Вы находитесь на странице: 1из 6

INVAGINASI

5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dindingnya.
Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices
epiploideae.
6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.

------------------------------------------------- RD - Collection 2002


-----------------------------------------------

Anatomi usus halus


Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, yejunum dan ileum. Panjang
duodenum 26 cm, sedangkan yejunum + ileum : 6 m Dimana 2/5 bagian adalah
yejunum (Snel, 89). Sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia
dewasa adalah 5-6 m. Batas antara duodenum dan yejunum adalah ligamentum
treits.
Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari :
1. Lekukan lekukan yejunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum di
bawah sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak pada bagian bawah
rongga peritoneum dan dalam pelvis.
2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada ileum
Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih permanen
yaitu plica circularis, lebih besar, lebih banyak dan pada yejunum lebih
berdekatan ; sedangkan pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian bawah
lipatan ini tidak ada.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan kiri
aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya menmbentuk satu atau dua
aarkade dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke
dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek, yang
beraal dari 3 atau 4 atau malahan lebih arkade.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak
jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum
lemak disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak ditemukan dari pangkal
sampai dinding usus halus.
6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum
bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.
Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah :
Perbedaan eksterna
1. Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedang kan colon asenden
dan colon desenden terfiksasi tidak mudah bergerak.
2. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar
yang terisi.
3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke
bawah menyilang garis tengah, menuju fosa iliaka kanan.
4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus. Pada
usus besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita
yaitu taenia coli.

Perbedaan interna
1. Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plica
silcularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.
2. Mukosa usus halus mempunyai fili, sedangkan mukosa usus besar tidak
mempunyai.
3. Kelompokan jaringan limfoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa usus
halus , jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.

Intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan


merupakan kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah masuknya
segmen usus proksimal (kearah oral) kerongga lumen usus yang lebih distal
(kearah anal) sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus
Definisi lain Invaginasi atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus
(Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya
usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum) memasuki usus
bagian distal (intussucipient), tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau
retrograd (Bailey,90) Paling sering masuknya ileum terminal ke kolon.
Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu segmen usus
yang dimasuki segmen lain
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik
berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa.
Pada anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai
kelainan pada ususnya sebagai penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli,
Polyp, Hemangioma (Schrock, 88). Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama
adanya tumor yang menyebabkannya (Dunphy 80). Perbandingan kejadian antara
pria dan wanita adalah : 3 : 2 (Swenson,90), pada orang tua sangat jarang dijumpai
(Ellis ,90). Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah
ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam
coecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partiil
maupun total. Intususepsi paling sering mengenai daerah ileosekal, dan lebih jarang
terjadi pada orang tua dibandingkan dengan pada anak-anak. Pada kebanyakan kasus
pada orang tua dapat diketemukan penyebab yang jelas, umumnya tumor yang
membentuk ujung dari intususeptum.
Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak
ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir 70%
kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, paling sering
dijumpai pada ileosekal. Invaginasi sangat jarang dijumpai pada orang tua, serta
tidak banyak tulisan yang membahas hal ini secara rinci.

Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak-anak dan dewasa, pada anakanak etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan
sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen
oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat operasi lead
poinnya dapat ditemukan

Kalsifikasi
Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :
1. Enterik usus halus ke usus halus
2. Ileosekal valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan
menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari
intususepsi.
3. Kolokolika kolon ke kolon.
4. Ileokoloika ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.
Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai valvula
ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk masing-masing
jenis intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran : 39% ileosekal, 31,5 %
ileokolika, 6,7% enterik, 4,7 % kolokolika, dan sisanya adalah bentuk-bentuk yang
jarang dan tidak khas (Tumen 1964).
Invaginasi dapat ditemukan di semua umur, pada penderita dewasa ditemukan 5%kasus
obstruksi usus disebabkan karena invaginasi (Ellis,90). Biasanya terdapat tumor pada
apex intussuception, pada usus halus biasnya tumor jinak dan tumor ganas pada usus
besar. (Ellis 90). Tumor usus halus banyak ditemukan diduodenum, yejunum bagian
proksimal dan terminal ileum. Distal yejunum dan proksimal ileum relatif jarang
(Leaper 89) dan terbanyak di temukan di terminal ileum (Schrok,88). Tumor usus halus
merupakan 1-5% tumor di dalam saluran pencernaan makanan, hanya 10 % yang akan
menimbulkan gejala-gejala antara lain perdarahan, penyumbatan atau invaginasi.
Perbandingan tumor jinak dan tumor ganas adalah 10 : 1 (Schrock,88). Tumor jinak
usus halus biasanya adenoma, leyomiomalipoma, hemangioma, ployposis. Sedangkan
tumor ganas biasanya carcinoma, carcinoid tumor, sarcoma, tumor metastase
(Leaper,89).

