Вы находитесь на странице: 1из 32

BAB I

PENDAHULUAN
Kasus kematian mendadak jarang terjadi pada usia muda, namun kasus ini
tetaplah memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat ataupun dalam
bidang kesehatan. Kematian mendadak pada usia muda sering terjadi tanpa
terprediksi oleh pakar kesehatan, biarpun sebenarnya dalam banyak kasus
kematian mendadak pada usia muda dapat didahului dengan gejala-gejala
prodromal, adanya riwayat kematian mendadak pada usia muda dalam keluarga,
adanya gambaran abnormal pada EKG serta gejala klinis yang mendukung, dan
gaya hidup yang tidak baik. Para ahli percaya bahwa kebanyakan dari kematian
ini dikarenakan Sudden Death Syndrome (sindroma kematian mendadak) atau
Sudden Cardiac Death (kematian jantung mendadak). 1,2,6
Pada usia dewasa muda (30 tahun), kematian mendadak sering disebabkan
oleh atherosclerotic coronary artery disease dan terminal ventricular fibrillation.
Sedang pada anak dengan usia dibawah 1 tahun, kematian mendadak sering
disebabkan oleh ductus dependent, cyanotic congenital cardiac disease. Gejala
prodromal yang sering muncul pada kematian mendadak di usia muda meliputi
nyeri dada dan syncope yang bisa diakibatkan oleh gangguan cardiac maupun
noncardiac. 6
Di Indonesia sendiri sukar didapat insiden kematian mendadak yang
sebenarnya. Angka yang ada hanyalah jumlah kematian mendadak yang diperiksa
di bagian kedokteran forensik FKUI. Dalam tahun 1990, dari seluruh 2461 kasus,
ditemukan 227 laki-laki (9,2%) dan 50 perempuan (2%) kasus kematian
mendadak, sedangkan pada tahun 1991 dari 2557 kasus diperiksa 228 laki-laki
(8,9%) dan 54 perempuan (2,1%).1,3,4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Definisi kematian mendadak menurut WHO, yaitu kematian dalam waktu
24 jam sejak gejala timbul, namun sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan
menit atau bahkan detik sejak gejala timbul. Kematian mendadak tidak selalu
tidak terduga, dan kematian yang tak terduga tidak selalu terjadi mendadak,
namun amat sering keduanya terjadi bersamaan pada satu kasus.1,2,4
Pada kematian mendadak, penyebab kematian hampir selalu ditemukan
pada sistem kardiovaskuler, meskipun lesi tidak terdapat di jantung atau pembuluh
darah utama. Cerebral hemmorraghe yang masif, perdarahan subarachnoid,
rupture kehamilan ektopik, hemoptisis, hematemesis dan emboli pulmonal,
sebagai contoh, bersama dengan penyakit jantung dan aneurisma aorta
mempunyai kontribusi pada sebagian besar penyebab kematian mendadak dan
unexpected akibat sistem vaskular.1,3,4
2.2 EPIDEMIOLOGI
Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan. Penyakit pada jantung dan pembuluh darah
menduduki urutan pertama dalam penyebab kematian mendadak dan juga
memiliki kecenderungan yang serupa yaitu lebih sering menyerang laki-laki
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 7:1 sebelum menopause dan
menjadi 1:1 setelah perempuan menopause. Tahun 1997 - 2003 di Jepang
dilakukan penelitian pada 1446 kematian pada kecelakaan lalu lintas dan dari
autopsi pada korban kecelakaan lalu lintas di Dokkyo University dikonfirmasikan
bahwa 130 kasus dari 1446 kasus tadi penyebab kematiannya digolongkan dalam
kematian mendadak, bukan karena trauma akibat kecelakaan lalu lintas. Di
Indonesia seperti yang dilaporkan badan Litbang Departemen Kesehatan RI,
persentase kematian akibat penyakit ini meningkat dari 5,9% (1975) menjadi
9,1% (1981), 16,0 (1986), dan 19,0% (1995). 1,3,4
2.3 ETIOLOGI

Secara garis besar penyebab kematian mendadak, yaitu karena trauma,


keracunan dan penyakit. Insiden kematian mendadak akibat trauma dan keracunan
lebih kurang sekitar 25-30%, sementara penyakit merupakan penyebab tersering
dari terjadinya kematian mendadak dengan persentase mencapai 60-70%.
Kematian mendadak terbanyak akibat dari penyakit pada sistem jantung dan
pembuluh darah.1,2,3
Berikut ini penyebab kematian mendadak secara garis besar, yaitu:
1. Trauma
Menurut dr.Roslan Yusni Hasan, Sp.BS, trauma pada otak dan
leher dapat menjadi kombinasi penyebab kematian yang fatal. Hal ini
terjadi ketika terjadinya benturan pada bagian kepala yang kemudian
dibarengi leher yang tertolak ke belakang. Akibatnya, tulang leher patah
dan patahnya tulang ini dapat memicu kematian dalam waktu singkat
akibat tertutupnya jalan nafas. Tubuh seketika bisa kehilangan suplai
oksigen, akibatnya sel-sel mengalami kematian mendadak. Akan tetapi,
trauma otak ternyata sebenarnya tidak selalu menyebabkan kematian
dalam waktu singkat, paling tidak diperlukan waktu 1-2 jam sebelum
terjadinya kematian.1,5
Trauma lain yang bisa menyebabkan kematian mendadak adalah
cedera tulang dada (thorax) dan panggul (pelvis). Cedera tulang dada
dapat menyebabkan terjadinya tamponade jantung atau suatu kondisi di
mana jantung tertekan akibat benturan pada dada. Hal ini menyebabkan
darah menggenang di sekitar jantung di dalam tulang dada. Sedangkan
cedera pada tulang panggul menyebabkan tubuh mengalami kehilangan
darah dalam jumlah banyak.1,3,4

2. Keracunan4
a. Definisi

Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan berupa
sakit atau kematian.
Intoksikasi merupakan suatu keadaaan dimana fungsi tubuh
menjadi tidak normal yang disebabakan oleh sesuatu jenis racun atau
bahan toksik lain.
b. Cara kerja atau efek yang ditimbulkan

Lokal : pada tempat kontak akan timbul beberapa reaksi, misalnya


perangsangan, peradangan atau korosif. Contoh korosif : asam dan
basa kuat

Sistemik : mempunyai afinitas terhadap salah satu system,


misalnya barbiturate, alcohol, morfin, mempunyai afinitas kuat
terhadap SSP. Digitalis dan oksalat terhadap jantung. CO terhadap
darah.

