Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1983. Hasil utama yang diharapkan adalah perbandingan pterigium pada mata
yang terkena terhadap semua bentuk kekambuhan pasca eksisi diteruskan dengan
dugaan peran penting sistem penilaian berdasarkan ukuran dan perluasan
keterlibatan kornea dalam rekurensi pterigium setelah minimal follow-up selama
12 bulan.
Hanya pasien yang memenuhi kriteria berikut yang dimasukan kedalam
penelitian: persetujuan pasien, pasien laki-laki pada semua umur dengan diagnosis
yang telah ditetapkan berupa pterigium primer progresif unilateral derajat
berbeda, operasi eksisi dengan teknik bare sclera dan pemberian MMC diikuti
periode minimal follow-up selama 12 bulan. Pasien melewatkan folow-up atau
mempunyai kecurigaan pertumbuhan selain pterigium atau skar kornea
dieksklusikan.
Semua pasien mendapatkan data rekam medisnya diambil secara lengkap,
dengan pemeriksaan okular lengkap termasuk best visual acuity (BCVA),
pemeriksaan biomikroskopik segment anterior dengan Goldman applanation
tonometry dan funduskopi dengan lensa 90+DS.
Pterigium diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan perluasan kearah kornea
oleh kepala investigator (PSM) untuk meminimalkan segala bias terkait
variabilitas, dengan hasil sebagai berikut: grade 1 antara limbus dan titik tengah
antara limbus dan batas pupil, grade 2 kepala pterigium mencapai batas pupil
(batas papilaris nasal pada kasus pterigium nasalis dan batas temporal pada kasus
pterigium temporalis) dan grade 3 melewati batas pupil.
Eksisi pterigium dilakukan pada pasien rawat jalan oleh dokter bedah yang
sama dengan teknik bedah yang sama pula. Setelah eksisi dengan teknik bare
sclera dibawah anestesi lokal (Proparacaine Alcon, Belgium), sebuah spons
steril ( 5 x 5 mm) direndam dalam 8 10 tetes 0,2 mg/ml MMC (0,02%)
(Mitomycin C, Kyowa-Japan) diaplikasikan pada sklera-kornea dan area dari
dimana pterigium dieksisi dengan fixed time duration selama 3 menit untuk
menghilangkan bias terhadap perbedaan waktu aplikasi MMC. Spons kemudian
diangkat dan mata diirigasi dengan 20 ml normal saline 0,9%. Diikuti pemberian
Deksametason 0,1% + Tobramicin 0,3% topikal (Tobradex-alcon, Belgium) dan
Hidroxipropil Metilselulosa (Tear Naturale II Alcon, Belgium) 4 kali sehari
Karakteristik pasien
Jumlah pasien
Frekuensi
(N = 120)
(%)
Kanan
53
44,2
Kiri
Lokasi pterigium
67
55,8
Nasal
109
90,8
Temporal
10
08,3
Tengah
Derajat pterigium
01
0,83
Grade 1
85
70,8
Grade 2
20
16,7
Grade 3
Kekambuhan
15
12,5
Ya
08
06,7
Tidak
112
93,3
Kekambuhan
p-value*
N (%)
Ya
Tidak
Usia (tahun)
Rerata std.deviasi
42,4 1,23
<50
07 (9,6)
66 (90,4)
>50
Derajat pterigium
01 (2,2)
46 (97,8)
Grade 1
01 (1,2)
84 (98,8)
Grade 2
04 (20,2)
16 (79,8)
Grade 3
03 (19,8)
12 (80,2)
0,14
0,01
Opaksitas nebular kornea sering kali ditemukan terlihat pada hampir semua pasien
postoperatif dengan 2 pasien mengalami perkembangan kista konjungtival pada
lokasi eksisi.
Diskusi
Kekambuhan pterigium merupakan suatu isu penting pelayanan kesehatan
pada pasien mata di seluruh dunia, namun terutama pada negara-negara tropis dan
Asia seperti Pakistan disebabkan paparan sinar matahari yang tinggi disertai
peningkatan kadar polusi udara dan cuaca berdebu. Penelitian sebelumnya
termotivasi oleh tetap tingginya angka kekambuhan pterigium tidak hanya di
Pakistan namun juga di seluruh dunia.
Angka kekambuhan pterigium pada penelitian sebelumnya adalah 6,7%.
