Вы находитесь на странице: 1из 6

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anestesi Umum

Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi umum antara lain:


1. Faktor respirasi
Sesudah obat anestesi inhalasi sampai di alveoli, maka akan mencapai tekanan
parsiel tertentu, makin tinggi konsentrasi zat yang dihirup tekanan parsielnya makin
tinggi. Perbedaan tekanan parsiel zat anestesi dalam alveoli dan di dalam darah
menyebabkan terjadinya difusi. Bila tekanan di dalam alveoli lebih tinggi maka difusi
terjadi dari alveoli ke dalam sirkulasi dan sebaliknya difusi terjadi dari sirkulasi ke
dalam alveoli bila tekanan parsiel di dalam alveoli lebih rendah (keadaan ini terjadi bila
pemberian obat anestesi dihentikan).
Makin tinggi perbedaan tekanan parsiel makin cepat terjadinya difusi. Proses difusi
akan terganggu bila terdapat penghalang antara alveoli dan sirkulasi darah misalnya
pada udem paru dan fibrosis paru. Pada keadaan ventilasi alveoler meningkat atau
keadaan ventilasi yang menurun misalnya pada depresi respirasi atau obstruksi
respirasi.
2. Faktor sirkulasi
Aliran darah paru menentukan pengangkutan gas anestesi dari paru ke jaringan dan
sebaliknya. Pada gangguan pembuluh darah paru makin sedikit obat yang dapat
diangkut demikian juga pada keadaan cardiac output yang menurun.
Blood gas partition coefisien adalah rasio konsentrasi zat anestesi dalam darah dan
dalam gas bila keduanya dalam keadaan keseimbangan. Bila kelarutan zat anestesi
dalam darah tinggi/BG koefisien tinggi maka obat yang berdifusi cepat larut di dalam
darah, sebaliknya obat dengan BG koefisien rendah, maka cepat terjadi keseimbangan
antara alveoli dan sirkulasi darah, akibatnya penderita mudah tertidur waktu induksi
dan mudah bangun waktu anestesi diakhiri.
3. Faktor Jaringan
1. Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan jaringan
2. Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat anestesika,
kecuali halotan
3. Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:
1) Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD): otak, jantung, hepar, ginjal. Organorgan ini menerima 70-75% curah jantung hingga tekanan parsial zat anestesika
ini meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini. Otak menerima 14% curah
jantung.
2) Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.
3) Lemak : jaringan lemak

4) Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada aliran darah:
ligament dan tendon.
4. Faktor zat anestesi
Tiap-tiap zat anestesi mempunyai potensi yang berbeda. Untuk mengukur potensi
obat anestesi inhalasi dikenal adanya MAC (minimal alveolar concentration). Menurut
Merkel dan Eger (1963), MAC adalah konsentrasi obat anestesi inhalasi minimal pada
tekanan udara 1 atm yang dapat mencegah gerakan otot skelet sebagai respon rangsang
sakit supra maksimal pada 50% pasien. Makin rendah MAC makin tinggi potensi obat
anestesi tersebut.
Teknik-teknik Anestesi Umum
Teknik untuk anestesi umum antara lain:
1. Teknik Anestesi Spontan Dengan Sungkup Muka
Indikasi:
a. Untuk tindakan yang singkat (0,5-1 jam) tanpa membuka rongga perut
b. Keadaan umum pasien cukup baik (PS ASA I atau II)
c. Lambung harus kosong
Langkah-langkah anestesi umum teknik spontan dengan sungkup mata, yaitu:
1. Periksa peralatan yang digunakan
2. Pasang infus dengan kanul intravena atau jarum kupu-kupu, namun sebaiknya
semua pasien yang di anastesi tanpa melihat lamanya tindakan operasi harus
dipasang jarum intravena. Selain untuk memasukkan obat anestesi juga untuk obat
darurat. Untuk orang dewasa jarum kupu-kupu no. 19 atau 21 sedangkan untuk
anak no. 21 atau 23. Untuk terapi cairan intravena jangka lama sebaiknya dipasang
kateter no. 18 atau 16 untuk orang dewasa, sedangkan untuk anak kecil juga baik
jika dipasang kanul misalnya no. 18 atau 20.
3. Persiapkan obat-obat, obat-obat harus dipersiapkan terlebih dahulu.
4. Induksi dapat dilakukan dengan propofol 2-2.5 mg/kgBB
Pemeliharaan (maintenance) anestesia:
1. Selesai induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata hilang, sungkup muka
ditempatkan pada muka. Dagu ditahan atau sedikit ditarik ke belakang (posisi
kepala ekstensi) agar jalan nafas bebas dan pernafasan lancar. Pengikat sungkup
muka dililitkan di bawah kepala. Apabila pernafasan masih tidak lancar dapat
dilakukan manuver mendorong kedua pangkal rahang ke depan dengan jari manis
dan tengah tangan kiri kita, jika diperlukan dapat menggunakan kedua tangan untuk