Lokal dan sistemik : asam karbol menyebabkan erosi lambung,


sedangkan sebagian yang diabsorpsi akan menimbulkan depresi
SSP

3. Penyakit2,3,4
a. Penyakit Sistem Kardiovaskular
Beberapa penyakit pada sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan mati mendadak antara lain:
1. Penyakit Jantung iskemik
2. Infark Miokard
3. Penyakit Katup Jantung
4. Miokarditis
5. Kardiomiopati
6. Kelainan Arteri
1.) Penyakit Jantung Iskemik

Dengan perhitungan kasar, sekitar 62% dari semua


kematian mendadak karena penyakit jantung, disebabkan oleh
arteriosklerosis pada arteri koroner. Terbentuknya sumbatan pada
lumen cabang pembuluh darah yang partial atau total yang luas
ataupun hanya setempat dapat menyebabkan arteri tidak dapat
mengirim darah yang adekuat ke miokardium. Sebagai akibatnya
akan terjadi coronary artery insufficiency dan jantung secara tibatiba berhenti. Obstruksi yang signifikan pada lumen arteri
koronaria adalah jika membatasi 75% lumen atau setidaknya 80%
dari lumen yang normal harus hilang sebelum timbul infark
miokard.
Untuk dapat menyebabkan kematian, tidak perlu harus ada
penyumbatan. Adanya penyenmpitan atau penebalan, khususnya
pada ramus descenden a. coronaria sinistra, yaitu arteri yang
mensuplai darah bagi sistem konduksi (pacemaker). Dengan
berkurangnya suplai darah ke tempat tersebut, yang terjadi pada
waktu melakukan kerja fisik (oleh karena ada penebalan atau
penyempitan, sehingga tidak bisa melebar sewaktu dibutuhkan),
terjadi hipoksia yang diikuti fibrilasi atrium dan berakhir dengan
kematian.
Tempat

dimana

a.

coronaria

sering

mengalami

penyempitan, adalah:
a.) ramus descenden a. coronaria sinistra (45-64%)
b.) a. coronaria dextra (24-46%)
c.) a. circumflexa coronaria sinistra (3-10%)
d.) pangkal a. coronaria sinistra (0-10%)

Stenosis dari arteri koroner oleh ateroma sangat sering


terjadi, konsekuensinya terjadi pengurangan aliran darah ke otot

jantung yang dapat menyebabkan kematian dengan berbagai cara,


yaitu:
a.) Insufisiensi koroner akibat penyempitan lumen utama akan
mengakibatkan iskemia kronik dan hipoksia dari otot-otot
jantung di bawah stenosis. Otot jantung yang mengalami
hipoksia mudah menyebabkan aritmia dan fibrilasi ventrikel,
terutama pada adanya beban stress seperti olahraga atau emosi.
b.) Komplikasi dari ateroma dapat memperburuk stenosis koroner
dan kematian otot jantung yang mengikutinya. Plak ateroma
ulseratif dapat pecah atau hancur, mengisi sebagian atau
seluruh pembuluh darah dengan kolesterol, lemak dan debris
fibrosa. Pecahan ini akan terbawa ke arah distal pembuluh
darah dan pada percabangan pembuluh darah menyumbat
pembuluh darah dan menyebabkan multipel mini-infark.
Bagian endotel dari plak yang hancur dapat bertindak seperti
katup dan menutup total pembuluh darah. Komplikasi lain
adalah perdarahan sub-intima yang terjadi pada plak,
membesarkannya

secara

tiba-tiba

dan

menutup

lumen

pembuluh darah.
c.) Trombosis koroner
d.) Miokard infark, terjadi ketika stenosis berat terjadi atau terjadi
oklusi total dari pembuluh darah, bila pembuluh darah kolateral
di tempat bersangkutan tidak cukup memberi darah pada
daerah yang bersangkutan. Infark umumnya baru terjadi bila
lumen tertutup lebih dari atau sama dengan 70%.
e.) Lesi pada sistem konduksi jantung. Efek dari infark yang besar
adalah mengurangi fungsi jantung karena kegagalan pompa dan
otot yang mati tidak dapat berkontraksi atau menyebabkan
aritmia dan fibrilasi ventrikel. Infark yang dapat dilihat dengan
mata secara makroskopik tidak terjadi saat kematian mendadak,
karena perlu beberapa jam agar oklusi jantung menjadi jelas.

Tapi efek fatal dari infark dapat terjadi pada setiap saat setelah
otot menjadi iskemik.
f.) Infark miokard yang ruptur dapat menyebabkan kematian
mendadak karena hemoperkardium dan tamponade jantung.
Keadaan ini umumnya terjadi pada wanita tua, yang
mempunyai miokardium yang rapuh, namun tidak menutup
kemungkinan terjadi pada semua orang. Keadaan ini cenderung
terjadi dua atau tiga hari setelah onset infark dan bagian otot
yang infark menjadi lunak. Ruptur terkadang terjadi pada
septum interventrikuler, menyebabkan leftright shunt pada
jantung.
g.) Fibrosis miokard, terjadi ketika infark miokard menyembuh
karena miokardium tidak dapat berprofilerasi. Sebuah daerah
fibrosis yang besar di ventrikel kiri dapat kemudian
membengkak karena tekanan yang tinggi selama sistole
membentuk aneurisma jantung yang mengurangi fungsi
jantung.
h.) Ruptur otot papilaris, dapat terjadi karena infark dan nekrosis.
Keadaan ini memungkinkan katup mitral mengalami prolaps
dengan gejala insufisiensi mitral dan bahkan kematian.
Ateroma pada arteri koroner bisa fokal dengan plak yang
irreguler dengan berbagai ukuran atau dalam jumlah sedikit dan
terlokalisir dengan sisa lumen lain pada sistem kardiovaskuler
hampir normal.
2.) Infark Miokard
Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung akibat
insufisiensi aliran darah. Insufisiensi terjadi karena spasme dan
atau sumbatan karena sklerosis dan trombosis. Infark miokard
adalah patologik (gejala klinisnya bervariasi, kadang tanpa gejala
apapun), sedangkan infark miokard akut adalah pengertian klinis

