Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
.1
2.1.1
Geologi Regional
Geomorfologi Regional
Secara regional daerah penyelidikan termasuk dalam lembar peta Lasusua -
Kendari yang terletak pada lengan Tenggara Pulau Sulawesi. Morfologi lembar
Lasusua Kendari dapat dibedakan menjadi empat satuan yaitu pegunungan,
perbukitan, kars dan dataran rendah (Rusmana, dkk, 1993). Pegunungan menempati
bagian Tengah dan Barat lembar, perbukitan terdapat pada bagian Barat dan Timur,
morfologi kars terdapat di Pegunungan Matarombeo dan di bagian hulu Sungai
Waimenda serta Pulau Labengke. Daerah penelitian terdapat pada morfologi
perbukitan dan dataran rendah. Satuan perbukitan ini umumnya tersusun oleh batuan
ultrabasa 200 1000 meter diatas permukaan laut. Puncak yang terdapat pada satuan
perbukitan adalah Gunung Hialu (1.037 meter) dan beberapa puncak lainnya yang
tidak memiliki nama, sungai di daerah ini umumnya berpola aliran meranting
(dendritik). Dataran rendah terdapat di daerah pantai dan sepanjang aliran sungai
besar dan muaranya, seperti Aalaa Kokapi, Aalaa Konaweha dan Aalaa Lasolo.
2.1.1.3 Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional sekitar daerah penyelidikan secara umum termasuk
Mandala Geologi Sulawesi bagian Timur, yang dicirikan oleh himpunan batuan
malihan, serpentinit, gabro, basal dan batuan sedimen pelagos Mesozoikum
7
Gambar 2.1 Peta Geologi Lembar Lasusua Kendari, Sulawesi Tenggara (Rusmana,
dkk, 1985)
Batuan yang terdapat di Lajur Hialu adalah batuan ofiolit (Ku) yang terdiri
dari peridotit, harsburgit, dunit dan serpentintit. Batuan ofiolit ini tertindih tak selaras
oleh Formasi Matano (Km) yang berumur Kapur akhir, dan terdiri dari batugamping
berlapis bersisipan rijang pada bagian bawahnya. Batuan sedimen tipe molase
berumur Miosen Akhir Pliosen Awal membentuk Formasi Pandua (Tmpp). Formasi
ini mendindih takselaras semua formasi yang lebih tua, baik di Lajur Tinodo maupun
di Lajur Hialu. Pada Kala Plistosen Akhir terbentuk batugamping terumbu koral (Ql)
dan Formasi Alangga (Opa) yang terdiri dari batupasir dan konglomerat. Batuan
termuda di lembar peta ini ialah Aluvium (Qa) yang terdiri dari endapan sungai, rawa
dan pantai.
2.1.2.3 Struktur Geologi Regional
Struktur geologi yang dijumpai di daerah kegiatan adalah sesar, lipatan dan
kekar. Sesar dan kelurusan umumnya berarah Baratlaut Tenggara searah dengan
Sesar geser mengiri Lasolo. Sesar Lasolo aktif hingga kini, sesar tersebut diduga ada
kaitannya dengan Sesar Sorong yang aktif kembali pada Kala Oligosen
(Simandjuntak, dkk., 1983). Sesar naik ditemukan di daerah Wawo, sebelah Barat
Tampakura dan di Tanjung Labuandala di Selatan Lasolo yaitu beranjaknya batuan
ofiolit ke atas Batuan Malihan Mekonga, Formasi Meluhu dan Formasi Matano.
Sesar Anggowala juga merupakan sesar utama, sesar mendatar menganan (dextral),
mempunyai arah Baratlaut Tenggara. Sesar Lasolo berarah Baratlaut Tenggara,
membagi Lembar Lasusua Kendari, menjadi dua bagian. Sebelah Timurlaut sesar
disebut Lajur Hialu, dicirikan dengan batuan asal kerak samudera dan sebelah
Baratdaya sesar disebut Lajur Tinondo, dicirikan dengan batuan asal paparan benua.
Pada Kala Miosen Tengah Lajur Hialu terdorong oleh benua kecil Banggai Sula,
yang bergerak ke arah Barat, yang menyebabkan terseserkannya Lajur Hialu di atas
Lajur Tinondo, yang kemudian diikuti oleh sesar bongkah. Jenis lipatan berupa
lipatan antiklin, setempat dijumpai lipatan rebah dan lipatan sinklin. Kekar terdapat
pada semua jenis batuan, pada batugamping kekar ini tampak teratur, membentuk
10
kelurusan. Kekar pada batuan beku umumnya, menunjukkan arah tak beraturan. Pada
Kala Miosen Akhir sampai Pliosen pengangkatan kembali berlangsung, dimana pada
pantai Timur dan Tenggara lembar dicirikan dengan undak-undak pantai dan sungai
serta pertumbuhan koral.
