Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile
illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah
dengue disertai syok (dengue shock syndrome = DSS). Gambaran manifestasi
klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, dengan
kasus DBD dan DSS yang dirawat dirumah sakit sebagai puncak gunung es yang
terlihat diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue
infection dan demam dengue) merupakan dasarnya.1
Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua
setelah Thailand. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran
kasus DBD sangat kompleks yaitu: pertumbuhan penduduk yang tinggi,
urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor
nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan peningkatan sarana transportasi.1, 2
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi beberapa
faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi
virus dengue, virulensi virus dengue, dan kondisi geografis setempat.1
Pada
DBD
terjadi
perembesan
plasma
yang
ditandai
dengan
Page 1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Demam
berdarah dengue/DBD
(dengue
Page 2
Page 3
a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer
merupakan tempat utama terjadinya virus dengue primer
b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear.
Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear
yang telah terinfeksi
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar
ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut
mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa
renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan
sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya
mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi
sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor
Aktivasi limfosit T
Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD. Akibat
rangsangan monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue,
limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh
virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD 4+ dan CD8+
spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator
yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.1
Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat
serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat
terjadi sebagai akibat serotipe/galur serotipe virus dengue yang paling virulen.1
2.5. Manifestasi klinis
Case : DHF Grade III
Pembimbing : dr. H. Romer Danial, Sp. A
Page 4
Demam dengue
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal
penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodormal seperti nyeri kepala, nyeri
berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil dan malise. Dijumpai trias
syndrome, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruan
(rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada
hari sakit ke 3-5 dan berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang
menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar
ke anggota gerak dan muka.1, 2, 3, 4, 5, 6
Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak,
disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung,
otot, sendi dan disertai rasa menggigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat
bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik, tetapi pada
penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien
sehingga tidak dapat dianggap patognomonik.1, 2, 3
Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering
ditemukan. Pada stadium dini sering timbul perubahan dalam indera pengecap.
Gejala klinis lain yang sering terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran,
suara serak, batuk, epistaksis, dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan
membesar pada 67-77% kasus.1, 2, 3
Page 5
Gejala Klinis
Demam Berdarah
(DD)
Dengue (DBD)
++
Nyeri kepala
+++
Muntah
++
Mual
++
Nyeri otot
++
Ruam kulit
++
Diare
Batuk
Pilek
++
Lemfadenopati
Kejang
Kesadaran menurun
++
Obstipasi
++
++++
Petekie
+++
++
Hepatomegali
+++
Nyeri perut
+++
++
Trombositopenia
++++
syok
+++
Page 6
2.6. Diagnosis
Klinis
WHO membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat 1, 2, 3, 4
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Page 7
Laboratorium
Didapatkan trombositopenia (100.000/ul), peningkatan hematokrit 20%
dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa
konvalesen. Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai
trombositopenia dan peningkatan hematokrit sudah cukup untuk klinis membuat
diagnosis DBD. Dengan patokan ini, 87% kasus tersangka DBD dapat didiagnosis
dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan serologis, dan dapat dihindari
diagnosis berlebihan.1, 2
Pemeriksaan laboratorium lainnya adalah :2
Hemostasis : pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah
Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
SGOT/SGPT dapat meningkat
Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
IgM
IgG
: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2
Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
Case : DHF Grade III
Pembimbing : dr. H. Romer Danial, Sp. A
Page 8
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.2
2.7. Penatalaksanaan
Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan :1, 3
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirup, susu,
disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
penyembuhan. Meskipun demikian, semua pasien harus diobservasi terhadap
komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan
oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dengan DBD pada
fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan
terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan
sirkukasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai
gejala syok. Oleh karena itu orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri
perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa
seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal
tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa kerumah
sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari,
tidak perlu lagi di observasi.1, 3
Case : DHF Grade III
Pembimbing : dr. H. Romer Danial, Sp. A
Page 9
Page 10
Gambar 2.2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II tanpa peningkatan
hematokrit
Page 11
