Вы находитесь на странице: 1из 93

DETERMINASI INULIN DALAM SAMPEL EKSTRAK

UMBI DAHLIA (Dahlia spp L.) YANG DITANAM PADA


MEDIA TANAH DAN POLYBAG DENGAN METODE KLTDENSITOMETRI

SKRIPSI

Oleh
ARROOFITA ANI SANDIYA
NIM 092210101023

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2014

DETERMINASI INULIN DALAM SAMPEL EKSTRAK


UMBI DAHLIA (Dahlia spp L.) YANG DITANAM PADA
MEDIA TANAH DAN POLYBAG DENGAN METODE KLTDENSITOMETRI

SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Farmasi (SI)
dan mencapai gelar Sarjana Farmasi

Oleh
ARROOFITA ANI SANDIYA
NIM 092210101023

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2014

ii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:


1. Allah SWT yang dengan petunjuk, rahmat, ridho, tuntunan serta limpahan
kasih-Nya memberikan kemudahan, mengajariku arti dan kekuatan dalam
hidup;
2. Almarhum Papa H.M.Yasin.,S.H.,S.Sos dan Mama Hj. Dr. Anatasia
Murdyastuti., M.Si tercinta, Beliau berdua segalanya bagiku, terima kasih
atas segala dorongan, motivasi, semangat dan doanya;
3.

Bapak dan ibu guru di TK Al- Furqan Jember, SD Al- Furqan Jember,
SLTPN 1 Jember, SMAN 1 Arjasa-Jember dan Universitas Jember yang
telah memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh kesabaran;

4.

Almamater Fakultas Farmasi Universitas Jember semoga skripsi ini


bermanfaat.

iii

MOTTO

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa
dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.
- Thomas Alva Edison-

Life is like a wheel, sometimes you will be on the top, sometimes you will be at the
bottom. It is not important when we become on the top or at the bottom. But the most
important is grateful when success and patience when fail.
-Anonim-

Semangat itu berani memulai.


Semangat itu berani hadapi semua tantangan.
Semangat itu bisa runtuhkan segala penghalang.
Semangat itu tetap maju berjuang sampai akhir.
Semangat itu berdiri di garis finish dengan bangga.
Karna semangat itu awal segalanya.
-Arroofita Ani S-

iv

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Arroofita Ani Sandiya
Nim

: 092210101023

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul : Determinasi Inulin


dalam Sampel Ekstrak Umbi Dahlia (Dahlia spp L.) yang ditanam pada Media
Tanah dan Polybag dengan Metode KLT-Densitometri adalah benar-benar hasil karya
sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum
pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya
bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah
yang harus dijunjung tinggi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,
tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat
sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember,13 Januari 2014


Yang menyatakan,

Arroofita Ani Sandiya


092210101023

SKRIPSI

Determinasi Inulin dalam Sampel Ekstrak Umbi Dahlia (Dahlia spp L.) yang
ditanam pada Media Tanah dan Polybag dengan Metode KLT-Densitometri

Oleh

Arroofita Ani Sandiya


NIM 092210101023

Pembimbing

Dosen Pembimbing Utama : Yuni Retnaningtyas,S.Si.,Apt.M.Si


Dosen Pembimbing Anggota : Lestyo Wulandari,S.Si.,Apt,M.Farm

vi

ABSTRACT

Inulin is a polysaccharide , which is composed of fructose units. Inulin is


generally found in plants family Compositae, Amirilidaceae, and Poaceae. Benefits
inulin is as bifidogenic body, stimulate the immune system , relieve constipation ,
reduce the risk of osteoporosis . Inulin can be consumed alone as a prebiotic
supplement. The purpose of this study was to develop a method for determination of
inulin TLC-Densitometry in dahlia tuber extract samples (Dahlia spp L.) grown in
soil media and polybag . Determination of inulin as a method of TLC-Densitometry
using the stationary phase TLC plates Silica Gel F254, mobile phase = acetic acid
glacial p.a: methanol p.a: aquabides sterille (v/v/v/v) (0,5:7,5:2) , solvent =
Aquabides sterille: Ethanol 96 % p.a (3:1) v/v, apparition stains is mixed aniline in
acetone 1% v/v:diphenylamine in acetone 10% b/v:phosphoric acid (5:5:1), and the
wavelength () 380 nm . Validation of the method showed that the research
procedures performed has had good linearity with a coefficient correlation 0.996
and Vx0 value 4.850%. This method also gives good accuracy and precision that is
the percent recovery of inulin at 99,96%0,39%. and the value of repeatability =
0,993% < 2,7% and intermediate precision RSD = 0,554% < 2,7% with limits of
detection (LOD) and limit of quantitation (LOQ), respectively, 71,03 ng/spot and
236.76 ng/spot. The results showed levels of inulin in the dahlia tuber extract soil
planted mediated by 86.256%0.669% (%b/bRSD%) , and dahlia tubers grown
polybag mediated by 76.146%1.657% (%b/bRSD%) .

Keywords : Bulbs dahlia ( Dahlia spp L. ) , inulin , TLC , soil mediated , polybag
mediated

viii

RINGKASAN
Determinasi Inulin dalam Sampel Ekstrak Umbi Dahlia (Dahlia spp L.) yang
ditanam pada Media Tanah dan Polybag dengan Metode KLT-Densitometri;
Arroofita Ani Sandiya, 092210101023; 2014; 73 halaman; Fakultas Farmasi
Universitas Jember.
Inulin adalah senyawa karbohidrat alamiah yang merupakan polimer dari unitunit fruktosa. Pemanfaatan inulin untuk anak- anak lebih diarahkan terhadap
peningkatan kekebalan tubuh. Sedangkan pada usia manepause, inulin mampu
mencegah osteoporosis. Secara umum inulin dapat ditemukan dalam berbagai
tanaman. Jenis tumbuhan yang diteliti dan mengandung inulin umumnya termasuk
keluarga Compositae, Poaceae, dan Amarillidaceae.
Sumber inulin yang terdapat di Indonesia adalah umbi tanaman dahlia yang
merupakan keluarga Compositae. Dahlia adalah tanaman berumbi, umbi dahlia
mengandung hampir 70% pati dalam bentuk inulin. Belum terpublikasikannya
penelitian mengenai determinasi inulin dalam ekstrak umbi dahlia yang ditanam pada
media tanah dan polybag. Determinasi inulin ekstrak umbi dahlia pada penelitian ini
akan dilakukan dengan metode KLT-Densitometri.
Tahap pertama yang dilakukan adalah optimasi teknik ekstraksi umbi dahlia,
yang kemudian dilanjutkan validasi metode

KLT Densitometri untuk penetapan

kadar inulin dalam ekstrak umbi dahlia (Dahlia spp L.) yang ditanam pada media
tanah dan polybag. Tahapan validasi metode yang dilakukan meliputi linieritas,
spesifisitas, batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ), presisi, akurasi. Tahap
terakhir adalah determinasi inulin dalam ekstrak umbi dahlia yang ditanam pada
media tanah dan polybag dengan metode KLT-Densitometri.

ix

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik ekstraksi umbi dahlia yang


menghasilkan % rendemen yang lebih besar adalah teknik A yaitu 7,056 %. Kondisi
optimum untuk determinasi inulin dalam ekstrak umbi dahlia secara KLTDensitometri adalah Pelarut = Aquabides steril : Etanol 96% pa (3:1) v/v; Eluen (fase
gerak) = asam asetat glasial pa: metanol pa: aquabides steril (v/v/v/v) = 0,5:7,5:2;
Lama pengeringan setelah eluasi = 10 menit; Penampak noda= Campuran aniline
dalam aseton 1 % v/v: diphenylamine dalam aseton 10 % b/v: asam fosfat (5:5:1
v/v/v) ; Teknik pewarnaan = dicelup; suhu pengovenan = 110C; Panjang gelombang
maksimum () = 380 nm; Konsentrasi uji = 1000 ppm; fase diam = Lempeng KLT
Silika Gel F254. Metode KLT-Densitometri untuk determinasi inulin dalam ekstrak
umbi dahlia memberikan hasil analisis yang spesifik, linier (koefisien korelasi =
0,996, Vx0 4,850% dan Xp 757,59), peka (batas deteksi 71,03 ng/spot dan batas
kuantitasi 236,76 ng/spot), presis (RSD repeatability = 0,993%< 2,7%) dan (RSD
intermediet precision = 0,554%<2,7%), serta akurat (% Recovery 99,96 % 0,39%).
Kadar inulin dalam ekstrak umbi dahlia yang ditanam dimedia tanah sebesar
86,26% 0,669%, dan umbi dahlia yang ditanam dimedia polybag sebesar
76,15%1,657%.

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan
karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Determinasi Inulin dalam Sampel
Ekstrak Umbi Dahlia (Dahlia spp L.) yang ditanam pada Media Tanah dan Polybag
dengan Metode KLT-Densitometri dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada
Fakultas Farmasi, Universitas Jember.
Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak,
oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak, yang
membantu terselesaikannya skripsi ini.
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Jember beserta staf dan karyawan;
2. Yuni Retnaningtyas, S.Si, M.Si., Apt selaku Dosen Pembimbing Utama dan
Lestyo Wulandari, S.Si, Apt., M.Farm selaku Dosen Pembimbing Anggota
yang dengan sabar memberikan bimbingan kepada penulis;
3. Prof. Drs. Bambang Kuswandi, M.Sc. Ph.D selaku Dosen Penguji I dan Nia
Kristiningrum, S.Farm., Apt selaku Dosen Penguji II yang telah banyak
memberikan saran dan kritik membangun dalam skripsi penulis;
4. Lina Winarti S.Farm., MSc., Apt selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan saran dan dengan sabar mengarahkan serta memberi
masukan dalam aktivitas perkuliahan penulis;
5. Bu Wayan dan Mbak Hani selaku teknisi Laboratorium Kimia Farmasi, serta
Bu Widi dan Mbak Anggra selaku teknisi Laboratorium Biologi Farmasi atas
bantuannya selama penelitian;
6. Mamaku tercinta Dr. Anastasia Murdyastuti, M.Si atas doa, semangat,
dukungan berupa apapun, semoga Allah selalu melindungi, menyayangi,
menyehatkan dan menguatkan mama;
xi

7. Kakak-kakakku Mas Fauzy, Mbak Maya, Mbak Lia, Mas Gandhi atas
semangat dan doa-doa dan kasih sayang yang telah diberikan untuk penulis;
8. Andrew Cristiant P yang telah memberikan semangat, doa, waktu, kesetiaan
serta kasih sayang kepada penulis, semoga Allah memudahkan langkah kita;
9. Putri Indah Lestari, yang telah banyak membantu dan sama-sama berjuang
ngelab dari awal sampai akhir bersama, sahabat-sahabatku tercinta Latifah,
Crystal, Saras, Amel, Nunung Bangil, Tuti, Rosi, Titin, Andin, Nunung
Madura, Indah, Mas Indra, Mas Zadid, Novan, Bayu, Huda, Agil, Wimala,
Heru, terima kasih atas pengalaman, suka, duka, bantuan, doa, serta
kebersamaan yang selalu kalian berikan, semoga kita bisa sukses dimanapun
kita berada;
10. Teman- teman seperjuangan di Laboraturium Kimia Farmasi, Ina, Aang, Dita,
Retno, Weni, Ika, Aminah, Nita, Dian, Maya, Hesti, Sintia, Iis, Risa;
11. Teman- teman KKN desa Mrawan 2013 Ines, Arif, Rizki, Eni, Vania, Zaenal,
dan Ardiansyah kalian telah memberikan banyak pengalaman;
12. Kakak- kakak angkatanku dan adik-adik angkatan yang telah banyak memberi
saran dan bantuan;
13. Serta seluruh teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
terima kasih atas bantuannya selama ini.

Jember, 13 Januari 2014

Penulis

xii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................

ii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................

iii

HALAMAN MOTTO .................................................................................

iv

HALAMAN PERNYATAAN .....................................................................

HALAMAN PEMBIMBINGAN ................................................................

vi

HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................

vii

ABSTRAK ...................................................................................................

viii

RINGKASAN ..............................................................................................

ix

PRAKATA ...................................................................................................

xi

DARTAR ISI ...............................................................................................

xiii

DAFTAR TABEL .......................................................................................

xvii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

xviii

DAFTAR RUMUS ......................................................................................

xix

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

xx

BAB 1. PENDAHULUAN ..........................................................................

1.1 Latar Belakang ..........................................................................

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................

1.5 Batasan Masalah ......................................................................

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................

2.1 Tinjauan tentang Umbi Dahlia (Dahlia spp L) .......................

2.1.1 Klasifikasi Dahlia (Dahlia spp L) .....................................

2.1.2 Deskripsi Tanaman Dahlia ................................................

xiii

2.1.3 Kandungan Metabolit Sekunder Inulin pada Dahlia .........

2.2 Tinjauan tentang Metode Inulin ..............................................

2.2.1 Sifat Fisika Kimia Inulin ..................................................

2.2.2 Deskripsi dan Manfaat Inulin ...........................................

10

2.2.2.1 Deskripsi Inulin .................................................

10

2.2.2.2 Manfaat Inulin ...................................................

11

2.3 Tinjauan tentang Analisis Inulin .............................................

13

2.4 Tinjauan tentang Metode Ekstraksi .......................................

15

2.4.1 Deskripsi Ekstraksi ..........................................................

15

2.4.2 Metode Ekstraksi .............................................................

16

2.4.2.1 Cara Dingin ..........................................................

16

2.4.2.2 Cara Panas ............................................................

16

2.4.3 Ekstraksi Inulin ..............................................................

18

2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT).............................................

18

2.5.1 Fase Gerak .......................................................................

19

2.5.2 Fase Diam .......................................................................

19

2.5.3 Elusi ................................................................................

21

2.5.4 Efisiensi Kromatografi ....................................................

21

2.5.5 Analisis Kualitatif ...........................................................

23

2.5.6 Analisis Kuantitatif .........................................................

24

2.6 Optimasi Kondisi Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .............

24

2.7 Densitometri...............................................................................

25

2.8 Tinjauan tentang Validasi Metode Analisis............................

28

2.8.1 Spesifisitas (Spesificity) .................................................

28

2.8.2 Linearitas (Linearity) .....................................................

29

2.8.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ........

30

2.8.4 Presisi (Precision) ..........................................................

32

2.8.5 Akurasi (Accuracy) ........................................................

33

BAB 3. METODE PENELITIAN ..............................................................

35

xiv

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................

35

3.2 Rancangan Penelitian ...............................................................

35

3.2.1 Rancangan Percobaan ......................................................

35

3.2.2 Alur Penelitian .................................................................

36

3.3 Alat dan Bahan ..........................................................................

36

3.3.1 Alat ...................................................................................

36

3.3.2 Bahan ...............................................................................

37

3.4 Optimasi Ekstraksi Inulin Umbi Dahlia .................................

37

3.5 Kondisi Analisis .........................................................................

38

3.6 Validasi Metode Analisis ..........................................................

38

3.6.1 Linieritas (Liniearty) ........................................................

38

3.6.2 Spesifisitas (Spesificity) ...................................................

39

3.6.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ..........

39

3.6.4 Presisi (Precision) ............................................................

40

3.6.5 Akurasi (Accuracy) ..........................................................

41

3.7 Determinai Inulin dalam Ekstrak Umbi Dahlia ....................

41

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................

42

4.1 Teknik Ekstraksi Umbi Dahlia ................................................

42

4.2 Kondisi Analisis .........................................................................

43

4.3 Validasi Metode Analisis ..........................................................

43

4.3.1 Linieritas (Linearity) .........................................................

43

4.3.2 Spesifisitas (Spesificity) ....................................................

45

4.3.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ...........

46

4.3.4 Presisi (Precision) .............................................................

48

4.3.5 Akurasi (Accuracy) ...........................................................

49

4.4 Determinasi Inulin dalam Ekstrak Umbi Dahlia ...................

50

BAB 5. KESIMPULAN ..............................................................................

53

5.1 Kesimpulan ................................................................................

53

5.2 Saran ...........................................................................................

53

xv

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

54

LAMPIRAN .................................................................................................

60

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman
2.1 Konsentrasi Analit Berbanding Presisi ...................................................

33

2.2 Persen Recovery Analit pada Konsetrasi yang Berbeda .........................

34

3.1 Kondisi Analisis Inulin yang Paling Optimum .......................................

38

4.1 Kondisi Analisis Inulin yang Paling Optimum .......................................

43

4.2 Data Parameter Pengujian Linieritas .......................................................

44

4.3 Hasil Scanning Spektrum Uji Kemurnian/ Purity...................................

46

4.4 Hasil Uji Identitas/ Identity .....................................................................

46

4.5 Koefisien Korelasi Konsentrasi (ng/ spot) dan Area Standar Inulin
pada Percobaan LOD dan LOQ .............................................................

47

4.6 Data Presisi Pengujian Repeatability dengan n= 6 .................................

48

4.7 Hasil Pengujian Intermediet Precision dalam 3 Hari Percobaan dengan


n= 6.................................................................................................

49

4.8 Hasil Pengujian Akurasi rata- rata .........................................................

49

4.9 Hasil Determinasi Inulin dari Ekstrak Umbi Dahlia dengan Media
Polybag ...................................................................................................

50

4.10 Hasil Determinasi Inulin dari Ekstrak Umbi Dahlia dengan Media
Tanah .......................................................................................................

xvii

51

DAFTAR GAMBAR

Halaman
2.1 Morfologi Tumbuhan Bunga Dahlia dan Umbi Dahlia (Dahlia spp L) ..

