumbatan hidung dan bernafas
menggunakan mulut, dari penelitian banyak disebabkan oleh ukuran adenoid yang
membesar.9

3.1.3 Etiologi
Penyebab pembesaran adenoid dapat diringkas menjadi dua yaitu secara fisiologis dan
faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya
yaitu 3-7 tahun. Biasanya asimptomatik, namun jika cukup membesar akan menimbulkan
gejala. Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik atau
rekuren pada saluran pernapasan atas atau ISPA. Hipertrofi adenoid terjadi akibat adenoiditis
yang berulang kali antara usia 4-14 tahun. Akibat dari hipertrofi ini akan timbul sumbatan
koana dan sumbatan tuba Eustachius yang akan menimbulkan gejala-gejala klinis pada
pasien.1,2,4,7,9,10

3.1.4 Patogenesis
Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak berumur 4
tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid (pharyngeal
tonsil) merupakan organ limfoid pertama didalam tubuh yang menfagosit kuman-kuman
10

patogen. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai peranan penting sebagai organ yang
khusus dalam respon imun humoral maupun salular, seperti pada bagian ephitalium
kripte, folikel limfoid dan bagian eksrtafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan
merupakan respons terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme
pathogen.2
Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong yang mengakibatkan tersumbatnya
jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha yang keras untuk
bernafas sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang terbuka. Adenoid dapat
menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal sehingga mempengaruhi suara.2
Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba eustachius yang
akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah akibat tuba
eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya sumbatan.2
3.1.5

Gejala Klinis

Pembesaran adenoid menimbulkan beberapa gangguan :


-

Obstruksi nasi
Pembesaran adenoid dapat membuat sumbatan parsial atau total respirasi hidung
sehingga terjadi mendengkur, percakapan hiponasal, dan membuat anak terus bernafas
melalui mulut, apnoe pada waktu tidur, sering menderita rinore, gangguan ventilasi
dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan sinusitis kronik. Beberapa
penelitian menunjukan korelasi statistic antara pembesaran adenoid dan kongesti

hidung dengan rinoskopi anterior.1,2,7,9,10,11,12


Facies Adenoid
Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid mempunyai
tampak muka yang karakteristik yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus ke depan
(prominen), arkkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien tampak

seperti orang bodoh.1,2,7,9,10,11,12


Efek pembesaran adenoid pada telinga
Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuran dengan otitis media akut
berulang, otitis media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik,
sekretori, ketulian.1,2,7,10,11,12

11

Adenoid3

Gambar 3.1.2 Wajah


3.1.6

Diagnosis

Diagnosis
-

ditegakkan

Tanda dan
Pemeriksaan
melihat

berdasarkan :

gejala

klinis.
rinoskopi anterior dengan

tertahannya

gerakan

velum

palatum

mole pata waktu fonasi.


Pemeriksaan rinoskopi posterior.
Pemeriksaan endoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid secara

langsung.
CT-Scan merupakan modilitas yang lebih sensitive dari pada foto polos untuk
identifikasi patologi jaringan lunak, tapi kekurangan nya memerlukan biaya yang

mahal.
Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral dapat melihat pembesaran
adenoid.

Prosedur pemeriksaan radiologi


-

Posisi pasien : pemeriksaan dilakukan pada pasien denan posisi berdiri tegak pada

film sejauh 180 cm


Pengukuran adenoid (A) : A adalah titik konveks maksimal sepanjang tepi inferior
bayangan adenoid. Garis B adalah garis yang ditarik dari tepi anterior basis oksiput.

Jarak A diukur dari titik A ke perpotongannya pada garis B.


Pengukuran ruang nasofaring : ruang nasofaring diukur sebagai jarak antara titik C,
sudut pester-superior dari palatum durum dan D (sudut anterior-inferior sincondrosis

sfenobasioksipital).
Jika sinkondrosis tidak jelas, maka titik D ditentukan sebagai titik yang melewati tipe

posterior inferior pterigoidea lateralis dan lantai tulang nasofaring.


