Вы находитесь на странице: 1из 6

TK (Thermodinamika, Energi & Pengendalian Proses)

PENINGKATAN NILAI KALOR


BATUBARA LIGNIT
MENGGUNAKAN CAMPURAN
RESIDU ASAP CAIR GAMBUT
DAMN MINYAK JELANTAH
Ikwal Idul Fikri*+, Reza Ibnu Mulia*, Achmad
Faisal Rozi Zunipar*, Sitti Sahraeni S.T.,
M.Eng.
*
Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik
Negeri Samarinda

Pembimbing Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia


Politeknik Negeri Samarinda
Jln. Ciptomangunkusumo, Kampus Gn. Lipan
Samarinda Seberang, Samarinda-KALTIM
*+
Penulis korespondensi:
ikhwal_i.fikri@yahoo.co.id
Abstrak
Menurut laporan BP statistical Review of World Energi
bulan Juni 2014, Indonesia sekarang hanya memiliki
cadangan batubara sebesar 28.017 milyar ton yang
semuanya merupakan batubara peringkat rendah. Batubara
peringkat rendah (lignit) kurang diminati karena
mengandung kadar air yang tinggi serta nilai kalor yang
rendah dengan berbagai karakteristik yang tidak
menguntungkan jika dimanfaatkan, sehingga perlu
ditingkatkan kualitasnya dengan teknologi upgrading
brown coal (UBC). Penelitian ini dimaksudkan agar dapat
meningkatkan kalori dari batubara lignit dengan
menggunakan zat aditif dari campuran residu asap cair
gambut dan minyak jelantah dengan perbandingan tertentu
sehingga dapat menjadi batubara jenis subbitominus atau
bitominus. Batubara lignit dengan variasi ukuran partikel
50, 60 dan 70 mesh masing-masing dicampurkan dengan
zat aditif (campuran residu asap cair gambut dan minyak
jelantah dengan perbandingan 1:1 dan 2:1) dengan variasi
50 g : 15 mL, 50 g : 25 mL, 50 g : 37,5 mL, 50 g : 50 mL
dan 50 g : 60 mL kemudian dipanaskan pada temperatur
175 C selama 1 jam. Batubara yang telah diberi perlakuan
tersebut kemudian dianalisa meliputi analisa proximat dan
nilai kalor. Penelitian ini menujukkan kualitas terbaik yaitu
pada ukuran 50 mesh dengan perbandingan zat aditif 1:1
(50 g : 60 mL) dengan nilai moisture 0,93 %, kadar abu
4.39 %, volatile matter 65.48%, fixed carbon 29,20%, dan
nilai kalor 7030 kkal/kg, dengan peningkatan nilai kalor
sebesar 45,11%. Proses ini dapat meningkatkan nilai kalor
batubara lignit menjadi batubara bituminus/kg, dengan
peningkatan nilai kalor sebesar 45,11%. Proses ini dapat
meningkatkan nilai kalor batubara lignit menjadi batubara
bituminus.
Kata kunci : kalor, lignit, minyak jelantah, residu asap
cair gambut, UBC

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan BP Statistical Review of World
Energy, Juni 2014. Indonesia sekarang hanya
memiliki cadangan sumber daya batubara sebesar
28.017 milyar ton yang mana sebagian besar
merupakan batubara peringkat rendah. Kalimantan
Timur (Kaltim) merupakan salah satu provinsi dengan
sumber produksi batubara terbesar di Indonesia.
menurut BPS Kaltim 2014, pada tahun 2011 produksi
batubara di Kaltim sebanyak 208.066,479 ton, pada
tahun 2012 naik menjadi 216.669,424 ton, dan pada
tahun 2013 produksinya telah mencapai 229.109,603
ton. Walaupun produksi batubara meningkat, tidak
semua batubara tersebut berkualitas tinggi melainkan
sebagian besar merupakan batubara berkualitas rendah
(batubara lignit).
Batubara peringkat rendah memiliki nilai
kalor pembakaran yang rendah, kadar sulfur serta air
yang tergolong tinggi, sehingga ketika dibakar,
banyak energi yang terbuang untuk menguapkan air
dan mengakibatkan nilai kalor yang diperoleh relatif
rendah.(patmawati Y. dkk ,2013). Selain itu batubara
ini juga umumnya mudah terbakar pada saat
pengangkutan maupun di stock-pile, sehingga tidak
mudah menanganinya. Akibatnya batubara jenis
lignite ini tidak dapat dijual atau harus dijual dengan
harga yang sangat rendah (Aswati, 2011). Berdasarkan
ditjen mineral dan batubara bulan sepember 2013
harga batubara dengan merk jual prima coal dengan
kandungan nilai kalor 6.700 Kcal/Kg memiliki harga
79,45 US$/ton dan untuk batubara dengan merk jual
Borneo BIB dengan kandungan nilai kalor 3.800
Kcal/Kg memiliki harga jual sebesar 27,53 US$/ton.
Oleh karena itu diperlukan teknolgi khusus
untuk memanfaatkan batubara peringkat rendah
tersebut agar dapat digunakan sebagaimana batubara
peringkat tinggi yang cadangannya mulai menipis
(Heriyadi, 2013). Upaya pemanfaatan batubara
peringkat rendah secara efektif telah dipecahkan
dengan ditemukannya teknologi baru dari Jepang yang
disebut dengan Upgrading Brown Coal (UBC)
(Deguchi dkk., 1999). UBC adalah teknik
memanaskan dan membuang air (dewatering) pada
batubara di dalam media minyak ringan (light oil), dan
bersamaan dengan itu mengabsorpsikan minyak berat
(heavy oil) seperti aspal secara selektif ke dalam poripori batubara sehingga dapat menutupi permukaan
batubara. Minyak berat tadi sebelumnya ditambahkan