2.2 Morfologi Tanaman Dahlia .....................................................................

2.3 Struktur Kimia Inulin ..............................................................................

10

2.4 Proses Pengembangan Lempeng .............................................................

21

2.5 Densitometer CAMAG ...........................................................................

26

2.6 Skema Kerja Densitometer Model Reflektan .........................................

26

2.7 Skema Kerja Densitometer Model Transmitan .......................................

27

2.8 Skema Kerja Densitometer CAMAG......................................................

27

3.1 Diagram Alur Penelitian Analisis Kuantitatif Inulin dalam Ekstrak


Umbi Dahlia dengan Metode KLT Densitometer ...................................

36

4.1 Kurva Linieritas Konsentrasi (ng/spot) dan Area Standar inulin ............

44

4.2 Spektra Sampel dan Standar pada Uji Purity ..........................................

45

4.3 Kurva uji LOD dan LOQ konsentrasi (ng/ spot) dan area standar inulin .........

47

xviii

DAFTAR RUMUS

2.1 Resolusi (Rs) ..........................................................................................

22

2.2 Lempeng Teoritis (Theoritical Plate Number/N) ..................................

22

2.3 Jarak Tempuh Analit (HETP) ................................................................

23

2.4 Retardation Factor (Rf) .........................................................................

23

2.5 Perhitungan Statistik Selektifitas, Spesifitas (z) ....................................

29

2.6 Perhitungan Vxo ....................................................................................

30

2.7 LOD atau LOQ (Q) ................................................................................

31

2.8 LOD .......................................................................................................

31

2.9 LOQ .......................................................................................................

32

2.10 % Perolehan Kembali............................................................................

34

xix

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A : Teknik Ekstraksi Umbi Dahlia .........................................

60

LAMPIRAN B : Data Kondisi Analisis Inulin yang Paling Optimum ........

61

LAMPIRAN C : Data Linieritas (Linearity)................................................

62

LAMPIRAN D : Data Selektivitas/Spesifisitas (Selectivity/Spesificity)......

63

LAMPIRAN E : Data Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) .

65

LAMPIRAN F : Data Presisi (Precision) ....................................................

67

LAMPIRAN G : Data Akurasi (Accuracy) .................................................

69

LAMPIRAN H : Data Determinasi Inulin dalam Ekstrak Umbi Dahlia ............

73

xx

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inulin adalah senyawa karbohidrat alamiah yang merupakan polimer dari unitunit fruktosa. Inulin masuk ke dalam kategori serat yang disebut fruktan yakni suatu
polisakarida dibangun oleh unit-unit monomer fruktosa melalui ikatan 2-1
fruktofuransida yang diawali oleh satu molekul glukosa. Inulin memiliki derajat
polimerisasi diatas 30 (Nakamura T, et al., 1995) dan mengendap dalam campuran
etanol dan air (Vandame, E. J, dan D. G. Derycke, 1983).
Inulin di industri pangan sendiri banyak dimanfaatkan sebagai pengganti
lemak dan gula pada makanan rendah kalori serta sebagai bahan baku pembuatan
sirup fruktosa. Sementara dalam bidang farmasi, inulin digunakan dalam uji fungsi
ginjal. Pemanfaatan inulin untuk anak- anak lebih diarahkan terhadap peningkatan
kekebalan tubuh. Sedangkan pada wanita usia manepause, para produsen
menitikberatkan pada kemampuan inulin dalam mencegah osteoporosis.
Secara umum inulin dapat ditemukan dalam berbagai tanaman. Namun
demikian, inulin dalam jumlah yang memadai dapat ditemukan pada umbi jerusalem
artichoke (Helianthus tuberosus), chicory (Chicoryum intybus, L), dendelion
(Taraxacum officinale Weber), umbi yacon (Smallanthus sanchifolius), dan dalam
jumlah kecil terdapat pula dalam tanaman bawang merah, bawang putih, asparagus,
pisang, gandum, dan barley (Mayer D, dan B. Tungland, 2001).
Di luar negeri, inulin komersial diproduksi dari umbi chicory. Namun sumber
inulin yang terdapat di Indonesia adalah umbi tanaman dahlia yang dikenal sebagai
tanaman hias yang dimanfaatkan bunganya. Dahlia adalah tanaman berumbi. Umbi
dahlia mengandung hampir 70 % pati dalam bentuk inulin. Kandungan inulin dalam
umbi dahlia sekitar 60% (Rahayuningsih dan Purnawati, 1993). Dahlia merupakan

tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat (inulin) yang tersimpan dalam umbi
dan termasuk dalam familia Compositae (Wijanarka S.P, 2002).
Pada dasarnya setiap sel dari tanaman dahlia mengandung pati dalam bentuk
inulin. Akar, daun dan biji mengandung sejumlah senyawa metabolit penting seperti
inulin, lakton seskuiterpen, kumarin, flavonoid dan vitamin (Ranjitha B.D, dan
Nandagopal S, et al., 2007). Tanaman ini berguna sebagai antihepatotoxic,
antiulcerogenic, anti-inflamasi, memperlancar sistem pencernaan, obat perut,
depurative dan diuretik (Fatima B, et al., 2007).
Tanaman dahlia di Indonesia banyak dibudidayakan di dataran tinggi.
Tanaman dapat tumbuh baik pada daratan tinggi dengan ketinggian optimum 7001.000 m dpl. Sistem pengolahan tanaman yang baik akan mempengaruhi kualitas dari
tanaman dahlia, maupun kualitas kandungan dahlia. Tanaman dahlia, dapat tumbuh
pada beberapa media yaitu tanah lempung berpasir yang mengandung humus, dan di
polybag berisi campuran sekam. Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan
tanaman ini antara pH= 6,0-8,0. Pada media tanah benih langsung disemai di atas
persemaian yang telah disiapkan dengan lebar 1 m dan panjang tergantung besar
lahan, lahan diberi campuran humus, pupuk kandang dan tanah yang subur dengan
perbandingan 1:1:1 dan ditutup tipis-tipis dengan tanah. Sedangkan dahlia yang
ditaman pada media polybag , diletakkan pada polybag transparan 18x15 cm berisi
campuran sekam dan pupuk kandang 6:1 (Sistim Informasi Managemen
Pembangunan di Perdesaan, 2000).
Banyaknya manfaat yang dimiliki inulin dari ekstrak umbi dahlia, dan belum
adanya penelitian mengenai determinasi kandungan inulin dalam ekstrak umbi dahlia
yang ditanam pada media berbeda yaitu tanah dan polybag, maka pada penelitian ini
akan dilakukan determinasi inulin ekstrak umbi dahlia yang ditanam pada media
tanah dan polybag. Analisis inulin dapat dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya adalah, dengan HPLC (Angela Z, dan Mara E. S, 2001, Retnaningtyas
Y, 2012), dengan menggunakan Gas Chromatography (GC) (Matute A.I, et al.,
2010), dan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Simonovska B,

2000 dan Retnaningtyas Y, et al., 2012). Determinasi inulin ekstrak umbi dahlia pada
penelitian ini akan dilakukan dengan metode KLT-Densitometri.
Metode KLT-Densitometri ini dipilih karena memiliki beberapa kelebihan.
Kelebihan

kromatografi

lapis

tipis

adalah

keserbagunaan,

kecepatan

dan

kepekaannya. Keserbagunaan kromatografi lapis tipis disebabkan oleh kenyataan


bahwa di samping selulosa, sejumlah penyerap yang berbeda-beda dapat disaputkan
pada plat kaca atau penyangga lain dan digunakan untuk kromatografi. (Sudjadi,
1986). Selain itu metode KLT memiliki kelebihan yaitu preparasi sampel lebih cepat
dan penanganan sampel dalam jumlah besar lebih mudah dilakukan, selain itu biaya
oprasional juga relatif lebih kecil (Suryadi H, et al., 2005).
Metode analisis yang dimodifikasi atau metode analisis yang baru, sebelum
diusulkan untuk menggantikan metode analisis lama atau digunakan sebagai metode
analisis standar, harus dibuktikan kesahihannya (validasi). Tujuan validasi adalah
agar metode analisis yang dipakai diketahui spesifikasiannya, keakuratan,
kelinieritasan, kepresisian, serta kepekaannya (Satiadarma et al., 2004).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas dapat diambil permasalahan yaitu:
1.

Bagaimana preparasi sampel optimum ekstrak inulin umbi dahlia (Dahlia spp
L.)?

2.

Bagaimana validasi (spesifitas dan selektifitas, linieritas, sensitivitas presisi,


serta akurasi) metode KLT-Densitometri yang dikembangkan untuk
determinasi inulin dalam sampel ekstrak umbi Dahlia (Dahlia spp L.)?

3.

Bagaimana aplikasi metode KLT-Densitometri yang dikembangkan untuk


determinasi inulin dalam sampel ekstrak umbi dahlia (Dahlia spp L.) yang
ditanam pada media tanah dan polybag?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat menjawab rumusan masalah
yang ada, yakni :
1.

Menentukan preparasi sampel optimum ekstrak inulin umbi dahlia (Dahlia


spp L.)

2.

Menentukan validasi (spesifikasi dan selektifitas, linieritas, kepekaan, serta


akurasi) metode KLT-Densitometri yang dikembangkan untuk determinasi
inulin dalam sampel ekstrak umbi dahlia (Dahlia spp L.) dengan metode KLT
Densitometri.

3.

Menentukan aplikasi metode KLT-Densitometri yang dikembangkan untuk


determinasi inulin dalam sampel ekstrak umbi dahlia (Dahlia spp L.) yang
ditanam pada media tanah dan polybag.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun beberapa manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini, yaitu:
1.

Dapat memberikan data ilmiah yang valid mengenai determinasi inulin dalam
sampel ekstrak umbi dahlia (Dahlia spp L.) dengan metode KLT
Densitometri.

2.

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan inulin


dalam umbi dahlia (Dahlia spp L.) yang ditanam pada media tanah dan
polybag.

3.

Dapat mengasah kemampuan, kreativitas, dan keahlian dibidang analisis


farmasi bagi mahasiswa pelaksana.

1.5 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:
Dahlia yang digunakan berasal dari tanaman yang dibudidayakan di media tanah dan
polybag dengan jenis tanaman adalah dahlia bangkok ungu serta didapat dari daerah
Batu- Jawa Timur, Pasar Bunga Jalan Cemara Kipas.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Umbi Dahlia (Dahlia spp L.)


2.1.1

Klasifikasi Dahlia (Dahlia spp L.)


Klasifikasi botani tanaman dahlia adalah sebagai berikut:

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Sub divisi

: Angiospermae (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Dicotyledonae (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Asteridae

Ordo

: Asterales

Keluarga

: Compositae

Genus

: Dahlia

Spesies

: Dahlia spp. L.

Gambar morfologi bunga dan umbi dahlia dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Morfologi tumbuhan bunga dahlia dan umbi dahlia (Dahlia spp L.) (Sistim
Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesan, 2000).

Tanaman bunga dahlia yang dibudidayakan terdiri atas pohon dahlia yang tingginya
bisa mencapai beberapa meter dan berupa tanaman perdu (tanaman berkayu namun

tetap rendah). Bunga dahlia memiliki warna : putih, kuning, jingga, violet, merah,
ungu atau campurannya. Diameter bunga terkecil sekitar 5 cm sedangkan yang
terbesar sekitar 30 cm. Spesies dahlia yang ada saat ini adalah D. pinnata,
D.variabilis, D. coccinea, D. Juarezii (Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di
Perdesan, 2000).
2.1.2 Deskripsi Tanaman Dahlia
Dahlia (Dahlia spp L.) merupakan salah satu tanaman hias berbunga indah,
namun secara taksonomi bunga dahlia merupakan tanaman perdu berumbi yang
sifatnya tahunan atau perenial (Abddillah M, 2012). Pada beberapa negara di Eropa
dan Amerika, bunga dahlia sudah dikomersilkan sebagai tanaman bunga potong
termasuk di Virginia yang mempunyai pulau dahlia (Hankins A, 2005).
Dahlia tumbuh baik pada musim semi dan musim panas di negara negara
subtropis (Hankins A, 2005). Tanaman ini berbunga pada musim panas sampai
musim gugur. Dahlia, yang berasal dari Meksiko, ditanam oleh suku Indian Aztec
pada awal abad keempat belas. Dahlia mulai dibudidayakan di Eropa tahun 1789,
tepatnya di Royal Botanical Garden Madrid, Spanyol (Cornell Cooperative
Extension, 2003), kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat. Bunga dahlia pertama
kali dikembangkan pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda di IndonesiaJawa Barat.
Dahlia merupakan tanaman perdu yang berbunga di sepanjang musim. Umbi
dari tanaman dahlia terhubung pada pangkal batang, pada bagian ini setiap tunas baru
dihasilkan (Abddillah, 2012). Setiap tunas terdiri dari hanya satu umbi, sehingga
apabila dilakukan perbanyakan vegetatif yang berasal dari umbi, mata tunas di bagian
pangkal umbi harus disertakan dan tidak boleh terpotong (Cornell Cooperative
Extension, 2003). Gambar morfologi tanaman umbi dahlia dapat dilihat pada gambar
2.2.

Gambar 2.2 Morfologi Tanaman Dahlia

Menurut sumber Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesan,


(2000) dahlia untuk dapat tumbuh baik, memerlukan sinar matahari yang berlimpah
tanpa naungan, di setiap tanah lempung berpasir yang mengandung humus, memiliki
tata udara baik dan gembur. Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman
ini antara pH=6,0-8,0. Tanaman dapat tumbuh baik pada daratan tinggi dengan
ketinggian optimum 700-1000 m dpl.
Teknik pembibitan tanaman dahlia, dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
a. Perbanyakan generatif dengan benih
Dilakukan pada dahlia mini untuk mendapatkan warna bunga yang baru dan
lebih bervariasi. Benih berasal dari tanaman dahlia yang sehat berumur 5 bulan.
Benih langsung disemai di atas persemaian yang telah disiapkan. Bibit dipelihara
dipersemaian sampai berdaun sempurna 2 buah, pada stadium ini akar tanaman belum
menyentuh dasar bedengan dan dipindahtanamkan ke polybag transparan 18x15 cm
berisi campuran sekam dan pupuk kandang sapi (6:1). Setelah tanaman berdaun 6
helai, dilakukan pindahtanam kedua ke dalam
polybag transparan 30x20 cm berisi media yang sama. Di dalam polybag ini tanaman
dipelihara sampai berbunga selama 1,5-2 bulan.
b. Perbanyakan vegetatif dengan stek
Dilakukan pada dahlia mini untuk mendapatkan bunga dengan warna dan bentuk
yang sama dan untuk dahlia besar yang tidak dapat berbiji. Stek diambil dari tunas
ketiak yang berukuran 7-10 cm. Pembibitan dilakukan di polybag transparan 30x20
cm berisi campuran sekam padi dan pupuk kandang (6:1) dan dipelihara sampai siap
jual tanpa dipindah tanam selama 3 hari.

c. Perbanyakan vegetatif dari ubi


Dilakukan pada dahlia kaktus dan semi kaktus. Ubi diambil dari tanaman berumur 7
bulan. Untuk mendapatkan ubi, batang tanaman yang telah habis masa berbunga
pertamanya dipotong sampai 10 cm dari permukaan tanah. Tanah digali dan ubi
diangkat bersama dengan batang utamanya.
Pengolahan tanaman dahlia pada media polybag maupun tanah dapat dilakukan
dengan cara:
a. Penanaman di Polybag (dahlia mini dan dahlia besar)
Media tanam berupa sekam dan pupuk kandang (6:1) dicampur merata.
Masukkan media ke dalam polybag 30x20 cm sampai mengisi 90% volume. Buat
lubang tanam ditengah media, tambahkan 1 gram pupuk. Masukkan bibit dari
polybag kecil dan padatkan media di sekitar batang. Siram sampai lembab.
Selanjutnya tanaman diberi pupuk sebanyak 1 gram setiap dua minggu. Pemangkasan
daun perlu dilakukan agar bunga yang dihasilkan berkualitas baik.
b. Pembentukan Bedengan
Bedengan dibuat dengan lebar 70 cm, tinggi 15 cm dan panjang sesuai dengan
kondisi lahan dan jarak antar bedengan 55 cm. Setelah bedengan terbentuk, tanah
diolah sedalam 45 cm beberapa kali dengan cangkul. Tambahkan pupuk kandang
setebal 15 cm dan campur dengan 45 cm tanah bedengan. Haluskan tanah bedengan
sampai kedalaman 15 cm. Rapikan kembali bedengan. Buat lubang tanam sedalam
20x20x20 cm pada jarak tanam 65-75 cm. Ubi diletakkan mendatar di dasar lubang
dan tutup dengan tanah setebal 5 cm dari tunas yang tumbuh hanya satu atau dua
yang dibiarkan tetap tumbuh.
2.1.3 Kandungan Metabolit Sekunder Inulin pada Dahlia
Dahlia menghasilkan umbi yang mengandung 70 % pati dalam bentuk inulin
(Asih S, et al., 2009). Umbi dahlia mengandung 69,50-75,48% inulin, yang
berpotensi untuk dihidrolisis menjadi sirup fruktosa dan fruktooligosakarida atau
sebagai substrat pada produksi alkohol secara fermentasi (Saryono P, et al., 1998).
Partomuan S, et al (2004) juga mengungkapkan sampai saat ini hanya beberapa

tumbuhan saja yang telah diteliti mempunyai kandungan inulin yang tinggi seperti
tumbuhan jerusalem artichoke (Helianthus tuberism L.), chicory (Chicharium
intibus), dahlia (Dahlia spp L.) dan lain-lain. Jenis tumbuhan yang diteliti dan
mengandung inulin umumnya termasuk keluarga Compositae, Poaceae, dan
Amarillidaceae. Shivayogeppa J, et al (2010) juga menambahkan, bahwa dahlia
merupakan tanaman umbi yang mengandung senyawa inulin paling tinggi,
mengandung fruktosa serta mempunyai kandungan senyawa kecil yang aktif seperti
phytin dan benzoate acid.
Pada dasarnya setiap sel dari tanaman dahlia mengandung pati dalam bentuk
inulin. Akar, daun dan biji mengandung sejumlah senyawa metabolit penting seperti
inulin, lakton seskuiterpen, kumarin, flavonoid dan vitamin (Ranjitha B D, dan
Nandagopal S, et al., 2007). Tanaman ini berguna sebagai antihepatotoxic,
antiulcerogenic, anti-inflamasi, memperlancar sistem pencernaan, obat perut,
depurative dan diuretik (Fatima B, 2007).
Inulin adalah cadangan karbohidrat yang terkandung dalam umbi dahlia
dengan jumlah yang tinggi dan berfungsi sebagai penggantian lemak dan gula,
memperbaiki sifat organoleptik dan tekstur, meningkatkan absorbsi mineral, sebagai
imunomodulator dan pencegahan kanker usus besar (Franck A, dan Leenheer L.D,
2002; Asih S, et al., 2009).

