Вы находитесь на странице: 1из 12

IV.

4.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 1070 31 1070 41 BT
dan 06 12 - 060 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar 33591.29 ha yang memiliki
outlet ke Laut Jawa. Sub DAS Cilamaya masuk ke dalam Wilayah Sungai Citarum dikarenakan Sub
DAS Cilamaya ini merupakan sub DAS yang dilewati oleh kanal tarum timur, sehingga tangkapan air
hujan yang jatuh pada sub DAS ini dan aliran air yang mengalir pada sub DAS ini, akan
mempengaruhi aliran air pada Sungai Utama Citarum. Sub DAS Cilamaya mempunyai satu sungai
utama yaitu Sungai Cilamaya dan mempunyai stasiun pengukuran debit yang terletak di Cipendeuy.
Peta Sub DAS Cilamaya disajikan pada Gambar 4.
Menurut Madijah (2004) Sub DAS Cilamaya memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh
angin muson dan mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Musim hujan berlangsung
mulai November hingga Mei dan musim kemarau bulan Juli hingga Oktober. Sub DAS Cilamaya
memiliki topografi dengan bentuk wilayah yang bervariasi datar, bergelombang dan berbukit, dengan
ketinggian berkisar antara 25-500 m dpl.
0

Gambar 4. Sub DAS Cilamaya


Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya merupakan bagian dari Wilayah Sungai Citarum dan
terdiri dari beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Peta kabupaten yang termasuk kedalam Sub
DAS Cilamaya disajikan pada Gambar 5. Luas untuk masing-masing kabupaten dan persentasenya
pada Sub DAS Cilamaya disajikan pada Tabel 5.

18

Gambar 5. Kabupaten pada Sub DAS Cilamaya


Tabel 5. Nama Kabupaten dan Luas Kabupaten pada Sub DAS Cilamaya
No

Nama Kabupaten

Luas (Ha)

Persentase (%)

Subang

23680.55

70.50

Karawang

2989.33

8.90

Purwakarta

6912.64

20.58

Bandung

8.77

0.03

Total

33591.29

100

Pada Gambar 5 dan Tabel 5 terlihat bahwa Sub DAS Cilamaya terdiri dari empat daerah
kabupaten, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten
Bandung. Kabupaten terbesar pada Sub DAS Cilamaya yaitu Kabupaten Subang, dan terkecil yaitu
Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung terletak di sebelah selatan dan menjadi hulu untuk Sub
DAS Cilamaya. Untuk hilir, Sub DAS Cilamaya memiliki Kabupaten Karawang yang terletak di
sebelah utara yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa.
Sub DAS Cilamaya memiliki satu sungai utama yaitu Sungai Cilamaya dengan panjang total
172210.59 m. Peta Sungai Cilamaya disajikan pada Gambar 6. Sungai Cilamaya mengalir melewati
empat kabupaten yang termasuk ke dalam Sub DAS Cilamaya, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten
Purwakarta, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Karawang. Stasiun pengukur debit pada Sub DAS
Cilamaya terdapat pada dua tempat, yaitu stasiun pengukur debit di Cipendeuy dan Bendung
Barugbug.

19

Gambar 6. Sungai Cilamaya dan Stasiun Pengukur Debit pada Sub DAS Cilamaya
Namun, pada penelitian ini stasiun pengukur debit yang digunakan adalah Cipendeuy. Hal ini
dikarenakan Bendung Barugbug merupakan bendung yang menjadi tempat bertemunya dua sungai,
yaitu Sungai Cilamaya dan Sungai Ciherang. Aliran kedua sungai ini akan masuk ke Bendung
Barugbug dan nantinya akan masuk kedalam saluran irigasi Sungai Cilamaya dan Kanal Tarum
Timur. Gambar yang menunjukan pertemuan dua sungai tersebut, disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Pertemuan antara Sungai Ciherang dan Sungai Cilamaya

20

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Nomor 837 tentang klasifikasi
kelerengan, Sub DAS Cilamaya memiliki empat kelas lereng, yaitu Kelas Lereng 1, Kelas Lereng 3,
Kelas Lereng 4, dan Kelas Lereng 5. Kelas lereng 1 merupakan jenis lereng datar, kelas lereng 3
merupakan jenis lereng agak curam, kelas lereng 4 merupakan jenis lereng curam, kelas lereng 5
merupakan jenis lereng sangat curam. Peta kondisi lereng Sub DAS Cilamaya ditampilkan pada
Gambar 8, untuk luas dan persentase jenis lereng pada Sub DAS Cilamaya ditampilkan pada Tabel 6.