dalam jumlah sedikit ke dalam media minyak ringan,


kurang lebih 0,5%. Minyak berat berfungsi sebagai zat
aditif sehingga melalui pemrosesan di dalam media
minyak ini, tidak hanya kalorinya yang naik, tapi
muncul pula sifat anti air (water-repellent
characteristic) dan penurunan kecenderungan suhu
bakar (lower spontaneous combustion propensity)
pada produk yang dihasilkannya (Budiharjo, 2009).
1.2 Perumusan Masalah
Proses upgrading batubara telah banyak
dilakukan dengan pencampuran zat aditif seperti
kerosin dan LSWR. Harga kerosin cukup tinggi
sedangkan penambahan LSWR dapat meningkatkan
kadar sulfur pada batubara. Pada penelitian ini akan
menggunakan residu prosuk cair pirolisis sebagai zat
aditif pada proses upgrading batubara.
1.3 Tujuan Khusus
1. Memanfaatkan residu produk cair hasil
pirolisis gambut sebagai zat aditif pada
proses upgrading batubara peringkat
rendah (lignit)
2. Menentukan
perbandingan
batubara
dengan residu produk cair pirolisis yang
memberikan kualitas batubara yang
maksimum
1.4 Luaran Yang Diharapkan
1. Memperoleh campuran optimum antara residu
prosuk cair pirolisis gambut dengan batubara
kualitas rendah.
2. Artikel ilmiah akan dipublikasikan pada
Seminar Nasional Teknik Kimia ATIM
Makasar pada Oktober 2014.
1.5 Manfaat Penelitian
Sebagai alternatif penggunaan zat aditif pada
upgarding batubara, sehingga penggunaan zat aditif
seperti kerosin yang memiliki harga yang tinggi dan
LSWR
yang dapat meningkatkan kadar sulfur
batubara dapat dikurangi.
1.6 Tinjauan Pustaka
1.6.1 Upgrading Batubara
Air yang terkandung dalam batubara terdiri
atas air bebas (free moisture) dan air bawaan (inherent
moisture). Kandungan air dalam batubara, baik air
bebas maupun air bawaan, merupakan faktor yang
merugikan karena memberikan pengaruh yang negatif
terhadap proses pembakarannya. Penurunan kadar air
dalam batubara dapat dilakukan dengan cara mekanik
atau perlakuan panas. Pengeringan cara mekanik
efektif untuk untuk mengurangi kadar air bebas dalam

batubara basah, sedangkan penurunan kadar air


bawaan harus dilakukan dengan cara pemanasan.
Salah satu proses dengan cara ini adalah UBC
(Upgraded brown coal) yang diperkenalkan oleh Kobe
Steel Ltd., Jepang. Bagan air proses UBC (Kobelco,
Ltd., 2000) dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Bagan Air Proses UBC


