Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ARTIKEL
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Dan Otonomi Daerah
Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Andrik Purwasito, DEA
Oleh:
HENDRA SETYADI KURNIA PUTRA
NIM. S311408007
PENDAHULUAN
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen II pasal 18, 18 A dan 18 B yang
pada hakikatnya merupakan de jure atau landasan hukum bagi pembentukan
pemerintahan di daerah yang berlaku dalam wilayah NKRI. Karena itu,
sebagai suatu Negara yang memiliki wilayah dan geografi yang sangat luas
serta berlatarbelakang ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya yang
beraneka ragam merupakan de facto atau sebagai fakta fisik sesungguhnya
dari unsur negara Indonesia perlu diakomodasi dan diinterintegrasikan
melalui pasal 18 tersebut.1
Artinya bahwa pembagian daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil,
dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang,
dengan memperhatikan dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat
istimewa. Seperti Provinsi, Kabupaten dan Kota sehingga menimbulkan
konsekuensi logis terhadap sistem pemerintahan yang khas Indonesia, atau
yang dikenal sebagai pemerintah daerah dengan sistem desentralisasi.
Sejak memasuki era reformasi saat ini, bangsa Indonesia telah mengalami
banyak kemajuan walaupun belum tercapai secara signifikan. Berbagai
tantangan dalam upaya mewujudkan sistem pemerintah yang demokratis dan
tidak sentralistik serta otoriter sudah diimplementasikan sejak tahun 1999.
Dari sisi manajemen pemerintahan, penerapan desentralisasi dan otonomi
daerah merupakan instrumen utama untuk mencapai suatu negara yang
mampu menghadapi kondisi sentralisme dan tidak efektifnya pemerintahan.
Selain daripada itu, implementasi terhadap desentralisasi kewenangan dan
otonomi daerah juga merupakan prasyarat dalam rangka mewujudkan
demokrasi dan pemerintahan yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Akan
pertimbangan
sudah
tidak
efektifnya
lagi
penerapan
asas
yang
sekarang
berlaku
juga
mempersulit
daerah
dalam
Ibid
M.Masud Said, Perlu Desentralisasi Asimetris, http://budisansblog.blogspot.com/2011/12/perludesentralisasi-asimetris.html, Diunduh: 5 November 2014
3
Agus Dwiyanto dalam Wahyudi Kumorotomo dan Ambar Widaningrum, Reformasi Aparatur
Negara Ditinjau Kembali, Penerbit: Gava Media,Yogyakarta,2010, hlm. 188-189
5
Jawa Pos, 20 Oktober 2012
dan industri besar, misalnya, bisa lebih diarahkan dan ditata di luar Surabaya
yang sudah penuh sesak. Khusus rumah sakit rujukan, Pemprov Jatim
berkepentingan untuk segera membangun karena minimnya fasilitas
pengobatan bagi masyarakat Madura, kecuali dua rumah sakit yang ada
sekarang di Sumenep dan Pamekasan.
Percepatan dan perluasan pembangunan Pulau Madura secara khusus
memang masih rencana. Namun, apabila pemerintah nanti menyetujui usul
tersebut, bisa dikatakan itu adalah pengembangan pola baru sebagai otonomi
daerah asimetris. Kata asimetris merujuk kepada keadaan yang tidak seragam,
tidak uniform, atau tidak mengikuti pola biasanya. Asimetris adalah lawan
linieritas. Dia tidak mengikuti pola umum.
Dengan menjadikan sebuah daerah sebagai kawasan khusus, itu memang
harus ada skema pembiayaan tersendiri pula. Otonomi daerah asimetris
tersebut tidak mengandung makna bahwa daerah lainnya tidak dipentingkan.
Skema pembiayaan dana alokasi khusus (DAK) pada dasarnya adalah semua
daerah memiliki kekhususan. Otonomi asimetris tidak boleh merongrong
keseimbangan keuangan APBN.
Dalam konteks pembiayaannya, sesungguhnya asimetris bukan prioritas
pembangunan nasional. Demikian juga, kebutuhan pembangunan kawasan
khusus juga sebagian dibiayai melalui dana dana APBN dan sebagian lainnya
dari APBD provinsi yang bersangkutan atau bahkan melibatkan swasta.
Kalau kita ambil Daerah Istimewa Jogjakarta sebagai contoh yang terbaru,
kita bisa meniru pembangunan DIJ juga dibiayai dana APBN sebagaimana
provinsi lainnya. APBD juga menganggarkan biaya rutin dan biaya
pembangunan seperti biasa. Pemerintahan juga berjalan sebagaimana biasa
plus keistimewaan yang dijamin undang-undang. Implikasi dari keistimewaan
itu adalah terdapatnya dana keistimewaan yang tidak terlalu mengganggu
neraca APBN.6
III. KESIMPULAN
6
Ibid
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
M.Masud
Said,
Perlu
Desentralisasi
Asimetris,
http://budisansblog.blogspot.com/2011/12/perlu-desentralisasi-asimetris.html,
Diunduh: 5 November 2014
3.
4.
Jawa Pos
5.
6.