Gambar 8. Kondisi Lereng Sub DAS Cilamaya


Tabel 6. Kelas Kelerangan pada Sub DAS Cilamaya Menurut SK Menteri Pertanian
Kelas Lereng
Kelerengan (%)
Keterangan
Luas (ha)
Persentase (%)
1
0-8
Datar
26031.14
77.50
3
15-25
Agak curam
3368.30
10.03
4
25-45
Curam
3411.31
10.16
5
>45
Sangat curam
779.91
2.32
Total
100
Sub DAS Cilamaya merupakan suatu daerah aliran sungai yang terdiri dari beberapa
kabupaten. Setiap kabupaten tersebut memiliki keragaman jenis tanah, sehingga menjadikan Sub DAS
Cilamaya memiliki keanekaragaman tanah di dalamnya. Peta jenis tanah pada Sub DAS Cilamaya
disajikan pada Gambar 9. Pada Gambar 9 terlihat bahwa Sub DAS Cilamaya terdiri dari aluvial kelabu
tua, asosiasi aluvial coklat kelabu dan aluvial coklat kekelabuan, asosiasi andosol coklat dan regosol
coklat, asosiasi glei humus rendah dan aluvial kelabu, asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan

21

dan laterit air tanah, asosiasi podsolik kuning dan hidromorf kelabu, kompleks latosol merah
kekuningan, latosol coklat kemerahan dan litosol, kompleks podsolik merah kekuningan, podsolik
kuning dan regosol, kompleks regosol kelabu dan litosol, latosol coklat, dan regosol coklat.

Gambar 9. Jenis Tanah pada Sub DAS Cilamaya

4.2 Peta Penutupan Lahan Sub DAS Cilamaya Tahun 2000 dan Tahun 2007
Penutupan lahan yang dianalisis pada Sub DAS Cilamaya yaitu tahun 2000 dan tahun 2007.
Analisis pada dua tahun tersebut terkait pada Naskah urutan prioritas DAS yang dibuat oleh BP DAS
(Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) Citarum-Ciliwung pada tahun 2007 tentang kondisi Sub
DAS Cilamaya.
Hasil yang didapat pada penutupan lahan tahun 2000 dapat dilihat pada Gambar 10 dan Tabel 7.
Pada hasil penutupan lahan tahun 2000 diketahui bahwa penggunaan lahan terbesar yaitu pada sawah
sebesar 14721.20 ha atau 44.09%. Komposisi untuk penggunaan lahan sawah pada tahun 2000 adalah
sawah, sawah tadah hujan dan sawah irigasi. Dan penggunaan lahan terkecil yaitu tutupan tanah
sebesar 42.64 ha atau 0.13%. Komposisi untuk penggunaan tutupan tanah pada tahun 2000 adalah
pasir di laut atau di sungai, pasir/bukit pasir darat, pasir/bukit pasir laut, tanah berbatu, tanah ladang,
tanggul pasir.

22

Gambar 10. Hasil peta penutupan lahan Sub DAS Cilamaya tahun 2000
Tabel 7. Penutupan lahan Sub DAS Cilamaya tahun 2000
Landcover

Luas (ha)

Persentase (%)

Bangunan
Perkebunan
Permukiman
Sawah
Tubuh Air
Tutupan Tanah
Hutan
Vegetasi Lainnya
Total

272.42
6420.32
2385.09
14721.20
2204.60
42.64
554.02
6785.63

0.82
19.23
7.14
44.09
6.60
0.13
1.66
20.33
100

Hasil yang didapat pada tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 11 dan Tabel 8. Pada hasil
penutupan lahan tahun 2007 diketahui bahwa penggunaan lahan terbesar yaitu pada perkebunan
sebesar 25089.92 ha atau 74.69%. Komposisi untuk penggunaan lahan perkebunan pada tahun 2007
adalah perkebunan, kebun campuran, tegalan/ladang. Penggunaan lahan terkecil pada tahun 2007
yaitu tanah terbuka sebesar 34.63 ha atau 0.10%. Komposisi untuk penggunaan tanah terbuka pada
tahun 2007 adalah hanya tanah terbuka. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa sekitar 34.63 ha di Sub
DAS Cilamaya merupakan tanah terbuka yang tidak bervegetasi. Hal ini dapat mempengaruhi air
limpasan yang terjadi di Sub DAS Cilamaya semakin besar.