Epidemiologi
Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang , menurut angka yang
pernah dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat abdomen dan 3%
dari kejadian obstruksi usus , angka lain melaporkan 1% dari semua kasus obstruksi
usus, 5% dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan dewasa), sedangkan angka-angka
yang menggambarkan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin dan umur belum
pernah dilaporkan, sedangkan segmen usus yang telibat yang pernah dilaporkan
Anderson 281 pasien terjadi pada usus halus ( Jejunum, Ileum ) 7 pasien ileocolica, 12
pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336 kasus yang ia laporkan . Desai pada 667
pasien menggambarkan 53% pada duodenum,jejunum atau ileum, 14% lead pointnya
pada ileoseccal, 16% kolon dan 5% termasuk appendik veriformis.

Hampir 70 % kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun
(Bisset et all, 1988) sedangkan Orloff mendapatkan 69% dari 1814 kasus pada bayi
dan anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Chairl Ismail 1988
mendapatkan insiden tertinggi dicapai pada anak-anak umur antara 4 sampai dengan
9 bulan. Perbandingan antara laki-laki dan wanita adalah 2:1 (Kartono, 1986; Cohn
1976; Chairul Ismail !988).
Insidensi tertinggi dari inttususepsiterdapat pada usia dibawah 2 tahun (Ellis 1990).
Orloof mendapatkan 69% dari1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia kurang
dari 1 tahun (Cohn 1976). Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan
penyebab kira-kira 80-90% dari kasus obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi
lebih jarang terjadi dan diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 5% dari kasus
obstruksi (Ellis, 1990)

Patofisiologi
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa
pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu
bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau
kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral
keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau
proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan
khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien
pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus
lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan
aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding
usus
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum.
Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum
ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan
juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya
mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt
sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan
menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada
dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren.
Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan
ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula
lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada
intususepsi (Tumen 1964).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun
total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih
mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal
yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya
terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi

Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik
obstruksi paralitik (Meingots 90 ; Bailey 90).
Menurut etiologinya ada 3 keadaan :
1. sebab didalam lumen usus
2. sebab pada dinding usus
3. sebab diluar dinding usus (Meingots 90)
Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi
usus halus letak rendah dan obstruksi usus besar.
Berdasarkan waktunya dibagi :
1. Acuta intestinal obstruksi
2. Cronik intestinal obstruksi
3. Acut super exposed on cronik
Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di
usus besar (Schrock, 82).
Aethiologiobstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah :
1. Adhesion
2. Hernia
3. Neoplasma
4. Intussusception
5. volvulus
6. benda asing
7. batu empedu
8. imflamasi
9. strictura
10. cystic fibrosis
11. hematoma

Etiologi
Menurut kepustakaan 90-95% terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat
idiopatik. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum terminal
berupa hipertrophi jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis)
yang mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi saluran nafas. Keadaan ini
menimbulkan pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi
aliran vena obstruksi intestinal perdarahan. Penebalan ini merupakan titik
permulaan invaginasi.
Pada anak dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip,
hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti
spasmolitik pada diare non spesifik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet
makanan dari cair ke padat, perubahan pola makan dicurigai sebagai penyebab
invaginasi
Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang
jelas sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic
intususeption.

