Вы находитесь на странице: 1из 49

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Bunyi pada sendi merupakan gejala yang paling sering terdapat pada pasien

dengan gangguan TMJ. Gejala-gejala gangguan TMJ sangat bervariasi. Gejalagejala ini melibatkan komponen-komponen dari TMJ seperti otot, saraf, tendon,
ligamen, jaringan penghubung dan gigi. Pada gangguan TMJ, pasien bisa
menderita nyeri hebat yang menyebar sampai ke telinga, mulut tak bisa menutup,
dan pembengkakan yang signifikan.
Kliking sebagai salah satu bunyi pada sendi temporomandibula. Secara
umum terdapat dua macam bunyi sendi yaitu kliking dan krepitus. Kliking
merupakan keluhan pada sendi temporomandibula yang paling sering. Kliking
dapat terjadi pada satu atau kedua sendi temporomandibula saat gerakan
mandibula dan pada semua tujuan dari pergerakan atau pada semua kombinasi
pergerakan, seperti membuka, menutup, protrusi, retrusi atau pergeseran ke
lateral.
Bunyi ini terjadi karena adanya perubahan letak, bentuk dan fungsi dari
komponen sendi temporomandibula. Bunyi yang dihasilkan dapat bervariasi,
mulai dari lemah dan hanya terasa oleh pasien hingga keras dan tajam. Bunyi ini
dapat terjadi di awal, pertengahan dan akhir gerak buka dan tutup mulut.
Umumnya bunyi tersebut hanya dapat didengar oleh penderita, namun pada

beberaoa kasus, bunyi tersebut menjadi cukup keras sehingga dapat didengar oleh
orang lain.
1.2 Skenario
A student complained that there was a click sound on his jaw joint
when he opened his mouth a bit wider and sometimes his jaw joint struck out.
This bothered much his activities. His face looked asymmetrical. On mouth cavity
examination, it was found out that the midline of the front teeth was
asymmetrical. His front teeth were crowding, his three lower molars peeled off,
and his occlusal and incisal surfaces of his teeth had been worn-out.
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan skenario di atas dapat di rumuskan
beberapa masalah, antara lain sebagai berikut:
1) Apa definisi kliking?
2) Apa saja anatomi dan inervasi sendi temporomandibular yang
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

berkaitan dengan kliking?


Apa saja etiologi kliking?
Bagaimana patofisiologi kliking?
Apa saja efek yang ditimbulkan oleh kliking?
Apa saja klasifikasi kliking?
Bagaimana pemeriksaan kliking?
Bagaimana penatalaksanaan kliking?
Apa saja poin poin anamnesa?

1.4 Tujuan Pembelajaran


Dari beberapa hal diatas, tujuan pembelajaran yang ingin
kami capai, antara lain sebagai berikut:
2

1. Menyebutkan definisi kliking


2. Menyebutkan dan menjelaskan anatomi dan inervasi sendi
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

temporomandibular yang berkaitan dengan kliking


Menyebutkan etiologi kliking
Menjelaskan patofisiologi kliking
Menyebutkan efek yang ditimbulkan kliking
Menyebutkan dan menjelaskan klasifikasi kliking
Menyebutkan dan menjelaskan cara pemeriksaan kliking
Menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan kliking
Menyebutkan poin poin penting anamnesa

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kliking
Definisi kliking merupakan gejala umum yang sering
dijumpai pada kasus TMJ. Kliking merupakan bunyi tunggal dan

jelas

dengan

durasi

singkat

pada

TMJ

yang

timbul

saat

melakukan gerakan membuka dan menutup (Okeson, 2008).


Sedangkan

menurut

Prof.Haryo

Dipoyono,

kliking

merupakan gejala tersering yang menandakan adanya gangguan


sendi

temporomandibular

dislokasi

diskus

artikularis.

Menurutnya, perubahan posisi interkuspal menjadi salah satu


penyebab terjadinya kliking. Untuk melakukan evaluasi terhadap
jaringan lunak melakukan evaluasi, terutama posisi diskus maka
dapat dipilih teknik radiografis.
Pendapat lain menyebutkan, bunyi kliking adalah suatu
suara yang durasi pendek. Suara ini relatif kuat terdengar dan
kadang-kadang seprti satu tepukan (Dimitroulis, dkk. 1995).
Kliking

merupakan

suara

yang

timbul

dari

sendi

temporomandibula yang terdengar oleh pasien dan dokternya


selama pergerakan mandibula (Harty, 2012).

2.2 Struktur Anatomi dan Inervasi TMJ

2.2.1 Struktur Anatomi TMJ


Temporo Mandibular Joint (TMJ) merupakan salah satu bagian dari tubuh
manusia, tulang satu yang lainnya disusun atau dihubungkan oleh persendian.
Persendian dapat diartikan sebagai pertemuan antara dua atau lebih tulang
pembentuk dari rangka tubuh. Lokasi dari persendian Temporo Mandibula berada
tepat dibawah telinga kiri dan kanan. Sendi tersebut berfungsi menghubungkan
rahang bawah dan rahang atas. Sendi Temoporo Mandibula merupakan sendi yang
unik karena bilateral dan merupakan sendi yang paling kompleks. Temporo
Mandibular Joint (TMJ) merupakan salah satu sendi yang sangat aktif dan paling
sering digunakan, yaitu pada waktu berfungsi untuk berbicara, mengunyah,
menggiit, menguap dan lain-lainnya. TMJ juga memungkinkan terjadinya tiga
gerakan fungsi utama yaitu membuka dan menutup, memajukan dan
memundurkan, serta gerakan ke samping. TMJ terdiri dari beberapa bagian yang
terpenting, diantaranya :
1. Kondilus mandibula
Kondilus mandibula mempunyai letak dan posisi yang paling baik untuk
bekerja sebagai poros dari pergerakan mandibula. Kondilus orang dewasa
berbentuk elips serta kasar, dengan sumbu panjang yang bersudut ke belakang
antara lima belas sampai tiga puluh derajat terhadap bidang frontal.
Diperkirakan kedua ukuran kondilus dan angulasinya sangat individual dan
sering ada perbedaan antara kanan dan kiri. Kondilus mandibula ukuran dan
bentuknya bervariasi.
2. Diskus articularis
Letak kondilus mandibula tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang
temporal, tetapi dipisahkan oleh suatu discus yang halus yang di sebut dengan

meniscus atau discus artikularis. Discus articularis terletak antara kondilus


mandibula dan fossa glenoidalis. Discus articularis terbagi dalam tiga bagian
berdasarkan ketebalannya. Bagian tengah adalah bagian paling tipis yang di
sebut zona intermediate. Zona intermediate memisahkan bagian yang lebih
tebal yang disebut anterior band dan posterior band.
3. Fossa Glenoidalis
Kondilus mandibual membentuk persendian dengan bagian tulang temporal
pada dasar cranium. Bagian dari tulang temporal ini berbentuk cekungan yang
di tempati kondilus mandibula. Bagian inilah yang di kenal sebagai fossa
glenoidalis. Fossa glenoidalis cekung disebelah latero-median dan anteroposterior. Pada bagian yang paling dalam dari fossa ini, tulangnya sangat tipis
dan tidak dapat mendukung mandibula. Fossa glenoidalis padat tetapi tipis dan
tertutup oleh jaringan lunak yang tipis sehingga struktur ini tidak dapat
menahan beban yang besar.
4. Kapsul sendi
Kapsul sendi menutupi discuss articularis. Kapsul ini pada bagian atas
menempel pada rim fossa glenoidalis dan eminensia articularis. Pada bagian
bawah menempel pada kondilus. Pada bagian posterior menempel pada zona
bilaminer. Disebelah anterior, kapsul berhubungan dengan insersi otot
pterygoideus lateralis. Disebelah medial, kapsul sendi tipis dan disebelah
lateral lebih tebal dan diperkuat oleh ligament temporomandibula.
5. Ligamen-ligamen sendi
Ligament merupakan jaringan ikat fibrous avaskuler yang kuat. Ada tiga
ligament yang berkaitan dengan TMJ, yaitu ligament temporomandibula,
ligament sphenomandibula dan ligament stylomandibula.
6. Membran synovial