23

Gambar 11. Hasil peta penutupan lahan Sub DAS Cilamaya tahun 2007
Tabel 8. Penutupan lahan Sub DAS Cilamaya tahun 2007
Landcover

Luas (ha)

Persentase (%)

Perkebunan
Permukiman
Sawah
Tubuh Air
Tanah Terbuka
Hutan
Vegetasi Lainnya
No Data
Total

25089.92
392.90
5155.52
2176.84
34.63
314.73
424.37
2.04

74.693
1.170
15.348
6.480
0.103
0.937
1.263
0.006
100

Dari Tabel 7 dan 8 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan penggunaan lahan secara besar yang
menurun yaitu pada hutan dan sawah. Hutan mempunyai luas sebesar 554.02 ha pada tahun 2000 dan
menurun menjadi 314.73 ha pada tahun 2007. Sedangkan sawah mempunyai luas sebesar 14721.20 ha
pada tahun 2000 dan menurun menjadi 5155.52 ha pada tahun 2007. Perubahan penggunaan lahan
yang meningkat secara besar yaitu pada perkebunan dengan luas dari 6420.32 ha pada tahun 2000 dan
meningkat menjadi 25089.92 ha pada tahun 2007.
Hutan merupakan area yang diatasnya terdapat berbagai pepohonan yang beraneka ragam
ukuran dan jenisnya. Hutan berperan penting dalam tata air setempat, selain itu hutan juga berperan

24

penting sebagai penutup tanah sehingga air hujan yang jatuh pada area tersebut akan tertahan dan akan
terinfiltrasi ke dalam tanah yang nantinya akan menjadi cadangan air tanah. Berkurangnya luas hutan
yang terjadi, dapat dikarenakan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan lahan selain hutan seperti
pemukiman. Adanya perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab pun dapat menjadi penyebab
berkurangnya lahan hutan, seperti membuka lahan hutan dengan cara menebang secara besar namun
tidak dimanfaatkan dengan baik. Hal ini akan mempengaruhi aliran permukaan menjadi besar,
dikarenakan air hujan yang jatuh pada area tersebut tidak akan ditahan oleh pepohonan maupun
serasah yang seharusnya terdapat di hutan.
Pada tahun 2007 didapat hasil bahwa adanya tutupan lahan berupa tanah terbuka sebesar 34.63
ha di Sub DAS Cilamaya. Tanah terbuka tersebut merupakan tanah terbuka yang tidak bervegetasi.
Tutupan lahan berupa tanah terbuka ini akan mempengaruhi air permukaan yang terjadi di Sub DAS
Cilamaya semakin besar. Hal ini dikarenakan air hujan yang jatuh pada tanah terbuka tersebut akan
langsung dialirkan menuju daerah yang elevasinya lebih rendah dan langsung menuju ke sungai atau
laut. Tanah terbuka ini merugikan dikarenakan air hujan yang jatuh tidak akan terinfiltrasi dan tidak
akan sempat menjadi cadangan air tanah, sehingga apabila air hujan yang jatuh deras maka akan
langsung menjadi air permukaan yang besar dan merugikan masyarakat.

4.3

Koefisien aliran pada tahun 2000 dan tahun 2007

Sub DAS Cilamaya memiliki kondisi curah hujan yang bervariasi yaitu kondisi curah hujan
dengan curah hujan yang besarnya berkisar antara 1000 hingga 5000. Peta kondisi curah hujan Sub
DAS Cilamaya disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Peta Kondisi Curah Hujan Sub DAS Cilamaya

25

Gambar 13. Stasiun curah hujan dan pembagian daerah tangkapan hujan Sub DAS Cilamaya
Tabel 9. Nama Stasiun Curah Hujan dan Luas Daerah Tangkapan Hujan untuk Setiap Stasiun Curah
Hujan
Nama Stasiun

Luas (ha)

Rawa Gempol

859.78

Ciherang Kalijati

984.58

Wanayasa

1570.00

Ciracas

3974.16

Sukawana

4.33

Pondok Salam

563.22

Ciherang

5553.64

Purwakarta

271.02

Pamanukan

3221.27

Talenpare

13957.30

Peundeuy

590.03

Cilamaya

2041.90

Total

33591.23

Curah hujan rata-rata wilayah untuk Sub DAS Cilamaya dicari dengan menggunakan Polygon
Thiessen. Pada Polygon Thiessen dibutuhkan data stasiun pengukur hujan dan data luas wilayah yang
terwakili oleh masing-masing stasiun pengukur hujan. Sub DAS Cilamaya merupakan daerah aliran