Sedangkan pada anak-anak umur lebih dari 2 tahun dapat dijumpai kelinan pada
usus sebagai penyebabnya, misalnya divertical meckel, hemangioma, polip. Pada
orang tua sangat jarang dijumpai kasus invaginasi (Tumen 1964; kume GA et al,
1985; Ellis 1990), seta tidak banyak tulisan yang membahas tentang invaginasi pada
orangtua secar rinci.
Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional
berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga berperan pada
timbulnya invaginasi. Infeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan anak
dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu penyebab
invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut di bagian bedah dan
dapat terjadi pada semua umur. Insiden puncaknya pada umur 4 - 9 bulan, hampir
70% terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana laki-laki lebih sering dari
wanita kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan invaginasi
menjadi suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluhpembuluh darah segmen intususeptum usus atau mesenterial. Bagian usus yang
paling awal mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus
yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa
sehingga timbul perdarahan. Campuran antara mucus dan darah tersebut akan keluar
anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (red currant jelly stool).
Keluarnya darah per anus sering mempersulit diagnosis dengan tingginya insidensi
disentri dan amubiasis. Ketiga gejala tersebut disebut sebagai trias invaginasi.
Iskemik dan distensi sistem usus akan dirasakan nyeri oleh pasien dan ditemukan
pada 75% pasien. Adanya iskemik dan obstruksi akan menyebabkan sekuestrisasi
cairan ke lumen usus yang distensi dengan akibat lanjutnya adalah pasien akan
mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi dapat menimbulkan syok. Mukosa usus yang
iskemik merupakan port de entry intravasasi mikroorganisme dari lumen usus yang
dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi sistemik dan sepsis.
Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen usus,
yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang
pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak
intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak (diverticle
meckels, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah bersifat ganas
(adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensiny labih rendah
seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan abdomen
sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi
pada penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang
tidak dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik .
Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus yang terjadi
pada bayi/ anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada kira-kira 95%
kasus. Sebaliknya 80% dari kasus pada dewasa mempunyai suatu penyebab organik,
dan 65% dari penyebabnya ini berupa tumor baik benigna maupun maligna.

Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus ditangani dengan anggapan
terdapat keganasan. Insidensi tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang hanya
mengenai kolon saja (Cohn 1976).

Gambaran Klinis
Rasa sakit adalh gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya
serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan
kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit
berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dnegan
serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala.
Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah,
keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut.
Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi
letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh
kembalinya aliran darahdari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit
darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan.
Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan pada 90%,
muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya masa abdomen
pada 73% kasus (Cohn, 1976).
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus
pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya
intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua
disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi
pada anak-anak. Pada orng dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang
jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam usaha menegakkan
diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan lain (Cohn,
1976). Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan
intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan radiologis
seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis. Pemeriksaan radiologis
sering tidak berhasil mengkonfirmasikan diagnosis karena tidak terdapat intususepsi
pada saat dilakukan pemeriksaan. Intussusepsi yang terjadi beberapa saat
sebelumnya telah tereduksi spontan. Dengan demikian diagnosis intussusepsi harus
dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan obstruksi usus yang berulang,
meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan laim tidak
memberikan hasil yang positif.
Pada kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan
membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari
serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang
juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui
rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang
juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa abdomen dapat
diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan (Tumen, 1964).

Diagnosis
Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai
dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi
segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila
berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus
bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya
darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada tinja
dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus
pada + 20% kasus.
Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran
pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang disebut sebagai gejala paling
awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus. Pasien biasanya mendapatkan
intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa
pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang
diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai
sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu
gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya
invaginasi sulit ditentukan
Muntah reflektif sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini
dijumpai pada + 75% pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai
gejala yang dominan pada sebagian besar pasien. Muntah reflektif terjadi tanpa
penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan
sampai muntah bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya
sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain
berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan
didapatkan pada 90%.
Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dances Sign dan Sousage
Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja serta
tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi. Dances Sign dan
Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini patognomonik pada
invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering
ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan
teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dances Sign. Pemeriksaan colok dubur
teraba seperti portio uteri, feces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan
merupakan suatu tanda yang patognomonik.
Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran
tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu
menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan
melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi.
Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi
stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.