UBC adalah teknik memanaskan dan
membuang air (dewatering) pada batubara di dalam
media minyak ringan (light oil), dan bersamaan
dengan itu mengabsorpsikan minyak berat (heavy oil)
seperti aspal secara selektif ke dalam pori-pori
batubara sehingga dapat menutupi permukaan
batubara. Minyak berat tadi sebelumnya ditambahkan
dalam jumlah sedikit ke dalam media minyak ringan,
kurang lebih 0,5%. Minyak berat berfungsi sebagai zat
aditif sehingga melalui pemrosesan di dalam media
minyak ini, tidak hanya kalorinya yang naik, tapi
muncul pula sifat anti air (water-repellent
characteristic) dan penurunan kecenderungan
swabakar (lower spontaneous combustion propensity)
pada produk yang dihasilkannya (Budiharjo, 2009).
Proses UBC dilakukan pada temperatur
sekitar 150C sehingga pengeluaran tar dari batubara
belum sempurna. Untuk itu perlu ditambahkan zat
aditif sebagai penutup permukaan batubara, seperti
kanji, tetes tebu (mollase), slope pekat (fuse oil), dan
minyak residu. Untuk proses UBC, sebagai aditif
digunakan minyak residu yang merupakan senyawa
organik yang beberapa sifat kimianya mempunyai
kesamaan dengan batubara. Dengan kesamaan sifat
kimia tersebut, minyak residu yang masuk ke dalam
pori-pori batubara akan kering, kemudian bersatu
dengan batubara.
Lapisan minyak ini cukup kuat dan dapat
menempel pada waktu yang cukup lama sehingga
batubara dapat disimpan di tempat yang terbuka untuk
jangka waktu yang cukup lama (Couch, 1990).
Gambar 2.2 menunjukan sifat permukaan batubara
sebelum dan sesudah proses pengeringan.

FC = 100% - %IM -%A - %VM) dan analisa nilai


kalor (menggunakan metode ASTM D 5865 - 04).

Gambar2.2 Permukaan Batubara Sebelum dan


Sesudah Proses Pengeringan
2. METODELOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan
campuran minyak jelantah dan residu produk cair dari
pirolisis gambut sebagai bahan aditif pada proses
upgrading batubara kualitas rendah (lignit). Bahan
baku diperoleh dari daerah kelurahan Bantuas
kecamatan Palaran, Kalimantan Timur, sedangkan
residu produk cair diperoleh dari hasil pirolisis gambut
yang diproses pada kondisi operasi tetap.
2.1 BAHAN PENELITIAN
1. Batubara
lignit
diambil
dari
daerah
makroman,Samarinda, Kalimantan Timur
2. Residu asap cair gambut
3. Minyak Jelantah (Waste Cooking Oil)
2.2 PERALATAN
Adapun peralatan yang digunakan adalah
Blender , Botol semprot , Bulp, Cawan Crucible dan
Petridish, Desikator, Erlenmeyer , Furnace, Gelas
kimia 100 mL, Labu Ukur 1000 mL, Neraca digital,
Oven, Penggerus, Pipet Volume 10 mL, Screen
no.50,60 dan 70, Spatula dan Tang penjepit
2.3 VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel tetap meliputi massa batubara 50 gram,
temperatur pemanasan 175 C, tekanan atmosferik
dan waktu pemanasan selama 1 jam.
2. Variabel tidak tetap meliputi ukuran partikel
batubara yaitu 50 ; 60 ; 70 mesh,perbandingan
campuran zat aditif 1:1 dan 2:1 (residu asap cair
gambut dengan minyak jelantah) dan komposisi
campuran batubara dengan zat aditif (gram : mL) =
50:15 ; 50:25 ; 50:37,5 ; 50:50 ; 50:60.
3. Variabel respon yaitu analisa proksimate yang
meliputi analisa inherent moisture (%IM
menggunakan metode ASTM D -3173), ash
content(%A metode ASTM D -3174), volatile
matter( %VM menggunakan metode ASTM D 3175), fixed carbon (dihitung dengan rumus : %

Penelitian dilakukan melalui tahapan: 1.


Pembuatan produk cair dengan proses pirolisis gambut
pada kondisi operasi yang tetap, 2. Pemisahan produk
cair pirolisis dengan proses destilasi, 3. Pencampuran
residu produk cair dari pirolisis gambut dengan
minyak jelantah dengan perbandingan 1:1 dan 2:1 (
zat aditif) .4.Pencampuran zat aditif dengan batubara
lignit dengan variabel perbandingan batubara dengan
residu dan ukuran batubara, 4. Proses pengeringan dan
5. Analisis produk. Rangkaian proses terlihat pada
gambar diagram alir penelitian.