2.2 Tinjauan Tetang Inulin


2.2.1 Sifat Fisika Kimia Inulin
Inulin menurut, Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition (2009),
mempunyai sinonim

yaitu Beneo; Frutafit; Oligofructose; Polyfructose; Raftiline,

dengan rumus molekul C6H11O4(C6H11O4)nOH, dan memiliki berat molekul 5000.


Inulin berfungsi sebagai pemanis, dan bahan pengikat. Pemerian berupa serbuk putih,
berbau lemah, dengan rasa sedikit manis. pH inulin 4.5- 7.0 (10% w/v larutan air),
densitas: 1.35 g/cm3 dengan titik lebur 178C. Inulin mudah larut dalam air panas,

10

larutan yang bersifat asam, alkali, sedikit larut dalam air dingin dan pelarut organik.
Gambar struktur kimia inulin dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Struktur Kimia Inulin (Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition,
2009)

2.2.2 Deskripsi dan Manfaat Inulin


2.2.2.1 Deskripsi Inulin
Inulin merupakan suatu

polisakarida,

yang terdiri

dari unit-

unit

fruktosa.Inulin merupakan senyawa karbohidrat alamiah yang merupakan polimer


dari unit-unit fruktosa. Inulin memiliki derajat polimerisasi diatas 30 (Nakamura T, et
al., 1995) dan mengendap dalam campuran etanol dan air (Vandame E.J, dan D.G
Derycke, 1983). Inulin dapat dihasilkan oleh tanaman jenis komposit seperti chicory,
jerusalem artichoke dan umbi dahlia (Saryono, et al., 2002).
Inulin merupakan polimer dari unit-unit fruktosa yang umumnya mempuyai
terminal glukosa. Unit- unit fruktosa tersebut dihubungkan dengan (1-2) glikosidik.
Inulin yang secara umum terdapat dalam tanaman mengandung 2- 150 unit fruktosa.
Inulin yang paling sederhana adalah 1- ketosa yang hanya mempunyai 2 unit fruktosa
dalam 1 unit glukosa (Mayer D, dan B. Tungland, 2001). Inulin yang disambungkan
dengan glukosa dinyatakan sebagai lukopiranosil-[D- fruktofuranosil](n-1)-Dfruktofuranosida (yang kemudian disingkat GpyFn atau GFn). Sementara itu, inulin
yang

tidak

mempunyai

sambungan

glukosa

adalah

D-fruktopiranosil-[D-

fruktofuranosil](n-1-)-D-fruktofuranosida atau yang disingkat menjadi FpyFn, FFn,


atau bahkan Fm, dimana n adalah jumlah fruktosa, sedangkan py adalah singkatan

11

dari piranosil. Bila dihidrolisi, inulin akan menghasilkan oligofruktosa dengan derajat
polimerisasi yang kurang atau sama dengan 10 (Mayer D, dan B. Tungland, 2001).
2.2.2.2 Manfaat Inulin
Pemanfaatan

inulin

pada

wanita

usia

manepause,

para

produsen

menitikberatkan pada kemampuan inulin dalam mencegah osteoporosis. Inulin


mempunyai beberapa manfaat baik dalam tubuh maupun industri. Manfaat inulin
tubuh adalah sebagai berikut; 1) bifidogenic (mampu menjaga pertumbuhan
Bifidobacterium di usus besar), 2) merangsang sistem kekebalan tubuh, 3)
mengurangi jumlah bakteri patogen dalam usus, 4) mengurangi konstipasi, 5)
mengurangi resiko osteoporosis dengan cara meningkatkan absorpsi kalsium, 6)
mengurangi resiko atheroklerosis dengan cara mengurangi sintesis trigliserida dan
asam lemak pada hati dan mengurangi konsentrasi trigliserida dan asam lemak pada
serum darah, 7) mengatur konsentrasi hormon insulin dan glucagon, sehingga dapat
mengontrol metabolisme karbohidrat dan lemak dengan cara menurunkan kadar
glukosa darah, 8) mengurangi konsentrasi urea dan asam urat pada darah sehingga
dapat menjaga keseimbangan nitrogen, 9) mengurangi resiko kanker usus (Kaur N,
dan Gupta A.K, 2002).
Inulin mengandung 1/3 sampai 1/4 energi makanan dari gula dan 1/6 sampai
1/9 energi makanan dari lemak, sehingga berperan sebagai karbohidrat cadangan
(Franck A, dan Leenheer L.D, 2002). Inulin dianggap bentuk dari serat yang sifatnya
higroskopis sehingga dapat dilarutkan dan digunakan sebagai prebiotik. Inulin dapat
dikomsumsi sendiri sebagai suplemen prebiotik. Tetapi inulin juga dapat dikonsumsi
bersama dengan probiotik lainnya seperti dalam produk yoghurt, kefir, dadih, dan
lain- lain. Inulin dan oligofruktosa ini difromulasikan dalam nutrisi-nutrisi untuk
kesehatan saluran cerna, hal ini dikarenakan kedua zat tersebut mempunyai manfaat:
1.

Manfaat fungsional
Baik inulin maupun oligofruktosa digunakan di seluruh dunia sebagai serat

tambahan pada produk makanan. Inulin mempunyai rantai lebih panjang, sehingga
tidak mudah larut seperti halnya oligofruktosa. Tidak seperti serat yang lain, inulin

12

dan oligofruktosa ini jika dicampurkan dengan komponen makanan lain tidak
memberikan perubahan rasa, dan viskositas atau kekentalan.
2.

Manfaat nutrisional
a.

Nilai kalori

Inulin dan oligofruktosa sudah banyak digunakan di dunia sebagai pengganti


lemak, atau gula ataupun menurunkan kalori di dalam makanan, misalnya pada es
krim.

Inulin dan oligofruktosa

mempunyai kandungan kalori yang rendah

dibandingkan dengan karbohidrat yang tipikal, hal ini dikarenakan adanya ikatan
(1-2) dari molekul fruktosa. Dan zat ini tidak dimetabolisme pada saat melewati
rongga mulut, lambung, usus halus.
b.

Diet fiber/ serat

Hal lain yang penting dari inulin ataupun oligofruktosa ini adalah manfaatnya
sebagai diet serat. Sesuai dengan definisi makanan berserat adalah komponen
makanan yang resisten terhadap proses hidrolisis oleh saluran pencernaan. Inulin dan
oligofruktosa memenuhi definisi ini, sehingga secara fisiologis mempunyai manfaat
diantaranya terhadap fungsi saluran cerna, memperbaiki parameter lemak darah.
Manfaat terhadap fungsi saluran cerna dari inulin atau oligofruktosa ini dengan
meningkatkan frekuensi buang air besar (khususnya pada pasien yang mengalami
konstipasi), meningkatkan volume feses, menurunkan pH feses.
c.

Efek stimulasi Bifidobacterium.

Seperti diketahui, saluran cerna merupakan suatu kompleks ekosistem yang


mengandung lebih dari 400 spesies bakteri. Dari sekian banyak bakteri tersebut,
terdapat bakteri yang bersifat baik atau sering disebut dengan probiotik. Diantaranya
probiotik yang ada di dalam saluran cerna adalah Bifidobacterium, yang dengan
suplementasi inulin ataupun oligofruktosa akan meningkatkan aktivitas proliferasi
Bifidobacterium. Efek bifidogenik inulin ataupun oligofruktosa ini saat ini sudah
diakui. Bifidobacterium sendiri merupakan probiotik yang mempunyai manfaat
menghambatan pertumbuhan bakteri yang merugikan, merangsang komponen sistem
imun, menghasilkan produk fermentasi yang bermanfat. Selain untuk menurunkan

13

lemak dan kalori, efek fiber, efek stimulasi Bifidobacterium, dari beberapa studi
inulin dan oligofruktosa diperkirakan juga mempunyai manfaat dalam hal absorpsi
ion kalsium, dan mencegah terjadinya karsinoma kolon.
Inulin difermentasi dalam usus besar oleh bifidobakter dari beberapa bakteri
lain untuk memproduksi asam- asam lemak rantai pendek seperti asetat, propionat
dan butirat. Asetat, propionat, dan butirat yang tidak diproses dalam usus besar
diserap dan ditansportasikan melalui sirkulasi portal menuju hati. Asam- asam lemak
yang tidak diproses dalam hati ditransportasikan dan disirkulasikan dalam sejumlah
jaringan, dimana mereka mengalami metabolisme lebih lanjut.
Seperti substansi prebiotik lainnya, inulin mampu melindungi tubuh dari
resiko kanker dan sejumlah penyakit lainnya. Pemberian inulin sebanyak 10 gram/
hari tidak menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap kesehatan tubuh. Dalam
pemberian inulin dengan dosis lebih dari 10 gram/ hari menyebabkan gejala- gejala
seperti flatulence (kelebihan gas dalam perut), bloating (pembengkakan), dan diare.
Sekali- kali pemberian inulin dalam jumlah besar dapat menyebakan alergi. Namun,
kemampuan inulin dalam menghasilkan energi adalah setengah dari kemampuan
karbohidrat, yaitu 1-2 kkal/gram. Atas dasar inilah, para ahli merekomendasikan agar
inulin dikonsumsi oleh penderita diabetes maupun pasien penyakit degenaratif lainya
(Rohdiana D, 2006).

2.3 Tinjauan tentang Analisis Inulin


Analisis inulin dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah,
dengan HPLC (Angela Z. dan Mara E.S, 2001 dan Retnaningtyas Y, 2012), dengan
menggunakan Gas Chromatography (GC) (Matute A.I, et al., 2010), dan dengan
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Simonovska B, 2000 dan
Retnaningtyas Y, et al., 2012).
Analisis inulin dengan menggunakan metode HPLC, pada penelitian Angela
Z. dan Mara E.S, (2001), didasarkan pada satu atau lebih perlakuan sampel
enzimatik dan penentuan rilis gula,

dikembangkan dengan anion exchange dan

14

(HPLC), ekstraksi inulin dengan air. Kondisi HPLC, kolom Aminex HPX-87C (BioRad), air deionisasi pada 85C sebagai fase gerak dan detektor indeks bias. Sampel
makanan yang diuji meliputi produk makanan yang mengandung sejumlah inulin
(kue, susu, es krim, keju, dan sereal bar). Rata-rata recovery adalah 97%, dan
koefisien variasi berkisar 1,1-5% dalam matriks makanan.
Analisis inulin dengan menggunakan metode HPLC, pada penelitian
Retnaningtyas Y, (2012), menggunakan sampel sediaan sirup multivitamin. Dengan
kondisi analisis, fase diam digunakan kolom Aminex Ion Exclusion HPX-87H (300 x
7,8 mm) pada suhu 80C dengan sistem elusi isokratik menggunakan aquabidest
sebagai fase gerak dengan laju alir 0,5 mL/menit. Sebagai pelarut digunakan
aqubidest (60-70C). Deteksi dilakukan dengan detektor indeks refraksi. Hasil
validasi metode menunjukkan linieritas yang baik dengan koefisisen korelasi (r)
0,999, sementara koefisien variasi fungsi regresi (Vx0) adalah 2,00%. Limit of
detection (LOD) dan the limit of quantification (LOQ) 0,12 mg/mL dan 0,37 mg/mL
masing- masing. Perolehan kembali 99,42%. Uji presisi memberikan nilai koefisien
variasi lebih kecil dari 2%.
Analisis inulin dengan menggunakan metode KLT-Densitometri, pada
penelitian Retnaningtyas Y, et al (2012), menggunakan sampel inulin dari ekstrak
buah pisang (Musa paradisiaca). Dengan kondisi analisis menggunakan lempeng
KLT Silica Gel F254, komposisi eluen asetonitril : aseton: asam asetat (5:5:4) dan
mengguakan detektor UV pada panjang gelombang 366 nm. Metode tersebut
menunjukkan hasil yang baik, dilihat dari nilai koefisien korelasi pada linearitas yaitu
(r) 0.9979, coefficient variation (Vx0) sebesar 2%, Limit of detection (LOD) dan the
limit of quantification (LOQ) 6,86 ng dan

20,59 ng masing- masing. Hasil %

recovery dari sample was 99,50 % 1,75, dan nilai standar deviasi dari presisi kurang
dari 1,97%. Konsentrasi inulin dalam ekstrak buah pisang menunjukkan 2,10% (b/b).
Analisis inulin dengan menggunakan metode Gas Chromatography (GC)
pada penelitian Matute A.I, et al (2010), menggunakan bertekanan tinggi
dikembangkan untuk determinasi fruktooligosakarida (FOS) dengan DP 10. Sampel

15

dipreparasikan dengan menggunakan oxymation dan siliasi dari ekstrasi gula.


Turunan oximetrimethylsilyl dianalisis pada kolom kapiler polar dengan lapisan
alumunium, dengan temperatur terprogram 440C, dengan deteksi flame ionisasi.
Metode ini menunjukkan hasil yang baik dan spesifik pada malto-, isomalto-, dan
galakto- oligosakarida, semuanya terdeteksi didalam makanan.
Analisis inulin dengan menggunakan metode KLT-Densitometri, pada
penelitian Simonovska B, (2000), merupakan determinasi fructan inulin dalam
beberapa produk makanan (yoghurt, roti madu, coklat). Air hangat digunakan untuk
untuk mengekstraksi sampel, dan mono atau disakarida akan dideterminasi dengan
metode KLT-Densitometri. Jumlah inulin yang terdeterminasi mengalami perbedaan
antara sampel yang sebelum dan sesudah hidrolisis. Waktu hidrolisis sampel adalah
30 menit dengan 1% asam oksaloasetat. Hasil recovery yoghurt 4% inulin dengan
95,5 4,5% (mean standard deviation), roti madu 10% inulin, 97,3 5,5% ; dan
dari ekstrak coklat 30% inulin, 98,6 6,6%.

2.4 Tinjauan tentang Metode Ekstraksi


2.4.1 Deskripsi Ekstraksi
Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan masa zat aktif
yang semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari. Sedangkan ekstrak adalah
sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati
atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Untuk mendapatkan
senyawa yang khas (zat aktif) dalam suatu tumbuhan, diperlukan metode ekstraksi
yang cepat dan teliti (Harborne J.B, 1994). Pemilihan metode ekstraksi dan cairan
mana yang sebaiknya digunakan tergantung pada sumber bahan alam, kelarutan
bahan kandungan serta stabilitasnya (Voigh R, 1994).

16

2.4.2

Metode Ekstraksi

2.4.2.1 Cara dingin


a.

Maserasi

Maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai pada temperature kamar dan
terlindung oleh cahaya. Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding
sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel
dan larutan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan
diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Proses tersebut
berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel (Harborne J.B, 1994).
b.

Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru


sampai sempurna. Umumnya dilakukan pada suhu kamar. Tujuan perkolasi adalah
supaya zat yang berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat yang
tidak ataupun tahan panas. Prinsip dari perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan
dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel- sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan diatasnya,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. (Trieste, 2008).
2.4.2.2 Cara panas
a. Refluk
Refluk adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Ekstraksi refluk digunakan untuk mengekstraksi bahan- bahan yang tahan
terhadap pemanasan. Prinsip dari refluk adalah penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama- sama
dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap- uap cairan penyari terkondensasi,

17

kemudian cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan
menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya
berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Wilcox C. F dan Wilcox M. F, 1995).
b. Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi continue dengan
jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. (Harbone, 1994;
Trieste, 2008).
c. Digesti
Degesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan continue) pada
temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar. Secara umum dilakukan pada suhu 4050 (Trieste, 2008).
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infuse tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96- 98 selama
waktu tertentu (15-20 menit) (Trieste, 2008).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( 30 ) dan temperatur
sampai titik didih air (Trieste, 2008).
f.