2.2
Nikel Laterit
Pada umumnya endapan nikel terdapat dalam dua bentuk yang berlainan,
yaitu berupa nikel sulfida dan nikel laterit. Endapan nikel laterit merupakan bijih
yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang ada di atas permukaan
bumi. Istilah Laterit sendiri diambil dari bahasa Latin later yang berarti batubata
merah (Buchanan, 1807), yang digunakan sebagai bahan bangunan di Mysore,
Canara dan Malabr yang merupakan wilayah India bagian Selatan. Material tersebut
sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila terlalu lama kontak degan atmosfer,
maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat (resisten). Laterit merupakan
regolith atau tubuh batuan yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah
mengalami pelapukan, termasuk didalamnya profil endapan material hasil
transportasi yang masih tampak batuan asalnya. Sebagian besar endapan laterit
mempunyai kandungan logam yang tinggi dan dapat bernilai ekonomis tinggi,
sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan dan bauksit. Dari beberapa pengertian
bahwa laterit merupakan suatu material dengan kandungan besi dan aluminium
sekunder sebagai hasil proses pelapukan yang terjadi pada iklim tropis dengan
intensitas pelapukan tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau proses
11
yang diakibatkan oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel sekunder
(Smith, 1992).
2.2.1
tidak semua tempat tersebut dapat terbentuk nikel laterit, karena intensitas pelapukan
yang tinggi bukan satu-satunya syarat terbentuknya nikel laterit. Menurut Ahmad
(2006) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan deposit nikel
laterit, antara lain :
1. Batuan Induk
Adanya batuan induk merupakan syarat utama untuk terbentuknya
endapan nikel laterit, macam batuan induknya adalah batuan ultrabasa. Dalam
hal ini pada batuan ultrabasa tersebut :
a. Terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya.
b. Mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil
seperti olivin dan piroksin.
c. Memiliki komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan
lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
2. Iklim
Pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi
kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan
terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur
yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, yaitu akan
12
13
sangat dipengaruhi oleh bentuk kemiringan lereng (topografi). Air tanah bergerak
dari daerah-daerah yang mempunyai tingkat ketinggian ke arah lereng, yang mana
sebagian besar dari air tanah pembawa Ni, Mg dan Si yang mengalir ke zona tempat
fluktuasi air tanah berlangsung. Pada tempat-tempat yang banyak mengandung
rekahan-rekahan Ni akan terjebak dan terakumulasi di tempat-tempat yang dalam
sesuai dengan rekahan-rekahan yang ada, sedangkan pada lereng dengan kemiringan
landai sampai sedang adalah merupakan tempat pengayaan nikel.
Umumnya penjelasan mengenai profil endapan nikel laterit yang ideal
(Nushantara, 2002) dibagi menjadi 4 zona, yaitu :
a. Zona Overburden
Zona ini merupakan top soil mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar
nikel yang rendah (kurang dari 1%). Zona ini tersusun oleh humus dan
14
15
ultrabasa, dalam hal ini peridotit dan serpentinit. Batuan ini banyak mengandung
olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi, mineral-mineral tersebut tidak stabil
dan mudah mengalami proses pelapukan. Endapan jenis konsentrasi sisa dapat
terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan,
maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral
bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul
menjadi endapan konsentrasi sisa. Air permukaan yang mengandung CO 2 dari
16
multikomponen yang terkena proses terus menerus dari pelapukan kimia dan fisika.
Pembentukan mineral baru dan fase kimia terus terbantuk dalam lingkungan yang
berubah.
17
18
pada tahap awal dari pelapukan kimia. Dalam kondisi tropis, magnesium dengan
cepat keluar dari profil laterit.
d. Silika (Si)
Sekitar 40 50 % unsur kimia dalam ultrabasa terdiri dari silika, pada
dasarnya sebagai olivin primer dan mineral piroksin, atau sebagai serpentin
sekunder. Sebagai obligasi kation yang dipecah dalam struktur silikat, silikon
tetrahedral dibebaskan. Meskipun kelarutan silika dalam air tanah jauh lebih
rendah dibandingkan unsur bergerak lain, kelarutan silika yang tinggi dalam
bentuk silika amorf atau sebagai silika pecahan dari ferromagnesian silikat.
Sebagai perbandingan, kelarutan silika sebagai kuarsa hanya sepersepuluh.