Rasio adenoid nasofaring diperoleh dengan membagi ukuran adenoid dengan ukuran
ruang nasofaring, yaitu rasio AN=A/N
Rasio Adenoid-Nasofaring 0-0,52
: Tidak ada pembesaran
Rasio Adenoid- Nasofaring 0,52-0,72 : Pembesaran sedang- non obstruksi.
Rasio Adenoid- Nasofaring > 0,72
: Pembesaran dengan obstruksi.1,7,2,9

12

Gambar 3.1.3 Foto lateral Nasofaring9

Gambar 3.1.4 Endoskopi adenoid13

3.1.7

Prognosis

Adenoidektomi merupakan tindakan kuratif pada kebanyakan individu. Jika pasien


ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh sempurna, kerusakan akibat cor pulmonal
tidak menetap dan sleep apnea dan obstruksi jalan napas dapat diatasi.2,7

13

BAB IV
PENATALAKSANAAN
4.1 Penatalaksanaan
Adenoid dapat diangkat hanya dengan kuret saja, meskipun cara ini tisak sesempurna
metode lain. Metode yang lebih rasional dan efektif adalah dengan menggunakan metode
adenotom La Force atau Collum atau beberapa modifikasinya, kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan kuret tipe Barnhill. 4
Terapi terdiri atas adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi yang menyebabkan
obstruksi hidung, obstruksi tuba eustachius, atau yang menimbulkan penyulit lain. Operasi
dilakukan dengan alat khusus (adenotom). Kontraindiksi operasi adalah celah palatum atau
insufisiensi palatum karena operasi ini dapat mengakibatkan rinolalia aperta.2,4,10,13

14

Gambar 4.1.1 Adenotom3

Teknik adenoidektomi terbagi atas dua cara yaitu :2


1. Eksisi melalui mulut
Merupakan teknik yang paling banyak digunakan adenoid di keluarkan melalui mulut setelah
mulut dibuka dengan menggunakan suatu alat dan menarik ke langit-langit mulut. Suaru
cermin digunakan untuk melihat adenoid karena adenoid terletak pada rongga hidung bagian
belakang malalui pendekatan ini beberapa intrumen dapat dimasukan.2
a. Cold Surgical Technique:
- Curette anenoid : merupakan patokan dan etode konvensional yang sukses dilakukan.
Alat adenoid currete mempunyai sisi yang tajam dan bengko. Untuk mengangkat
adenoid digunakan mata pisau yang tajam setelah terlebih dahulu memposisikan
nasofaring. Perdarahan dapat dikontrol dengan elektrocauter.

15

Adenoid Punch : penekanan pada adenoid dengan menggunakan satu intrumen


bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan diatas adenoid kemudian celah itu

ditutup dan pisau bedah mengangkat adenoid.


Magill Forceps : Adalah suatu instrument yang berbentuk bengkok yang digunakan

untuk mencabut jaringan sisa pada adenoid.


b. Elektrocauter dengan Suction Bovie : teknik kedua dengan menggunakan
elektrocauter dengan suatu suction bovie yang berfungsi untuk mencabut jaringan
adenoid.2
c. Surgical microdebrider : Ahli bedah sudah menggunakan metode microdebrider,
sebagian orang menganggapnya lebih efektif. Perdarahan pasti terjadi pada
pengangkatan tetapi sebagian besar dilaporkan perdarahan menggunakan tradisional
currete. Mikrodebrider memindahkan jaringan adenoid yang sulit dijangkau oleh
teknik lain.2
2. Eksisi melalui hidung
Satu-satunya teknik bermanfaat untuk memindahkan adenoid melalui rongga hidung
dengan menggunakan alat mikrodebrider. Dengan prosedur ini, jika terjadi perdarahan
dikontrol dengan menggunakan cauter suction.2

Gambar 4.1.2 Pengangkatan jaringan adenoid dengan adenotom4

16

Gambar 4.1.3 Pengangkatan sisa adenoid dengan kuretase.4


4.2 Indikasi Adenoidektomi
Sumbatan
- Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut.
- Sleep apnea
- Gangguan menelan
- Gangguan berbicara
- Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)
Infeksi
- Adenoiditis berulang / kronik
- Otitis media efusi berulang / kronik
- Otitis media akut berulang
Kecurigaan neoplasma jinak / ganas.1,10,13
4.3 Komplikasi Adenoidektomi
Komplikasi tindakan adenoidekomi adalah perdarahan bila pengerokan adenoid
kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding belakang
faring. Bila kuretase terlalu lateral maka torus tubarius akan rusak dan mengakibatkan oklusi
tuba eustachius dan akan timbul tuli konduktif.1,4,10,13,14

17

BAB V
KESIMPULAN

Menurut anatomi, faring dibagi menjadi tiga yaitu nasofaring, orofaring, dan
laringofaring, dimana adenoid merupakan jaringan limfoid yang berada pada

nasofaring, di atas palatum molle dan termasuk dalam cincin waldeyer.