Membrane ssynovial adalah membrane sekretori khusus yang menyediakan


nutrient, pelumasan dan pembersihan untuk permukaan sendi serta
menanggung beban. Permukaan articular dari sendi dilumasi dan mendapat
makanan dari cairan synovial yang dikeluarkan ke kompartemen sendi oleh
membrane synovial. Cairan synovial disekresikan dengan jumlah yang cukup
untu bekerja sebagai pelumas. Cairan itu juga membersihkan potongan
potongan yang sudah rusak dan sel sel katabolis keluar dari permukaan
sendi.
7. Otot-otot mastikasi
TMJ juga dikontrol oleh otot, terutama otot pengunyahan yang terletak
disekitar rahang dan sendi tomporomandibula. Walaupun banyak otot pada
kepala dan leher, tetapi istilah otot mastikasi biasanya menunjuk pada 4
pasang otot, yaitu otot masseter, otot temporalis, otot pterygoideus lateralis
dan pterygoideus medialis.
Sendi temporomandibular (sendi rahang) merupakan salah satu organ
yang berperan penting dalam sistem stomatognatik (Pedersen, 1996).
Temporomandibular joint merupakan sendi yang bertanggung jawab
terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang mengunyah dan
berbicara yang letaknya dibawah depan telinga. Sendi temporomandibula
merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi sesuatu pada
salah satu sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius.
Masalah tersebut brupa nyeri saat membuka, menutup mulut, makan,
mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci.

Lokasi sendi temporomandibular (TMJ) berada tepat dibawah telinga


yang menghubungkan rahang bawah (mandibula) dengan maksila (pada
tulang temporal). Sendi temporomandibular ini unik karena bilateral dan
merupakan sendi yang paling banyak digunakan serta paling kompleks
(Pedersen, 1996).
Kondil tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang temporal,
tetapi dipisahkan oleh diskus yang halus, disebut meniskus atau diskus
artikulare. Diskus ini tidak hanya perperan sebagai pembatas tulang keras
tetapi juga sebagai bantalan yang menyerap getaran dan tekanan yang
ditransmisikan melalui sendi. Permukaan artikular tulang temporal terdiri
dari fossa articulare dan eminensia artikulare. Seperti yang lain, sendi
temporomandibular juga dikontrol oleh otot, terutama otot penguyahan,
yang terletak disekitar rahang dan sendi temporomandibular. Otot-otot ini
termasuk otot pterygoid interna, pterygoid externa, mylomyoid, geniohyoid
dan otot digastrikus. Otot-otot lain dapat juga memberikan pengaruh
terhadap fungsi sendi temporomandibular, seperti otot leher, bahu, dan otot
punggung (Pedersen, 1996).
Ligamen dan tendon berfungsi sebagai pelekat tulang dengan otot dan
dengan tulang lain. Kerusakan pada ligamen dan tendon dapat mengubah
kerja sendi temporomandibular, yaitu mempengaruhi gerak membuka dan
menutup mulut (Pedersen, 1996).
Sendi temporomandibular, atau TMJ, adalah artikulasi antara kondilus
mandibula dan bagian skuamosa tulang temporal (Pedersen, 1996). Kondilus

ini berbentuk eliptik dengan sumbu panjang berorientasi mediolaterally


(Pedersen, 1996).
Permukaan artikular tulang temporal terdiri dari fosa artikular cekung
dan cembung eminensia artikularis (Pedersen, 1996). Meniskus adalah
pelana, struktur berserat yang memisahkan kondilus dan tulang temporal.
meniskus bervariasi dalam ketebalan: pusat, zona antara tipis tebal
memisahkan bagian-bagian yang disebut band anterior dan posterior band.
Posterior, meniskus yang berdekatan dengan jaringan lampiran posterior
disebut zona bilaminar. Zona bilaminar adalah diinervasi, jaringan pembuluh
darah yang memainkan peran penting dalam memungkinkan kondilus untuk
memindahkan foreward. Para meniskus dan lampirannya membagi bersama
ke dalam ruang superior dan inferior. Ruang bersama superior dibatasi di
atas oleh fosa artikular dan eminensia artikularis. Ruang bersama inferior
dibatasi di bawah oleh kondilus tersebut. Kedua ruang bersama memiliki
kapasitas kecil, umumnya 1cc atau kurang (Pedersen, 1996).

Gambar 3.2 Struktur TemporoMandibular Joint (TMJ)

Gambar Struktur Sendi Temporomandibula Lateral

10

Gambar Struktur Sendi Temporomandibula Coronal

Otot - otot yang berperan pada TMJ


2.2.2 Persarafan pada Sendi Temporomandibula

11

Persarafan sensorik pada sendi temporomandibula yang terpenting


dilakukan oleh nervus aurikulotemporalis yang merupakan cabang pertama
posterior dari nervus mandibularis. Saraf lain yang berperan adalah nervus
masstericus dan nervus temporal. Nervus massetericus bercabang lagi di depan
kapsul dan meniskus. Nervus auriculotemporal dan nervus massetericus
merupakan serabut serabut propioseptif dari impuls sakit nervus temporal
anterior dan posterior melewati bagian lateral muskulus pterigoideus yang
selanjutnya masuk ke permukaan dari muskulus temporalis, saluran spinal dari
nervus trigeminus. Permukaan fibrous artikular, fibrokartilago, daerah sentral
meniskus dan membran sinovial tidak ada persarafannya (Nazar, 2010).
2.2.2.1 Persarafan sensorik pada capsula articularis TMJ
Capsula TMJ disuplai oleh cabang cabang articularis yang muncul dari
tiga cabang divisi mandibularis dari n. trigeminus (N.V3) :

N. auriculotemporalis (divisi posterior N.V3)


Nn. Temporalis profundi posterior (divisi anterior N. V3)
N. massetericus (divisi anterior N. V3)

(Baker, 2015)

12

2.2.2.2 Ligamentum pada lateral TMJ


TMJ dikelilingi oleh capsula yang relatif longgar yang memungkinkan
terjadinya dislokasi fisiologis selama pembukaan rahang. Sendi distabilisasi oleh
tiga ligamentum yaitu ligamentum laterale, ligamentum stylomandibulare, dan
ligamentum sphenomandibulare. Ligamentum yang terkuat adalah ligamentum
laterale yang membentang di atas dan menyatu dengan capsula articularis. (Baker,
2015)

13

2.2.3 Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula


Di belakang meniskus ada suatu kelompok jaringan ikat longgar yang
banyak berisi pembuluh darah dan saraf. Suplai darah yang utama pada sendi ini
oleh arteri maksilaris interna terutama melalui cabang aurikular. Arteri maksilaris
merupakan cabang terminal dari arteri karotis eksterna yang mensuplai struktur di
bagian dalam wajah dan sebagian wajah luar. Awalnya berada di kelenjar parotis,
berjalan ke depan di antara ramus mandibula dengan ligamen sphenomandibula,
kemudian ke sebelah dalam dari muskulus pterigoideus eksternus menuju fosa
pterigoideus.
Arteri ini terbagi atas 3 bagian yaitu: Pars mandibularis yang berjalan
mulai dari bagian belakang kolum mandibula sampai ke fosa infratemporalis, pars
pterigoideus yang berada di dalam fosa infratemporalis, pars pterygopalatinus
yang berada di dalam fosa pterigopalatina. Daerah sentral meniskus, lapisan
fibrous dan fibrokartilago umumnya tidak memiliki suplai darah sehingga
metabolismenya tergantung pada difusi tulang yang terletak di dalam dan cairan
sinovial.