Destilasi Uap

Destilasi uap adalah ekstraksi dengan kandungan

yang mudah menguap

(minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa
tekanan parsial. Destilasi uap ini digunakan pada campuran senyawa- senyawa yang
memiliki titik didih mencapai 200 atau lebih. Campuran dipanaskan melalui uap air
yang dialirkan ke dalam campuran dan mungkin ditambah juga dengan pemanasan.
Uap dari campuran akan naik ke atas menuju kondensor dan akhirnya masuk ke labu
destilat (Wilcox C. F dan Wilcox M. F, 1995).

18

2.4.3 Ekstraksi Inulin


Ektraksi inulin dalam sampel umbi dahlia mengacu pada penelitian
sebelumnya yaitu penelitian (Winarti S, et al., 2011) (Teknik A) dan (Widowati S, et
al., 2005) (Teknik B). Ekstraksi inulin dengan teknik A, dilakukan dengan cara
mengupas dan memotong umbi hingga bersih, tambahkan air panas suhu 90C (1:20),
blender selama 30- 1 jam, kemudian dipanaskan di atas waterbath sambil diaduk
selama 1 jam, kemudian saring dan filtrat didinginkan pada suhu ruang. Masukkan
cairan ke dalam freezer suhu -20C selama 18 jam, kemudian pindahkan dalam
kulkas suhu 8C selama 42 jam. Setelah menjadi cair, sentrifus (1500 rpm, 15 menit),
endapan dikerigkan dalam oven suhu 60C.
Teknik B dilakukan dengan cara mengupas dan memotong umbi hingga
bersih, kemudian blender dengan penambahan aquades 1:2. Kemudian panaskan pada
suhu 80- 90C 30 menit, setelah dingin saring dan ambil filtratnya. Filtrat kemudian
disimpan dalam freezer 18 jam, diamkan pada suhu ruang 2 jam. Kemudian
cairan disentrifus (1500 rpm, 15 menit), akan didapatkan inulin basah (1) tambahkan
aquades 1:2 dan panaskan 70C selama 30 menit, tambahkan karbon aktif 1-2 % b/v,
saring dan ukur volume yang didapat. Tambahkan etanol 30% sebanyak 40% dari
volume larutan. Cairan didingin dalam freezer 18 jam, cairkan pada suhu ruang,
dan sentrifus (1500 rpm, 15 menit), didapat endapan putih inulin (2), keringkan pada
suhu 50- 60C selama 6-7 jam dalam oven.

2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Menurut Haqiqi S.H, (2008), kromatografi adalah teknik pemisahan campuran
berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu.
Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang
mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal sedangkan komponen yang mudah
larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Fase gerak mengalir melalui fase

19

diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran.


Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.
KLT termasuk dalam kelompok kromatografi planar yang dapat digunakan
untuk analisis kualitatif dan kuantitatif komponen-komponen zat dalam suatu
campuran dengan cara pemisahan, isolasi dan identifikasi (Sherma J, dan Fried B,
1994). Fase gerak merambat (migrasi) pada fase diam karena gaya kapilaritas, dan
dihambat oleh gaya gravitasi dan tekanan. Pada pemisahan komponen dengan KLT,
tiap komponen mempunyai waktu migrasi total yang sama tetapi berbeda dalam jarak
migrasi yang ditempuh. (Sherma J, dan Fried B, 2003).
2.5.1 Fase gerak
Fase gerak pada KLT dapat menggunakan pelarut tunggal maupun campuran
beberapa pelarut organik atau anorganik. Pemilihan fase gerak sangat dipengaruhi
oleh polaritas zat zat kimia yang akan dipisahkan. Pelarut KLT dipilih berdasarkan
pada prinsip polaritas dari bahan pelarut untuk melewati kolom. Pada saat pemilihan
fase gerak, maka fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena
KLT merupakan teknik pemisahan yang sangat sensitif. Daya elusi dari fase gerak
yang dipilih harus dapat memberikan harga Rf analit diantara 0,2-0,8 guna untuk
memaksimalkan pemisahan. Untuk pemisahan dengan menggunakan KLT, maka
polaritas fase gerak akan menentukan nilai Rf dari analit (Rohman A, 2009). Pada
Gritter R.J, et al (1991) menyebutkan bahwa campuran pelarut dianjurkan hanya
dipakai untuk satu kali pengembangan saja sebab susunannya mudah berubah akibat
salah satu komponennya menguap.
2.5.2 Fase diam
Fase diam pada KLT dapat berupa senyawa anorganik maupun organik.
Senyawa anorganik misalnya alumunium oksida, silikon oksida, magnesium
karbonat, kalsium karbonat, dan lain-lain. Sedangkan senyawa organik misalnya pati
dan selulosa pemilihan fase diam pada KLT didasarkan pada sifat dan jenis analit
yang akan dipisahkan (Satiadarma et al., 2004). Fase diam pada KLT umumnya
digunakan lempeng dari suatu lembar kaca, plastik atau alumunium foil pendukung

20

dalam ukuran 20 x 20 cm. Ketebalan lempeng untuk analitikal KLT umumnya 250
m, lempeng selulosa dan poliamida umumnya 100 m. Untuk stabilitas mekanis,
ditambahkan 0,1 20 % gypsum (Ca sulfat), getah atau polimer pengikat organik
pada sorben noda.
Fase diam yang banyak digunakan antara lain adalah silika gel, selulosa,
alumina, poliamida, penukar ion dan silica gel yang terikat secara kimia (Sherma J,
dan Fried B, 1994). Silika gel (SiO2) merupakan bahan lempeng yang paling sering
digunakan untuk adsorspsi KLT. Secara umum ada beberapa macam silika gel, di
antaranya :
1. Silika gel dengan pengikat (Silika Gel G), umumnya sebagai pengikat adalah
CASO4 (5-15%),
2. Silika gel dengan pengikat dan indikator fluoresensi, biasanya berfluoresensi
kehijauan jika dilihat pada sinar UV gelombang pendek,
3. Silika gel tanpa pengikat (Silika Gel H), jenis ini lebih stabil dibandingkan dengan
yang mengandung CASO4,
4. Silika gel tanpa pengikat tetapi dengan indikator fluoresensi,
5. Silika gel untuk keperluan pemisahan preparatif, misalnya Gel PF254+366 (Gritter
R.J, et al., 1991).
Untuk membantu visualisasi maka selama proses pembuatan pelat KLT
ditambahkan zat yang berfluorosensi. Secara umum pelat KLT yang telah didesain
dengan penambahan zat yang berfluorosensi dapat diamati dibawah sinar ultraviolet.
Sebagian besar analit akan tampil sebagai bercak yang berwarna gelap dengan dasar
yang dapat berfluorosensi. Sebelum digunakan pelat

KLT biasanya diaktifkan

dengan pemanasan pada suhu diatas 100C selama kurang lebih setengah jam atau
lebih, guna untuk menghilangkan molekul air yang terjerap pada pelat KLT. Pelat
KLT yang telah kering biasanya disimpan dalam desikator untuk menjaga agar tetap
kering dan bersih (Miller J.C, dan Miller J.N, 1988). Bila sistem pelarut untuk
pengembangan mengandung air, maka pelat KLTnya tidak perlu mengalami aktivasi
(Adnan M, 1997).

21

2.5.3 Elusi
Elusi (pengembangan) kromatogram merupakan proses yang penting dalam
pemisahan dan identifikasi analit secara KLT. Pengembangan lempeng KLT atau
elusi kebanyakan dilakukan dengan model ascending (menaik) dengan memanfaatkan
efek kapiler dari fase diam. Dalam pembentukan suasana jenuh, fase gerak
dituangkan ke dalam bejana lalu dinding bejana diberi kertas saring atau pelapis
saturasi. Bejana ditutup hingga kertas saring terbasahi sempurna oleh eluen yang
menunjukkan bahwa telah terjadi kesetimbangan uap. Segera setelah bejana dibuka,
lempeng dengan area awal tertotol dimasukkan, dan wadah ditutup lagi. Bejana tak
terjenuhkan biasanya menghasilkan harga Rf lebih besar dan efisiensi lebih kecil
(Sherma J, dan Fried B, 2003). Cara pengembangan dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Proses Pengembangan Lempeng (Clark J, 2007)

2.5.4 Efisiensi Kromatografi


Adapun parameter yang menentukan efisiensi kromatogram antar lain dari
nilai Resolusi (Rs), nilai lempeng teoritis (Theoritical Plate Number/N), nilai HETP
(Height Equivalent of Teoritical Plate) dan waktu analisis (t).
a.

Resolusi (Rs)
Kemampuan kondisi analisis untuk memisahkan dua senyawa dalam sampel

(Wulandari L, 2011). Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut:

22

2 () ()

2.1

Dimana:
Rs

= Pemisahan antara dua puncak kromatogram (zat A dan zat B)

(Z)A

= Jarak migrasi zat A

(Z)B

= Jarak migrasi zat B

WA

= Lebar noda analit A

WB

= Lebar noda analit B


Resolusi analit dengan zat lain sebaiknya lebih dari 1,5. Semakin besar nilai

resolusi, semakin baik pemisahan yang terjadi (Wulandari L, 2011).


b.

Lempeng Teoritis (Theoritical Plate Number/N)


N merupakan nilai atau angka pelebaran zona yang menunjukkan satu kali

kesetimbangan analit dalam fase gerak dan fase diam (Wulandari L, 2011). Secara
matematik dapat dirumuskan sebagai berikut:
= 16

2.2

Dimana:
N = angka pelebaran zona yang menunjukkan kesetimbangan analit dalam
fase gerak dan fase diam
ZS = jarak migrasi analit
W = lebar dasar puncak
c.

Nilai HETP (Height Equivalent of Teoritical Plate) atau JSTP (Jarak Setara Pelat
Teori)
Jarak tempuh eluen yang dibutuhkan sampai terjadinya satu kali

keseimbangan dalam fase gerak dan fase diam (Wulandari L, 2011). Suatu
kromatogram dikatakan efisien jika memiliki nilai H kecil. Besarnya H bisa dihitung
dari nilai untuk N dan panjang lempeng. Secara sistematik dapat dirumuskan sebagai
berikut:

23

2.3

Dimana:
HETP = jarak tempuh suatu analit untuk satu kali kesetimbangan dalam fase gerak
dan fase diam.
Zf

= jarak migrasi fase gerak

= nilai pelebaran zona untuk satu kali kesetimbangan analit dalam fase gerak
dan fase diam

2.5.5 Analisis Kualitatif


Kromatogram pada KLT merupakan noda-noda terpisah setelah visualisasi
dengan cara fisika atau kimia. Visualisasi secara fisika yaitu dengan melihat noda
kromatogram yang mengabsorpsi radiasi sinar UV atau berfluoresensi dengan radiasi
UV pada = 254 nm atau = 366 nm. Visualisasi dengan cara kimia adalah dengan
mereaksikan noda kromatogram dengan pereaksi warna atau fluoresensi yang
spesifik. Visualisasi secara kimia ini dilakukan dengan penyemprotan dengan
atomizer atau memberikan uap zat kimia pada kromatogram atau dengan cara
pencelupan ke dalam pereaksi penampak warna (Mulja M, dan Suharman, 1995).
Analisis kualitatif suatu analit zat dalam KLT dilakukan dengan cara membandingkan
noda kromatogram analit tersebut dengan noda zat standart atau pembanding
(reference standart) yang dikenal sebagai reterdation factor (Rf). Parameter analisis
kualitatif untuk KLT adalah harga Rf noda sampel. Pada penentuan secara kualitatif,
sampel yang mengandung analit dielusi bersama analit standar kemudian harga Rf
keduanya dibandingkan. Harga Rf menunjukkan jarak migrasi komponen analit
terhadap jarak migasi fase gerak pada kromatogram. Harga Rf berkisar antara 0,00
sampai 1,00 (Stahl E, 1985). Menurut Hamilton R, dan Hamilton S, (1987), harga Rf
yang menunjukkan pemisahan yang baik yaitu antara 0,3 sampai 0,7 .
=

2.4

Harga Rf dapat dipengaruhi oleh tipe bejana, asal dan ukuran lempeng, arah
alir fase gerak, komposisi fase gerak, kondisi kesetimbangan, dan metode preparasi

24

KLT. Pada densitometer modern, identifikasi dilakukan dengan membandingkan


spektra sampel dan standar dalam lempeng yang sama. Penampakan noda yang sama
bukan berarti membuktikan bahwa komponen tersebut sama jika spektranya bukan
merupakan karakteristik dari struktur total molekular.
2.5.6 Analisis Kuantitatif
Metode langsung untuk analisa kuantitatif

yang sederhana berupa

perbandingan visual intensitas noda jumlah sampel dengan noda standar yang
dikembangkan secara bersamaan. Metode elusi area meliputi tahapan pengeringan
lempeng, penandaan area analit, memotong bagian lempeng yang mengandung analit,
mengumpulkan sorben, ekstraksi analit dari sorben, dan pengukuran dengan
dibandingkan standar secara mikroanalitikal, seperti absorpsi larutan atau
spektrofotometri fluoresensi, Kromatografi Gas (KG), KCKT atau voltametri.
Metode kuantifikasi elusi area biasanya membosankan, memakan waktu lama, dan
sering tidak akurat. Hal ini disebabkan karena sulitnya menentukan penempatan
lingkaran area yang tepat, hilangnya sorben selama pemotongan dan pengumpulan,
elusi yang reprodusibel dan tidak sempurna dari sorben (Sherma J, dan Fried B,
2003).

2.6 Optimasi Kondisi KLT


Faktor yang berperan dalam mencapai pemisahan yang baik pada KLT yaitu
pemilihan kondisi kerja yang optimum. Beberapa kondisi yang harus diperhatikan
untuk memperoleh hasil yang baik pada KLT antara lain fase diam (penyerap), fase
gerak (pelarut), dan teknik kerja (penjenuhan bejana), jenis elusi, dan kondisi awal
(Stahl E, 1985).
Tujuan optimasi menurut Ahuja S, (1989) adalah :
a. Menghemat biaya;
b. Menghemat waktu dan tenaga;
c. Menghasilkan efisiensi pemisahan paling bagus dari sampel;
d. Memilih fase gerak dan fase diam;

25

e. Mendapatkan kecepatan elusi optimum.


Sedangkan parameter yang digunakan adalah : (1) pemilihan fase diam yaitu
tipe dan persentase muatan C; (2) kekuatan polaritas pelarut; (3) kecepatan
pergerakan fase gerak; (4) jumlah partikel fase diam. Efisiensi untuk identifikasi dan
kuantitasi kromatogram dari sampel dipengaruhi oleh beberapa faktor. Oleh karena
itu perlu dilakukan pengukuran dan membandingkan efisiensi

pemisahan

kromatogram dengan berbagai kondisi yang berbeda-beda (Holme D, dan Hazel P,


1993).

2.7 Densitometri
Densitometri adalah metode analisis instrumental berdasarkan interaksi radiasi
elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT. Interaksi radiasi
elektromagnetik dengan noda pada KLT yang ditentukan adalah absorbsi, transmisi,
pantulan (refleksi), flouresensi dari radiasi semula (Mulja M, dan Suharman, 1995).
Densitometri dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif zat atau
campuran zat setelah terlebih dahulu dipisahkan dengan teknik KLT. Analisis
kualitatif ditentukan dengan membandingkan nilai Rf sampel dengan nilai Rf
senyawa acuan standar, biasanya dilakukan pada kondisi kromatografi yang sama dan
pelat lapis tipis yang sama. Selain itu dapat ditentukan dengan membandingkan
spektrum panjang gelombang kromatogram sampel dengan spektrum panjang
gelombang senyawa standar, jika panjang gelombang kromatogram maksimum
sampel sama dengan panjang gelombang standar, maka kemungkinan zat itu sama
(Mulja M, dan Suharman, 1995). Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara
membandingkan densitas noda standar yang kadarnya telah diketahui dengan noda
sampel yang akan ditentukan kadarnya (Ifansyah et al, 1999). Pelat lapis tipis yang
digunakan untuk penentuan kuantitatif dengan densitometri harus mempunyai ukuran
partikel dan ketebalan lapisan yang serba sama yang didapatkan pada pelat lapis tipis
yang siap pakai (precoated). Parameter kuantitatif yang digunakan adalah tinggi
puncak kurva densitometri dan area di bawah puncak kurva densitometri (Satiadarma

26

et al., 2004). Adapun gambar densitometer CAMAG dapat dilihat pada gambar 2.5
berikut :

Gambar 2.5 Densitometer CAMAG (Satiadarma et al., 2004).

Model densitometer ada dua yaitu model reflektan (remisi) dan transmitan.
Model reflektan bisa digunakan pada rentang spektral UV/Vis, fluoresensi dan
peredaman fluoresensi. Spektral visual (400-800 nm) menggunakan lampu halogen
dan tungsten, sedangkan pada spektral UV (190-400 nm) menggunakan lampu
deuterium dan xenon. Adapun skema kerja densitometer model reflektan dapat dilihat
pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Skema kerja Densitometer model reflektan (Sherma J, dan Fried B, 2003).

Model transmitan umumnya untuk pengukuran absorpsi senyawa dalam


spektral visual. Signal yang dihasilkan merupakan fungsi jumlah molekul
pengabsorpsi dalam lempeng (Sherma J, dan Fried B, 2003). Skema kerja
densitometer model transmitan dapat dilihat pada gambar 2.7.

27

Gambar 2.7 Skema kerja Densitometer model transmitan (Sherma J, dan Fried B, 2003).

Densitometri CAMAG menggunakan skema kerja seperti pada gambar 2.8


berikut.

Gambar 2.8 Skema kerja Densitometer CAMAG (CAMAG, 2005).