(dengan gejala diagnosis tertentu). Kematian dapat terjadi dalam


beberapa jam awal atau hari setelah infark dan penyebab segeranya
adalah fibrilasi ventrikel.
Beberapa komplikasi infark miokard yang mungkin timbul
antara lain:
a) Ruptur jantung, merupakan penyebab umum timbulnya
haemoperikardium dan cardiac tamponade. Ruptur selalu
terjadi selama infark. Ruptur paling sering terjadi pada
bagian distal dinding ventrikel kiri.
b) Trombosis mural, tidak dapat disepelekan jika infark
terjadi pada endokardium ventrikel kiri.
c) Perikarditis, terjadi bersama dengan infark transmural.
Perikardium viseral menjadi berwarna merah keunguan
dengan vaskular blush pada permukaannya.
d) Fibrosis miokard, pada orang tua dapat menyebabkan
hipertrofi ventrikel pada hipertensi dan meyebabkan
iskemik relatif.
e) Aneurisma jantung, terjadi dimana daerah fibrosis yang
luas menggantikan infark transmural sebelumnya.
3.) Penyakit Katup Jantung
Penyakit katup jantung biasanya mempunyai riwayat yang
panjang. Kematian mendadak dapat terjadi akibat rupture valvula.
Kematian mendadak juga dapat terjadi pada stenosis aorta
kalsifikasi (calcific aorta stenosis) kasus ini disebabkan oleh
penyakit degenerasi dan bukan karditis reumatik. Penyakit ini lebih
banyak pada pria dari pada wanita dan timbul pada usia sekitar 60
tahun atau lebih.
Stenosis aorta menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri,
bahkan lebih nyata dibanding pada hipertensi. Jantung dapat
mencapai berat 800 1000 gram. Penyebabnya biasanya adalah

kalsifikasi pada katup jantung menyebabkan katup menjadi tebal


dan kaku. Pada tingkat lanjut, seluruh katup mungkin hampir tidak
dapat dikenali, massa seperti kapur, dengan lumen hampir tidak
cukup lebar untuk memuat sebuah pensil. Katup aorta yang sempit,
menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri dan menyebabkan
hipertrofi otot dalam rangka memompa stroke volume yang sama
melewati lubang yang lebih sempit. Efek yang lain adalah
penurunan tekanan perfusi koroner, dan akan lebih buruk jika
terjadi regurgitasi. Kematian mendadak umumnya terjadi pada usia
di atas 60 tahun, namun terjadi pula pada orang yang lebih muda
dengan kelainan kongenital berupa katup aorta yang bikuspid.2,3,4
4.) Miokarditis
Miokarditis biasanya tidak menunjukkan gejala dan sering
terjadi pada dewasa muda. Diagnosis miokarditis pada kematian
mendadak

hanya

dapat

ditegakkan

dengan

pemeriksaan

histopatologik. Otot jantung harus diambil sebanyak 20 potongan


dari 20 lokasi yang berbeda dari pemeriksaan ini. Pada
pemeriksaan histopatologik tampak peradangan interstisial dan
atau parenkim, edema, perlemakan, nekrosis, degenerasi otot
hingga miolisis. Infiltrasi leukosit berinti tunggal, plasmosit dan
histiosit tampak jelas. 2,3,4
5.) Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah suatu kelainan pada miokardium
yang dihubungkan dengan disfungsi jantung dimana belum
diketahui penyebab yang pasti. Kardiomiopati bukan merupakan
hasil dari arteriosklerosis, hipertensi, kongenital, atau penyakit
katup jantung. Kardiomiopati dapat digolongakan menjadi 3, yaitu:
dilated/kongesti,

hipertrofi,

dilated/kongesti,

jantung

dan

dengan

restriktif-obliteratif.
nyata

membesar,

Pada
dengan

10

miokardium yang lembek dan perbesaran pada semua ruang.


Secara mikroskopis, terdapat degenerasi dan atau hipertrofi serat
otot, fibrosis miokardium yang fokal atau difus, infiltasi sel
mononuklear, dan kadang infiltrasi lemak. 2,3,4
6.) Kelainan Arteri
Sebagai

penyebab

kematian

mendadak,

satu-satunya

penyakit arteri yang penting adalah yang dapat menjadi aneurisma,


sehingga mudah ruptur. Aneurisma paling sering terjadi di aorta
thoracalis dan aneurisma atheromatous padaaorta abdominalis,
yang biasanya terjadi pada laki-laki berusia di atas lima puluh
tahun. Akibat dari ruptur aneurisma tergantung pada lokasi ruptur.
Jika ruptur terjadi pada aneurisma aorta ascenden, maka
medistinum, bahkan trachea, bronkus, dan esophagus. Ruptur pada
aorta thoracalis pars descendent biasanya selalu ruptur ke cavum
pleura. Pada aorta pars abdominalis ruptur biasanya terjadi sedikit
di atas bifucartio. Jika aneurisma juga melibatkan arteri-arteri
iliaca, maka ruptur akan terjadi di sekitar pembuluh darah tersebut.
Perdarahan biasanya retroperitoneal dan kolaps mendadak bisa
terjadi. Ruptur mungkin ke arah rongga retroperitoneal atau
kadang-kadang sekitar kantung kencing.
Selain rupturnya aneurisma, mati mendadak oleh karena
kelainan aorta juga disebabkan oleh koarktasio aorta, meskipun
biasanya berakibat terjadinya ruptur dan deseksi. Kematian terjadi
beberapa jam atau hari setelah gejala muncul. Gejala atau keluhan
yang paling sering muncul pada umumnya adalah rasa sakit.

Aneurisma Aorta
I.

Definisi

11

Istilah aneurisma berasal dari bahasa yunani aneurysma berarti


pelebaran. Aneurisma adalah suatu keadaan dilatasi lokal permanen dan
ireversibel dari pembuluh darah, dilatasi ini minimal 50% dari diameter
normal. Ectasia adalah diltasi arteri kurang dari 50% dari diameter normal.
Diameter normal dari aorta dan arteri tergantung pada usia, jenis kelamin,
ukuran tubuh, dan faktor lainnya. Pada pria, aorta infrarenal biasanya
antara 14 dan 24 mm, dan wanita antara 12 dan 21 mm.7
Lapisan arteri yang kontak langsung dengan darah adalah tunika
intima, sering disebut intima. Lapisan ini dibentuk terutama oleh sel
endothelial. Berdekatan dengan lapisan ini adalah tunika media, disebut
juga lapisan media terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and jaringan
elastik. Lapisan paling luar disebut tunika adventitia tersusun oleh jaringan
ikat. Terdapat true aneurysm dan false aneurysm. Pada true
aneurysm: melibatkan ketiga lapisan dinding arteri termasuk intima atau
endotel. Sedangkan false aneurysm atau pseudoaneurisma hanya
melibatkan lapisan terluar dari dinding arteri yaitu tunika adventitia.7
Sebagian besar aneurisma aorta (AA) terjadi pada aorta
abdominalis; disebut aneurisma aorta abdominal atau abdominal aortic
aneurysms (AAA). Aneurisma yang terbentuk di aorta torakalis, disebut
thoracic aneurysm (TA). Aneurisma yang terbentuk di segmen torak dan
abdomen disebut thoracoabdominal aneurysms (TAA).10
II.