membebaskan jalan nafas pasien dengan cara kedua ibu dan telunjuk jari yang
memegang sungkup muka dan dengan jari-jari yang lain menarik rahang ke atas.
2. N2O mulai diberikan 4 L dengan O2 2 L/menit untuk memperdalam anestesi,
bersamaan dengan halotan dibuka sampai 1 % dan sedikit demi sedikit dinaikkan
sampai 3-4 % tergantung reaksi tubuh penderita.
3. Kedalaman anastesi dapat dinilai dari tanda-tanda mata (bola mata menetap), nadi
tidak cepat dan terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah.
4. Kalau stadium anestesi sudah cukup dalam, masukkan pipa orofaring
5. Halotan kemudian dikurangi menjadi 1-1.5 % tergantung respon terhadap rangsang
operasi.
6. Halotan dihentikan beberapa menit sebelum operasi selesai.
7. Selesai operasi N2O dihentikan dan penderita diberi O2 beberapa menit
2. Teknik Anestesi Spontan Dengan Pipa Endotrakea
Pipa endotrakea dapat dimasukkan melalui ora atau nasotrakea. Rata-rata yang
digunakan nomor 7,5 untuk pipa orotrakea dan no. 7 untuk pipa nasotrakea. Untuk
anak-anak ukuran ini rata-rata sebesar jari kelingking.
Indikasi dengan teknik iini adalah:
a. Operasi lama
b. Kesulitan mempertahankan jalan nafas bebas pada anestesi dengan sungkup muka.
Urutan tindakan anestesi spontan dengan pipa endotrakea yaitu:
1. Induksi dengan propofol
2. Sungkup muka ditempatkan pada muka dan oksigen 4-6 L/menit, apabila
diperlukan dibantu dengan menekan balon nafas secara periodik.
3. Sesudah refleks mata menghilang diberikan suksinil kolin intravena 1-1.5
mg/kgBB, nafas dikendalikan dengan menekan balon nafas yang diisi dengan
aliran O2 2L. pemberian suksinil kolin mengakibatkan fasikulasi dan apnea. Karena
itu nafas harus dikendalikan dengan menekan balon nafas yang diisi diisi dengan
aliran O2.
4. Sesudah fasikulasi menghilang pasien diintubasi, kemudian balon pipa endotrakea
dikembangkan sampai tidak ada kebocoran pada waktu melakukan nafas buatan
dengan ambu bag.
5. Pipa guedel dimasukan dimulut agar pipa endotrakeal tidak tergigit. Kemudian
difiksasi dengan plester supaya pipa endotrakeal tidak keluar dari mulut.
6. Mata diplester agar tidak terbuka dan kornea tidak kering
7. Pipa endotrakeal dihubungkan dengan konektor pada sirkuit nafas alat anestesi.
N2O dibuka 3-4 L/menit dan O2 2 L/menit kemudian halotan dibuka 1 vol %dan
cepat dinaikkan sampai 2 vol %. Nafas pasien dikendalikan dengan menekan balon

nafas. Apabila ada gerakan melawan dapat diberikan tambahan propofol 50 mg dan
suksinil kolin 0.25-0.5 mg/KgBB.
8. Halotan dikurangi sampai 0,5-1.5 % untuk pemeliharaan anestesi.
9. Nafas dapat dibiarkan spontan kalau usaha nafas cukup kuat, hal ini dapat dilihat
dari besarnya kembang kempis balon anastesia dan dari katup ekspirasi yang
berbunyi pada setiap ekspirasi.
10. Kedalaman anestesi dipertahankan dengan kombinasi N2O dan O2 masing-masing
2 l/menit, serta halotan 1.5-2 vol %
11. Nafas yang cepat, takikardia, keluar air mata, tangan bergerak, kening basah,
tekanan darah naik merupakan tanda-tanda bahwa anastesia kurang dalam.
12. Anastesi yang ringan dapat diperdalam dengan menaikkan halotan sampai 2-3%
atau menambah propofol bertahap misalnya setiap 50 mg. halotan harus dikurangi
lagi, kalau anastesia sudah cukup dalam.
3. Teknik Anestesi Pipa Endotrakeal Dan Nafas Kendali
Teknik anestesi umum dengan teknik pipa endotrakeal dan nafas kendali yaitu:
Teknik anestesi dan intubasi sama seperti diatas
1. Setelah pengaruh suksinil kolin mulai habis, diberi obat pelumpuh otot jangka
panjang misalnya alkuronium dosis 0.1-0.2 mg/kgBB atau pankuronium dosis 0.050.08 mg/KgBB.
2. Nafas dikendalikan dengan ventilator atau secara manual. Bila menggunakan
ventilator, volume inspirasi diusahakan kurang lebih 10 ml/KgBB dengan frekuensi
14-16 kali per menit, juga harus diperhatikan pergerakan dada kanan dan kiri
apakah bergerak secara simetris atau tidak. Konsentrasi halotan sedikit demi sedikit
dikurangi dan dipertahankan dengan 0.5-1 %.
3. Obat pelumpuh otot dapat diulang lagi dengan 1/3 dosis awal yaitu apabila pasien
tampak ada usaha mulai bernafas sendiri atau otot-otot perut mulai tegang.
4. Halotan dapat dihentikan sesudah lapisan fasi kulit terjahit. N2O dihentikan kalau
lapisan kulit mulai dijahit.
5. Ekstubasi dapat dilakukan setelah nafas spontan normal kembali. O2 diberi terus
sebanyak lima sampai enam liter selama 2-3 menit untuk mencegah hipoksia difusi.
6. Apabila nafas iusesudah ditunggu beberapa menit masih lemah dapat diberi obat
anti pelumpuh otot non depolarisasi sebelum di ekstubasi yang terdiri dari
kombinasi obat atropin 2 ampul (2x0.25 mg) dengan prostigmin 2 ampul (2x0.5
mg). kombinasi obat ini akan menghilangkan sisa efek obat pelumpuh otot.
4. Ekstubasi