Prinsip kerja dari Densitometri Camag Gambar 2.8, sumber radiasi yang
digunakan dapat dipilih yaitu sinar UV (lampu deuterium), sinar Vis (lampu halogentungsten), dan sinar fluorensensi (lampu mercury). Sinar yang dipancarkan berupa
sinar polikromatik masuk melalui celah monokromator. Didalam monoromator sinar
didispersikan

menjadi

sinar

monokromatik

dengan

teknik

grating.

Sinar

monokromatik dengan panjang gelombang terpilih keluar melalui celah keluar


monokromator. Sinar monokromatik dengan panjang gelombang terpilih dipantulkan
melalui cermin sehingga mengenai objek. Sinar yang datang dapat direfleksikan
maupun diteruskan. Sinar yang direfleksikan atau diteruskan ditangkap oleh

28

pengganda foton berfungsi menggandakan sinar yang datang sehingga dihasilkan


elektron yang terbaca oleh sistem komputer sebagai data output (Wulandari L, 2011).

2.8 Tinjauan tentang Validasi Metode Analisis


Validasi adalah kerja yang dicatat dalam dokumen, untuk membuktikan
bahwa prosedur analisis yang diuji dapat memenuhi fungsi sesuai dengan tujuannya
dengan konsisten dan memberikan hasil seperti yang diharapkan. Validasi metode
analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis
tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Validasi biasanya diperuntukkan untuk
metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan (Wahyu R, 2009). Sekali
prosedur analisis terbentuk dan terbukti sahih, pada penerapannya setiap petunjuk dan
langkah dalam prosedur itu harus diikuti dengan seksama. Prosedur analisis yang
dimodifikasi atau prosedur analisis yang baru, sebelum dapat diusulkan untuk
menggantikan prosedur analisis lama atau digunakan sebagi prosedur analisis standar,
harus dibuktikan kesahihannya. Tujuan validasi adalah agar metode analisis yang
dipakai diketahui kespesifikan,

kelinieran, kepekaanya, kepresisian, dan akurasi

(Satiadarma et al., 2004). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan


dalam validasi metode analisis meliputi kecermatan (accuracy), presisi (precision),
spesifisitas ( spesificity), linearitas (linearity), batas deteksi dan batas kuantitasi
(Limit of Detection and Limit of Quatification ) (Harmita, 2004).
2.8.1 Spesifisitas (Spesificity)
Spesifisitas dari suatu metode analisis adalah kemampuannya untuk mengukur
kadar analit secara khusus dengan akurat, di samping komponen lain yang terdapat
dalam matriks sampel (Satiadarma et al., 2004). Suatu metode dikatakan spesifik
apabila mampu mengukur analit tanpa diganggu oleh komponen lain (single analyte).
Spesifisitas suatu metode dapat dilakukan dengan menentukan identitas dan
kemurnian dari analit yang akan ditentukan. Uji kemurnian spektra diambil dari
lereng puncak pertama berkolerasi dengan puncak maksimum spektra. Kolerasi ini di
diidentifikasi sebagai r (s, m) pada winCATS, dengan s menunjukkan mulai puncak

29

dan m puncak maksimum. Korelasi dari spektra diambil pada puncak maksimum
dengan salah satu lereng bawah atau akhir puncak, di winCATS bernama r (m, e),
digunakan sebagai referensi untuk perhitungan statistik (Indrayanto A, et al., 2003).
Hipotesis null "Spektra adalah identik" bisa dalam hal ini (kemurnian) dengan dua
sisi signifikansi dan kesalahan probabilitas sebesar 1% hanya akan ditolak jika nilai
tes 2,576 dihitung dengan rumus sebagai berikut :
=

1+(, )
1+( ,)

1(, )
1 ,

2.5

2
3

2.8.2 Linieritas (Linearity)


Linieritas merupakan kemampuan suatu metode analisis yang dapat
menunjukkan bahwa area analit dalam larutan sampel berada dalam rentang
konsentrasi tertentu, dimana respon yang diberikan sebanding dan proporsional
dengan konsentrasi analit (Green J.M, 1996). Linieritas dinyatakan sebagai variasi
atau simpangan sekitar slope dari garis regresi yang dihitung berdasar hubungan
matematis dari hasil analisis analit (respon) dengan konsentrasi bervariasi. Perlakuan
matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan
metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Penentuan
linieritas minimal menggunakan lima macam konsentrasi antara 0,25 2,00 kali dari
kadar analit yang diperkirakan (Indrayanto A, et al., 2003). Uji linieritas suatu
metode analisis dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara konsentrasi
analit terhadap respon detektor. Hubungan tersebut dianggap linier apabila harga
koefisien korelasi (r) dari perhitungan mendekati +1 atau -1 bergantung pada arah
garis kurva hubungan konsentrasi analit terhadap respon detektor (Harmita, 2004).
Untuk evaluasi linearitas, beberapa parameter dapat digunakan, misalnya nilai standar
deviasi relatif dari proses (Vxo), nilai Xp, analisis varians (ANOVA). Pengukuran
nilai

linearitas

dengan

menggunakan

koefisisen

korelasi

(r)

saja

tidak

direkomendasikan lagi. Oleh karena itu untuk menunjukkan linearitas, dibutuhkan

30

parameter tersebut diatas. Dimana perhitungan Vxo secara sistematis dapat dilihat
pada rumus 2.6
=

( )2
2

=
=

, untuk yi = bx + a

100%

2.6

dimana :
Sy

= simpangan baku residual dari regresi

Sx0

= standar deviasi dari fungsi

Vx0

= koefisien variasi dari fungsi

= rata-rata konsentrasi uji

= slope atau kemiringan garis regresi antara konsentrasi terhadap luas


area dari persamaan garis regresi linier y =bx + a

= jumlah konsentrasi uji

(Indrayanto A, et al., 2003)


Menurut Indrayanto A, et al (2003), persyaratan data linieritas untuk validasi
metode bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) lebih besar dari 0,99
atau memiliki nilai koefisien variasi fungsi (Vxo) yang lebih kecil dari 5 %. Pada
kromatografi planar, terutama pada evaluasi dengan scanning pada refleksi UV atau
VIS, sebagian fungsi kalibrasi adalah nonlinear. Rentang konsentrasi yang ditetapkan
dan batas spesifikasi pada analisis farmasetika sering kali menggunakan fungsi
kalibrasi quasi-linear. Jika hubungan nonlinear atau quasi-linear diperoleh, kalibrasi
seharusnya didasarkan pada regrasi nonlinear (polynomial, Michaelis-Menten, dan
lain- lain) dibanding kalibrasi linier yang diperoleh dengan transformasi matematika
(Fodor F, et al., 2001).
2.8.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)
LOD yaitu jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang
masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi

31

dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per milyar) dalam sampel
(Satiadarma et al., 2004). Sedangkan LOQ yaitu jumlah analit terendah dalam sampel
yang masih dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada
kondisi percobaan. Batas kuantitasi dinyatakan sebagai konsentrasi analit (persen,
bagian per milyar) dalam sampel (Harmita, 2004).
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode
analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak
menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam
sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat
dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan
baku respon blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan.
=

2.7

dimana:
Q

= LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)

= 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi

Sb

= simpangan baku respon analitik dari blangko

Sl

= arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap
konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a + bx)
Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis

regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada
persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan
simpangan baku residual (Sy/x.) (Harmita, 2004).
a. Batas deteksi (LOD)
Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
=

3
)

2.8

32

b. Batas kuantitas (LOQ)


Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
=

10
)

2.9

(Harmita, 2004).
2.8.4 Presisi (Precision)
Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian diantara masingmasing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulangkali pada sejumlah
cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi
standar atau deviasi standar relatif (koefisien variasi) (Satiadarma et al., 2004).
Presisi dapat diartikan pula sebagai derajat reprodusibilitas (reproducibility) atau
keterulangan (repeatibility) dari prosedur analisis pada kondisi kerja normal.
Reproducibility adalah presisi metode tetapi dikerjakan pada kondisi yang berbeda.
Repeatability adalah presisi metode yang dilakukan pada sampel yang sama,
dilakukan berulang kali oleh analis yang sama, kondisi sama dan dalam interval
waktu yang pendek (Wahyu R, 2009).
Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif
atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel
tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi
laboratorium (Harmita, 2004). Menurut Huber L, (2007), kriteria presisi dapat
ditentukan dengan persen analit atau bahan aktif yang terkandung dalam sediaan yang
ditunjukkan pada tabel 2.2 berikut:

33

Tabel 2.1 Konsentrasi analit berbanding Presisi

Analit (%)

Unit

RSD (%)

100

100%

1.3

10

10%

2.8

1%

2.7

0.1

0.10%

3.7

0.01

100 ppm

5.3

0.001

10 ppm

7.3

0.0001

1 ppm

11

0.00001

100 ppb

15

0.000001

10 ppb

21

0.0000001

1 ppb

30

Sumber : (Huber L, 2007)

2.8.5 Akurasi (Accuracy)


Akurasi adalah kedekatan hasil pengukuran analit dalam sampel yang
diperoleh dari suatu metode (hasil percobaan) dibanding kadar analit yang sebenarnya
(Harmita, 2004). Akurasi sering dinyatakan dalam persen perolehan kembali (%
recovery). Persen perolehan kembali (% recovery) diperoleh melalui pengukuran
sejumlah analit yang diketahui kadarnya ditambahkan dalam sampel. Kecermatan
dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu: metode simulasi (spiked placebo
recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method),
a. Metode simulasi (spiked-placebo recovery), yaitu pengukuran sejumlah analit
bahan murni yang ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan
farmasi (plasebo) dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang sebenarnya.
Penentuan persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan menggunakan tiga
macam konsentrasi antara 0,8 1,2 kali dari kadar analit yang diperkirakan,
b. Metode penambahan standar atau pembanding (standard addition method), yaitu
menambahkan sejumlah tertentu analit dalam sampel yang telah dianalisis untuk
selanjutnya dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang

34

sebenarnya (hasil yang diharapkan). Penambahan analit ditentukan dengan


menggunakan tiga macam konsentrasi antara 0,3 0,6 kali dari kadar analit yang
diperkirakan (Harmita, 2004). Perhitungan persen perolehan kembali dapat
ditentukan dengan rumus matematik sebagai berikut:
% =

( )

100

2.10

Dimana (Harmita, 2004) :


CF

= konsentrasi total sampel yang telah dianalisis,

CA

= konsentrasi sampel yang sebenarnya,

C*A

= konsentrasi analit yang ditambahkan


Persen perolehan kembali seharusnya tidak melebihi nilai presisi RSD.

Berdasarkan Huber L, (2007), rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap


konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada tabel 2.4 di bawah ini :

Tabel 2.2 Persen recovery analit pada konsentrasi yang berbeda


Active Ingredient (%)

Unit

Mean Recovery (%)

100

100%

98 102

10

10%

98 102

1%

97 103

0.1

0.10%

95 105

0.01

100 ppm

90 107

0.001

10 ppm

80 110

0.0001

1 ppm

80 110

0.00001

100 ppb

80 110

0.000001

10 ppb

60 115

1 ppb

40 120

0.0000001
Sumber: (Huber L, 2007)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2012 sampai selesai
bertempat di Laboratorium Kimia Farmasi dan Laboratorium Biologi Farmasi,
Fakultas Farmasi Universitas Jember.

3.2 Rancangan Penelitian


3.2.1 Rancangan Percobaan
Penelitian determinasi inulin dalam ekstrak umbi dahlia (Dahlia spp L.) yang
ditanam pada media tanah dan polybag menggunakan metode KLT-Densitometri ini
bersifat kuantitatif eksperimental laboratoris. Teknik pengambilan sampel dilakukan
dengan sampling purposif dimana sampel yang diambil mengacu pada pertimbangan
tujuan dan batasan penelitian, yaitu dahlia yang digunakan berasal dari tanaman yang
dibudidayakan di media tanah dan polybag dengan jenis tanaman adalah dahlia
bangkok ungu, serta didapat dari daerah Batu- Jawa Timur, Pasar Bunga Jalan
Cemara Kipas. Populasi tanaman dahlia dengan jenis dahlia bangkok ungu, pada
lahan tersebut yang ditanam pada media tanah adalah sebanyak 3 tanaman, sedangkan
yang ditanam pada media polybag adalah sekitar 100 tanaman. Sampel dahlia yang
ditanam pada media tanah diambil adalah sebanyak 1 tanaman, dimana dalam 1
tanaman terdapat 4 kg umbi dahlia. Sampel dahlia yang ditanam pada media polybag
diambil sebanyak 10 tanaman, dimana 1 tanaman umbi dahlia terdapat sekitar 0,5 kg
umbi dahlia. Jumlah sampel umbi dahlia yang disiapkan untuk kemudian dilakukan
optimasi teknik ekstraksi adalah 200 gram untuk masing-masing media tanam.
Kemudian hasil rendemen digunakan untuk uji validasi analisis untuk metode KLTDensitometri. Sebagai variabel analisa adalah linieritas, spesifisitas, batas deteksi
(LOD) dan batas kuantitasi (LOQ),

presisi, akurasi. Selanjutnya dilakukan


35

36

determinasi atau penetapan kadar inulin dalam ekstrak umbi dahlia yang ditanam
pada media tanah dan polybag. Variabel analisa yang memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan dapat menyatakan bahwa metode yang akan digunakan dalam
penetapan kadar valid, untuk itu perlu dilakukan validasi terhadap metode analisa
yang akan digunakan dalam sebuah penelitian.
3.2.2 Alur Penelitian
Persiapan Alat dan Bahan

Optimasi ekstraksi
inulin umbi dahlia

Validasi metode analisis sesuai dengan


kondisi analisis

BD & BK

Linieritas

Spesifisitas

Presisi

Akurasi

Penetapan Kadar Inulin dalam Ekstrak Umbi dahlia dengan Metode


KLT Densitometri

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian Analisis Kuantitatif Inulin dalam Ekstrak Umbi Dahlia
dengan Metode KLT Densitometri

3.3 Alat dan Bahan


3.3.1 Alat
Alat alat yang digunakan adalah scanner Densitometer winCATS Camag,
perangkat komputer dengan program winCATS dan program Validation Method of

37

Analysis, ultrasonic cleaner, oven, dan lampu Ultra violet (UV), labu ukur (10 mL,
25 mL, 50 mL, dan 100 mL) Pyrex, gelas ukur (10 ml dan 25mL) Pyrex, erlenmeyer
100 mL Pyrex, beaker glass (50 ml, 100 ml, 200 ml dan 500 ml), timbangan analitik
Sartorius, pipet volume (0,5 mL, 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, 5 mL, 10 mL) Pyrex, bola
pipet, batang pengaduk, pipet tetes, vial, stirrer, hot plate, water bath, termometer,
blender (Phillips),freezer, kulkas, cawan porselen, bejana camag (chamber).
3.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah umbi dahlia (berasal dari kota Batu Jawa
Timur), lempeng KLT Silika Gel 60 F254, kertas saring, standar Inulin (Fluka),
aquadest, etanol 96% , etanol 70%, asam asetat glasial (J.T. Baker) p.a, methanol p.a
(Sigma-Aldrich) dan aquabides (WIDAWITM Unicap), aniline p.a (MERCK),
diphenylamine (MERCK), aseton p.a, asam fosfat, resorsinol p.a (MERCK),
acetonitrile (J.T. Baker).

3.4 Optimasi Ekstraksi Inulin Umbi Dahlia


Pemilihan teknik ekstraksi yang akan digunakan untuk optimasi teknik
ekstraksi ini didasarkan pada hasil % rendemen inulin yang didapat dari ekstrak.
Ekstraksi inulin dengan teknik A, dilakukan dengan cara mengupas dan memotong
umbi hingga bersih, tambahkan air panas suhu 90C (1:20), blender selama 30- 1 jam,
kemudian dipanaskan di atas waterbath sambil diaduk selama 1 jam, kemudian
saring dan filtrat didinginkan pada suhu ruang. Masukkan cairan ke dalam freezer
suhu -20C selama 18 jam, kemudian pindahkan dalam kulkas suhu 8C selama 42
jam. Setelah menjadi cair, sentrifus (1500 rpm, 15 menit), endapan dikerigkan dalam
oven suhu 60C.
Teknik B dilakukan dengan cara mengupas dan memotong umbi hingga
bersih, kemudian blender dengan penambahan aquades 1:2. Kemudian panaskan pada
suhu 80- 90C 30 menit, setelah dingin saring dan ambil filtratnya. Filtrat kemudian
disimpan dalam freezer 18 jam, diamkan pada suhu ruang 2 jam. Kemudian
cairan disentrifus (1500 rpm, 15 menit), akan didapatkan inulin basah (1) tambahkan

38

aquades 1:2 dan panaskan 70C selama 30 menit, tambahkan karbon aktif 1-2 % b/v,
saring dan ukur volume yang didapat. Tambahkan etanol 30% sebanyak 40% dari
volume larutan. Cairan didingin dalam freezer 18 jam, cairkan pada suhu ruang,
dan sentrifus (1500 rpm, 15 menit), didapat endapan putih inulin (2), keringkan pada
suhu 50- 60C selama 6-7 jam dalam oven.