26

sungai yang besar, yang didalamnya memiliki banyak stasiun pengukur hujan. Dari data yang didapat,
terdapat stasiun pengukur hujan sebanyak 12 tempat. Letak setiap stasiun dan pembagian daerah
tangkapan hujan Sub DAS Cilamaya untuk perhitungan Polygon Thiessen, ditampilkan pada Gambar
13. Sedangkan nama stasiun curah hujan dan luas daerah tangkapan hujan untuk setiap stasiun curah
hujan ditampilkan dalam Tabel 9. Adapun nama 12 stasiun pada Sub DAS Cilamaya adalah Rawa
Gempol, Ciherang Kalijati, Wanayasa, Ciracas, Sukawana, Pondok Salam, Ciherang, Purwakarta,
Pamanukan, Talenpare, Peundeuy, Cilamaya. Hasil dari perhitungan curah hujan rata-rata wilayah
untuk Sub DAS Cilamaya dengan menggunakan Polygon Thiessen dapat dilihat dalam Tabel 10. Pada
Tabel 10, hasil terbesar untuk curah hujan yaitu pada tahun 2003 sebesar 3715 mm.
Tabel 10. Hasil Perhitungan Curah Hujan pada Sub DAS Cilamaya dengan Menggunakan Metode
Polygon Thiessen
Tahun

Curah hujan (mm)

2000

2229

2001

3276.9

2002

2498.4

2003

3715

2004

2643.1

2005

3297.3

2006

2520.4

2007

3090.8

2008

2574.9

2009

3001.1

Hasil curah hujan yang didapat dengan menggunakan metode polygon thiessen dan data suhu
daerah Plered Kabupaten Purwakarta digunakan untuk input USGS Thornthwaite Water Balance
Model Version 1.1.0. Perangkat lunak ini digunakan untuk menghasilkan data run-off. Data run-off
dicari menggunakan perangkat lunak ini dikarenakan keterbatasan data yang ada. Pada perangkat
lunak ini, diatur lintang dan kelembaban tanah (soil moisture) yang sesuai dengan kondisi Sub DAS
Cilamaya, yaitu dengan lintang 60 dan kelembaban tanah 500 mm. Kemudian output yang didapat
adalah data evapotranspirasi dan data run-off. Hasil yang didapat dari model tersebut dapat dilihat
pada Tabel 11. Hasil terbesar untuk evapotranspirasi dan run-off yaitu pada tahun 2003 sebesar 1212.8
mm dan 2272 mm.
Pada Tabel 10 dapat dilihat hasil dari tahun 2000 dan tahun 2007. Curah hujan yang terjadi
semakin besar untuk tahun 2007 dari tahun 2000. Namun, pada Tabel 11 evapotranspirasi yang terjadi
berada pada angka yang sama. Ini mengakibatkan run-off lebih besar untuk tahun 2007 dari tahun
2000.
Perubahan penutupan lahan pada tahun 2000 dan tahun 2007 merupakan faktor yang
mempengaruhi pula untuk semakin besarnya run-off yang terjadi. Penggunaan lahan yang bukan
merupakan lahan yang dapat menyerap dan menyimpan air dengan baik, dapat mengakibatkan air
hujan yang jatuh menjadi air larian bebas yang langsung menuju hilir. Hal ini tidak baik, dikarenakan
apabila air hujan menjadi air larian seluruhnya, maka tidak ada lagi air yang disimpan sebagai
cadangan air tanah. Indikasi penggunaan lahan berupa tanah terbuka yang semakin banyak, semakin
terlihat jelas oleh run-off yang semakin besar. Tanah terbuka akan membuat air hujan yang jatuh di
Sub DAS Cilamaya akan menjadi air larian langsung yang besar tanpa sempat terinfiltrasi.

27

Tabel 11. Output USGS Thornthwaite Water Balance Model Version 1.1.0 Lintang 60 dan Soil
Moisture 500 mm
Tahun

Evapotranspirasi (mm)

Run-off (mm)

2000

1205.6

648.1

2001

1197.9

2035.4

2002

1206.9

1408.8

2003

1212.8

2272

2004

1208.3

1659.9

2005

1202.7

2004.8

2006

1205.6

1534.2

2007

1205.6

1764.7

2008

1205.6

1531.8

2009

1205.6

1816

Koefisien aliran permukaan atau yang biasa disingkat menjadi koefisien C, dicari dengan
menggunakan rumus (2) yang merupakan rumus menurut Asdak (2007). Data yang digunakan untuk
rumus tersebut adalah hasil data curah hujan dengan menggunakan metode polygon thiessen dan hasil
dari perangkat lunak USGS Thornthwaite Water Balance Model Version 1.1.0. berupa data
evapotranspirasi dan data run-off. Adapun hasil yang didapat dengan menggunakan rumus (2) tersebut
ditampilkan pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil perhitungan koefisien C
Tahun
2000
2007