Klasifikasi
Aneurisma dapat digolongkan berdasarkan bentuknya: sakular dan
fusiform. Aneurisma sakular menyerupai kantong (sack) kecil, aneurisma
hanya melibatkan sebagian dari lingkar arteri dimana aneurisma berbentuk
seperti kantong yang menonjol dan berhubungan dengan dinding arteri
melalui suatu leher yang sempit; aneurisma fusiformis menyerupai
kumparan, dilatasi simetris dan melibatkan seluruh lingkar arteri.7

12

Gambar 1. Tipe aneurisma


(http://www.yalemedicalgroup.org/stw/images/125471.jpg)
Berdasarkan

etiologi

aneurisma

umunya

dibedakan:(1)

degenerative aneurysms, disebabkan oleh perubahan aterosklerosis pada


dinding pembuluh darah. Patogenesis aneurisma akan dijelaskan di bagian
lain, proses melibatkan berbagai faktor antara lain predisposisi genetik,
penuaan/aging, aterosklerosis, inflamasi dan aktivasi enzim proteolitik
lokal. (2) Aneurisma kongenital dan aneurisma yang berhubungan dengan
arteritis dan penyakit jaringan ikat sangat jarang.7

13

Gambar 2. Tipe Aneurisma torasika desenden. A) distal arteri subklavia kiri


sampai sela iga enam; B) sela iga enam sampai dibawah diafragma; C) seluruh
aorta desenden. ( Chris Akers, 2006 diambil dari Sabiston Textbook of Surgery)
Berdasarkan letak yang tersering aorta torasika dan aorta abdominalis.
Aneurisma torasika dapat menyerang aorta torasika desenden dibawah arteri
subklavia kiri, aorta asenden diatas katup aorta, dan arkus aorta. Aorta desenden
paling sering terserang. Aoneurisma aorta abdominal dibagi menjadi aneurisma
aorta infrarenal ---aneurisma mengenai sebagian segmen aorta dibawah arteri
renalis; aneurisma aorta juxtarenalmengenai seluruh segmen aorta dibawah
arteri renalis; aneurisma aorta pararenalis--sampai mengenai pangkal arteri
renalis; aneurisma aorta suprarenalisaneurisma meluas sampai diatas artei
renalis. Pada aneurisma aorta abdominal lokasi tersering adalah infrarenal.7

14

Gambar 3. Tipe aneurisma aorta abdominal. I) Infrarenalis; II) Juxtarenalis; III)


Pararenalis; IV) Suprarenalis. (Mayo Foundation for Medical Education and
Research diambil dari Sabiston Textbook of Surgery)
III.

Etiologi
Aneurisma dapat terjadi sebagai kelainan kongenital atau akuisita.
Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, defek pada beberapa
komponen dari dinding arteri serta beberapa faktor risiko untuk terjadinya
aneurisma aorta meliputi tekanan darah yang tinggi, kadar kolesterol yang
tinggi, diabetes, perokok tembakau, dan alkohol.
Pembentukan aneurisma paling sering terjadi pada populasi usia tua.
Penuaan

menyebabkan

perubahan

kolagen

dan

elastin,

yang

mengakibatkan melemahnya dinding aorta dan pelebaran aneurisma.10


False aneurysm paling sering terbentuk di aorta desenden dan timbul
akibat ekstravasi darah kedalam suatu kantong yang lemah yang dibentuk
oleh tunika adventitia pembuluh darah, karena peningkatan tegangan
dinding, false aneurysm dapat terus membesar dari waktu ke waktu.10
Sindrom Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat yang ditandai
adanya abnormalitas dari skletal, katup jantung, dan mata.

Individu

dengan penyakit ini memiliki resiko untuk terbentuknya aneurisma

15

terutama anurisma aorta torakalis. Sindrom Marfan merupakan kelainan


genetik autosomal dominan dimana terjadi abnormalitas dari fibrilin suatu
protein struktural yang ditemukan di aorta.10
Sindrom Ehler-Danlos tipe IV merupakan suatu penyakit yang
ditandai oleh defisiensi kolagen tipe III, dan individu dengan penyakit ini
dapat memiliki resiko terbentuknya aneurisma di bagian manapun dari
aorta.10
IV. Patogenesis
Aorta manusia adalah sirkuit yang relatif rendah tahanan untuk
peredaran darah. Ekstremitas bawah memiliki tahanan arteri yang terbesar,
dan trauma yang berulang sebagai cerminan gelombang arterial pada distal
aorta dapat mencederai dinding aorta dan menyebabkan degenerasi
aneurisma. Hipertensi sistemik juga dapat mencederai, dan mempercepat
ekspansi aneurisma.11
Secara hemodinamik, keadaan dilatasi aneurisma dan peningkatan
stress dinding sesuai dengan hukum Laplace. Spesifiknya, hukum Laplace
menyatakan bahwa tekanan dinding proporsional terhadap tekanan dikali
radius dari arterial (T = P x R). Peningkatan diameter, diikuti dengan
peningkatan tekanan dinding, sebagai respon terhadap peningkatan
diameter. Meningkatnya tekanan, maka meningkat pula risiko ruptur.
Peningkatan tekanan (hipertensi sistemik) dan meningkatnya ukuran
aneurisma memicu tekanan pada dinding dan lebih lanjut meningkatkan
risiko ruptur.11
Patogenesis dari pembentukan aneurisma aorta abdominalis belum
dimengerti secara baik. Aneurisma aorta abdominalis dikarakteristikkan
dengan destruksi elastin dan kolagen pada tunika media dan adventitia,
hilangnya sel otot polos tunika media dengan penipisan dinding pembuluh,
dan infiltrat limfosit dan makrofag transmural. Atherosclerosis adalah
gambaran utama yang mendasari aneurisma.11

16

Terdapat beberapa mekanisme dalam patogenesis aneurisma aorta


abdominalis:
-

Degradasi

proteolitik

dari

dinding

jaringan

ikat

aorta

pembentukan aneurisma melibatkan proses yang komplek dari


destruksi tunika media aorta dan jaringan penyokongnya melalui
degradasi elastin dan kolagen. Pada model in vivo dari
pembentukan aneurisma aorta abdominalis, meliputi aplikasi
calcium chloride dan perfusi elastase intraluminal, telah digunakan
untuk meningkatkan peran berbagai protease selama pembentukan
aneurisma. Model tersebut, sebaik yang telah dipelajari juga pada
jaringan aorta manusia, menunjukkan bahwa berbagai matrix
metalloproteinase proteinases (MMPs), berasal dari makrofag dan
sel otot polos aorta, memainkan peran terintegrasi dalam
pembentukan aneurisma. Disolusi kolagen intersisial mengikuti
ekspresi dari collagenase MMP-1 dan MMP-13 pada aneurisma
aorta abdominalis manusia. Elastase MMP-2 (gelatinase A), MMP7 (matrilysin), MMP-9 (gelatinase B), dan MMP-12 (elastase
makrofag) juga meningkat pada jaringan aneurisma aorta. Matrix
metalloproteinase proteinases-12 (MMP-12), diekspresikan tinggi
pada aneurisma aorta abdominalis manusia dan dapat berperan
penting dalam inisiasi aneurisma. Sebagai tambahan, tingginya
kadar MMP-2, ditemukan pada aneurisma aorta yang kecil,
menunjukkan peran MMP-2 pada pembentukan awal aorta. Terakhir
elastase MMP-9 yang dapat diinduksi meningkat pada jaringan
aorta, juga pada serum pasien aneurisma. Selama pembentukan
aneurisma, keseimbangan remodeling dinding pembuluh antara
MMPs

dan

inhibitornya

yaitu

Tissue

Inhibitors

of

Metalloproteinases (TIMPs), menentukan degradasi elastin dan


kolagen. Lebih lanjut mekanisme biologis yang menginisiasi
proteolitik enzim pada aorta belum diketahui (Wassef,2001). Pada
tahap awal aneurisma aorta abdominalis, peningkatan kadar kolagen