3.5 Kondisi Analisis


Kondisi analisis dari KLT Densitometri untuk penetapan kadar inulin yang
meliputi pelarut, fase gerak/eluen, waktu pengeringan lempeng setelah eluasi,
penampak noda, teknik pewarnaan lempeng, suhu pengovenan setelah pewarnaan,
panjang gelombang pengamatan, dan konsentrasi uji analit. Kondisi analisis ini
diperoleh dari penelitian sebelumnya Lestari P.I, (2013). Data kondisi analisis yang
paling optimum untuk analisis inulin dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1. Kondisi analisis inulin yang paling optimum
Kondisi analisis
Pelarut
Eluen (fase gerak)
Lama pengeringan setelah eluasi
Penampak noda

Teknik pewarnaan
Suhu pengovenan
Panjang gelombang maksimum ()
Konsentrasi uji
Fase diam

Hasil
Aquabides steril : Etanol 96% pa (3:1) v/v
asam asetat glasial pa: metanol pa:
aquabides steril (v/v/v/v) = 0,5:7,5:2
10 menit
Campuran aniline dalam aseton 1 % v/v:
diphenylamine dalam aseton 10 % b/v:
asam fosfat (5:5:1 v/v/v)
dicelup
110C
380 nm
1000 ppm
Lempeng KLT Silika Gel F254

3.6 Validasi Metode Analisis


Validasi metode analisis determinasi inulin dalam ekstrak inulin umbi dahlia
dengan KLT Densitometri meliputi berbagai parameter yaitu : kespesifikan,
kelinieran, kepekaanya, kepresisian, dan akurasi.

39

3.6.1 Linieritas (Linearity)


Dibuat larutan standar inulin dalam pelarut hasil optimasi dengan 10 tingkat
konsentrasi dalam rentang 60-240% dari konsentrasi uji hasil optimasi. Larutan
standar inulin dibuat dengan menimbang sejumlah tertentu standar inulin kemudian
dilarutkan dengan pelarut, lalu diencerkan sejumlah tertentu hingga diperoleh larutan
dengan konsentrasi yang diinginkan.
Larutan standar yang telah dibuat dimasukkan ke dalam vial, kemudian
ditotolkan pada lempeng KLT Silika Gel F254 masing-masing 2 dengan mikropipet.
Eluen dipreparasi sesuai hasil penelitian sebelumnya, kemudian dimasukkan dalam
chamber lalu chamber ditutup dan dibiarkan hingga jenuh (kertas saring terbasahi
eluen). Lempeng KLT yang telah ditotol dimasukkan dalam chamber yang sudah
jenuh dan ditunggu hingga eluasi mencapai tanda batas. Setelah itu lempeng KLT
dikeringkan, kemudian diwarnai, lalu dikeringkan kembali dalam oven. Kemudian
noda yang terbentuk discanning.
Dihitung nilai parameter linieritas dan rentang dihitung dari data hasil scanning
dengan program Validation Method of Analysis. Kriteria penerimaan (Acceptance
Criteria) dikatakan linier jika koefisien korelasi (r) 0,99 ; Koefisien variasi fungsi
(Vxo) < 5% (Indrayanto A, et al, 2003).
3.6.2 Spesifisitas (Spesificity)
Larutan standar dibuat dengan konsentrasi sesuai hasil penelitian sebelumnya.
Kemudian membuat larutan sampel, larutan standar dan sampel yang sudah dibuat
dimasukkan dalam vial dan ditotolkan pada lempeng KLT Silika Gel F254 masingmasing 2 dengan mikropipet. Eluen dipreparasi seperti pada uji linieritas,
kemudian lempeng KLT kemudian dikeringkan, kemudian diwarnai, lalu dikeringkan
dalam oven. Kemudian noda yang terbentuk discanning. Kromatogram inulin yang
terbentuk diamati dan dicek korelasi Rf (Retardation factor), spektra purity dan
identity puncak standar dan sampel..

40

3.6.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)


Dibuat larutan standar inulin dalam

pelarut yang

sesuai hasil penelitian

sebelumnya dengan 9 tingkat konsentrasi dibawah konsentrasi linieritas. Larutan


standar inulin dibuat dengan menimbang sejumlah tertentu standar inulin kemudian
dilarutkan dengan pelarut,

lalu diencerkan

hingga diperoleh larutan dengan

konsentrasi yang diinginkan.


Larutan standar yang sudah dibuat dimasukkan dalam vial dan ditotolkan
pada lempeng KLT Silika Gel F254 masing- masing 2 dengan mikropipet. Eluen
dipreparasi seperti pada uji linieritas, kemudian lempeng KLT yang telah ditotol
dieluasi sampai tanda batas. Lempeng KLT kemudian

dikeringkan, kemudian

diwarnai, lalu dikeringkan dalam oven. Kemudian noda yang terbentuk discanning.
Dihitung nilai batas deteksi dan batas kuantitasi dari data hasil scanning dengan
program Validation Method of Analysis (Indrayanto A, et al., 2003).
3.6.4 Presisi (Precision)
Pengujian parameter presisi yang dilakukan meliputi repeatability dan
intermediet presisi. Uji presisi dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan
kurva baku pada 6 tingkat konsentrasi antara 80%-180%

dari

konsentrasi

uji.

Kemudian dilakukan preparasi sampel untuk repeatability dengan menimbang


sejumlah sampel ekstrak inulin umbi dahlia (6 kali replikasi) dan dilarutkan dalam
pelarut.
Selanjutnya larutan standar dan sampel yang sudah dibuat dimasukkan dalam
vial dan ditotolkan pada lempeng KLT Silika Gel F254 masing- masing 2 dengan
mikropipet. Eluen dipreparasi seperti pada uji linieritas, kemudian lempeng KLT
yang telah ditotol dieluasi sampai tanda batas. Lempeng KLT kemudian dikeringkan,
kemudian diwarnai, lalu dikeringkan dalam oven. Kemudian noda yang terbentuk
discanning. Prosedur diatas dilakukan sebanyak 3 kali pada 3 hari yang berbeda
untuk menentukan intermediet precision (presisi antara). Setelah itu, dihitung nilai
parameter presisi dari data hasil scanning dengan program Validation Method of

41

Analysis dan menghitung nilai SD dan RSD dimana nilai RSD tidak boleh lebih dari
kriteria penerimaan studi kepresisian pada konsentrasi yang digunakan (Huber L,
2007).
3.6.5 Akurasi (accuracy)
Pengujian parameter akurasi pada penelitian ini menggunakan metode standar
adisi. Pengujian akurasi dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: pembuatan sampel
adisi dengan penambahan standar sebanyak 30%, 45%, dan 60% dari konsentrasi
analit dalam sampel sesuai dengan hasil uji presisi. Selanjutnya dilakukan pembuatan
kurva baku dengan rentang sesuai dengan konsentrasi linieritas.
Larutan standar dan sampel yang sudah dibuat dimasukkan dalam vial dan
ditotolkan pada lempeng KLT Silika Gel F254 masing-masing 2 dengan
mikropipet. Eluen dipreparasi seperti pada uji linieritas, kemudian lempeng KLT
yang telah ditotol dieluasi sampai tanda batas. Lempeng KLT kemudian dikeringkan,
kemudian diwarnai, lalu dikeringkan dalam oven. Kemudian noda yang terbentuk
discanning. Dihitung nilai parameter akurasi (% recovery) dari data hasil scanning
dengan program Validation Method of Analysis.

3.7 Determinai Inulin dalam Ekstrak Umbi Dahlia


Determinasi inulin dalam ekstrak umbi dahlia diawali dengan pembuatan kurva
baku dengan rentang sesuai dengan linieritas. Selanjutnya larutan sampel dipreparasi
dengan menimbang sejumlah tertentu sampel kemudian dilarutkan dengan pelarut.
Kemudian larutan standar dan sampel dimasukkan dalam vial dan ditotolkan dalam
lempeng KLT Silika Gel F254 untuk dianalisis dengan kondisi analisis (komposisi
eluen, penampak noda, teknik pewarnaan, waktu pengeringan lempeng setelah
dieluasi, suhu pengovenan setelah diwarna, panjang gelombang, dan konsentrasi uji)
sesuai dengan penelitian sebelumnya. Noda yang terbentuk discanning, dihitung
kadar % b/b.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan determinasi inulin dalam ekstrak umbi
Dahlia (Dahlia spp L.) yang ditanam pada media tanah dan polybag dengan metode
KLT-Densitometri. Tahap pertama yang dilakukan adalah menentukan teknik
ekstraksi umbi dahlia, dan kondisi analisis yang optimum, yang kemudian dilanjutkan
validasi metode KLT-Densitometri untuk determinasi inulin dalam ekstrak umbi
dahlia (Dahlia spp L.) yang ditanam pada media tanah dan polybag.

4.1 Teknik Ekstraksi Umbi Dahlia


Teknik ekstraksi yang digunakan didasarkan pada hasil % rendemen inulin yang
didapat dari proses ekstraksi, yang mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu dengan
teknik A, dan teknik B. Dari hasil yang diperoleh, teknik A menghasilkan rendemen
7,056 % yang menunjukkan hasil lebih besar dari teknik B yaitu 4,081% (Lampiran
A), sehingga teknik ekstraksi yang dipilih adalah teknik A karena proses yang
dilakukan lebih sederhana dan relatif singkat sehingga meminimalisir terjadinya
kehilangan inulin pada saat proses ekstraksi serta dapat menghasilkan % rendemen
yang lebih besar. Teknik A dilakukan dengan cara mengupas dan memotong umbi
hingga bersih, tambahkan air panas suhu 90C (1:20), blender selama 30-1 jam,
kemudian dipanaskan di atas waterbath sambil diaduk selama 1 jam, kemudian
saring dan filtrat didinginkan pada suhu ruang. Cairan yang diperoleh kemudian di
masukkan ke dalam freezer suhu -20C selama 18 jam, kemudian pindahkan dalam
kulkas suhu 8C selama 42 jam. Setelah menjadi cair, disentrifus (1500 rpm, 15
menit), endapan yang diperoleh dikeringkan dalam oven suhu 60C hingga diperoleh
inulin kering yang kemudian dihaluskan.

42

43

4.2 Kondisi Analisis


Kondisi analisis dari KLT-Densitometri untuk penetapan kadar inulin yang
meliputi pelarut, fase gerak/eluen, waktu pengeringan lempeng setelah eluasi,
penampak noda, teknik pewarnaan lempeng, suhu pengovenan setelah pewarnaan,
panjang gelombang pengamatan, dan konsentrasi uji analit, mengacu pada penelitian
sebelumnya yaitu penelitian Lestari P.I, (2013). Data kondisi analisis yang paling
optimum untuk analisis inulin dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Kondisi analisis inulin yang paling optimum
Kondisi analisis
Pelarut
Eluen (fase gerak)
Lama pengeringan setelah eluasi
Penampak noda

Teknik pewarnaan
Suhu pengovenan
Panjang gelombang maksimum ()
Konsentrasi uji
Fase diam

Hasil
Aquabides steril : Etanol 96% pa (3:1) v/v
asam asetat glasial pa: metanol pa:
aquabides steril (v/v/v/v) = 0,5:7,5:2
10 menit
Campuran aniline dalam aseton 1 % v/v:
diphenylamine dalam aseton 10 % b/v:
asam fosfat (5:5:1 v/v/v)
dicelup
110C
380 nm
1000 ppm
Lempeng KLT Silika Gel F254

Setelah diperoleh kondisi analisis yang optimum maka tahapan selanjutnya


untuk mengetahui apakah metode tersebut sudah dapat memberikan data yang akurat,
maka perlu dilakukan validasi metode analisis.

4.3 Validasi Metode Analisis


Parameter yang diuji meliputi Linieritas, Spesifisitas, Batas Deteksi dan Batas
Kuantitasi, Presisi, dan Akurasi.
4.3.1 Linieritas (Linearity)
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode analisis yang dapat
menunjukkan bahwa area analit dalam larutan sampel berada dalam rentang
konsentrasi tertentu, dimana respon yang diberikan sebanding dan proporsional
dengan konsentrasi analit (Green J.M, 1996). Kelinieran suatu metode dapat diuji

44

dengan menggunakan 5 macam konsentrasi atau lebih yang berkisar antara 25- 200%
dari konsentrasi uji. Dimana konsentrasi standar yang digunakan pada penelitian ini
yaitu antara 60%-240% dari konsentrasi uji yaitu 1000 ppm. Konsentrasi linieritas
yang digunakan adalah 600 ppm, 750 ppm, 1200 ppm, 1500 ppm, 1800 ppm, dan
2400 ppm. Linieritas ditentukan berdasarkan nilai r (koefisien korelasi), Vx0 (standar
deviai relatif (RSD)), dan

nilai Xp yang didapat dari program validasi yaitu

Validation Method of Analysis. Hasil uji linieritas ditunjukkan pada tabel 4.2 dan
gambar 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.2. Data Parameter Pengujian Linieritas
Metode
Probability
Jumlah Data

Linieritas
95%
6

Persamaan Garis
Koefisien Korelasi
Vx0
Xp

Y = 8069,81000000 + 0,95514660X
0,99648120
4,60703300%
721,66850000 ppm (360,83 ng/spot)

Gambar 4.1 Kurva linieritas konsentrasi (ng/ spot) dan area standar inulin

Data pada tabel 4.2 dan gambar 4.1, menunjukkan bahwa metode telah
memenuhi persyaratan linieritas, dengan harga koefisien korelasi (r) mendekati (+1)
atau (-1) (Harmita. 2004) dan nilai Vx0 < 5%, dan nilai Xp < nilai konsentrasi

45

linieritas

terkecil

yang

digunakan

(Indrayanto

A,

2003)

(Lampiran

D).

Berdasarkan parameter tersebut, dapat disimpulkan metode KLT-Densitometri


untuk analisis inulin dalam ekstrak umbi dahlia (Dahlia spp L.) memberikan
hubungan yang proporsional (linier) antara konsentrasi dan respon detektor terhadap
analit.
4.3.2 Spesifisitas (Spesificity)
Spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur
zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang
mungkin ada dalam matrik sampel (Harmita, 2004). Kespesifikan dapat dilihat
melalui uji kemurnian (purity) dan uji identitas (identity) yang dapat dilihat pada
gambar 4.2.

Gambar 4.2 spektra sampel dan standar pada uji purity

= spektra standar inulin


= spektra sampel inulin dari ekstrak umbi dahlia
Berdasarkan gambar 4.2 di atas dapat dilihat bahwa spektra standar dan
sampel pada panjang gelombang 350-600 nm memiliki spektra yang hampir sama.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa di dalam sampel ekstrak umbi dahlia terdapat inulin
dan metode analisis ini dapat dikatakan selektif terhadap inulin karena metode ini
mampu memberikan respon untuk senyawa inulin. Perhitungan korelasi spektra pada
uji kemurnian dan identitas dapat dilihat pada tabel 4.3. dan tabel 4.4 di bawah ini.

46

Tabel 4.3. Hasil scanning spektrum uji kemurnian/ purity


Uji

Track

Rf

r(s,m)

r(m,e)

Kesimpulan

Kemurnian

Standar

0,89

0,999828

0,997446

Purity

Sampel

0,91

0,999918

0,998848

Purity

Tabel 4.4 Hasil uji identitas/ identity


Uji

Track

Rf

r(s,s)

r(s,a)

Kesimpulan

Identitas

Standar

0,89

0,998843

Inulin

Sampel

0,91

0,998843

0,998828

Inulin

Pada uji kemurnian dilakukan dengan cara membandingkan spektra pada tiga
posisi peak, yaitu awal/ start (s), posisi puncak/maximum (m), dan posisi akhir/end
(e). Kemurnian analit dalam sampel dapat dilihat berdasarkan nilai r(s,m) dan nilai
r(m,e). Pencocokan spektra sampel dan standar inulin dapat dilihat pada tabel 4.3,
diketahui bahwa perhitungan korelasi spektra dari data > 0,990 yang menunjukkan
bahwa inulin dalam sampel murni.
Pada uji identitas analit ditunjukkan berdasarkan nilai r(s,s) dan nilai r(s,a).
Nilai r(s,s) menunjukkan korelasi spektra antara 2 track standar yang mempuyai
konsentrasi sama. Nilai r(s,a) menunjukkan korelasi spektra antara track standar dan
track analit pada sampel. Dari tabel 4.4, nilai korelasi yang didapatkan > 0,990 yang
berarti analit dalam sampel identik dengan standar inulin. Berdasarkan penilaian
parameter spesifisitas yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
metode KLT-Densitometri untuk analisis inulin bersifat spesifik.
4.3.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)
LOD yaitu jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang
masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko (Satiadarma, et
al. 2004). Sedangkan LOQ yaitu jumlah analit terendah dalam sampel yang masih
dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi

47

percobaan (Harmita, 2004). Penetapan LOD dan LOQ dalam penelitian ini dilakukan
melalui 6 konsentrasi standar dibawah konsentrasi linieritas yaitu 50 ppm, 100 ppm,
150 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan

400 ppm. Hasil pengujian LOD dan LOQ

ditujukan pada tabel 4.5 di bawah ini.