Pembesaran adenoid adalah membesarnya ukuran adenoid pada nasofaring yang dapat
diketaui dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinik THT dan pemeriksaan

penunjang.
Penyebab pembesaran adenoid secara fisiologis akan mengalami hipertrofi pada masa
puncaknya yaitu 3-7 tahun. Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak yang

mengalami infeksi kronik atau rekuren pada saluran pernapasan atas atau ISPA.
Hipertrofi adenoid menimbulkan gejala-gejala seperti adanya obstruksi nasi, facies

adenoid, efek pembesaran adenoid pada telinga.


Diagnosis pada adenoid hipertrofi dapat ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik THT seperti rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, dan berbagai
pemeriksaan penunjang seperti endoskopi CT-Scan ataupun pemeriksaan radiologi

foto polos lateral untuk melihat pembesaran adenoid.


Penatalaksanaan pada adnoid hipertrofi dilakukannya

adenoidektomi

yaitu

pengangkatan jaringan adenoid yang hipertrofi mengakibatkan obstruksi hidung,


18

obstruksi tuba eusthacius ataupun penyulit lainnya, operasi dilakukan dengan alat

khusus yaitu adenotom.


Teknik adenoidektomi terbagi menjadi dua cara yaitu teknik melalui mulut yang
sering dilakukan dan teknik melalui hidung. Dimana memiliki komplikasi tindakan
berupa perdarahan bila pengerokan yang kurang bersih, kerusakan dinding belakang
faring bahkan jika kuretase terlalu kebelakang oklusi tuba eustachius yang
menimbulkan tuli konduktif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar, Za. Helmi. Restuti, Rd. In: Soepardi, Ea. Iskandar, N. Bashiruddin, J. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala Dan Leher: Nyeri
Tenggorokan. Edisi Ke-VI. Cetakan Ke-VI. Jakarta: Diterbitkan Oleh Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2007:214-215.224-225
2. Hipertrofi Adenoid. www.Sigidhs.Blogspot.com/hipertrofiAdenoid
3. Maqbool, Mohammad. Textbook of Ear, Nose Aand Throat Disease. Otosclerosis.
Edisi Ke-IX. Cetakan Ke-X. New Delhi: Diterbitkan Oleh Jaypee Brothers. 2000:
246-247
4. Ballenger, Jacob Jhon. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala Dan Leher:
Anatomi Bedah Faring. Jilid 1. Tanggerang: Diterbitkan Oleh Binarupa Aksara
Publisher 2000:318-358
5. Anatomi Adenoid. www.emedicine.Medscape.com
6. Boahene, Dk. Driscoll, Cl. In: Laklawani, Ak. Current Diagnosis And Treatment In
Otolaryngology-Head And Neck Surgery: Otosclerosis. Singapore: Diterbitkan Oleh
Medical Mc Graw Hill. 2008:340-343
7. Adams, Gl. Boies, Lr. Higler, Pa. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT (BOIES
Fundamentals of Otolaryngology): Gangguan Pada Rantai Osikula. Edisi 6. Cetakan
Ke-III. Jakarta: Diterbitkan Oleh Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997:322-326
8. Ballenger, Jacob Jhon. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala Dan Leher:
Tonsil. Jilid 1. Tanggerang: Diterbitkan Oleh Binarupa Aksara Publisher 2000:68
9. Adenoid Hipertrofi. www.Researchgate.net.com

19

10. Colman, Bernard. Diseases Of The Nose, Throat And Ear And Head And Neck.
Adenoid and Tonsils. Singapore: Diterbitkan Oleh Longman Singapore Publishers.
1992:95-97
11. Gillon, Victoria.M. Stafford, N. Segi Praktis Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok. Adenoid. Jakarta: Diterbitkan Oleh EGC.1991. 117-118
12. Thaller, Seth.R. Granick, Mark.S, Mayers, Eugene.N. Diagram Diagnostik Penyakit
Telinga, Hidung, Dan Tenggorokan. Tuli.Cetakan Ke-III. Jakarta: Diterbitkan Oleh:
EGC. 1995:81-82
13. Adenoidektomi. www.Emedicine.Medscape.com
14. Bingham, Brian.J. Hawthorne, Maurice.R. Synopsis Operative ENT Surgery.
Adenoidectomy. Singapore : Diterbitkan Oleh Butterworth Heinemann. 1992: 62-65

20

Вам также может понравиться