Вы находитесь на странице: 1из 8

Judul Penelitian :

Akuaponik, Solusi Budidaya Ikan sekaligus Tanaman di


Lahan Terbatas

Peneliti :

Riza Rahman Hakim S.Pi

Salah satu sistem budidaya ikan terpadu adalah akuaponik. Menurut Diver
(2006), akuaponik adalah sistem biologis terpadu yang menghubungkan
resirkulasi akuakultur dengan sayuran hidroponik, bunga, maupun produksi
herbal. Dalam akuaponik akan dihasilkan air kaya nutrient hasil dari kotoran ikan,
yang merupakan sumber pupuk natural untuk pertumbuhan tanaman. Sebaliknya,
tanaman juga akan membantu memurnikan air sebagai media hidup ikan.
Disinilah terjadi proses mikrobial secara alami sehingga menjaga ikan dan
tanaman tetap sehat. Hal ini menciptakan ekosistem yang berkelanjutan di mana
kedua tanaman dan ikan dapat berkembang.
Praktis dan Menguntungkan
Akuaponik adalah jawaban yang ideal bagi petani ikan yang memiliki
masalah dalam pembuangan air yang kaya nutrisi dan petani tanaman hidroponik
yang membutuhkan air kaya nutrisi tersebut (Nelson and Pade, 2009).
Keberhasilan dalam sistem akuaponik salah satunya adalah desainnya yang praktis
karena hanya memerlukan sedikit lahan. Ini adalah alternatif cerdas yang aman
bagi lingkungan sekitar dan memungkinkan di tengah permasalahan sempitnya
lahan. Keuntungan lain adalah hasil panen bukan saja berupa ikan tetapi juga
tumbuhan. Namun di satu sisi, hal ini justru membutuhkan kemampuan manajerial
lebih, dimana secara bersamaan pengelolaan produksi dan pemasaran dua produk
pertanian yang berbeda.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan difokuskan
pada pembuatan desain akuaponik yang efisien di lahan terbatas dan mudah
diterapkan.
Metode Pembuatan Sistem Akuaponik
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan di Laboratorium Outdoor
Perikanan, Fakultas Pertanian Peternakan-UMM. Dalam penelitian digunakan

desain akuaponik model Simple Flood and Drain. Adapun bahan yang digunakan
adalah benih ikan nila (Oreochromis niloticus) berumur dua bulan, pakan pellet
ikan, tanaman tomat dan selada (lettuce), clay dan gravel. Sedangkan peralatan
meliputi kolam, pompa air, pipa air, pipa talang, besi siku, timbangan, pH pen,
oxymeter, termometer, dan ammonia kit.
Metode penelitian menggunakan metode

eksperimen

yang

akan

memberikan dua perlakuan untuk media tumbuh tanaman (grow bed), yaitu clay
(tanah liat yang dipadatkan kemudian dibakar), dan gravel (kerikil berdiameter 1
cm). Sedangkan untuk tanamannya menggunakan tomat dan selada. Selanjutnya
akan dianalisis pertumbuhan produktivitas ikan dan tanaman. Pengamatan untuk
produktivitas ikan meliputi sintasan dan pertumbuhan, sedangkan untuk
produktivitas tanaman diamati pertumbuhannya.
Desain Akuaponik
Desain akuaponik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Simple Flood and Drain, sebuah desain sederhana karena hanya memompa air
dari kolam langsung menuju media tanam akuaponik. Kemudian air dijatuhkan
lagi ke dalam kolam ikan dengan posisi media tumbuh tanaman (grow bed) berada
tepat di atas atau bisa juga di pinggir kolam ikan dengan diletakkan lebih tinggi
(Gambar 1).

Gambar 1. Desain Akuaponik

Pada penelitian akuaponik ini menggunakan dua perlakuan untuk media


tumbuh tanamannya (grow bed). Pada Perlakuan A (kolam A) menggunakan pasir
yang ditaruh di atas clay, perlakuan B (Kolam B) menggunakan pasir yang
diletakkan di atas gravels, dan perlakuan C (kolam C) sebagai kontrol, yang
menggunakan sistem budidaya intensif dan tidak memakai akuaponik.
Pada kolam A dan B menggunakan sistem resirkulasi, sehingga air dari
kolam ikan dipompa ke atas melewati grow bed akuaponik, kemudian
dikembalikan lagi ke kolam ikan. Sistem akuaponik ini lebih hemat, karena tidak
ada pemasukan air secara kontinyu. Berbeda dengan kolam C yang menggunakan
sistem budidaya intensif, dimana terdapat pintu masuk (inlet) dan keluar (outlet)
air secara terus-menerus.
Akuaponik menjadi media dengan resirkulasi yang sangat baik dalam
sistem budidaya ikan. Meskipun desainnya sederhana namun akuaponik berfungsi
maksimal, khususnya dalam sistem perbaikan kualitas air dan media tumbuh
tanaman. Hal ini dibuktikan dengan nilai parameter kualitas air (suhu, oksigen
terlarut, pH, dan amonia) yang tidak berbeda nyata dengan kolam yang mendapat
pasokan air secara kontinyu dan kualitas air berada pada kisaran baik untuk
kehidupan ikan nila.
Sintasan Ikan Nila
Survival rate atau sintasan ikan merupakan jumlah keseluruhan ikan
yang masih hidup ketika awal penelitian hingga akhir penelitian. Dalam
sistem akuakulktur secara umum, sintasan dapat dikatakan sebagai jumlah
ikan yang mampu bertahan hidup dari awal tebar benih hingga pemanenan.
Berdasarkan data sintasan ikan nila dalam studi ini menunjukkan
nilai sintasan yang tergolong sangat baik, karena tiap perlakuan memiliki
rata-rata sintasan di atas 90%. Pada perlakuan A memiliki sintasan 93%,
perlakuan B sebesar 92,3%, dan perlakuan C sebesar 93,6%. Gambar 2
Gambar 2. Jumlah Ikan Nila yang Hidup Selama Penelitian