TRIAS INVAGINASI :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping
pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam)
currant jelly stool
Obstruksi usus ada 2 :
1. Mekanis kaliber usus tertutup
2. Fungsional kaliber usus terbuka akibatperistaltik hilang
Pemeriksaan Fisik :

Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.

Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan

Nyeri tekan (+)

Dancen sign (+) Sensai kekosongan padakuadran kanan bawah karena


masuknya sekum pada kolon ascenden

RT : pseudoportio(+), lender darah (+) Sensasi seperti portio vagina


akibat invaginasi usus yang lama
Radiologis :

Foto abdomen 3 posisi


Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran
plika
circularis usus) DAH
Colon In loop berfungsi sebagai :
Diagnosis cupping sign, letak invaginasi
Terapi Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2
obstruksi dan kejadian < 24 jam
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar
bersama feses dan udara
Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit,
meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa
dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah
cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan
radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed tomography), meskipun
umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik.
Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema mungkin
dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran
barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance pada barium di
tempat ini.

Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan


tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh
suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika
salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada
tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan (Cohn 1976).
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi mempunyai
riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadnag mencapai waktu
bertahun tahun. Keadaan ini lebih sering ditemukan padaorng dewasa daripada
anak-anak (Tumen 1964). Biasanya ditemukan suatu kelainanlokal pada usus namun
Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan dari literatur 122 kasus intususepssi
khroni primeir pada orang dewasa. Beberapa penulis tidak menyetujui konsep
bahwa intususepsi tersebut berlangsung terus menerus dalam waktu demikian lama.
Stallman (cit Tumen 1964) mempertanyakan tepatnya penggunaan istilah intususepsi
khronis. Goldman dan Elman (cit Tumen 1964) mengemukakan keyakinannya
bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan intususepsi yang
berlangsung lebih dari 1 minggu. Para penulis ini berpendapat, hal yang paling
mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini adalah adanya reduksi spontan dan
rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium yang panjang, yang
memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan sirkulasi,kemungkinan dapat
menyebabkan terpeliharanya integritas striktural usus. Serangan ini dapat berulang
dalam waktu yang lama dengan status kesehatan penderita yang relatif baik, sampai
akhirnya terdapat suatu serangan yang demikian beratnya sehingga tidak dapat
tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi diperlukan.
Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu
melalui :
Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti
diatas).
Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed
Tomography)

Penatalaksanaan
Dasar pengobatan adalah :
1.Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.
3.Antibiotika.
4.Laparotomi eksplorasi.
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan
diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan
memberikan prognosa yang lebih baik.

Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak
dahulu mencakup dua tindakan :

Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan
kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan
oleh Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun
1976.

Reduksi manual (milking) dan reseksi usus


Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka
lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang
ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang
berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk
suatu operasi. Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan
standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi
tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking
harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan
dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang
tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau
ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus
direseksi dilakukan anastomose end to end apabila hal ini memungkinkan,
bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.

Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada saat
pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar
kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah
dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha
reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hatihati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu
dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang
idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975
cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keraguraguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada
kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan
koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit
2. Durante Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kausa
terbanya intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka
tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang
terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersifat jinak
maupun yang ganas.
Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:

1. Ruptur dinding usus selama manipulasi


2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi
3. Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi
4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas
5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat
Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus yang
terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi,
kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak
ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus
retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan,
keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak
tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa
riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi
anastosmose .
3. Pasca Operasi
Hindari Dehidrasi
Pertahankan stabilitas elektrolit
Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus
Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya adalh
besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan reseksi.
Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba dengan hati-hati
, tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema, reduksi tidak boleh
dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila akan melakukan
reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya dipertimbangkan juga sisa
usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari / memperkecil timbulnya short
bowel syndrom.
Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:
adanya reseksi usus yang etensif
diarhea
steatorhe
malnutrisi
Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan gangguan
nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2 meter atau kurang
fungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka dengan
nutrisi prenteralpun tidak akan adequat. (Schrock, 1989).

Вам также может понравиться