14

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mapping

3.2 Etiologi Kliking


Etiologi disfungsi sendi temporomandibula sampai saat ini masih banyak
diperdebatkan dan multifaktorial, beberapa penulis menyatakan sebagai berikut:
Gangguan pada tulang rahang dapat disebabkan oleh faktor dalam dan
faktor luar. Faktor dalam meliputi kelainan bawaan dan penyakit sistemik.

15

Sedangkan faktor luar yaitu trauma. Gross dan Matthew (1991) berpendapat
bahwa clicking dapat terjadi karena osteoarthritis. Menurut Jubhari (2002),
keadaan yang sering ditemui pada pasien dengan gangguan pada sendi
temporomandibula adalah osteoarthritis dan osteoporosis pada wanita menopause.
Sendi temporomandibula dapat berfungsi dengan baik, keadaan otot otot
harus rileks, fleksibel, dan bekerja secara simetris. Otot berfungsi sebagai alat
stabilisasi yang terpenting dari sendi temporomandibula.
Otot otot yang berperan dalam terjadinya clicking adalah musculus
pterygoideus externus. Shicer (1960) menjelaskan secara fisiologis adanya aksi
otot yang berlawanan dari normal sebagai akibat dari hiperaktivitas otot. Pada aksi
otot yang normal, kepala superior otot melekat pada diskus artikularis dan kepala
inferior melekat pada kondilus mandibula. Kepala superior tidak aktif selama
gerak membuka ketika kepala inferior berkontraksi, sehingga diskus artikularis
mengikuti kondilus pada saat kondilus meluncur ke depan. Pada saat menutup
mulut, bila kepala inferior relaksasi, kepala superior kembali seperti semula
bersama dengan kepala inferior yang lebih kaku menarik diskus ke belakang. Pada
keadaan hiperaktivitas otot atau tidak terkoordinasinya otot, diskus artikularis
diam di tempat pada saat mandibula berpindah ke posterior atau mandibula stabil
saat diskus berpindah ke anterior, bisa juga terjadi kombinasi keduanya.
Pernyataan tersebut didukung oleh Ogus dan Toller (1990) yang
menyatakan bahwa diskus dapat dianggap sebagai modifikasi tendon

dari

perlekatan kepala superior muskulus pterygoideus lateral. Dalan keadaan normal,


otot tersebut berkontraksi untuk menstabilkan condyle pada eminence bila gigi
gigi saling berkontak. Pada sendi yang tidak normal, dimana perlekatan diskus

16

lemah atau hilang, kepala inferior tampak diikutkan untuk membantu


menstabilkan condyle. Kepala inferior berfungsi terutama untuk membantu gerak
membuka mulut. Pada pasien normal, kepala inferior tidak aktif pada pergerakan
rahang yang lain. Pada pasien dengan disfungsi sendi temporomandibula, kepala
inferior pada sisi yang terserang, berkontraksi selama menutup mulut (Ogus dan
Toller, 1991).
Kehilangan

gigi

dan

malposisi

akan

mengakibatkan

perubahan

keseimbangan sehingga mengakibatkan ketidakharmonisan oklusi. Hal ini akan


berakibat pula pada sendi temporomandibula, sehingga akan terjadi adanya
clicking. Kehilangan gigi dapat mengganggu keseimbangan gigi geligi yang
masih tersisa. Gangguan dapat berupa migrasi, rotasi, dan ekstrusi gigi geligi yang
masih tersisa pada rahang. Malposisi akibat kehilangan gigi tersebut akan
mengakibatkan oklusi tidak harmonis yang akan mengakibatkan disharmoni
oklusal. 35 % penyebab kelainan sendi adalah disharmoni oklusal karena ada
perbedaan oklusi sentrik dan relasi sentrik. Kehilangan gigi merupakan penyebab
terjadinya ketidakharmonisan dari oklusi sentrik karena hilangnya kontak antara
gigi rahang atas dan rahang bawah (Neil, 1983; Ogus dan Toller, 1991).
Stress emosional merupakan penyebab utama disfungsi sendi temporomandibula.
Etiologi gangguan sendi temporomandibula multifaktoral. Secara umum
dibagi

menjadi kelainan

struktural

dan

gangguan

fungsional. Kelainan

struktural adalah kelainan yang disebabkan perubahan struktur persendian


akibat gangguan

pertumbuhan,

trauma

eksternal,

dan infeksi.

Gangguan

fungsional adalah masalah TMJ yang timbul akibat fungsi yang menyimpang
karena adanya kelainan pada posisi atau fungsi gigi geligi dan otot kunyah.

17

Makro

trauma

adalah

menyebabkan perubahan

tekanan yang
pada

bagian

terjadi
discus

secara
articularis

langsung, dapat
dan processus

condylaris. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi pada saat pergerakan,


dan

pada gangguan

fungsional

posisi discus

articularis dan processus

condylaris dapat berubah secara perlahanlahan yang dapat menimbulkan


gejala clicking.
Menurut Jurnal American Dental Association tahun 1990, 40% to 99%
kasus TMD merupakan akibat trauma. Trauma yang sederhana seperti pukulan
pada rahang atau sesuatu yang lebih kompleks seperti yang mengenai kepala,
leher dan rahang. Penelitian terbaru juga menunjukkan benturan terhadap
pengaman air bag dalam kendaraan dapat menyebabkan TMD.
Setiap sendi dalam tubuh memiliki pergerakan yang terbatas. Jika rahang
dibuka terlalu besar dalam jangka waktu yang lama atau dipaksa terbuka, ligamen
bisa robek. Bahkan ketika rahang dibuka secara normal, terdapat dislokasi
sebagian dari sendi temporomandibular. Akan tetapi, jika rahang dibuka melebihi
batas normal, dislokasi muncul atau diskus pemisah bisa rusak.
Faktor-faktor etiologi disfungsi sendi dibagi menjadi tiga kelompok besar,
yaitu predisposisi, inisiasi, dan perpetuasi. Faktor predisposisi merupakan faktor
yang meningkatkan resiko terjadinya disfungsi sendi, terdiri dari keadaan
sistemik, struktural, dan psikologis. Penyakit sistemik yang sering menimbulkan
gangguan sendi temporomandibula adalah rematik.

18

Keadaan struktural yang mempengaruhi disfungsi sendi temporomandibula adalah


oklusi dan anatomi sendi. Keadaan yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi
oklusi adalah: hilangnya gigi-gigi posterior openbite anterior, overbite yang lebih
dari 6-7 mm, penyimpangan oklusal pada saat kontak retrusi yang lebih dari 2 mm
dan crossbite unilateral pada maksila.
Berdasarkan studi melalui Electromyography keadaan psikologis yang terganggu
dapat meningkatkan aktivitas otot yang bersifat patologis.
Faktor Inisiasi (Presipitasi): Faktor inisiasi merupakan faktor yang memicu
terjadinya gejala gejala disfungsi sendi temporomandibula, misalnya kebiasaan
parafungsi oral dan trauma yang diterima sendi temporomandibula. Trauma pada
dagu dapat menimbulkan traumatik artritis sendi temporomandibula.
Beberapa tipe parafungsi oral seperti grinding, clenching, kebiasaan
menggigit pipi, bibir, dan kuku dapat menimbulkan kelelahan otot, nyeri wajah,
keausan gigi-gigi. Kebiasaan menerima telepon dengan gagang telepon disimpan
antara telinga dan bahu, posisi duduk atau berdiri/berjalan dengan kepala lebih ke
depan (postur tubuh), dapat mengakibatkan kelainan fungsi fascia otot, karena
seluruh fascia di dalam tubuh saling memiliki keterkaitan maka adanya kelainan
pada salah satu organ tubuh mengakibatkan kelainan pada organ yang lainnya.
Faktor Perpetuasi: Faktor ini merupakan faktor etiologi dalam gangguan
sendi temporomandibula yang menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan
sehingga gangguan ini bersifat menetap, meliputi tingkah laku sosial, kondisi
emosional, dan pengaruh lingkungan sekitar.