Tingkat pelepasan silika dari pemecahan mineral ferromagnesian dapat melebihi
tingkat dimana dapat diambil ke dalam larutan. Dalam kasus tersebut, silika
berlebih dapat bergabung dengan Mg, K, Fe dan Al untuk membentuk mineral
lempung. Jenis mineral lempung yang akan dibentuk akan tergantung pada
beberapa faktor, tergantung rasio SiO2 untuk Al2O3 dan Fe2O3, pH medium dan
kehadiran dalam larutan kation lain seperti Ca, Mg dan K. Karena kelarutan
yang lebih rendah dari magnesia, silika sering diendapkan di zona saprolit dari
profil laterit dimana magnesia akan menjadi larutan. Dalam kondisi tersebut,
silika akan sering membentuk vein dan urat kuarsa yang dalam proses
limonitisasi dari saprolit dan mengakibatkan pembentukan boxwork silika.
e. Besi (Fe)
Besi hadir dalam ultramafik dalam bentuk primer di dalam magnetit, kromit,
crysolit, ortopiroksin, klinopiroksin atau dalam bentuk sekunder setelah
mengalami proses serpentinisasi. Jumlah kandungan Fe dalam peridotit
umumnya dalam kisaran 2 7 % tergantung pada jenis mineral ferromagnesian
19
yang hadir. Besi dalam mineral ferromagnesian dengan cepat dioksidasi menjadi
ferri dengan adanya oksigen yang hadir di ruang pori, terutama di atas zona
water table. Oksidasi besi menjadi ferri sangat merusak struktur kristal mineral.
Karena netralitas elektrostatik dari kristal, oksidasi besi menjadi besi ferri harus
disertai dengan pelepasan kation lainnya. Pelepasan tersebut meninggalkan
ruang kosong dalam struktur kristal dan mempercepat keruntuhannya. Dengan
demikian, mineral besi adalah salah satu yang pertama terpengaruh oleh
pelapukan kimia. Besi sebagai goetit dan limonit, sangat stabil di lingkungan
laterit. Diperkirakan oleh Kuhnel et al (1978) dalam Ahmad (2006) bahwa
sekitar 90 % dari kadar Fe dari batuan ultramafik terkonsentrasi di zona limonit
dari profil laterit.
f. Kromit (Cr)
Kromit terjadi di batuan ultramafik sebagai kromit aksesori (FeO.Cr2O3) dan
sebagai pengganti ion Mg dan Fe di olivin dan piroksin. Kromit dalam olivin
umumnya terbatas kurang dari 0,2 % sementara itu dapat mencapai sekitar 1 %
di klinopiroksin. Ion kromit tidak larut dalam air tanah dan sangat stabil,
sehingga menjadi kromit di zona limonit dari laterit. Cr yang hadir dalam olivin
dan piroksin dalam bentuk divalen. Pada pelepasan dari mineral ferromagnesian,
beberapa Cr dapat dioksidasi menjadi kromit trivalen (dan dengan demikian
stabil) sementara beberapa Cr dapat dioksidasi menjadi oksida hexavalen (CrO 3)
atau hexavalen kromit radikal (CrO4) yang sangat larut dalam air tanah dan
beracun terhadap manusia.
g. Nikel (Ni)
Nikel terjadi pada batuan ultramafik sebagai pengganti ion Mg dan Fe di
olivin dan piroksin (dan juga di serpentin). Konsentrasi nikel tertinggi dalam
20
zona limonit.
Sebagai nikeliferous serpentin, nikeliferous bedak dan klorit
nikeliferous di zona saprolit, bersama dengan pengendapan tinggi
Pada daerah tropis dengan kelembaban suhu serta curah hujan yang sangat
tinggi, mengakibatkan proses pelapukan kimia membentuk unsur mobile dan non
mobile. Unsur mobile (Ca, Na, K, Mg dan Si) dipengaruhi oleh sifat kestabilan ion
kimia dan menyebabkan proses pelarutan unsur-unsur kimia dalam batuan
ultramafik akan mudah terlepas (leached out). Unsur-unsur non mobile akan
residu dan terkonsentrasi pada sisa batuan yang lapuk, meliputi Al, Fe, Cr, Ti, Mn
dan Co. Unsur-unsur semi-mobile akan terlepas di bagian atas profil laterit dan
terkonsentrasi di bagian bawah dan mengalami pengkayaan (supergene
enrichment).
Menurut Golightly (1981), sifat mobile dan immobile dari unsur Ni, Co, Fe
dan Mg memiliki nilai kadar yang berbeda pada tiap lapisan, yaitu: lapisan limonit
(Ni : <0,8 1,5 %; Co : <0,1 0,2 %; Fe : 25 50 %; MgO : <0,5 15 %),
lapisan saprolit (Ni : 1,8 3 %; Co : <0,02 0,1 %; Fe : 10 25 %; MgO : <15
35 %), batuan ultramafik (Ni : 0,3 %; Co : 0,01 %; Fe : 5 %; MgO : <35 45 %).