Gambar 2.3. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II dengan peningkatan
hematokrit
Fase demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,
muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.1, 3
Page 12
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam
tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air
teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50
ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, anak
diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum ASI, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi
kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.1, 3
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode
kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke3-5 fase
demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali
sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali.1, 3
Penggantian volume plasma
Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus
syok mungkin lebih sering lagi (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam
berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan
jumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal
mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.1, 3
Cairan intravena diperlukan apabila (1) anak terus muntah, tidak mau minum,
demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan per oral, ditakutkan terjadinya
dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok, (2) nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung
dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5%
didalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat
7, 46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.1, 3
Case : DHF Grade III
Pembimbing : dr. H. Romer Danial, Sp. A
Page 13
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan
yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang
diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu
cairan rumatan + defisit 6% (5-8%), seperti tertera pada tabel dibawah ini.1, 3
Tabel 2.2. Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5-8%)
Berat badan waktu masuk RS (kg)
<7
220
7-11
165
12-18
132
>18
88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur
dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan
derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan
berat badan ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat
diperhitungkan dari tabel berikut 1, 3
Tabel 2.3. Kebutuhan cairan rumatan
Berat badan (kg)
10
100 per kg BB
10-20
1000 + 50 (BB-10)
>20
1500 + 50 (BB-20)
Pasien harus segera dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok
yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstremitas dingin, bibir sianosis, oligouri, nadi
lemah, tekanan nadi menyempit (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan
peningkatan mendadak dari hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus
menerus walaupun telah diberi cairan intravena.1, 3
Sindrom syok dengue
Case : DHF Grade III
Pembimbing : dr. H. Romer Danial, Sp. A
Page 14
Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama. Pasien anak akan cepat
mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada
penderita SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mmHg segera
berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kgBB/jam selama 30 menit, bila syok
teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB.1, 3
Page 15
ml/kgBB/jam, bila tidak ada perbaikan, stop pemberian kristaloid dan berikan
cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kgBB/jam. Pada umumnya
pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kgBB. Maksimal pemberian koloid 1500
ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan
resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit
menurun, diduga sudah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfusi
darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap lebih tinggi, maka berikan darah
dalam volume kecil (10 ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/24 jam.
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan
klinis dan kadar hematokrit.1, 3
Pemeriksaan hematokrit untuk memantau penggantian volume plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan
kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10
ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang
terjadi selama 24-48 jam.1, 3
Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan
nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi
bahwa keadaan sirkulasi membaik. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan
lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah
yang berlebih pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ekstravaskuler, maka akan
menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung.
Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai
tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan
darah yang normal, diuresis cukup, tanda vital baik. Merupakan tanda terjadinya
fase reabsorbsi.1, 3
Koreksi gangguan metabolit dan elektrolit
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/DSS, maka
analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat.
Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tata
Case : DHF Grade III
Pembimbing : dr. H. Romer Danial, Sp. A
Page 16
Page 17
Efusi pleura
2.9. Prognosa
Kematian telah terjadi pada 40%-50% penderita dengan syok, tetapi
dengan perawatan intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2%. Ketahanan
hidup secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif.4
Page 18
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. Anamnese Pribadi
Nama
Umur
: 8 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku
: Batak
Alamat
Tanggal Masuk
: 18 Januari 2014
BB Masuk
: 37 kg
PB Masuk
: 115 cm
AYAH
IBU
Nama
Syahrul H.Lubis
Nurelia
Umur
40 tahun
36 tahun
Agama
Islam
Islam
Suku
Batak
Batak
Perkawinan
RPT
Alamat
Page 19
Pendidikan Terakhir
SMA
SMP
Pekerjaan
Wiraswasta
III.Riwayat Kelahiran
Cara lahir
: Spontan pervaginam
Tempat lahir
: Klinik bidan
Tanggal lahir
: 5 November 2005
BB lahir
: 3000 gram
PB lahir
: 40 cm
Usia lahir
: 36 minggu
Umur 1 bulan
Umur 3 bulan
Umur 10 12 bulan
Umur 1 3tahun
Page 20
Umur 0 6 bulan
: ASI eksklusif
2 tahun sekarang
: Makanan keluarga
:+
Hepatitis B
:+
Polio
:+
DPT
:+
Campak
:+
Kesan
VII.