17

disproporsional dimana kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan


elastin. Fenomena ini mencerminkan peningkatan destruksi elastin
oleh elastase, insufisiensi elastin disebabkan deplesi VCMCs,
mempercepat tegangan dinding dan kompensasi dengan akumulasi
kolagen. Akibat masa kolagen dan peningkatan lingkar aorta, serat
elstin menyebar ke area yang lebih luas dan serat elstin gagal untuk
mengimbangi beban hemodinamik. Semua perubahan lambat laun
meningkatkan diameter aorta. Hal ini juga diketahui bahwa elastin
memperkuta dinding aorta terhadap gelombang pulsatil. Sejumlah
penelitian telah menunjukkan bahwa aktivitas elastase meningkat
dalam aorta pasien dengan penyakit aneurisma. Jadi, elastolisis
dapat menjadi gangguan utama yang mempengaruhi sifat mekanik
aorta. Akibatnya, serat kolagen interstisial melakukan peran utama
dalam bantalan tegangan mekanik. Namun, proses kompensasi ini
memiliki sebuah titik akhir. Di luar batas ini, jaringan kolagen tidak
dapat mengkompensasi dampak hemodinamik dan ekspansi aorta
terus terjadi.8
-

Inflamasi dan respon imungambaran histologi yang menonjol dari


aneurisma aorta abdominalis adalah infiltrasi transmural oleh
makrofag dan limfosit. Dihipotesiskan bahwa sel ini secara simultan
melepaskan kaskade sitokin yang menghasilkan aktivasi berbagai
protease. Pemicu untuk influk dan migrasi leukosit belum diketahui,
tetapi paparan produk degradasi elastin pada dinding aorta dapat
berperan sebagai primary chemotactic attractant untuk infiltrasi
makrofag. Konsep bahwa pembentukan aneurisma adalah respon
autoimun didukung oleh infiltrat ekstensif dari limfosit dan monosit,
juga deposisi imunogobulin G yang reaktif terhadap matriks protein
ekstraselular pada dinding aorta. Tunika adventitia tampaknya
adalah area utama yag menjadi tempat infiltrasi leukosit dan
aktivasi inisial MMP. Sitokin dari makrofag dan limfosit meningkat
pada dinding aneurisma aorta, meliputi IL-1, TFN-a, IL-6, IL-8,

18

MCP-1, IFN-g, dan GM-CSF. Sitokin inflamatori ini, bersama


dengan plasminogen aktivator, menginduksi ekspresi dan aktivasi
dari MMPs dan TIMPs.11
-

Stress biokimia pada dindingletak terbanyak adalah infrarenal


untuk pembentukan aneurisma aorta abdominalis menunjukkan
perbedaan potensial pada struktur aorta, biologi dan stress
disepanjang aorta. Peningkatan shear dan tension pada dinding
aorta menghasilkan remodeling kolagen. Lebih lanjut, penurunan
rasio elastin terhadap kolagen dari proksimal ke distal aorta dapat
relevan secara klinis semenjak penurunan elastin berhubungan
dengan dilatasi aorta, sementara degradasi kolagen adalah
predisposisi untuk ruptur. Saat aneurisma terbentuk, maka
peningkatan stress dinding adalah penting dalam percepatan dilatasi
dan

peningkatan

risiko

ruptur.

-blockers

berperan

untuk

mengurangi stress dinding dan telah diperkirakan berperan protektif


untuk dilatasi aneurisma dan ruptur pada model binatang.11
-

Molekular genetikfamilial cluster dan subtype HLA menunjukkan


baik peran genetik dan imunologis dalam patognesis aneurisma.
Yang terbaru, tidak ada polimorfisme gen tunggal atau defek yang
dapat diidentifikasi sebagai denominator yang paling sering untuk
aneurisma aorta abdominalis. Beberapa fenotip telah ditemukan
berhubungan dengan pembentukan aneurisma aorta abdominalis.
Sebagai contoh, Hp-2-1 fenotip haptoglobin dan defisiensi a1antitrypsin berasosiasi dengan pembentukan aneurisma. Sebagai
tambahan, adanya penurunan frekuensi aneurisma pada pasien
dengan Rh-negative blood group dan penngkatan frekuensi pada
pasien dengan MN atau Kell-positive blood groups.11

Mekanisme gabungankombinasi dari faktor multipel meliputi


stress

hemodinamik

lokal,

fragmentasi

tunika

media,

dan

presdiposisi genetik, lewat mekanisme imunologi yang tidak


diketahui menstimulasi sel-sel inflamasi kedalam dinding aorta. Sel

19

inflamasi

kemudian

melepaskan

chemokine

dan

sitokin

menghasilkan influk lebih lanjut dari leukosit dengan ekspresi dan


aktivasi protease, terutama MMPs. Protease ini menghasilkan
degradasi tunika media dan dilatasi aneurisma. Peningkatan stress
dinding kemudian melanjutkan proses proteolisis dan progresifitas
dilatasi aneurisma dengan ruptur aorta jika tidak ditangani dengan
tepat.11

Gambar 4. Skema patogenesis aneurisma aorta


(http://lh6.ggpht.com/_I0UHlGxoP6A/SaQOl5ai79I/AAAAAAAAAkw/QwSvrTz
58oo/clip_image0204.jpg)
V.

Gejala dan Tanda


Aneurisma terbentuk secara perlahan selama beberapa tahun dan
sering tanpa gejala. Jika aneurisma mengembang secara cepat, maka
terjadi robekan (ruptur aneurisma), atau kebocoran darah disepanjang
dinding pembuluh darah ( aortic dissection), gejala dapat muncul tiba-tiba.
10

a. Aneurisma Aorta Abdominalis.


Aneurisma asimptomatikaneurisma ini biasanya ditemukan saat
pemeriksaan fisik rutin dengan dideteksinya pulsasi aorta yang prominen.