19

Untuk menegakkan diagnosa maka diperlukan anamnesa yang teliti,


pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, rontgen foto TMJ transkranial juga
panoramik seluruh rahang, kemudian melakukan diagnosa banding.
3.3 Patofisiologi Kliking
Pada dasarnya patofisiologi kliking tergantung dari faktor etiologinya. Dapat
terjadi karena faktor tertentu atau multifaktorial. Bunyi sendi (kliking) terjadi
karena adanya perubahan letak, bentuk dan fungsi dari komponen sendi
temporomandibula. Bunyi yang dihasilkan dapat bervariasi, mulai dari lemah dan
hanya terasa oleh pasien hingga keras dan tajam. Bunyi ini dapat terjadi di awal,
pertengahan dan akhir gerak buka dan tutup mulut. Umumnya bunyi tersebut
hanya dapat didengar oleh penderita, namun pada beberaoa kasus, bunyi tersebut
menjadi cukup keras sehingga dapat didengar oleh orang lain.
Mekanisme kliking terjadi jika pada gerakan diskus tidak sinkron dengan
gerakan kondil. Perpindahan diskus timbul dari beberapa keadaan, salah satunya
adalah trauma terhadap sendi sehingga ligamen-ligamen yang bekerja berlawanan
degan otot pterygoideus lateralis mengalami ketegangan atau robek. Pada keadaan
ini, kontraksi otot menggerakkan diskus maju ketika kondil bergerak maju
sewaktu membuka mulut tetapi ligamen tidak dapat mempertahankan diskus, di
posisinya yang tepat saat rahang ditutup, sehingga terjadi kliking saat membuka
dan menutup mulut. Kliking dapat terjadi karena ketidakteraturan permukaan
sendi misalnya karena osteoarthritis. Bunyi kliking ada kaitannya dengan
perubahan posisi kondil dalam fossa mandibularis. Beberapa penelitian tomografi
menunjukkan bahwa pasien yang mengalami kliking mempunyai letak kondil

20

yang retroposisi. Menurut Hasson (1986), seiring dengan meningkatnya usia,


kliking akan lebih sering ditemukan. Disamping itu, bertambahnya usia juga
mempunyai hubungan dengan bertambahnya pencabutan gigi. Perubahan pada
waktu dan kekerasan kliking disertai rasa sakit dapat menindikasikan adanya
faktor etiologi dan progresif dari gangguan sendi temporomandibular.
Pada beberapa orang, terdapat pebedaan posisi salah satu atau kedua sendi
temporomandibula ketika beroklusi. Hal ini sering sekali terjadi pada pasien yang
kehilangan gigi posteriornya. Kepala kondil bisa saja mengalami penekanan
terlalu keraas terhadap fossa, dan menyebabkan kartilago diskusi rusak. Kemudian
akan menarik ligamen terlalu kuat. Hal ini menunjukkan, bila oklusi terlalu kuat,
akan menyebabkan stress pada kedua sendi rahang.
Setiap kali terdapat kelainan posisi rahang yang disertai dengan tekanan
berlebihan pada sendi dan berkepanjangan atau terus menerus, dapat
menyebabkan diskus (meniskus) robek dan mengalami dislokasi berada didepan
kondil. Dalam keadaan seperti ini, gerakan membuka mulut menyebabkan kondil
bergerak ke depan dan mendesak diskus di depannya. Jika hal ini berkelanjutan,
kondil bisa saja melompati diskus dan benturan dengan tulang sehingga
menyebabkan bunyi berupa cliking. Ini juga dapat terjadi pada gerakan
sebaliknya. Seringkali, bunyi ini tidak disertai nyeri sehingga pasien tidak
menyadari bahwa bunyi tersebut merupakan gejala suatu kelainan sendi
temporomandibular.

3.4 Efek Kliking

21

Di antara fossa dan kondil terdapat diskus yang berfungsi sebagai


penyerap tekanan dan mencegah tulang saling bergesekan ketika rahang bergerak.
Bila diskus ini mengalami dislokasi, dapat menyebabkan timbulnya bunyi saat
rahang bergerak. Penyebab dislokasi bisa trauma, kontak oklusi gigi posterior
yang tidak baik atau tidak ada, dan bisa saja karena gangguan tumbuh kembang
rahang dan tulang fasial. Kondisi seperti ini dapat juga menyebabkan sakit kepala,
nyeri wajah dan teliga. Jika dibiarkan tidak dirawat, dapat menyebabkan rahang
terkunci.

3.5 Klasifikasi Kliking


3.5.1 Menurut Posisi Mandibula
Klik dekat : bunyi yang terjadi pada posisi kurang dari 1 cm kadang
merupakan akibat dari arthritis. Klik ini biasanya lebih menimbulkan masalah
terhadap orangnya dibandingkan dengan klik lebar yang mana keadaan ini sering
merupakan tanda dari kerusakan pada permukaan artikular seperti perubahan
arthritis.
Klik menengah : bunyi dengan amplitudo lembut atau rendah yang
dihasilkan antara 1 cm dan 2 cm seringkali disebabkan oleh pemisahan pada
permukaan sendi atau dengan pemisahan ligamen temporormandibular di atas
kutub lateral pada kondilus.
Klik lebar : klik halus / lembut yang berada pada pembukaan rahang
maksimum yang mungkin tanpa symptom. Meskipun demikian yang terjadi

22

sebelum maksimum, lebih besar dari 2 cm, dapat merupakan akibat pada kondilus
yang dijalarkan ke band anterior pada meniskus.
3.5.2 Menurut Awal Bunyi
Clicking tunggal (single clicking) adalah bunyi yang terdengar pada saat
membuka mulut, saat kondilus bergerak melewati posterior border masuk ke zona
intermediet diskus.
Clicking ganda (double clicking) adalah bunyi clicking yang kedua saat
menutup mulut setelah clicking tunggal terdengar pada waktu membuka mulut.
Bunyi ini terdengar saat kondilus bergerak dari zona intermediet diskus ke
posterior border.
3.5.3 Menurut David Watt
Klik halus : bunyi ini dihasilkan dari pembukaan pada lebar-sedang (lebih
besar dari 1 cm) sering disebut sebagai popping click (bunyi letusan klik) oleh
orang yang mengalaminya, dan seringkali juga didengar oleh individu yang tidak
menderita kelainan TMJ tetapi karena inkoordinasi otot (otot yang tidak
terkoordinasi). Bunyi bunyi ini biasanya berupa ledakan pendek pada frekuensi
rendah dan amplitudo rendah.
Gemerisik halus : bunyi dihasilkan dari posisi pembukaan mulut yang
lebar (lebih dari 2 cm) bunyi seperti ruas tulang saling bergeser satu sama lain.
Bunyi ini biasa ditemukan pada wanita muda pada saat munculnya molar ketiga.
Bunyi yang dihasilkan pada frekuensi rendah dan amplitudo rendah. Seringkali
bunyi ini datang dan pergi, dan bahkan pada posisi yang berbeda dari siklus
membuka dan menutup.