Hasil Koefisien C
0.63
0.94

Seperti halnya run-off yang bertambah besar, koefisien c yang didapat juga semakin besar.
Koefisien C yang didapat pada tahun 2000 yaitu sebesar 0.63, sedangkan tahun 2007 yaitu sebesar
0.94. Hasil tersebut menunjukan bahwa pada tahun 2000, sebesar 63% air hujan yang jatuh pada Sub
DAS Cilamaya berubah menjadi air larian permukaan. Sedangkan pada tahun 2007 yaitu sebesar 94%
air hujan yang jatuh pada Sub DAS Cilamaya berubah menjadi air larian permukaan.
Dari Tabel 7 dan 8, dapat dilihat perubahan yang terjadi secara signifikan terjadi pada
penurunan lahan hutan. Hutan merupakan catchment area yang baik, karena banyak terdapat vegetasi
yang tumbuh termasuk pohon yang dapat menangkap air ketika hujan, kemudian menyimpan dan
menahan air pada saat hujan, sehingga air yang turun tidak dapat langsung bebas mengalir menuju
hilir dan tidak menyebabkan run-off menjadi besar. Maka dari itu, kemungkinan yang terjadi untuk
run-off dan koefisien C yang besar pada tahun 2007, yaitu karena hutan semakin sedikit dan adanya
tanah terbuka pada tahun tersebut.

4.4

Fungsi hidrologis Sub DAS Cilamaya dilihat dari rasio debit maksimum
(Qmax) dan debit minimum (Qmin)

Analisis terhadap fungsi hidrologis pada Sub DAS Cilamaya, dilakukan dengan melihat debit
maksimum (Qmax) dan debit minimum (Qmin) pada tahun 1999 hingga tahun 2008. Sungai Cilamaya
mendapat masukan debit dari sub DAS yang ada di hulu yaitu Sub DAS Cijengkol dan Sub DAS
Cikeruh, maka debit yang terukur di Cipeundeuy merupakan debit yang mempunyai nilai yang besar.

28

Qmax dan Qmin pada tahun 2000 dan tahun 2007 menunjukan hasil yang berbeda. Pada tahun
2000 mempunyai Qmax yaitu 230.5 m3/detik dan Qmin yaitu 1.92 m3/detik. Sedangkan pada tahun
2007 mempunyai Qmax yaitu 209.31 m3/detik dan Qmin yaitu 0.03 m3/detik. Hasil yang didapat untuk
Qmax dan Qmin pada Sub DAS Cilamaya dari tahun 1999 hingga tahun 2008 ditampilkan pada Tabel
13 dan Gambar 14.
Qmax dan Qmin yang terjadi pada tahun 2000 dan tahun 2007 menunjukan hasil fungsi
hidrologis Sub DAS Cilamaya yang berbeda, hal ini ditampilkan pada Tabel 13. Pada tahun 2000
rasio yang didapat pada Sub DAS Cilamaya yaitu 120, sedangkan pada tahun 2007 rasio yang didapat
pada Sub DAS Cilamaya yaitu 6977. Hasil tersebut kemudian dianalisis berdasarkan SK Menteri
Kehutanan Nomor : 52/Kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai pada kriteria Tata Air dan Indikator Debit air Sungai, yang terdapat pada Lampiran 1. Pada
tahun 2000 dengan rasio sebesar 120, Sub DAS Cilamaya berada pada keadaan DAS dengan tingkat
kerusakan sedang. Sedangkan pada tahun 2007 dengan rasio sebesar 6977 Sub DAS Cilamaya berada
pada keadaan DAS dengan tingkat kerusakan buruk.
Tabel 13. Rasio Qmax dan Qmin pada Sub DAS Cilamaya
Tahun

Qmax

Qmin

KRS

1999

253.4

1.71

148

2000

230.5

1.92

120

2001

119.3

1.71

70

2002

102.8

1.48

69

2003

94.3

0.63

150

2004

273.6

1.44

190

2005

63.8

2.34

27

2006

137.1

3.09

44

2007

209.3

0.03

6977

2008

197.73

1.3

152

1000
900

Debit (m3/detik)

800
700
600
500
Qmax

400

Qmin

300
200
100
0
1999

2001

2003

2005

2007

Tahun
Gambar 14. Rasio Qmax dan Qmin pada tahun 1999 hingga tahun 2008

29

Вам также может понравиться