20

Lebih sering aneurisma asimptomatik ditemukan sebagai penemuan


insidental saat pemeriksaan USG abdomen atau CT scan. Denyut perifer
biasanya normal, tetapi penyakit arteri oklusif pada renal atau ekstremitas
bawah sering ditemukan pada 25% kasus. Aneurisma arteri popliteal
terdapat pada 15% kasus pasien dengan aneurisma aorta abdominalis.9
Aneurisma simptomatiknyeri midabdominal atau punggung bawah atau
keduanya dan adanya pulsasi aorta prominen dapat mengindikasikan
pertumbuhan aneurisma yang cepat, ruptur, atau aneurisma aorta
inflamatorik. Aneurisma inflamatorik terhitung kurang dari 5% dari
aneurisma aorta dan dikarakteristikkan dengan inflamasi ekstensif
periaortic dan retroperitoneal dengan sebab yang belum diketahui. Pada
pasien ini terdapat demam ringan, peningkatan laju endap darah, dan
riwayat infeksi saluran pernapasan atas yang baru saja; pasien sering
sebagai perokok aktif. Infeksi aneurisma aorta (baik dikarenakan oleh
emboli septik atau kolonisasi bakteri aorta normal dari aneurisma yang
ada) sangat jarang terjadi tetapi harus diperkirakan pada pasien dengan
aneurisma sakular atau aneurisma yang bersamaan dengan fever of
unknown origin.9
Ruptur aneurismapasien dengan ruptur menderita nyeri hebat pada
punggung, abdomen, dan flank serta hipotensi. Ruptur posterior terbatas
pada retroperitoneal dengan prognosis yang lebih baik daripda ruptur
anterior ke rongga peritoneum. Sembilan puluh persen meninggal sebelum
tiba di rumah sakit. Satu-satunya kesempatan untuk menolong adalah
perbaikan bedah emergensi.9

21

Tabel 1. Faktor Resiko Ruptur Aneurisma Aorta Abdominalis (Sabiston


Textbook of Surgery)

Gejala ruptur antara lain:


-

Sensasi pulsasi di abdomen


Nyeri abdomen yang berat, tiba-tiba, persisten, atau konstan. Nyeri
dapat menjalar ke selangkangan, pantat, atau tungkai bawah.

Abdominal rigidity
Nyeri pada punggung bawah yang berat, tiba-tiba, persisten, atau
konstan, dapat menjalar ke selangkangan, pantat, atau tungkai
bawah

Anxietas

Nausea dan vomiting

Kulit pucat

Shock

Massa abdomen

b. Aneurisma Aorta Thoracica


Manifestasi klinisnya tergantung dari besarnya ukuran, posisi aneurisma,
dan kecepatan tumbuhnya. Sebagian besar adalah asimptomatik dan
ditemukan dalam prosedur diagnostik untuk keadaan lain. Beberapa pasien
mengeluh nyeri substernal, punggung, atau leher. Yang lainnya menderita
dispneu, stridor, atau batuk akibat penekanan pada trakhea, disphagia

22

akibat penekanan pada esophagus, hoarseness akibat penekanan pada


nervus laryngeus recurrent sinistra, atau edema leher dan lengan akibat
penekanan pada vena cava superior. Regurgitasi aorta karena distorsi
anulus valvula aortikus dapat terjadi dengan aneurisma aorta ascenden.10
Diseksi Aorta
I.

Definisi dan Klasifikasi Diseksi Aorta


Diseksi aorta didefinisikan sebagai pemisahan lapisan dalam
dinding aorta. Robekan lapisan intima mengalami penyebaran darah
diseksi (proksimal atau distal) sekunder darah yang

memasuki ruang

intima-media. Sebuah diseksi aorta akut (<2 minggu) dikaitkan dengan


morbiditas dan tingkat kematian yang tinggi. Kematian tertinggi terjadi
dalam 7 hari pertama, kebanyakan pasien meninggal sebelum dibawa atau
sebelum diagnosis dibuat di IGD. Pasien dengan diseksi aorta kronis (> 2
minggu) memiliki prognosis yang lebih baik. Meskipun terdapat kemajuan
dalam modalitas diagnostik dan terapi, tetapi angka kematian masih tinggi
pada diseksi aorta. 12
Klasifikasi Stanford membagi diseksi aorta ke dalam dua tipe yaitu:
tipe A disekan meliputi aorta ascenden dan desenden, tipe B - disekan
hanya terjadi di aorta desenden. Klasifikasi DeBakey membagi diseksi
aorta menjadi tiga tipe, yaitu: tipe I disekan melibatkan seluruh bagian
aorta, tipe II disekan hanya melibatkan aorta ascenden, tipe III disekan
hanya

melibatkan

aorta

descenden.

Beberapa

penelitian

terkini

menunjukkan bahwa perdarahan intramural, hematoma intramural dan


ulkus aortic merupakan tanda-tanda yang menyertai suatu proses disekan.
Diseksi aorta akut tipe B klasifikasi Stanford memiliki tingkat
mortalitas yang lebih rendah dibanding tipe A. Pasien dengan diseksi aorta
tipe B tanpa komplikasi, angka mortalitasnya 10% dalam 30 hari. Pasien
yang mengalami komplikasi iskemik pada organ ginjal atau visceral
hingga.12

23

Gambar 5. Klasifikasi diseksi aorta


II.

Epidemiologi Aorta Disekan


Diseksi aorta merupakan kelainan aorta yang berbahaya, dengan
frekuensi 2-3 kali lebih sering dibanding ruptur aorta abdominal. Bila tidak
ditatalaksana, sekitar 33% pasien meninggal pada 24 jam pertama, dan
50% meninggal setelah 48 jam. Kematian setelah 2 minggu mencapai 75%
pada pasien dengan diseksi aorta asenden yang tidak terdiagnosis. Angka
kematian pasien dengan diseksi aorta adalah 1-2% per jam dalam 24-48
jam.13

III.

Etiologi dan Faktor Risiko Aorta Disekan


Diseksi aorta dapat diakibatkan oleh baik faktor kelainan
kongenital maupun kelainan didapat. Diseksi aorta lebih umum terjadi
pada pasien dengan hipertensi, gangguan jaringan penyambung, stenosis

24

aorta kongenital atau stenosis katup bikuspid, serta pada orang- orang
dengan riwayat pembedahan toraks.14
Kelainan aorta dapat disebabkan oleh beberapa kelainan herediter
berikut:14,15
1.

Sindrom Marfan

2.

Sindrom Ehlers-Danlos

3.

Annuloaortic ectasia

4.

Diseksi aorta familial

5.

Penyakit polikistik ginjal

6.

Sindrom Turner

7.

Sindrom Noonan

8.

Osteogenesis imperfekta

9.

Stenosis katup bikuspid

10.

Koarktasio aorta

11.

Gangguan jaringan penyambung

12.