23

Klik keras : bunyi TMJ yang terjadi pada bagian dekat-tengah pada siklus
membuka (sekitar 1 cm hingga 2 cm) dapat dijelaskan sebagai klik retakan atau
bergeretak. Munculnya bunyi tersebut menunjukkan adanya kelainan spesifik
pada permukaan sendi. Bunyi yang terdeteksi adalah tajam dan mangandung
sejumlah puncak amplitudo tinggi yang berarti bahwa permukaan TMJ mengalami
abrasi.
Gemerisik keras : bunyi dihasilkan pada pembukaan dekat (kurang dari 1
cm) bagian / penampang penutupan dari siklus bunyi iuni menyerupai seperti
melangkah di atas kerikil. Timbulnya bunyi ini menunjukkan dengan kuat adanya
perubahan arthritis pada TMJ.

3.6 Pemeriksaan Kliking


3.6.1 Pemeriksaan Klinis Sendi Temporomandibular
Pemeriksaan klinis meliputi Range of motion (ROM) dari
sendi

temporomandibular diukur pada pembukaan maksimal

rahang, dengan penggaris, dari tepi bawah gigi insisif yang


terletak tepat di tengah maksila (rahang atas) sampai tepi
atas gigi insisif yang terletak tepat di tengah mandibula
(rahang bawah) pada gigi asli atau pada gigi tiruan. Bunyi pada
sendi

temporomandibula diperiksa

dengan

jari

untuk

mendeteksi adanya bunyi klik atau krepitasi. Bunyi tersebut


diperiksa saat pembukaan rahang dan penutupan rahang, serta

24

dicatat apakah terdapat satu kali bunyi atau bunyi yang


berulang.
Deviasi didefinisikan sebagai displacement mandibular dari garis
vertikal imajiner saat mandibula membuka kurang lebih setengah
dari pembukaan maksimal. Garis

vertikal imajiner ini teletak

pada garis tengah rahang saat mulut tertutup. Otot yang


dipalpasi

adalah

temporalis,

musculus

musculus

masseter,

pterigoideus

tendon
lateralis,

musculus
musculus

pterigoideus medialis, dan musculus digastricus pars anterior


dengan

menggunakan

satu

jari.

Bagian

lateral

sendi

temporomandibula dipalpasi extra oral 5 mm dari meatus


acusticus externus. Bagian posterior sendi temporamandibula
dipalpasi dengan jari kelingking di ductus akustikus.
Pergerakan mandibula dilakukan dengan pembukaan rahang
maksimal, pergerakan rahang ke samping kanan dan kiri dan
pergerakan rahang ke

depan. Nyeri yang ada dicatat. Seluruh

poin pada hasil pemeriksaan fisik berdasarkan Dysfunction index


(Di) dijumlah dan diklasifikasikan (Shofi, dkk. 2014).
Muscular Resistance Testing penting dalam membantu mencari lokasi
nyeri dan tes terbagi lima, yaitu Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi
rasa nyeri pada ruang inferior m.pterigoideus lateral), Resistive closing (sensitive
untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. temporalis, m. masseter, dan m. pterigoideus

25

medial), Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada
m.

pterigoideus

lateral

dan

medial

yang

kontralateral),

Resistive

protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral),


Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada bagian posterior
m. temporalis).
Clicking adalah bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau
menutup mulut, bahkan keduanya. Krepitus adalah bersifat difus, yang biasanya
berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau menutup mulut
bahkan keduanya. Krepitus menandakan perubahan dari kontur tulang seperti
pada osteoartrosis. Clicking dapat terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir
membuka dan menutup mulut. Bunyi click yang terjadi pada akhir membuka
mulut menandakan adanya suatu pergeseran yang berat. TMJ clicking sulit
didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar dengan menggunakan
stetoskop (auskultasi).
3.6.2 Pemeriksaan radigrafik sendi temporomandibular
Ada beberapa teknik pencintraan untuk mendiagnosa
kelainan sendi mulai dari foto ronsen biasa sampai MRI
(Suryonegoro, 2007). Tomography sendi temporomandibular
dihasilkan melalui pergerakan yang sinkron antara tabung X-ray
dengan

kaset

film

melalui

titik

fulkrum

imaginer

pada

pertengahan gambaran yang diinginkan termasuk juga Linear


tomography dan complex tomography. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa tomografi merupakan metode yang baik

26

untuk menggambarkan perubahan tulang dengan arthrosis pada


sendi temporomandibular.
Untuk mengevaluasi posisi kondil pada fossa glenoid,
tomografi

lebih

terpercaya

daripada

proyeksi

biasa

dan

panoramik. Secara klinis, posisi kondil tetap merupakan aspek


yang

penting

dalam

melakukan

bedah

orthognati

dan

orthodontic studies. Kerugian yang paling besar dalam tomografi


adalah

kurangnya

visualisasi

jaringan

lunak

sendi

pada

sendi

temporomandibular, juga pada radiography biasa.


Terdapat

dua

tehnik

arthgraphy

temporomandibular. Pada single-contrast arthography, media


radioopak diinjeksikan ke rongga sendi atas atau bawah atau
keduanya. Pada double-contrast arthography, sedikit udara
diinjeksikan ke dalam rongga sendi setelah injeksi materi
kontras.Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
antara kedua tehnik. Jika sejumlah kecil bahan kontras medium
air disuntikkan pada ruang superior dan inferior sendi, diskus
artikularis

dan

perlekatannya

akan

terlihatbatasnya

dan

posisinya bisa dilacak sepanjang pergerakan mendibula.


Bagaimanapun, hanya ruang interior yang dibutuhkan
untuk menetapkan posisi normal dan abnormal dari diskus
tehadap hubungannya dengan kondil selama translasi. Bentuk

27

ruang sendi (synovial cavities) akan bervariasi tergantung


perubahan mulut apakah membuka atau menutup dan kondil
akan bertranslasi kedepan pada eminensia. Arthrogram ini
merupakan satu-satunya metode yang tersedia untuk melihat
hubungan yang sebenarnya antara diskus dan kondil yang dapat
divisualisasikan,

dan

ia

sangat

penting

untuk

pnegakkan

diagnosis pada kelainan internal yang terjadi.


Keakuratan diagnosa posisi diskus 84% sampai 100%
dibandingkan

dengan

the

corresponding

cryosectional

morphology dan dari penemuan bedah. Performasi dan adhesi


juga dapat ditunjukkan dengan teknik ini. Penelitian-penelitian
telah

menunjukkan

pentingnya

diagnosis

dan

identifikasi

kerusakan sendi temporomandibular internal. Penelitian yang


baru-baru
arthography,

ini

dilakukan

dengan

menunjukkan

bahwa

menggunakan

tehnik

arthography

dapat

meningkatkan keakuratan diagnosa perforasi dan adhesi diskusi


Sendi Temporomandibular dengan MRI.
Pada tahun 1980, computed tomography (CT) mulai
diaplikasikan ankilosis sendi temporomandibular, fraktur kondil,
dislokasi dan perubahan osseous.
Pada laporan terdahulu, keakuratan dalam penentuan
lokasi diskus tinggi (81%) jika dibandingkan dengan CT dan

28

penemuan bedah. Beberapa laporan mempertimbangkan bahwa


CT dapat menggantikan proyeksi arthrograpy dalam diagnosis
dislokasi diskus pada kelainan sendi temporomandibular.
Bagaimanapun, keakuratan dari penentuan dislokasi diskus
hanya sekitar 40%-67% pada CT dalam studi material spesimen
autopsi.

Keakuratan

dalam

perubahan

osseus

dari

sendi

temporomandibular dalam CT dibandingkan dengan material


cadaver

sekitar

66%-87%.