Tabel 4.5. Koefisien korelasi konsentasi (ng/ spot) dan area standar inulin pada percobaan
LOD dan LOQ.
Konsentrasi (ppm)
50
100
150
200
300
400
Persamaan regresi
R > 0,99
Vx0 < 5%
Xp < 100 ng (50 ppm)

Konsentrasi (ng/ spot)


100
200
300
400
600
800
Y = - 379,52210000 + 9,20565900X
R= 0,99895220
Vx0 = 3,33920600%
Xp = 71,03049000

Area
503,63
1459,08
2391,15
3259,85
5345,76
6856,98

Hubungan yang proporsional (linier) antara konsentrasi (ng/ spot) dan area
standar inulin pada pengujian LOD dan LOQ ditunjukkan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Kurva linieritas konsentrasi (ng/ spot) dan area standar inulin

Data area dan konsentrasi kemudian dianalisis menggunakan program validasi


yaitu Validation Method of Analysis (Indrayanto A, 2003). Melalui hasil perhitungan

48

dari data yang diperoleh, metode yang digunakan memiliki batas deteksi 71,03049
ng/spot dan batas kuantitasi 236,7683 ng/spot. Data perhitungan disajikan dalam
lampiran E.
4.3.4 Presisi (Precision)
Kepresisian menunjukkan kesesuaian diantara masing-masing hasil uji, jika
prosedur analisis diterapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari
sampel yang homogen dan ditentukan dengan menghitung nilai RSD. Presisi yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah repeatability dan intermediet precision.
Pengujian repeatability dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 6 kali
replikasi sesuai dengan konsentrasi uji yaitu 1000 ppm. Data yang diperoleh
kemudian menghitung nilai RSD dari 6 replikasi. Syarat penerimaan uji presisi pada
konsentrasi aktual analit sebesar >10%, yaitu 98-102%2,7% (Huber L, 2007).
Pengujian repeatability dilakukan dengan pengukuran sampel yang sama dengan
replikasi sebanyak 6 kali dalam 1 hari. Sedangkan pengujian intermediet precision
dilakukan dengan mengulang prosedur repeatability selama 3 hari berbeda. Data hasil
pengujian repeatability dan intermediet precision ditunjukkan pada tabel 4.6 dan
tabel 4.7.
Tabel 4.6. Data presisi pengujian repeatability dengan n = 6
Hasil uji presisi
Penimbangan (mg)
45,30
45,00
45,80
45,60
45,00
45,90

Konsentrsi inulin percobaan


(ng/ spot)
3068
3048
3104
3090
2992
3148
Rata- rata
SD
RSD/CV

Inulin % b/b
84,66
84,67
84,72
84,70
83,11
85,73
84,60
0,84
0,993%< 2,7%

49

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Intermediet Precision dalam Tiga Hari Percobaan dengan n= 6
Kadar inulin (% b/b) RSD(%)*
84,60% 0,993%
84,05% 1,34%
84,98% 1,14%
84,54%
0,468
0,554% < 2,7%

Hari
1
2
3
Rata-rata
SD
%RSD

* = Replikasi 3 kali
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa nilai RSD untuk repeatability
0,993 % dan rata-rata nilai RSD intermediet precision inulin adalah 0,554%. Nilai
ini berada pada rentang yang dipersyaratkan untuk konsentrasi aktual analit sebesar
>10%, yaitu 98-102% 2,7% (Huber L, 2007). Dengan demikian, metode yang
digunakan telah memenuhi syarat kepresisian. Data perhitungan dapat dilihat pada
Lampiran F.
4.3.5 Akurasi (Accuracy)
Keakuratan adalah kedekatan hasil pengukuran analit dalam sampel yang
diperoleh dari suatu metode (hasil percobaan) dibanding kadar analit yang sebenarnya
(Harmita, 2004). Akurasi atau kecermatan sering dinyatakan dalam persen perolehan
kembali (% recovery). Perhitungan keakuratan pada penelitian ini menggunakan
metode sampel adisi dengan penambahan standar menggunakan 3 macam konsentrasi
antara 0,3 0,6 kali dari kadar analit yang diperkirakan (Harmita, 2004). Data
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran G. Pengujian akurasi tiap sampel adisi
dilakukan dengan 3 kali replikasi. Hasil pengujian akurasi ditunjukkan pada tabel 4.8
di bawah ini.
Tabel 4.8. Hasil pengujian akurasi rata-rata
Penambahan (%)
30
45
60
Rata- rata

* = Replikasi 3 kali

% Recovery* RSD %
99,52% 1,39%
100,28% 0,72%
100,07% 0,91%
99,96% 0,39%

50

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui % perolehan kembali (% recovery) pada


berbagai penambahan adalah 99,96%0,39%. Dimana nilai ini berada pada rentang
yang dipersyaratkan untuk konsentrasi aktual analit sebesar >10%, yaitu 98102%2,7% (Huber L, 2007) sehingga hasil yang didapat memenuhi persyaratan uji
akurasi, dan dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang digunakan menghasilkan
data yang akurat.
Berdasarkan hasil pengujian parameter kespesifikan, kelinieran, kepekaan,
kepresisian dan keakuratan diketahui bahwa metode analisis inulin dalam sampel
ekstrak umbi dahlia secara KLT-Densitometri menghasilkan data yang valid
(terpercaya).

4.4 Determinai Inulin dalam Ekstrak Umbi Dahlia


Setelah dilakukan validasi metode analisis, tahap terakhir dari penelitian ini
adalah penerapan metode analisis untuk determinasi inulin dalam sampel ekstrak
umbi dahlia dengan metode KLT- Densitometri. Sampel yang digunakan yaitu
ekstrak umbi dahlia yang ditanam pada media tanah dan polybag yang didapatkan di
kota Batu- Jawa Timur. Determinasi inulin dilakukan dengan cara yang sama seperti
pada uji presisi dengan menggunakan standar dengan konsentrasi 80-180 % dari
konsentrasi uji. Sampel kemudian ditentukan kadarnya dengan metode KLT
Densitometri yang telah tervalidasi. Hasil determinasi inulin dalam umbi dahlia yang
ditanam pada media polybag ditunjukkan pada tabel 4.9, sedangkan determinasi
inulin dalam umbi dahlia yang ditanam pada media tanah ditunjukkan pada tabel
4.10.
Tabel 4.9. Hasil determinasi inulin dari ekstrak umbi dahlia dengan media polybag
Replikasi sampel
1
2
3

Penimbangan
sampel (mg)
45,40
45,20
45,00

Massa inulin
(ng/spot)
2793
2779
2689
Rata- rata
RSD

Kadar inulin (% b/b)


76,89
76,85
74,69
76,15%
1,657%

51

Tabel 4.10. Hasil determinasi inulin dari ekstrak umbi dahlia dengan media tanah
Replikasi sampel
1
2
3

Penimbangan sampel
(mg)
45,00
45,00
45,00

Massa inulin
(ng/spot)
3112
3122
3082
Rata- rata
RSD

Kadar inulin (%b/b)


86,44
86,72
85,61
86,26%
0,669%

Berdasarkan data pada tabel diatas, nilai kadar rata-rata untuk sampel inulin
dari ekstrak umbi dahlia dengan media polybag adalah 76,15% dengan nilai RSD
1,657%, sedangkan pada inulin dari ekstrak umbi dahlia dengan media tanah sebesar
86,26% menghasilkan nilai RSD 0,669% (Lampiran H). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kadar inulin dari ekstrak umbi dahlia yang ditanam media polybag lebih kecil
dari sampel inulin dari ekstrak umbi dahlia yang ditanam media tanah.
Hara dan air diperoleh tanaman dari tanah. Unsur hara sangat penting dalam
pertumbuhan dan produksi tanaman (Ismunadji M, dan S. Roechan, 1988). Ada 17
unsur esensial makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman. Unsur makro yaitu unsur
yang dibutuhkan dalam jumlah banyak adalah C, H, O, N, P, K, Ca, Mg dan S
sedangkan unsur mikro yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit adalah Fe, Mn, B, Mo,
Cu, Zn, Cl, dan Co (Hardjowigeno S, 2003). Dari segi fisiologis, unsur N merupakan
hara makro esensial yang sangat berperan pada proses pembentukan protein dan
penyusun bobot

tanaman (Bailley H. H, 1991). Unsur fosfor (P) yang juga

merupakan unsur hara utama bagi tanaman. Unsur P yang tersedia dalam jumlah
cukup akan memacu perkembangan akar. Unsur P ini penting perannya dalam proses
fotosintesis, perubahan karbohidrat dan senyawa lain yang berhubungan dengan
glikolisis dan metabolisme. Dalam metabolisme tanaman, P memegang peranan
langsung dalam transfer dan penyimpanan energi serta merupakan aktifator berbagai
enzim sehingga kekurangan unsur ini akan mengakibatkan gangguan hebat pada
tanaman (Bailley H.H, 1991; Winarso S, 2005). Bahan organik memperbaiki sifat
fisik tanah dengan cara membuat tanah menjadi gembur sehingga aerasi menjadi

52

lebih baik serta mudah ditembus perakaran tanaman dan dapat menghasilkan produk
tanaman lebih baik (Narendra B.H, 2012).
Media tanah merupakan tempat tumbuh tanaman yang mempunyai kandungan
hara yang cukup untuk menunjang proses pertumbuhan tanaman sampai berproduksi.
Ketersediaan hara dalam tanah sangat dipengaruhi oleh adanya bahan organik. Hakim
N, dan A.M Lubis, (1986) menyatakan bahwa bahan organik merupakan bahan
penting dalam menciptakan kesuburan tanah. Bahan organik memperbaiki sifat-sifat
tanah meliputi sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik pada polybag
jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan unsur organik yang terdapat pada
tanah hal ini menyebabkan produktivitas tanaman tidak maskimal dibandingkan pada
tanah. Pengaruh bahan organik pada biologi tanah adalah menambah energi yang
diperlukan

kehidupan mikroorganisme tanah (Sutanto R, 2002). Media polybag

dengan menggunakan wadah plastik akan menyebabkan unsur organik dalam tanah
akan berkurang sehingga menyebabkan tanah kurang gembur, dan sistem perakaran
susah untuk menembus plastik atau menyebabkan pertumbuhan akar terhambat. Bila
pertumbuhan akar terhambat dalam hal ini umbi dahlia juga akan terhambat
produktivitasnya.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Teknik ekstraksi umbi dahlia terpilih adalah teknik A dengan jumlah %
rendemen 7,056 %
2. Metode KLT-Densitometri untuk determinasi inulin dalam ekstrak umbi
dahlia memberikan hasil analisis yang:
a. Spesifik;
b. Linier dengan nilai koefisien korelasi = 0,997, Vx0 4,607% dan Xp
721,669 ppm (360,83 ng/spot);
c. Peka dengan batas deteksi 71,03 ng/ spot dan batas kuantitasi 236,7683
ng/ spot;
d. Presis dengan nilai RSD repeatability = 0,993% < 2,7% dan RSD
intermediet precision = 0,554% < 2,7%;
e. Akurat dengan % Recovery 99,96%0,39%
3. Kadar inulin umbi dahlia yang ditanam di media tanah sebesar 86,26%
0,669% (%b/b RSD%), dan umbi dahlia yang ditanam di media polybag

sebesar 76,15%1,657% (%b/b RSD%). Dapat disimpulkan bahwa media


tanam umbi dahlia mempengaruhi kadar inulin atau metabolit sekunder di
dalamnya.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan, saran peneliti adalah perlu dilakukan penelitian
determinasi inulin dalam umbi dahlia yang ditanam pada media tanah dan polybag
pada jenis dahlia yang lain dengan metode ini untuk mengetahui pengaruh jenis
tanaman dahlia terhadap kandungan inulin.

53

DAFTAR PUSTAKA

Abddilah M. 2012. Studi Komparasi Kandungan Metabolit Sekunder Inulin pada


Tanaman Dahlia (Dahlia pinnata) secara In Vivo dan In Vitro Melalui
Pembentukan Kalus pada Efektifitas Kombinasi BAP dan NAA. Tesis.
Universitas Jenderal Soedirman: Purwokerto.
Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit
Andi :Yogyakarta.
Ahuja, S. 1989. Selectivity and Detectability Optimizations in HPLC. A WilleyInterscience Publication:Canada.
Angela, Z dan Mara, E. S . 2001. Inulin Determination for Food Labeling . J. Agric.
Food Chem., 49, 4570-4572.
Asih S, Fatmawati, Puspitasari, I. 2009. Pemanfaatan Aspergillus clavatusPada
Produksi Fruktooligosakarida (FOS) Dari Umbi Dahlia Sebagai Sumber
Prebiotik Susu Formula Balita. PKM Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Bailley, H.H. 1991. Kesuburan tanah. Badan Kerja Sama Ilmu Tanah BKS.
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat: Jakarta.
CAMAG, Chemie-Erzeugnisse & Adsorptionstechnik AG. 2005. http://www.
camag.com/en/tlc_hptlc/products/evaluationdetection/tlcscanner4.cfm?gclid
=COe p0-bH0bcCFQoB4god7CkAFg. Switzerland. [November 2005].
Clark,

J. 2007. Thin Layer Chromatography. http://www.chemguide.co.uk/


analysis/chromatography/thinlayer.html. [Juni 2007].

Cornell Cooperative Extension. 2003. Culture of Dahlia. Nassau County Horticulture


Program Eisenhower Park East Meadow: New York.USA.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Fatima B., Usman Muhammad, Ashraf, R T. Waseem and Ali M.A. 2007. In Vitro
Shoot Regeneration From Cotyledon And Hypocotyl Explants Of Dahlia
Cultivars. Jurnal No. J. Agri. Sci., Vol. 44(2).

54

55

Fodor, F., K. Vegh Z., dan Nagy Turak, A. 2001. Validation and Quality Assurance
of Planar Chromatographic Procedures in Pharmaceutical Analysis. J. AOAC
Int. 84: 1265-1276.
Franck A dan Leenheer L.D. 2002 Inulin. ORAFTI Aandorenstraat 1, 3300 Tienen,
Belgium. www.wiley-vch.de/books/biopoly/pdf v06/bpol6014439_448.pdf.
[25 Maret 2004].
Green, J. M. 1996. A Practical Guide to Analytical Method Vallidation. American
Chemical Society (68) 305-309A.
Gritter, R. J., Bobbitt, J. M., dan Schwarting, A. E. 1991. Pengantar Kromatografi.
Terjemahan dari Introduction to Chromatograhy. Oleh Kosasih
Padmawinata. Penerbit ITB:Bandung.
Hakim, N dan A.M Lubis. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung:
Lampung.
Hamilton, R. dan Hamilton, S. 1987. Thin Layer Chromatography. John Wiley &
Sons :London.
Hankins, A. 2005. Production Of Dahlias As Cut Flowers. Originally printed in
Virginia Vegetable, Small Fruit and Specialty Crops. Extension SpecialistAlternative Agriculture Virginia State University.
Haqiqi,

S.
H.
2008.
Kromatografi
Lapis
Tipis.
[serial
online]
http://d4him.files.wordpress.
com/2009/02/paper-kromatografi-lapistipis.pdf. [24 April 2012].

Harborne, J.B. 1994. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Penerbit ITB:Bandung.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: AkademikaPressindo.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian.Vol. I, no.3, 117 135. Desember 2004.
Universitas
Indonesia
Press:
Jakarta.
[serial
online]
http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004 /v01n03/Harmita010301.pdf .[23
April 2012].

56

Holme. D. dan Hazel, P. 1993. Analitical Biochemistry 2nd edition. Longman


Scientific and Technical : New York.
Huber, L. 2007. Validation and Qualification in Analytical Laboratories. 2nd edition.
Informa Healthcare USA, Inc: New York.
Ifansyah.., Yuwono., Isnaneni., Mulja., dan Indrayanto. 1999. Metode Analisis KLTDensitometri. Unit Layanan Konsultasi, Pengujian dan Kerjasama Penelitian
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga: Surabaya.
Indrayanto, A., Indrayanto G., dan Muhammad, M. 2003. Validation Method of
Analysis v1.03. Software from General Public Licence. Faculty of Pharmacy.
Airlangga University: Surabaya.
Ismunadji, M dan S. Roechan. 1988. Hara Mineral Tanaman Padi Buku 1. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan: Bogor.
Kaur, N., dan Gupta, A.K., 2002, Applications of inulin and oligofructose in health
and nutrition, J.Biosci, 7:703-714.
Lestari, P.I. 2013. Pengembangan dan Validasi Metode KLT-Densitometri untuk
Penetapan Kadar Inulin dalam Ekstrak Air Umbi Bengkuang (Pachyrhizus
erosus L.). Universitas Jember : Jember.
Matute, A.I., Ruiz., S. Rodriguez sanchez., M. L. Sanz., Martinez Catro. 2010.
Detection of Adulterations of Honey With High Fructose Syrups from Iulin
by GC Anaysis. Journal of Food Composition and Analysis. Vol 23, Issue 3:
273-278.
Meyer, D. dan B. Tungland. 2001. Inulin- A Pure Soluble Dietary Fibre.
http://www.nutraceuticalsnow.com/issues/back/2001winter/inulin.php. [17
Mei 2013].
Miller, JC. dan Miller, JN., 1988, Statistics for Analytical Chemistry, 2nd Edition John
Wiley & Sons: New York.
Mulja, M dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press:
Surabaya.
Nakamura T., Ogata Y., Shitara A., Nakamura A., dan Ohta K.. 1995. Continous
Production of Fructose Syrups from Inulin by Immobilized Inulinase from
Aspergillus niger Mutant 817. J. Ferment. Bioeng. 80: 164-169.