Tabel 1. Uji-t Perbandingan Sintasan antar Kolam A, B dan C


Perbandingan
Kolam A dan Kolam B
Kolam A dan Kolam C
Kolam B dan Kolam C
Sumber : Data primer (2011)

t - hitung
0.267
0.759
0.378

t - tabel
3.182
3.182
3.182

Keterangan
Tidak berbeda
Tidak berbeda
Tidak berbeda

Benih ikan nila yang ditebar pada setiap kolam sebesar 300 ekor dan
jumlah yang hidup hingga akhir penelitian rata-rata di atas 270 ekor. Ketiga
perlakuan memiliki sintasan yang sama-sama baik akibat beberapa faktor.
Pertama, kualitas air sebagai media hidup ikan berada pada kisaran yang
optimal untuk kehidupan ikan nila. Kecuali pada suhu yang berkisar antara 22,81o
23,63 oC karena untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, suhu optimum
yang dibutuhkan ikan nila adalah 25o 30o C dan pertumbuhan akan terganggu
apabila suhu kurang dari 14oC atau pada suhu tinggi 38oC (Amri dan Khairuman,
2003). Sedangkan untuk parameter kualitas air lainnya menunjukkan kondisi yang
optimal, seperti oksigen terlarut (Dissolved Oxygen), pH (derajat keasaman),
kadar Amonia (NH4+), selain juga kualitas benih ikan nila yang berkualitas.
Dengan memanfaatkan tanaman yang ada di akuaponik, maka akan menghasilkan
biofilter alami sehingga kualitas air hasil resirkulasi akan sangat baik untuk
kehidupan ikan.
C. Pertumbuhan Ikan Nila
Pertumbuhan ikan dapat direfleksikan sebagai pertambahan ukuran
panjang maupun berat ikan. Dalam penelitian ini pertumbuhan yang
diamati adalah pertumbuhan mutlak berat ikan, yaitu dengan menghitung
selisih antara pertumbuhan akhir dan pertumbuhan awal selama penelitian.
Gambar 3.

Gambar 3. Pertumbuhan Ikan Nila


Tabel 2. Uji-t Perbandingan Pertumbuhan antar Kolam A, B dan C
Perbandingan
Kolam A dan B
Kolam A dan C
Kolam B dan C
Sumber : Data primer (2011)

t - hitung
0.143
0.097
0.245

t - tabel
3.182
3.182
3.182

Keterangan
Tidak berbeda
Tidak berbeda
Tidak berbeda

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan


diantaranya

adalah jenis pakan, kualitas benih, dan kualitas air.

Pertumbuhan ikan nila selama masa penelitian tidak ada perbedaan yang
signifikan pada tiap kolamnya. Pakan pellet yang diberikan dua kali sehari
mampu memberikan hasil yang baik bagi pertumbuhan. Salah satu faktor
penting yang menyebabkan tingginya pertumbuhan ikan nila pada kolam C
adalah faktor lingkungan, yaitu kualitas air khususnya oksigen terlarut
yang lebih tinggi akibat pemasukan air secara kontinyu.

Pertumbuhan Tanaman
Jenis tanaman yang ditanam pada akuaponik adalah tomat dan selada
(lettuce). (Gambar 5).

Gambar 4. Bibit Tanaman Tomat

Gambar 5. Bibit Tanaman Selada

Gambar 6. Tanaman Tomat Siap Panen

Gambar 7. Tanaman Selada Siap Panen


Akuponik pada kolam A yang menggunakan media tumbuh tanaman
berupa pasir dan clay ternyata memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan
akuaponik pada kolam B yang menggunakan pasir dan gravel. Terlihat tanaman
pada akuaponik A memiliki berat lebih besar dibandingkan dengan tanaman
akuaponik B, meskipun hasil panen untuk tanaman tomat pada akuaponik A
memiliki jumlah buah yang lebih sedikit dibanding akuaponik B (41:46 buah)
namun tetap, berat tanaman pada akuaponik A lebih berat daripada akuaponik B.

Meskipun sama-sama merupakan jenis non-organik media, namun clay


ternyata lebih cocok bagi perkembangan perakaran, sehingga efektif memacu
pertumbuhan tanaman.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media
tumbuh tanaman (grow bed) antara kombinasi pasir dan clay dengan kombinasi
pasir dan gravel pada sistem akuaponik, memberikan hasil yang tidak berbeda
untuk sintasan dan pertumbuhan ikan nila. Begitu pula perbandingan sintasan dan
pertumbuhan antara akuakultur sistem akuaponik dengan sistem konvensional
juga tidak ada perbedaan signifikan. Sedangkan untuk pertumbuhan tanaman,
grow bed yang berupa kombinasi pasir dan clay memberikan hasil panen yang
lebih baik.
Untuk akuakultur dengan lahan terbatas akan lebih baik bila
menggunakan sistem akuaponik, karena dengan sistem ini akan diperoleh
beberapa keuntungan diantaranya dapat memanen dua produk sekaligus,
yaitu ikan dan tanaman, disamping itu juga akan menghasilkan tanaman
organik yang tinggi kualitasnya. (rey)

Вам также может понравиться