Gangguan metabolisme (homosistinuria, hiperkolesteromia)


Hipertensi merupakan faktor predisposisi penting pada diseksi
aorta. Pasien dengan diseksi aorta 70% memiliki tekanan darah tinggi.
Hipertensi atau aliran darah berdenyut dapat menyebarkan diseksi tersebut.
Kehamilan juga dapat menjadi faktor risiko diseksi aorta, terutama pada
pasien dengan sindrom Marfan. Diperkirakan 50% dari semua kasus
diseksi aorta terjadi pada wanita hamil dengan usia kurang dari 40 tahun.
Kebanyakan kasus terjadi pada trimester ketiga atau pada periode awal
postpartum.14
Keadaan lain yang dapat menyebabkan diseksi aorta meliputi: 14

1. aortitis Sifilis
2. trauma dada deselerasi
3. penggunaan kokain
Diseksi aorta iatrogenik dapat terjadi melalui beberapa prosedur kardiologi
berikut : 14

25

1. Penggatian katup aorta dan katup mitral


2. Pembedahan Coronary artery bypass graft
3. Penggunaan

kateter

perkutaneus

(seperti

kateterisasi

jantung,

percutaneous transluminal coronary angioplasty)


IV.

Patogenesis
Setiap mekanisme yang menyebabkan kelemahan pada lapisan
media dinding aorta yang diikuti dengan peningkatan wall stress akan
menyebabkan dilatasi aneurismatik

dan

selanjutnya

dapat

terjadi

pendarahan intramural, diseksi aorta hingga ruptur dinding aorta.12


Hipertensi

memegang

peranan

penting

dalam

terbentuknya

aneurisma karena terjadinya perlemahan dinding aorta, terutama tunika


media. Daerah yang paling sering terkena adalah aorta abdominalis dan
torakal. 16
Diseksi aorta merupakan terjadinya robekan yang memisahkan
bagian dinding aorta, terutama intima dan media dengan adventitia. Darah
akan mengalir melalui robekan yang memisahkan lapisan intima dengan
lapisan media atau lapisan andventisia, yang kemudian membentuk ruang
(hematom) menyebabkan penekanan pada muara cabang-cabang aorta atau
menimbulkan penekanan pada struktur di sekitar hematoma tersebut.
Robekan awal pada intima biasa terjadi di daerah aortic root atau isthmus
aorta dan dapat menimbulkan robekan luas yang mengenai daerah
sepanjang aorta. 17
Diseksi aorta akan membentuk sirkulasi antegrad maupun retrograd
melalui celah robekan intima tersebut, kadang melibatkan cabang-cabang
utama

dan

menyebabkan

beberapa

komplikasi

berupa

sindroma

malperfusi, tamponade atau regurgitasi katup aorta.18


Penyebab lainnya adalah penyakit jaringan ikat turunan (sindroma
Marfan dan sindroma Ehlers-Danlos), kelainan bawaan pada jantung dan
pembuluh darah (koartasio aorta, patent ductus arteriosus dan kelainan
pada katup aorta), arteriolosklerosis, cedera. Meskipun jarang, suatu

26

diseksi bisa terjadi ketika dokter memasukkan selang ke dalam suatu arteri
(misalnya pada aortografi atau angiografi)

atau ketika melakukan

pembedahan jantung dan pembuluh darah.12


Sindrom Marfan hasil dari mutasi pada gen-1 fibrillin (FBN1) pada
kromosom 15, yang mengkode untuk fibrillin glikoprotein. Fibrillin adalah
sebuah blok bangunan utama mikrofibril, yang merupakan komponen
struktural dari ligamentum suspensori lensa dan berfungsi sebagai substrat
untuk elastin dalam aorta dan jaringan ikat lainnya. Kelainan melibatkan
mikrofibril melemahkan dinding aorta sehingga terjadi dilatasi aorta atau
diseksi aorta. 12
Sindrom Ehler- Danlos tipe IV merupakan suatu penyakit yang
ditandai oleh defisiensi kolagen tipe III, dan individu dengan penyakit ini
dapat memiliki risiko terbentuknya aneurisma di bagian manapun dari
aorta. Jika aneurisma mengembang secara cepat, maka terjadi robekan
(ruptur aneurisma) atau kebocoran darah di sepanjang dinding pembuluh
darah (diseksi aorta).12

Gambar 6. Proses disekan pada dinding aorta

b. Penyakit Sistem Respirasi

27

Kematian biasanya melalui mekanisme perdarahan, asfiksia,


dan atau pneumothoraks. Perdarahan dapat terjadi pada tuberculosis
paru, kanker paru, bronkiektasis, abses, dan sebagainya. Sedangkan
asfiksia terjadi pada pneumonia, spasme saluran nafas, asma, penyakit
paru obstruktif kronis, aspirasi darah atau tersedak. 2,3,4
c. Penyakit Sistem Gastrointestinal
Kematian dapat cepat terjadi pada kasus perdarahan akibat
gastritis kronis atau ulkus duodeni. Perdarahan fatal akibat tumor
jarang terjadi dan jika terjadi maka sering akibat dari karsinoma atau
leiomyoma. Kematian mendadak dapat juga disebabkan oleh varises
esophagus yang sering merupakan komplikasi dari sirosis hepatis
dimana mekanisme terjadinya adalah akibat dari hipertensi portal. 2,3,4
d. Penyakit Sistem Hematopoietik
1.) Limpa
Ruptur dari limpa dapat menyebabkan kolaps dan mati
mendadak dengan cepat. Limpa dapat ruptur secara spontan atau
karena trauma. Hal ini terjadi jika limpa terlibat dalam penyakit
yang cukup berat yaitu infeksi mononukleosa, hemofilia, malaria
dan tifoid.
2.) Darah
Kematian mendadak tak terduga dilaporkan oleh kasus
megaloblastik anemia. Infeksi ringan juga dapat muncul sebagai
pemicu terjadinya kematian pada beberapa keadaan anemia.Hal
tersebut juga dapat terjadi pada pasien leukemia. 2,3,4

e. Penyakit Sistem Urogenital

28

Penyakit pada ginjal dan sistem urinaria jarang menyebabkan


mati mendadak. Ada beberapa kondisi yaitu pada pasien dengan
uremia fase terminal atau dengan koma/kejang dapat terjadi mati
mendadak. 2,3,4
f. Penyakit Sistem Saraf Pusat
Kejadian mati mendadak yang berhubungan dengan penyakit
sistem saraf pusat biasanya akibat perdarahan yang dapat terjadi pada
subarachnoid atau intraserebral.
1.) Perdarahan Sub Arakhnoid Spontan (Non Trauma)
Perdarahan sub arakhnoid spontan merupakan keadaan
yang

sangat

berpotensi

mengancam

jiwa.

Penyebab

dari

perdarahan sub arakhnoid spontan ini sangat perlu diketahui karena


akan

menentukan

penatalaksanaan

selanjutnya.