Beberapa

laporan

menunjukkan

bahwa bukti arthrosis dalam radiograf dapat atau tidak dapat


dihubungkan dengan gejala klinis nyeri disfungsi. Jadi pasien
tanpa perubahan osseus changes di sendi temporomandibular,
bisa saja merasa nyeri, dan asien tanpa gejala abnormalitas
tulang bisa bebas nyeri. CT bukanlah metode yang baik untuk
mendiagnosa kelainan sendi temporomandibular.
Beberapa penelitian telah membandingkan MRi sendi
temporomandibular dengan arthography dan CT. Hasil MRI juga
dibandingkan dengan observasi anatomi dan histologi. Pada
penelitian

terhadap

spesimen

autopsi,

keakuratan

MRI

mengevaluasi perubahan osseus adalah 60% sampai 100% dan


keakuratan mengevaluasi dislokasi diskus adalah 73% sampai
95. Semua penelitian diatas menunjukkan bahwa MRI adalah

29

metode terbaik untuk pencitraan jaringan keras dan jaringan


lunak sendi temporomandibular.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dislokasi diskus
yang ditunjukkan MRI ternyata memiliki hubungan dengan
cliking, nyeri, dan gejala disfungsi Sendi Temporomandibular lain.
Setiap

kali

nyeri

klinis

dan

gejala

disfungsi

sendi

temporomandibular ditemukan tanpa adanya dislokasi diskus


pada MRI maka diduga diagnosis pencintraan tersebut false
positive atau false negative.
Walaupun beberapa penelitian menyetujui bahwa nyeri
otot adalah salah satu aspek utama kelainan TMJ, bukti
perubahan patologis otot pengunyahan tidak diperhitungkan
dalam diagnosis pencitraan. Beberapa laporan menunjukkan MRI
tidak hanya merupakan metode yang akurat untuk mendeteksi
posisi diskus tetapi juga merupakan teknik potensial untuk
mengevaluasi

perubahan

patologis

oto

pengunyahan

pada

kelainan Sendi Temporomandibular. Akan tetapi, tidak ada


laporan yang menghubungkan abnormalitas otot penguyahan
pada MRI dengan gejala klinis.
3.7 Perawatan Kliking
Perawatan

untuk

gangguan

sendi

temporomandibula

adalah rumit yang disebabkan berbagai faktor, seperti salah


30

diagnosa, salah pengertian terhadap etiologi, dan respon yang


tidak

spesifik (Kurnikasari, 2011). Gejala-gejala

dengan

faktor

psikofisiologis

berhubungan

sehingga perawatannya

juga

harus secara fisik dan psikologis dan menggunakan metode


reversible sebelum yang irreversible, dan perawatannya harus
multidisipliner
bedah

mulut,

antara
dan

dokter gigi
ahli

(ahli

ortodonsia),

prostodonsia,
ahli

farmasi,

ahli
ahli

psikologi, ahli terapi fisik, ahli psikiatri, dan ahli neurologi.


Berbagai

terminologi

dalam

melakukan

perawatan

gangguan sendi temporomandibular antara lain terapi fase I dan


fase II. Fase I yaitu perawatan simptomatik, teramsuk perawatan
yang reversible seperti perawatan dengan obat, terapi fisik,
psikologik, dan perawatan dengan splin.
perawatan

irreversible,

pemakaian

gigi

termasuk

tiruan

cekat,

Fase

perawatan
penyesuaian

II

yaitu

ortodontik,
oklusal,

dan

pembedahan.
Beberapa contoh perawatan bedah antara lain menikoplasty yang
dilakukan melalui insisi preauricular dilakukan arthrotomi. Dilakukan mobilisasi
meniscus dengan melepaskan perlekatan, kemudian meniscus dijahit ke postero
lateral. MRI post operasi memperlihatkan bahwa meniscus tidak permanen.

31

Menisektomi yang dilakukan jika meniscus tidak dapat di mobilisasi


dengan baik atau terjadi kerusakan pada meniscus. Dapat dilakukan flap
menggunakan m. temporal sebagai pengganti meniscus.
Materi artificial menggunakan materi ini untuk menggantikan meniscus.
Arthroskopi Dilakukan untuk mengeluarkan zat penyebab inflamasi, serta obat
anti inflamasi dapat disuntiukkan langsung ke persendian yang meradang,
kemudian dilakukan insisi pada perlekatan.
Banyak

tindakan

yang

dikemukakan

dalam

literatur,

yang pada garis besarnya dapat disimpulkan yakni perawatan


fase I terdiri dari komunikasi dengan pasien. Dijelaskan kepada
pasien bahwa gejala-gejalanya bukan disebabkan oleh kelainan
struktur atau penyakit organik tetapi suatu kelainan yang
reversible yang mungkin berhubungan dengan pola hidup pasien,
sehingga pasien lebih percaya diri dan timbul kerjasama yang
baik

antara

dokter

dengan

pasien. Setelah

mendapat

informasi dari dokter yang merawatnya diharapkan pasien dapat


menghilangkan

kebiasaan-kebiasaan

seperti

clenching

atau

parafungsi.
Perawatan sendiri / fisioterapi / terapi fisik yaitu pasien
dapat melakukan sendiri kompres dengan lap panas. Caranya di
atas lap diletakan botol berisi air panas, lama terapi 10-15 menit
dilakukan terus - menerus sekurang-kurangnya 3 minggu.

32

Pemijatan sekitar sendi, sebelumnya dengan krim mengandung


metil salisilat. Selanjutnya latihan membuka-menutup mulut
secara perlahan tanpa terjadi deviasi, dilakukan di depan cermin.
Caranya garis median pasien ditandai, lalu pasien disuruh
membuka-menutup

mulut

di

depan

cermin

tanpa

terjadi

penyimpangan garis median.


Fisioterapi
nyeri,

relaksasi

superfisial.

dengan

alat

otot

TENTS

Stimulation], untuk

berguna

superfisial,

menaikan

(Transcutaneous
mengurangi

untuk menghilangkan
aliran

Electrical

darah
Nerve

nyeri. EGS (Electro Galvanie

Stimulation], mencegah perlekatan jaringan, menaikan sirkulasi


darah, stimulasi saraf sensorik dan motorik, serta mengurangi
spasme.

Ultra

Sound

menghilangkan

oedema,

vasodilatasi

pembuluh darah, mengurangi nyeri, memobilitasi jaringan ikat


kolagen, dan relaksasi otot.
Perawatan dengan obat analgetik: aspirin, asetaminophen,
ibuprofen. Anti inflamasi: NSAID (Non Steroid Anti Inflamasi
Drugs), yaitu naproxen dan ibuprofen. Antianxiety: diazepam.
Muscle relaxants: cyclobenzaprine (flexeril).

Lokal anastetik:

lidokain dan mapivakain.


Memakai
michigan

splin.

alat

di

Splin

dalam
ini

mulut splin

terpasang dengan

33

oklusal

atau

cekat

pada

seluruh permukaan oklusal gigi gigi rahang atas atau rahang


bawah. Permukaan yang berkontak dengan gigi lawan datar
dan halus. Permukaan oklusal splin sesuai dengan gigi lawan,
dengan

maksud

untuk

menghindari

hipermobilitas

rahang

bawah.
Fungsi splin oklusal adalah menghilangkan gangguan
oklusi; menstabilkan hubungan gigi dan sendi; merelaksasi otot;
menghilangkan

kebiasaan

parafungsi;

melindungi

abrasi

terhadap gigi; mengurangi beban sendi temporomandibula;


menghilangkan

rasa

nyeri

akibat

temporomandibula

berikut

diagnostik

memastikan

untuk

disfungsi

otot-ototnya;
bahwa

sebagai
oklusi

sendi
alat
yang

menyebabkan rasa nyeri dan gejala-gejala yang sulit diketahui


sumbernya.
Ada 2 tipe splin oklusal, yaitu splin stabilisasi dan spin
reposisi. Pembuatan splin stabilisasi dengan
atas dan

rahang bawah

pada

posisi

hubungan rahang

sentrik. Kriteria

untuk

pemakaian splin ini apabila masalahnya murni dari otot tapi


sendi dalam keadaan normal, maka dibuat splin ini, juga pada
keadaan dimana untuk mencapai keadaan treatment position
pada kasus internal derangement menyebabkan nyeri, adanya
degeneratif sendi, keadaan