57

Narendra, B.H. 2012. The Effect of Soil Condition Improvement on Calliandra


calothyrsusand Antidesma buniusGrowth in Batur Mountain Conservation
Area, Bali. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi: Bogor.
Partomuan S, Rachmat J, Rosalinda N. 2004. Tumbuhan Indonesia Sebagai Sumber
Inulin. Pusat penelitian dan pengembangan Bioteknologi: Lembaga
Pengetahuan Indonesia.
Rahayuningsih, M. dan R. Purnawati. 1993. Perbaikan Konversi Mikrobial Inulin
Menjadi Fruktosa. didalam Susdiana, Y. 1997. Ekstraksi dan Karakterisasi
Inulin dari Umbi Dahlia (Dahlia pinnata Cav). Skripsi, unpublished.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Ranjitha B D., dan Nandagopal S. 2007. Effectiveness of Auxin Induced in Vitro
Root Culture in Chicory. J. Centr Eur.Agric. 8:73-80.
Retnaningtyas, Y. 2012. Penentuan Kadar Inulin Dalam Ekstrak Buah Pisang (Musa
paradisiaca, Linn) sebagai Prebiotik dengan Metode KLT- Densitometri.
Media Farmasi Indonesia. Vol 7 No 2: 348- 359.
Retnaningtyas, Y. 2012. Determination of Inulin from Multivitamin Syrup Product by
High Performance Liquid Chromatography with RI Detector. Indo.
J.Chem.12(2),201-205.
Rohdiana, D. 2006. Inulin untuk Kesehatan. Pikiran Rakyat: Bandung.
Rohman, A. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Edisi Pertama. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Rowe, R,C., Paul J Sheskey., dan Marian E Quinn. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Assosiation: London.
Satiadarma., Mulja., Tjahjono., dan Kartasasmita. 2004. Asas Pengembangan
Prosedur Analisis. Edisi Pertama. Airlangga University Press: Surabaya.
Saryono, P., Sulistyati, Delita Zul., Atria Martna. 1998. Identifikasi Jamur
Pendegradasi Inulin pada Rizosfir Umbi Dahlia (Dahlia variabilis).Jurnal
natur Indonesia. 11 (1): 22-27.

58

Saryono., Marina A, A.M. Chainulfifah. 2002. Isolasi dan karakterisasi Jamur


Penghasil Inulinase yang Tumbuh pada Umbi Dahlia (Dahlia variabilis).
Jurnal Natur Indonesia. 4 (2): 171-177.
Sherma, J. dan Fried, B. 1994. Handbook of Thin Layer chromatography Third
Edition. Lafayette College Easton: Pennsylvania.U.S.A.
Sherma, J dan Fried, B. 2003. Hand Book of Thin Layer Chromatography. 3rd
edition, revised and expanded. Marcel Dekker, Inc: New York.
Shivayogeppa, J,. Adiga Dinakara, Prabhuling G., Reddy B.S., Natraj S.K. dan
Prashanth S.J. 2010 .In vitro conservation studies in dahlia (Dahlia variabilis
L.) Research Paper The Asian Journal of Horticulture, Vol. 4 No. 2 : 470472 G. Department Of Horticulture: India.
Simonovska, B. 2000. Determination of Inulin in Foods. Journal of Aoac
International. Vol. 83, NO. 3, 2000.
Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS. 2000.
Tentang Budidaya Pertanian (Dahlia Spp L). Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi : Jakarta.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB: Bandung.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Kanisius: Yogyakarta.
Suryadi, H., Kurniadi M., dan Yohanes A. 2005. Analisis Kuantitatif Aflatoksin
dalam Bumbu Pecel secara KLT Densitometri. Departemen Farmasi FMIPA,
Universitas Indonesia. Kampus UI: Depok. [serial on line].
http.//www.ns.ui.ac.id/seminar2005/Data/SPF03.pdf [13Juni 2007].
Sutanto. R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius: Yogyakarta.
Trieste. 2008. Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants.
International
Centre
For
Science
And
High
Technology.
http://www.unido.org/fileadmin/user_media/Publications/Pub_free/Extractio
n_technologies_for_medicinal_and_aromatic_plants.pdf [20 Maret 2013].
Wahyu,

R.
2009.
Validasi
Metode
Analisishttp://www.chem-is-try.org
/artikel_kimia/kimia_ analisis /validasi-metode-analisis/. [24 Maret 2009].

59

Wijanarka, S,P. 2002. Optimasi Produksi Enzim Inulinase Termostabil oleh Bakteri
Termofilik dari Umbi Dahlia (Dahlia variabilis).FMIPA-Biologi Universitas
Diponegoro: Semarang.
Widowati, S., Sunarti, T. C., dan Zaharani, A. 2005. Ekstraksi, Karakterisasi, dan
Kajian Potensi Prebiotik Inulin dari Umbi Dahlia (Dahlia pinnata L.).
Seminar Rutin Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.
Wilcox, C. F dan Wilcox, M. F. 1995.Experimental Organic Chemistry A SmallScale Approach Second Edition. Englewood Cliffs Prentice-Hall, Inc: New
Jersey.
Winarti, S., Eni H dan Rudi N. 2011. Extraction of Inulin from Various Yam Tubers
(Dioscorea spp.).PF-135, The 12th Asean Food Conference : Bitec Bangna,
Bangkok, Thailand.
Winarso, S. 2005. Kesuburan tanah: Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava
Media: Yogyakarta.
Wulandari, L. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. PT. Taman Kampus Presindo:
Jember.
Vandame, E. J. dan D. G. Derycke. 1983. Microbial Inulinase: Fermentation Process,
Properties and Application. Advances in Appl. Microbial. 29: 139-176.
Voigh, R. 1994 .BukuPelajaranTeknologiFarmasi, edisi kelima. UGM Press:
Yokyakarta.

LAMPIRAN
LAMPIRAN A: Teknik Ekstraksi Umbi Dahlia
A.1 Hasil % Rendemen untuk Pengamatan Teknik Ekstraksi
Teknik Ekstraksi

% Rendemen

Teknik A

7,056%

Teknik B

4, 192%

Teknik A
Sampel umbi yang telah dibersihkan 100 gram.
% Rendemen =
=



35,28
500

100%

100%

= 7,056%
Teknik B
Sampel umbi yang telah dibersihkan 100 gram.
% Rendemen =
=



4,192
100

100%

100%

= 4, 192%

60

61

LAMPIRAN B: Data Kondisi Analisis Inulin yang Paling Optimum

Kondisi analisis
Pelarut

Hasil
Aquabides steril : Etanol 96% pa (3:1)
v/v

Eluen (fase gerak)

asam asetat glasial pa: metanol pa:


aquabides steril (v/v/v/v) = 0,5:7,5:2

Lama pengeringan setelah eluasi

10 menit

Penampak noda

Campuran anilinedalam aseton 1% v/v:


diphenylaminedalam aseton 10% b/v:
asam fosfat (5:5:1)

Teknik pewarnaan

Dicelup

Suhu pengovenan

110C

Panjang gelombang maksimum ()

380 nm

Konsentrasi uji

1000 ppm

Fase diam

Lempeng KLT Silika Gel F254

62

LAMPIRAN C: Data Spesifisitas (Spesificity)

Spektra sampel dan standar pada uji purity

= spektra standar inulin


= spektra sampel inulin dari ekstrak umbi dahlia

Hasil scanning spektrum dari densitometri


Hasil uji kemurnian/ purity
Uji

Track

Rf

r(s,m)

r(m,e)

Kesimpulan

Kemurnian

Standar

0,89

0,999828

0,997446

Purity

Sampel

0,91

0,999918

0,998848

Purity

Tabel 4.4 Hasil uji identitas/ identity


Uji

Track

Rf

r(s,s)

r(s,a)

Kesimpulan

Identitas

Standar

0,89

0,998843

Inulin

Sampel

0,91

0,998843

0,998828

Inulin

63

LAMPIRAN D: DataLinieritas (Linearity)


Koefisien Korelasi Konsentrasi (ng/ spot) dengan Area Standar Inulin dan Data
Parameter Uji Linieritas

Konsentrasi (ppm)

Konsentrasi (ng/ spot)

Area

600

1200

9299,85

750

1500

9428,30

1200

2400

10310,06

1500

3000

10984,34

1800

3600

11689,45

2400

4800

12532,78

Persamaan regresi linier

Y = 8069,81000000 + 0,95514660X

Koefisien Korelasi

r = 0,99648120

Method

: Linearity

Probability

: 95%

Number of data

:6

Line equation

: Y = 8069.81000000 + 0.95514660X

Corelation coeffiient : 0.99648120


Sy value

: 121.01080000

Vx0 value

: 4.60703300%

Xp value

: 721.66850000

The corelation coefficient is fullfilled the requirement (>0.99)


The Vx0 value is fullfilled the requirement (0% to 5%)
TheXp value is OK (< 1200.0000000)

64

Kurva linieritas konsentrasi (ng/ spot) dan area standar

65

LAMPIRAN E: Data Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Koefisien Korelasi Konsentrasi (ng/ spot) dan Area Standar Inulin pada UjiLOD dan
LOQ.

Konsentrasi (ppm)
50
100

Konsentrasi (ng/ spot)


100
200

Area
503,63
1459,08

150
200
300
400
Persamaan regresi
R > 0,99
Vx0 < 5%
Xp < 100 ng (50 ppm)

300
400
600
800
Y = -379,5221 + 9,205659X
R= 0,99895220
Vx0 = 3,33920600%
Xp = 71,03049

2391,15
3259,85
5345,76
6856,98

Method

: Linearity

Probability

: 95%

Number of data

:6

Line equation

: Y= -379.52210000 + 9.20565900x

Corelation coeffiient : 0.99895220


Sy value

: 122.95840000

Vx0 value

: 3.33920600%

Xp value

: 71.03049000

The corelation coefficient is fullfilled the requirement (>0.99)


The Vx0 value is fullfilled the requirement (0% to 5%)
The Xp value is OK (< 100.00000000)

66

Kurva LOD & LOQ antara konsentrasi (ng/spot) dan area standar inulin

LOD dan LOQ standar inulin yaitu:

LOD : 71,03ng/ spot

LOQ :

10
3

71,03049 = 236, 76 ng/ spot

67

LAMPIRAN F: DataPresisi (Precision)


Data presisi 3 hari percobaan dengan n = 6
Hasil uji presisi hari pertama
Penimbangan (mg)
45,3
45,0
45,8
45,6
45,0
45,9

Konsentrasi inulin
percobaan (ng/spot)
3068
3048
3104
3090
2992
3148
Rata- rata
RSD/CV

Kadar inulin (% b/b)


84,66
84,67
84,72
84,70
83,11
85,73
84,60
0,993%<2,7%

Hasil uji presisi hari kedua


Penimbangan (mg)
45,3
45,0
45,8
45,9
45,1
45,2

Konsentrasi inulin
percobaan (ng/spot)
3068
2969
3121
3127
2998
3029
Rata- rata
RSD/CV

Kadar inulin (% b/b)


84,66
82,47
85,17
85,16
83,09
83,77
84,05
1,34%<2,7%

Hasil uji presisi hari ketiga


Penimbangan (mg)
45,3
45,0
45,8
45,5
45,0
45,8

Konsentrasi inulin
percobaan (ng/spot)
3085
3080
3140
3097
2994
3123
Rata- rata
RSD/CV

Kadar inulin (% b/b)


85,13
85,56
85,70
85,08
83,18
85,23
84,98
1,14%<2,7%

68

Perhitungan kadar inulin dari uji presisi yaitu sebagai berikut:


Misal: hari pertama replikasi 1
3068

Konsentrasi analit (ppm)=

= 1534 ppm

Jumlah analit dalam larutan sampel 25 ml =


1534 g/ml x 25 ml = 38350 g = 38, 350 mg
Kadar inulin dalam sampel yang ditimbang =
38,350
45,3

100% = 84,657%

Hasil Pengujian Intermediet Precision dalam Tiga Hari Percobaan dengan n= 6


% b/b

Hari
1
2

84,60%
84,05%

84,98%

Rata-rata

84,543%

SD

0,468

%RSD

0,554% <2,7%

69

LAMPIRAN G: DataAkurasi (Accuracy)


Perhitungan sampel uji akurasi dengan metode standar adisi:
Kadar inulin hasil presisi (rata-rata kadar inulin dari hasil presisi hari ke-3) yaitu
84,98%.
1. Adisi 30%
Bila ditimbang sampel 250 mg, maka jumlah standar inulin yang
ditambahkan dalam sampel sebesar.

0,25 84,98 0,3


100

= 63,74 mg standar inulin

Total bobot sampel + standar = 250 + 63,74 mg = 313,74 mg


Penimbangan sampel adisi 45 mg (uji presisi)
Misal : replikasi 1 = penimbangan sampel adisi 44,0 mg
Konsentrasi teoritis :
84,98
100

250 = 212,45 mg + 63,74 mg = 276,19 mg ( jumlah inulin

dalam standar adisi 30%)


Jumlah total yang ditimbang = 250 mg + 63,74 = 313,74 mg
45,0

39,61
25

313,74
276,19

= 39,61 mg

1000 = 1584,4 g/ml x 2 l = 3,168 g = 3,168.10-3 mg

2. Adisi 45%
Bila ditimbang sampel 250 mg, maka jumlah standar inulin yang
ditambahkan dalam sampel sebesar :
0,25 84,98 0,45
100

= 95,603 mg standar inulin

Total bobot sampel + standar = 250 + 95,603 mg = 345,603 mg


Penimbangan sampel adisi 45 mg (uji presisi)
Misal : replikasi 1 = penimbangan sampel adisi 45,0 mg
Konsentrasi teoritis :

70

84,98
100

250 = 212,45 mg + 95,603 mg = 308,053 mg ( jumlah inulin

dalam standar adisi 45%)


Jumlah total yang ditimbang = 250 mg + 95,603 = 345,603 mg
45,0

40,111

345,603
308,053

= 40,111 mg

1000 = 1604,44 g/ml x 2 l = 3,209 g = 3,208.10-3 mg

25

3. Adisi 60 %
Bila ditimbang sampel 250 mg, maka jumlah standar inulin yang
ditambahkan dalam sampel sebesar :
0,25 84,98 0,60
100

= 127,47 mg standar inulin

Total bobot sampel + standar = 250 + 127,47 mg = 377,47 mg


Penimbangan sampel adisi 45 mg (uji presisi)
Misal : replikasi 1 = penimbangan sampel adisi 45,0 mg
Konsentrasi teoritis :
84,98
100

250 = 212,45 mg + 127,47 mg = 339,92 mg ( jumlah inulin

dalam standar adisi 60 %)


Jumlah total yang ditimbang = 250 mg + 127,47 mg = 377,47 mg
45,0

40,523
25

377,47
339,92

= 40,523 mg

1000 = 1620,92 g/ml x 2 l = 3,241 g = 3,241.10-3 mg

Hasil pengujian metode akurasi


Penambahan
Standar
30%

Penimbangan
sampel adisi
(mg)
45,00
45,00
45,00

Konsentrasi
teoritis(ng/ spot)

Konsentrasi
percobaan(ng/spot)

Recovery
(%)

3168
3168
3168

3198
3149
3111
99,52% 1,39%

100,95
99,40
98,20

71

Penambahan
Standar
45%

Penimbangan
Konsentrasi
sampel adisi teoritis(ng/ spot)
(mg)
45,0
3208

Konsentrasi
percobaan(ng/ spot)

Recovery
(%)

3243

101,09

45,0

3208

3209

100,03

45,0

3208

3199

99,72

100,28% 0,72%

Penambahan
Standar
60%

Penimbangan Konsentrasi
sampel adisi teoritis (ng/spot)
(mg)
45,00
3241

Konsentrasi
percobaan (ng/ spot)
3259

100,56

45,00

3241

3228

99,59

46,20

3329

3331

100,06

100,07% 0,91%

Hasil rata-rata akurasi


Penambahan (%)
30
45
60
Rata- rata

% Recovery
99,52%
100,28%
100,07%
99,96%0,39%

Recovery
(%)

72

Method

: Acuracy

Probability

: 95%

Number of data

:9

Line equation

: Xf = -357.02770000 + 1.11062100Xc

Vbaf value

: -357.02770000 1537.29200000

VBbf value

: 1.11062100 0.47804210

Average %R

: 99.95599000% 0.88213140

The average %R value is fullfilled the requirement (98% to 102%)


The Vbaf value is fullfilled the requirement (-1894.32000000 to 1180.26400000)
The VBbf value is fullfilled the requirement (0.63257860 to 1.58866300)

Kurva konsentrasi teoritis dan konsentrasi percobaan

73

LAMPIRAN H: Data Determinasi Inulin dalam Ekstrak Umbi Dahlia


Perhitungan kadar inulin untuk determinasi inulin dalam ekstrak umbi dahia
sebagai berikut:
Misal: sampel inulin ekstrak umbi dahlia yang ditanam pada media polybag
konsentrasi analit (ppm) =

2793
2

= 1396,5 ppm

Jumlah analit dalam larutan sampel 25 ml =


1396,5 g/ml x 25 ml = 34912,5 g = 34,91 mg
Kadar inulin dalam sampel yang ditimbang =
34,91
45,4

100% = 76,89 %

Hasil determinasi inulin ekstrak umbi dahlia yang ditanam media polybag
Replikasi
sampel
1
2
3

Penimbangan
sampel (mg)
45,40
45,20
45,00

Massa inulin per


spot (ng)

2793
2779
2689
Rata- rata
RSD

Kadar
inulin(b/b%)
76,89
76,85
74,69
76,15%
1,657%

Hasil penetapan kadar inulin ekstrak umbi dahlia yang ditanam media tanah
Replikasi sampel
1
2
3

Penimbangan
sampel (mg)
45,00
45,00
45,00

Massa inulin per


spot (ng)

3112
3122
3082
Rata- rata
RSD

Kadar inulin
(b/b%)
86,44
86,72
85.61
86,26%
0,669%

Вам также может понравиться