Dalam penelitian terdahulu di Pakistan, Rahman et al membuktikan kekambuhan
pterigium sebesar 10% dari populasi. Pada penelitian selanjutnya, Cheng et al
mendapati kekambuhan 7,9% untuk subjek dengan pterigium primer dan 19,2%
pada subjek dengan pterigium berulang. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Narsani et al. 6,97% rekurensi terlihat pada pasien pterigium primer yang
mendapatkan autograft konjungtiva dibandingkan 16,13% pasien yang diterapi
dengan MMC intraoperatif. Sebaliknya, Joseph et al. Melaporkan angka
kekambuhan sebesar 6,6% dengan MMC intraoperatif dibandingkan pada 13,3%
pada grup autograft konjungtiva. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh penulis
(PSM), 25,9% kekambuhan terlihat pada grup autograft konjungtiva dibandingkan
9,4% kelompok MMC topikal. Oleh karena itu, peneliti memilih terapi dengan
MMC untuk pasien dengan berdasarkan pengalamannya sendiri. Meskipun
perbandingan pada penelitian kami dan lainnya nampaknya disebabkan bias
perbedaan populasi penelitian, setting dan kriteria digunakan untuk menilai
pterigium. Kesimpulan serupa telah diambil dari sejumlah penelitian di seluruh
dunia. Pada penelitian ini, hanya pasien laki-laki dengan pterigium primer
dimasukan ke dalam penelitian dan waktu aplikasi MMC intraoperatif juga telah
ditetapkan sebesar 3 menit untuk membatasi keterlibatan faktor yang mencakup
kekambuhan pterigium.
Banyak sistem penilaian telah digunakan sekarang ini untuk menilai
pterigium namun pada penelitian ini kami telah menggunakan sistem grading
berdasarkan ukuran dan perluasan keterlibatan kornea oleh jaringan pterigium.
Sistem serupa saat ini telah digunakan secara luas di negara-negara Asia dan
beberapa negara berkembang. Terdapat kecenderungan kekambuhan yang tinggi
terlihat pada partisipan dengan derajat perluasan keterlibatan kornea yang lebih
tinggi dengan angka kekambuhan sebesar 1,2% pada kelompok derajat 1
dibandingkan 20,2% pada kelompok derajat 2. Hasil serupa telah diperoleh pada
penelitian oleh Tan et al, dimana angka kekambuhan yang tinggi dihubungkan
dengan peningkatan perluasan pterigium, meskipun sistem penilaian pada
penelitian ini sedikit berbeda, dengan translusensi dan vaskularisasi digunakan
sebagai kriteria penilaian. Meskipun demikian telah diketahui bahwa peningkatan
translusensi dan vaskularisasi sejalan dengan peningkatan ukuran dan perluasan
keterlibatan kornea pada pterigium. Sebaliknya, pada penelitian yang dilakukan
oleh Asian-Canadian menggunakan sistem penilaian yang sama seperti penelitian
ini, tidak terdapat perbedaan signifikan kekambuhan antara kelompok dengan
derajat yang lebih ringan (grade 1). Serupa seperti Amano et al., menggunakan
sistem penilaian dengan sedikit perbedaan, seperti pada penelitian kami,
dibuktikan tidak terdapat perbedaan hubungan kekambuhan. Derajat yang lebih
tinggi telah disadari sebagai faktor risiko kekambuhan. Meskipun begitu, suatu
sistem penilaian yang seragam dengan aceptabilitas global untuk memperbaiki
dan meningkatkan hasil rekurensi pada pasien masih menjadi kelemahan pada saat
ini. Meskipun demikian, sistem penilaian yang baru sedang dikembangkan untuk
membuktikan dan memperbaiki hasil operasi dan kosmetik setelah pengangkatan
pterigium.
Sementara penelitian ini memenuhi tujuan yang ditentukan oleh protokol
penelitian untuk proyek ini yakni mengetahui kekambuhan pterigium dengan
metode penilaian pada pasien yang dibantu MMC topikal intra-operatif yakni
sebesar 0,02%, meskipun terdapat keterbatasan pada penelitian ini sehubungan
dengan jumlah sampel yang kecil. Meskipun begitu, sebagaimana masing-masing
pasien diperlakukan sebagai kontrolnya sendiri, semua bias yang biasanya terjadi
dikarenakan variasi pasien atau faktor risiko lain diminimalkan. Penelitian
selanjutnya dengan skala lebih besar dengan kekuatan yang memadai
direkomendasikan untuk mengevaluasi peranan sistem penilaian berdasarkan
ukuran dan perluasan keterlibatan kornea pada kekambuhan pterigium.
Kesimpulan
Penulis
Physicians
and
Surgeons
Critical Appraisal
No
.
Apakah penelitian
1
Unclear
Pada penelitian ini tidak dijelaskan apakah
teknik pengambilan sample dilakukan secara
acak atau semiacak atau tidak.
Yes
Diuraikan secara jelas mengenai kriteria
inklusi pada bagian metodelogi penelitian,
hal.121, paragraf pertama, yakni pada kalimat
Only those patients fulfilling the following
criteria were enrolled in the study...
Yes
menggunakan kriteria
obyektif ?
Masing-masing
dengan
jelas
kelompok
berdasarkan
dideskripsikan
ukuran
dan
Yes
cukup ?
apakah
terdapat
kekambuhan
metodelogi
penelitian,
hal.121,
diuraikan
pada
bagian
diskusi,
hal.122,
Yes
yang tepat?
risiko
dengan
outcome
yakni
(SPSS)
version
16.
Baseline
Oleh:
Nama
: Bunga Dewanggi
NIM
: 14712100
Stase
: Mata
Pembimbing
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
TAHUN 2015