Perdarahan

subarakhnoid dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat


walaupun mekanismenya masih belum jelas. Biasanya perdarahan
berasal dari sirkulus Willis, perdarahan yang paling tebal akan
melewati dasar otak, terutama sisterna basalis. Darah biasanya
akan menyebar secara lateral dan dapat menutupi seluruh
permukaan hemisfer serebral, otak bagian belakang, dan ke bawah
menuju kanalis spinalis. Perdarahan akan berwarna merah terang
pada perdarahan segar; apabila bertahan beberapa minggu akan
berwarna kecoklatan karena hemoglobin mengalami perubahan.
Hemosiderin dapat dideteksi dengan pengecatan Perl setelah
sekitar tiga hari. Penentuan sumber perdarahan terkadang sulit.
Aneurisma tampak pada 85% kasus perdarahan sub arakhnoid
spontan. 2,3,4

2.) Perdarahan Intraserebral

29

Perdarahan intraserebral non traumatik umumnya disebabkan


oleh kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi (hipertensi,
eklamsia), juga dikarenakan disfungsi autoregulasi dengan aliran darah
otak yang berlebihan (cedera reperfusi, transformasi hemoragik,
paparan dingin), pecahnya aneurisma atau malformasi arteri-vena,
arteriopati, perubahan hemostasis (trombolisis,antikoagulasi, diatesis
hemoragik), nekrosis hemoragik (tumor, infeksi), atauobstruksi aliran
vena (trombosis vena serebral). Perdarahan intraserebral secara klinis
ditandai dengan onset yang mendadak dan berkembang dengan cepat.
Perdarahan serebral lebih sering ditemui pada laki-laki
dibanding perempuan dan tidak umum terjadi pada umur muda.
Perdarahan biasanya terjadi pada orang ketika aktif dibanding
ketikaberistirahat. Hipertensi sebenarnya sering menyertai keadaan ini
dan biasanya hanya ada satu episode perdarahan yaitu ketika serangan.
Perdarahan berulang tidak umum ditemukan. Penderita biasanya
menunjukkan gejala dalam dua hingga beberapa jam. Pada perdarahan
intra serebral otak akan membengkak secara asimetris, dengan
hemisfer

yang

membengkak

mengandung

darah.

Perdarahan

subarakhnoid dapat atau tidak muncul pada dasar otak. Kematian


umumnya disebabkan kompresi dan distorsi otak tengah atau
perdarahan ke dalam sistem ventrikel.
3.) Lain-lain
Kematian mendadak jarang terjadi pada infeksi, meskipun ada abses
serebral yang ruptur, dan kematian yang cepat berhubungan dengan
meningitis (pneumokokus, meningokokus, influenza, tuberkulosa). Akut
poliomyelitis dan ensefalitis dapat menyebabkan kematian cepat jika juga
mengenai batang otak.2,3,4

BAB III

30

KESIMPULAN
Kematian mendadak merupakan kematian dalam waktu 24 jam sejak
gejala timbul. Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan.
Penyebab kematian mendadak secara garis besar yaitu karena trauma,
keracunan dan penyakit. Trauma yang dapat menyebabkan kematian mendadak
meliputi trauma

pada otak, leher, dada dan panggul. Penyakit yang dapat

menyebabkan kematian mendadak meliputi penyakit pada sistem kardiovaskular,


penyakit pada sistem respirasi, penyakit pada sistem pencernaan, penyakit pada
sistem hematopoetik, penyakit pada sistem urogenital, dan penyakit pada SSP.
Penyakit pada jantung dan pembuluh darah menduduki urutan pertama dalam
penyebab kematian mendadak.

DAFTAR PUSTAKA

31

1. Kristanto, Erwin, Tjahjanegara Winardi.Kematian Mendadak (Sudden Natural


Unexpected

Death).

http://www.freewebs.com/erwin_k/kematianmendadak.htm. Diakses tanggal


18 Juni 2015
2. Munim Idris, Abdul. 1997. Mati Mendadak Akibat Penyakit. Jakarta: Bina
Rupa Aksara, hal: 209-14.
3. Ingle J and C. Semsarian. 2007. Sudden Cardiac Death in The Young : a
clinical gebetic approach. Internal Medicine Journal. 32-37.
4. Robin and Lewiston. 2015. Unexpected, Unexplained Sudden Death in Young
Asthmatic Subjects. Journal Publication Chestnet. 790-793.
5. Anonim.

Sudden

Death

Due

to

Intracranial

Lession.

http://www.scribd.com/doc/25785441/Sudden-Death-Due-to-IntracranialLesion.Diakses tanggal 18 Juni 2015


6. Liberthson. 1996. Sudden Death From Cardiac Causes in Children and Young
Adults. The New England Journal of Medicine. 334 (16) : 1039-1044.
7. Gloviczki, P & Ricotta, JJ. Aneurysmal Vascular Disease. In Sabiston
Textbook of Surgery.18thed.2007.
8. Kadoglou, NP & Liapis, CD. Matrix Metalloproteinases: Contribution to
Pathogenesis, Diag: Pathogenesis of Abdominal Aortic Aneurysm. 2004.
http://www.medscape.com/viewarticle/475262_2. Diakses tanggal 08 Juli
2015.
9. O'Connor,

R.E.

Aneurysm,

Abdominal.

2010.

http://emedicine.medscape.com/article/756735-overview. Diakses tanggal 08


Juli 2015.
10. Tseng

,E.

Thoracic

Aortic

Aneurysm.

2009.

http://emedicine.medscape.com/article/424904-overview. Diakses tanggal 08


Juli 2015.
11. Wassef M, Baxter T, et.al. Pathogenesis of abdominal aortic aneurysms: A
multidisciplinary research program supported by the National Heart, Lung,
and

Blood

Institute.

of

Vasc

Surg.

2001.

32

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11668331. Diakses tanggal 08 Juli


2015.
12. Wahyudi, Dendi. 2007. Endovascular Stent Graft pada Diseksi Aorta Tipe B.
Jurnal Kardiologi Indonesia.
13. Wiesenfarth, John M et al. 2011. Emergent Management of Acute Aortic
Dissection. Diakses dari http://www.medscape.com pada tanggal 08 Juli 2015.
14. Mancini,

Mary

et

al.

2011.

Aorta

Dissection.

Diakses

dari

http://emedicine.medscape.com pada tanggal 08 Juli 2015.


15. Fikar, et al. 2000. Etiologic factors of acute aortic dissection in children and
young adults. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed pada tanggal
08 Juli 2015.
16. Santoso. Penyakit Jantung Hipertensif. Jurnal Kardiologi Indonesia. FKUI.
17. Rachman, Otte J. Akibat Lanjut Hipertensi Dalam Bidang Kardiologi. Jurnal
Kardiologi Indonesia. FKUI.
18. Kumar, Pannag S et al. Fatal Traumatic Rupture of Ascending Aortic
Aneurysm Having Idiopathic Cystic Medial Necrosis: An Autopsy Case.
Diakses dari http:// medind. nic.in/jal/t10/i4/jalt10.4p339.pdf pada tanggal 08
Juli 2015.

Вам также может понравиться