nyeri sendi dan otot tanpa dapat

34

didiagnosa dengan tepat. Splin ini dipakai 4-6 bulan dipakai


setiap waktu kecuali makan.
Splin Reposisi (Repositioning splint atau MORA: Mandibular
Orthopaedic Repositioning Appliance}. Bila gejala yang diderita
pasien diantaranya ada deviasi (rahang

yang

menyimpang),

adanya kliking sendi yang diindikasikan adanya inkoordinasi


diskus-kondilus (interkoral derangement) maka diperlukan splin
reposisi dengan maksud mereposisi rahang bawah ke posisi
normal dan mengembalikan keseimbangan tonus otot otot
pengunyahan, juga

menghilangkan kliking. Hubungan antara

diskus, kondilus, dan fossa glenoidalis menjadi 9 bagian, dan ia


menganjurkan

mengembalikan kondilus ke posisi 4/7

dapat

mengurangi dan menghilangkan berbagai keluhan dan gejala


disfungsi

sendi temporomandibula, dan dibuat pada rahang

bawah.
Splin reposisi

bertujuan untuk menghilangkan gejala

pergeseran diskus dengan reduksi kliking

resiprokal,

kliking

waktu membuka mulut terjadi saat gerak translasi kondilus


dimulai, dan kliking waktu menutup mulut terjadi sebelum
mencapai oklusi maksimal. Splin dipasang sesaat sebelum kliking
resiprokal ketebalannya tidak boleh melewati Freeway Space.

35

Bila gejala-gejala gangguan

sendi

temporomandibula

sudah hilang pada pasien dan posisi kondilus sudah stabil pada
tempatnya, otot-otot pengunyahan
psikologik pasien sudah

sudah normal, kondisi

stabil, postur tubuh sudah

normal

maka dapat dilakukan perawatan fase kedua, yaitu perawatan


ortodontik, pembuatan gigi tiruan cekat, pembuatan gigi tiruan
lepasan (overlap, penyesuaian oklusal, pencabutan, dan bedah
tergantung dari kebutuhan pasien.

3.8 Poin Poin Anamnesa


3.8.1 Pengertian Anamnesis

36

Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu


percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan
orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data
pasien beserta permasalahan medisnya.
3.8.2 Tujuan Anamnesis
Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang
permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis
dilakukan dengan cermat maka informasi yang didapatkan akan sangat berharga
bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesis saja seorang
dokter sudah dapat menegakkan diagnosis. Secara umum sekitar 60-70%
kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya dengan
anamnesis yang benar.

Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk membangun hubungan yang baik
antara seorang dokter dan pasiennya. Umumnya seorang pasien yang baru
pertama kalinya bertemu dengan dokternya akan merasa canggung, tidak nyaman
dan takut, sehingga cederung tertutup. Tugas seorang dokterlah untuk mencairkan
hubungan tersebut. Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan
untuk

membangun

hubungan

dokter

dan

pasiennya

sehingga

dapat

mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap


pemeriksaan selanjutnya.

37

3.8.3 Jenis Anamnesis


Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan
Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan
dengan tehnik autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap
pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan
menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien
sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia
rasakan.

Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat


dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk
menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk
menceritakan permasalahnnya. Anamnesis yang didapat dari informasi orag lain
ini disebut Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek
sehari-hari anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan alloanamnesis.
3.8.4 Sistematika Anamnesis
Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau sistematika
yang baku sehingga mudah diikuti. Tujuannya adalah agar selama melakukan
anamnesis seorang dokter tidak kehilangan arah, agar tidak ada pertanyaan atau
informasi yang terlewat. Sistematika ini juga berguna dalam pembuatan status

38

pasien agar memudahkan siapa saja yang membacanya. Sistematika tersebut


terdiri dari :
1. Data umum pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat kebiasaan/sosial
7. Anamnesis sistem
1. Data umum pasien
a. Nama pasien
Sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias.
b. Jenis kelamin
Sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya
c. Umur
Terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang
digunakan untuk menentukan dosis obat. Juga dapat digunakan untuk

39

memperkirakan kemungkinan penyakit yang diderita, beberapa


penyakit khas untuk umur tertentu.
d. Alamat
Apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan bukan
hanya alamat sekarang saja tetapi juga alamat pada waktu pasien
merasa sakit untuk pertama kalinya.
Data ini kadang diperlukan untuk mengetahui terjadinya wabah,
penyakit endemis atau untuk data epidemiologi penyakit.
e. Pekerjaan
Bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara penyakit
pasien dengan pekerjaannya, maka tanyakan bukan hanya pekerjaan
sekarang tetapi juga pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
f. Perkawinan
Kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi pasien
g. Agama
Keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak
boleh (pantangan) seorang pasien menurut agamanya.
h. Suku bangsa

40

Berhubungan dengan kebiasaan tertentu atau penyakit-penyakit yang


berhubungan dengan ras/suku bangsa tertetu.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan atau yang paling berat
sehingga mendorong pasien datang berobat atau mencari pertolongan medis.
Tidak jarang pasien datang dengan beberapa keluhan sekaligus, sehingga seorang
dokter harus jeli dan cermat untuk menentukan keluhan mana yang merupakan
keluhan utamanya. Pada tahap ini sebaiknya seorang dokter sudah mulai
memikirkan beberapa kemungkinan diagnosis banding yang berhubungan dengan
keluhan utama tersebut. Pemikiran ini akan membantu dalam mengarahkan
pertanyaan-pertanyaan dalam anamnesis selanjutnya. Pertanyaan diarahkan untuk
makin menguatkan diagnosis yang dipikirkan atau menyingkirkan kemungkinankemungkinan diagnosis banding.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Dari seluruh tahapan anamnesis bagian inilah yang paling penting untuk
menegakkan diagnosis. Tahapan ini merupaka inti dari anamnesis. Terdapat 4
unsur utama dalam anamnesis riwayat penyakit sekarang, yakni : (1) kronologi
atau perjalanan penyakit, (2) gambaran atau deskripsi keluhan utama, (3) keluhan
atau gejala penyerta, dan (4) usaha berobat. Selama melakukan anamnesis
keempat

unsur

ini

harus

ditanyakan

41

secara

detail

dan

lengkap.

Kronologis atau perjalanan penyakit dimulai saat pertama kali pasien merasakan
munculnya keluhan atau gejala penyakitnya. Setelah itu ditanyakan bagaimana
perkembangan penyakitnya apakah cenderung menetap, berfluktuasi atau
bertambah lama bertambah berat sampai akhirnya datang mencari pertologan
medis. Apakah munculnya keluhan atau gejala tersebut bersifat akut atau kronik,
apakah dalam perjalanan penyakitnya ada faktor-faktor yang mencetuskan atau
memperberat penyakit atau faktor-faktor yang memperingan. Bila keluhan atau
gejala tersebut bersifat serangan maka tanyakan seberapa sering atau frekuensi
munculnya serangan dan durasi atau lamanya serangan tersebut.
Keluhan atau gejala penyerta adalah semua keluhan-keluhan atau gejala yang
menyertai keluhan atau gejala utama. Dalam bagian ini juga ditanyakan usaha
berobat yang sudah dilakukan untuk penyakitnya yang sekarang. Pemeriksaan
atau tindakan apa saja yang sudah dilakukan dan obat-obat apa saja yag sudah
diminum.
4. Riwayat Penyakit dahulu
Seorang dokter harus mampu mendapatkan informasi tentang riwayat penyakit
dahulu secara lengkap, karena seringkali keluhan atau penyakit yang sedang
diderita pasien saat ini merupakan kelanjutan atau akibat dari penyakit-penyakit
sebelumnya.