Mengangkat keluar pipa endotrakea (ekstubasi) harus mulus dan tidak disertai batuk
dan kejang otot yang dapat menyebabkan gangguan napas, hipoksia sianosis. Ekstubasi
dapat dilakukan dengan menunggu pasien sampai sadar betul atau menunggu sewaktu
pasien masih dalam keadaan anestesi yang agak dalam. Dengan cara terakhir
dihindarkan reaksi spasme kejang otot perut, dada dan jalan napas.
5. Pasca bedah
Pasien harus diobservasi terus (pernapasan, tekanan darah dan nadi) sesudah operasi
dan anestesi selesai dan anestesi selesai sewaktu masih dikamar bedah dan dikamar
pulih. Bila pasien gelisah harus diteliti apakah karena kesakitan atau karena hipoksia
(tekanan darah menurun, nadi cepat) misalnya karena hipovolemia (perdarahan
didalam perut atau kekurangan cairan). Bila kesakitan harus diberi analgetik seperti
etidin 15-25 mg intravena, tetapi kalau gelisah karena hipoksia harus diobati sebabnya,
misalnya dengan menambah cairan elektrolit (ringer laktat) koloid ( dextran) atau
darah. Oksigen selalu diberikan sebelum pasien sadar betul. Pasien hendaknya jangan
dikirim ke ruangan sebelum sadar, tenang, refelek jalan nafas sudah aktif tekanan darah
dan nadi dalam batas-batas normal.
Sebelum induksi dengan propofol sering kali diberi petidin dulu misalnya 0.5-1
mg/kg, kalau perlu diulang lagi dengan setengah dosis dengan tujuan agar induksi lebih
cepat dan lebih mantap. Sebaiknya diberikan dalam dosis terbagi untuk mengurangi efek
depresi nafas.
Selama dan sesudah anestesi sekrit yang terkumpul dalam pipa endotrakeal maupun
di faring harus dihisapsupaya jalan nafas menjadi bebas hambatan. Selalu perhatikan
kekuatan dan frekuensi nafas kalau perlu nafas diambil alih atau dibantu fase inspirasinya
secara lembut. Jangan memberi obat pelumpuh otot jangka panjang bila operasi segera
akan selesai. Untuk mempertahankan relaksasi otot dapat dipilih pelumpuh otot jangka
panjang dengan dosis :
1.
2.
3.
4.
5.

Tubokurarin
Galamin
Pankuronium
Vekuronium
Alkuronium

: 0.2-0.3 mg/Kg BB
: 1-2 mg/Kg BB
: 0.05-0.08 mg/Kg BB
: 0.04-0.06 mg/Kg BB
: 0.1-0.2 mg/Kg BB

Mendekati operasi selesai sebaiknya nafas diusahakan supaya spontan kembanli


dengan mengurangi frekuensi nafas buatan misalnya sampai setengahnya, dengan

maksud supaya kadar CO2 sedikit meninggi dan merangsang pusat pernafasan. Apabila
setelah dicoba dengan menunggu misalnya 5-10 menit, tidak berhasil dapat diberi
prostigmin dan atropin untuk merangsang nafas.
1. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S. Anestesiologi. Edisi pertama. Jakarta. Penerbit
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2004.p.93-95.
2.

Вам также может понравиться