Scar +
Page 21
Keluhan Utama
: Demam
Telaah
Demam dialami os sejak 3 hari ini, demam tinggi mendadak terus menerus,
mengigau (-), mengigil (-). Muntah dialami os sejak 2 hari ini diawali dengan
mual dengan frekuensi 2x, frekuensi 20 cc/x isi muntah apa yang dimakan dan
diminum. Nyeri perut juga dialami os. Batuk dialami os sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit,batuk tidak berdahak . Pada tangan dan kaki os ditemukan
bintik bintik berwarna kemerahan seperti makulopapular. BAK dan BAB (+)
normal.
RPO : Amoxicilin, paracetamol, ranitidine
RPT
X. Pemeriksaan Fisik
1. Status Presenst
KU/KP/KG
Sensorium
Temperatur
Tekanana Darah
Heart Rate
Respiratory Rate
Tinggi Badan masuk
Berat Badan masuk
: sedang/buruk/overweight
: Compos Mentis
: 38,20C
: 110/90 mmHg
: 120 x/menit,reguler
: 32 x/menit,reguler
: 115 cm
: 37 kg
Anemia
Dyspnoe
Ikterus
Sianosis
Oedem
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
2. Status Lokalis
a. Kepala :
Mata
: RC +/+, pupil isokor, conjungtiva palpebra inferior pucat
Hidung
Telinga
Mulut
b. Leher
c. Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Page 22
: Simetris
: Soepel, H/L tidak teraba
: Timpani
: Peristaltik (+), Normal
e. Ekstremitas
Atas
Bawah
CRT< 3,
Tekanan Darah 110/90 mmHg
Rumple leed test (+), ptekie (+), makulopapular (+)
: Akral dingin, CRT < 3
f. Genitalia
g. Anus
TANGGAL
HASIL
Mantouxtest
Radiologi
Pungsi Lumbal
Kimia Darah
EKG
Mikrobiologi
CT Scan
Page 23
Biopsy
EEG
Sceening perdarahan
Feces
Darah
18/1/14
18.47
19/1/14
20/1/14
00.29
10.44
17.30
22.35
07.24
21.59
21/114
22/1/14
09.46
06.50
WBC
7400
8400
11800
11700
10300
9400
7300
8500
8100
RBC
6,09
6,03
5,83
5,39
4,91
4,52
4,94
4,40
4,57
HGB
15,6
15,7
15,0
13,8
12,6
11,7
12,9
11,4
11,9
HCT
46,1
45,5
44,2
40,7
36,9
34,2
37,5
35,0
35,0
MCV
75,7
75,5
75,8
75,5
75,2
75,7
75,9
80
76,6
MCH
25,6
26,0
25,7
25,6
25,7
25,9
26,1
25,9
26,0
MCHC
33,8
34,5
33,9
33,9
34,1
34,2
34,4
32,6
34,0
PLT
42000
23000
25000
28000
32000
51000
58000
114000
185000
Ringkasan
1. Anamnesa
Demam dialami os sejak 3 hari ini, demam tinggi mendadak terus
menerus, mengigau (-), mengigil (-). Muntah dialami os sejak 2 hari ini
diawali dengan mual dengan frekuensi 2x, frekuensi 20 cc/x isi muntah
apa yang dimakan dan diminum. Nyeri perut juga dialami os. Batuk
Case : DHF Grade III
Pembimbing : dr. H. Romer Danial, Sp. A
Page 24
: sedang/buruk/overweight
: Compos Mentis
: 38,20C
: 110/90 mmHg
: 120 x/menit,reguler
: 32 x/menit,reguler
: 115 cm
: 37 kg
Anemia
Dyspnoe
Ikterus
Sianosis
Oedem
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
3. Status Lokalis
a. Kepala
Mata
: RC +/+, pupil isokor, conjungtiva palpebra inferior pucat
Hidung
Telinga
Mulut
b. Leher
c. Thorax
Page 25
Diagnose Kerja
Therapy
Usul
Prognosa
Page 26