5. Riwayat penyakit Keluarga

42

Untuk mendapatkan riwayat penyakit keluarga ini seorang dokter terkadang tidak
cukup hanya menanyakan riwayat penyakit orang tuanya saja, tetapi juga riwayat
kakek/nenek, paman/bibi, saudara sepupu dan lain-lain. Untuk beberapa penyakit
yang langka bahkan dianjurkan untuk membuat susunan pohon keluarga, sehingga
dapat terdeteksi siapa saja yang mempunyai potensi untuk menderita penyakit
yang sama.
6 Riwayat Kebiasaan/Sosial
Beberapa kebiasaan berakibat buruk bagi kesehatan dan bahkan dapat menjadi
penyebab penyakit yangini diderita pasien tersebut. Biasakan untuk selalu
menanyakan apakah pasien mempunyai kebiasaan merokok atau minum alkohol.
Tanyakan sudah berapa lama dan berapa banyak pasien melakukan kebiasaan
tersebut. Pada masa kini bila berhadapan dengan pasien usia remaja atau dewasa
muda harus juga ditanyakan ada atau tidaknya riwayat penggunaan obat-obatan
terlarang seperti narkoba, ekstasi dan lai-lain.

7. Anamnesis Sistem
Anamnesis sistem adalah semacam review dimana seorang dokter secara singkat
dan sistematis menanyakan keluhan-keluhan lain yang mungkin ada dan belum
disebutkan oleh pasien. Keluhan ini mungkin saja tidak berhubugan dengan
penyakit yang sekarang diderita tapi mungkin juga merupakan informasi berharga
yang terlewatkan.

43

3.8.5 Kesimpulan Anamnesis


Pada akhir anamnesis seorang dokter harus dapat membuat kesimpulan
dari anamnesis yang dilakukan. Kesimpulan tersebut berupa perkiraan diagnosis
yang dapat berupa diagnosis tunggal atau diagnosis banding dari beberapa
penyakit. Kesimpulan yang dibuat haruslah logis dan sesuai dengan keluhan
utama pasien. Bila menjumpai kasus yang sulit dengan banyak keluhan yang tidak
dapat dibuat kesimpulannya, maka cobalah dengan membuat daftar masalah atau
keluhan pasien. Daftar tersebut kemudian dapat digunakan untuk memandu
pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang yang akan dilaksanakan, sehingga
pada akhirnya dapat dibuat suatu diagosis kerja yang lebih terarah.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat kami tarik
kesimpulan bahwa kliking adalah gejala kelainan sendi temporomandibular
yang terjadi karena dislokasi diskus artikulare sehingga kondil berbenturan
dengan tulang. Penyebab dislokasi bisa trauma, kontak oklusi gigi posterior yang
tidak baik atau tidak ada, dan bisa saja karena gangguan tumbuh kembang rahang
dan tulang fasial. Kondisi seperti ini dapat juga menyebabkan sakit kepala, nyeri
wajah dan teliga. Jika dibiarkan tidak dirawat, dapat menyebabkan rahang
terkunci.

44

Untuk mendiagnosa kliking tidak cukup hanya dengan pemeriksaan


subyektif dan klinis saja tetapi harus dilakukan pemeriksaan radiografik. Teknik
radiografik seperti artografi, magnetic resonance imaging (MRI), yang
menggambarkan jaringan lunak, dan tomografi, biasanya dibutuhkan adanya
kondisi kelainan lain. Perawatannya meliputi perawatan bedah maupun non
bedah. Tindakan perawatan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Aryanti S. Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula
Akibat

Kelainan

Oklusi Secara

Konservatif.

Skripsi.

Medan:

FKG USU. 2009; 15-19.


Baker, Eric W. 2015. Anatomi untuk Kedokteran Gigi Kepala &
Leher. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Carlsson

GE,

Magnusson

T.

1999.

Management

of

Temporomandibular disorders in the general dental practice. 1st


ed. Chicago: Quintessence Publ. Co. Inc.

45

Castaneda

R.

Occlussion.

Temporomandibular

Dalam:

Disorders:

Kaplan

Diagnosis

AS,
and

Assael

LA.

Treatment

Philadelphia: WB Saunders Co. 1991.


Clark

GT.

The

temporomandibular

joint

repositioning

appliance: a technique for contruction insertion and adjusment.


J Craniomand Pract. 1986, 4: 38-45.
Dawson PE. 1974. Evaluation, Diagnosis and Treatment of
Occlusal Problems. Saint Louis: The C.V. Mosby Co.
dixon DC. Diagnosis imanging of the temporomandibular joint.
Dent Clin North Am 1991; 53-8.
Green E. Occlusal Splint (Bite Planes). Clinical Dentistry. 1984.
Harper PR, Misch CE. 2000. Clinical indications for altering
vertikal

dimension

of

occlusion

(online).

Available

at:

crobm.iadrjournals.org (diakses 13 Agustus 2005).


Harty, F.J. dan R. Ogston. 2012. Kamus Kedokteran Gigi. jakarta :
EGC Buku Kedokteran.
Hiltunen K. Temporomandibular Disorders in The Elderly: A 5
Year Follow-Up of Sign and Symptoms of TMD. University of
Helsinki. 2004; p.11-32.

46

Holt

CR. A

Simplified

Splint

Technique for

Internal

Derangements of The TMJ. Kursus Singkat perawatan Internal


Derangement. 24-25 Oktober 1994, Jakarta. 1994.
Kaplan

AS,

diagnosis

and

Assael

LA. Temporomandibular

Disorders:

Treatment Philadelphia, London: WB. Saunders

Co. 1991.
Mohan PE, Alling CC. Facial pain, 3rd ed. Philadelphia: Heat
Febiger; 1991.p. 42-4.
Nazar, DA. 2010. Anatomi Sendi Temporomandibula. Makalah.
Medan : Universitas Sumatera Utara.
Ogus,

H.O

dan

P.A

Toller.

1991.

Gngguan

Sendi

Temporomandibula. Jakarta : Hipokrates.


Okeson JP. Management of Temporomandibular disorders and
Occlusion. 3rd ed. St. Louis: Mosby Year Book. 1993.
Pedersen, GW. 1996. Bukuajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta : EGC.
Pertes
Clinical

RA. Functional
Management

Anatomy

and

Biomechanics

of

TMJ:

of Temporomandibular Disorders

&

Orofacial Pain. Chicago: Quintessence Publishing Co, Inc. 1995.


Ramfjord SP. Occlusion. 3rd ed. Philadelphia: WB. Saunders Co.
1983.

47

Richard W, Berg K. Diagnosis of the temporomandibular joint.


W.B. Saunders Company;1993.
Robert RJ. Neuromuscular dental diagnosis and treatment.
Ishiyaku Euro-America, Inc; 1990.p.249.
Sharawy M. Development and clinical anatomy and physiology of
the temporomandibular Joint; 1980: 3-16.
Stegenga B. TMJ Osteoarthrosis and Internal Derangement,
Diagnotic and Therapeuticb Out come Assessment. Thesis.
Groningen. Rijks Universiteit. 1991.
The American Academy of Orofacial pain. Temporomandibular
disorders,

Guide

lines

for

clasification,

assessment

and

managent, MC Neil, I Charles (eds), 2nd ed. Quintessence.


Publishing Co; 1993.p.22.
Uppgaard RO. 1999. Taking Control of TMJ. Oakland: New
Harbinger Publications Inc.
Weinberg LA. Technique for temporomandibular joint radiography. J Prosthet
Dent 1972: 284-308.
Whaites E. Essential of dental radiography and radiology. London: Churchill
Living Stone; 1992.p. 279-313.
Worth HM.Principles and practice of oral radiologic interpretation; 1963.p.696.
Frommer HH. radiology for dental auxiliaries; 1996.p.240-1.

48

49

Вам также может понравиться