Penampang kedalaman dengan pola unsur-unsur utama penyusun nikel laterit
diperlihatkan pada Gambar 2.1 dibawah ini (Sufriadin, 2013).
23
2.3
digunakan secara rutin pada tiap penelitian, relatif non-destruktif pada analisis kimia
batuan, mineral, sedimen dan cairan. Prinsip kerjanya yaitu pada panjang gelombang
dispersif spektroskopi yang mirip dengan microprobe elektron. Namun, XRF
umumnya tidak dapat membuat analisis di spot ukuran kecil khas pekerjaan EPMA
(2 - 5 mikron), sehingga biasanya digunakan untuk analisis sebagian besar fraksi
lebih besar dari bahan geologi. Biaya yang relatif murah dan rendah terhadap
persiapan sampel dan stabilitas serta kemudahan penggunaan X-Ray spektrometer
membuat salah satu metode ini paling banyak digunakan untuk analisis unsur utama
dan jejak di batuan, mineral dan sedimen.
2.3.1
24
sinar-X
( XRD )
dan
panjang
gelombang
dispersif
spektroskopi
(microprobe WDS ).
Analisis unsur-unsur utama dan jejak dalam bahan geologi oleh X-Ray
fluorescence dimungkinkan oleh perilaku atom ketika mereka berinteraksi dengan
radiasi. Ketika bahan-bahan yang diradiasi dengan energi tinggi, radiasi gelombang
pendek (misalnya, sinar-X), bahan tersebut akan menjadi terionisasi. Jika energi
radiasi cukup untuk mengeluarkan sebuah elektron, atom menjadi tidak stabil dan
sebuah elektron terluar menggantikan elektron inti. Ketika ini terjadi, energi
dilepaskan karena energi yang mengikat mengalami penurunan orbital elektron inti
dibandingkan dengan yang luar. Radiasi yang dipancarkan adalah energi yang lebih
rendah dari insiden utama sinar-X dan disebut radiasi neon. Karena energi dari foton
yang dipancarkan adalah karakteristik transisi antara orbital elektron yang spesifik
dalam elemen tertentu, neon dihasilkan sinar-X dapat digunakan untuk mendeteksi
kelimpahan unsur-unsur yang hadir dalam sampel.
2.3.2
25
dengan cara yang tergantung pada jenis kimianya. Insiden X-Ray beam biasanya
dihasilkan dari target Rh, meskipun W, Mo, Cr dan lain-lain juga dapat digunakan,
tergantung pada aplikasi.
Saat X-Ray utama menerangi sampel, setiap sampel pada gilirannya
memancarkan sinar-X sepanjang spektrum panjang gelombang karakteristik dari
jenis atom hadir dalam sampel. Atom-atom dalam sampel menyerap sinar-X energi
pengion, elektron berpindah dari tingkat energi rendah (biasanya K dan L). Para
elektron dikeluarkan diganti oleh elektron dari energi luar orbit yang lebih tinggi.
Ketika ini terjadi, energi dilepaskan karena energi yang mengikat penurunan orbital
elektron dalam dibandingkan dengan yang luar. Hal ini melepaskan energi dalam
bentuk emisi karakteristik sinar-X menunjukkan atom jenis ini. Jika sampel memiliki
unsur-unsur yang hadir, seperti yang khas untuk kebanyakan mineral dan batuan,
penggunaan spektrometer
dispersif
panjang
gelombang
seperti
EPMA
26
sama. Intensitas energi yang diukur oleh detektor sebanding dengan kelimpahan
elemen dalam sampel. Nilai yang tepat dari proporsionalitas ini untuk setiap elemen
diperoleh dengan perbandingan standar mineral atau batuan dengan komposisi yang
diketahui dari analisis sebelumnya dengan teknik lain.
2.3.3
Aplikasi
X-Ray fluoresensi digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
minyak bumi).
Bidang analisis dalam studi geologi dan lingkungan (menggunakan
portabel, tangan memegang spektrometer XRF).
27
unsur yang berbeda, terutama besi, dan berbagai ukuran butir dalam sampel bubuk,
membuat perbandingan proporsionalitas dengan standar sangat merepotkan. Untuk
alasan ini, praktek umum untuk mencampur sampel bubuk dengan fluks kimia dan
menggunakan tungku atau kompor gas untuk mencairkan sampel bubuk. Pencairan
ini menciptakan sampel homogen yang dapat dianalisis.
28