2.4 DIAGRAM ALIR PENELITIAN


Gambut

Batubara

Pirolisis

Preparasi

Produk Cair

Destilasi
Residu

Analisis Residu

Minyak
Jelantah

Pencampuran

Pengeringan
Tidak
Analisis Produk
Nilai kalor optimum
ya
Selesai

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan
residu produk cair hasil pirolisis gambut dan minyak
jelantah sebagai zat aditif dan menentukan
perbandingan batubara dengan residu produk cair
pirolisis yang memberikan kualitas batubara yang
terbaik dalam meningkatkan nilai kalori batubara
lignit menjadi batubara yang memiliki nilai kalor
mendekati jenis sub bituminus atau bituminus.
Tabel 1 Analisa Awal Sampel Batubara
Parameter
Nilai
Inherent
19,19
Moisture
(%)

Ash (%)
Volatile
Matter (%)
Fixed
Carbon (%)
Nilai Kalor
(kkal/kg)

6,04
38,93
35,84
4.810

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa batubara


yang digunakan pada penelitian ini adalah batubara
jenis lignit, karena nilai kalornya dibawah 5100
kkal/g, yaitu 4810 kkal/g serta memiliki nilai inherent
moisture yang tinggi yaitu 19,19%.
Tabel 2. Hasil Analisa Batubara Setelah Proses
UBC dengan Perbandingan Zat Aditif 1:1
Perbandingan
massa
batubara
Inherent Volatil Ash
Fixed
No.
lignit
Moisture Matter Content Carbon
Ayakan
terhadap
(%)
(%)
(%)
(%)
volume
zat
aditif (g:mL)
50 : 15
3.18
50.71
6.43
39.68
50 : 25
3.09
55.91
5.63
35.37
50
50 : 37,5
2.81
58.96
5.13
33.10
50 : 50
2.7
63.12
4.46
29.72
50 : 60
0.93
65.48
4.39
29.20
50 : 15
3.5
52.47
6.18
37.85
50 : 25
3.21
55.22
5.49
36.08
60
50 : 37,5
3.09
59.05
5.15
32.71
50 : 50
3.03
64.44
4.42
28.11
50 : 60
1.91
65.18
4.22
28.69

70

50 : 25
50 : 37,5
50 : 50
50 : 60

3.66
3.39
3.2
1.75

54.10
57.44
62.91
65.33

6.97
6.31
5.56
5.44

35.27
32.86
28.33
27.48

Nilai
Kalor
(kkal/kg)

6154
6442
6633
6866
6980
6162
6324
6537
6884
6963
6170
6406
6745
6926

Tabel 3 Hasil Analisa Batubara Setelah Proses


UBC dengan Perbandingan Zat Aditif 2:1
Perbandingan
massa
batubara Inherent Volatil Ash Fixed
Nilai
No.
lignit
Moisture Matter Content Carbon Kalor
Ayakan
terhadap
(%)
(%) (%)
(%) (kkal/kg)
volume zat
aditif (g:mL)
50 : 15
5.64 47.45 17.20 29.71
5919
50 : 25
2.01 53.96 20.14 23.89
6253
50
50 : 37,5
1.71 58.94 19.92 19.43
6586
50 : 50
1.70 61.76 17.28 19.26
6738
50 : 60
1.52 62.45 18.70 17.33
7029
Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa variasi
ukuran partikel batubara yang telah diupgrading
memiliki karakteristik yang sedikit berbeda, hal ini
dikarenakan ukuran partikel sangat berhubungan
dengan luas permukaan dan kerapatan jarak antar
partikel
sehingga
berpengaruh
terhadap
pengabsorpsian zat aditif dan penguapan kadar air

batubara. Variasi ukuran partikel yang terbaik yaitu


ukuran partikel 50 mesh hal ini sesuai dengan data
tabel diatas batubara hasil upgrading dapat
menurunkan kadar inherent moisture (IM) sampai
95.18% dengan peningkatan nilai kalori sampai
46,15% sedangkan untuk ukuran 60 dan 70 mesh
kadar air yang diturunkan sampai 90,05% dengan
peningkatan nilai kalori sampai 44,76% (ukuran 60
mesh) dan 90.89% (ukuran 70 mesh).
Sedangkan pengaruh variasi penambahan zat
aditif dapat mempengaruhi kualitas dari batubara hasil
upgrading. Penambahan zat aditif yang terdiri dari
campuran residu asap cair gambut dan minyak
jelantah untuk mencegah air masuk kembali kedalam
batubara dengan mengisi dan melapisi pori-pori serta
permukaan batubara. Semakin banyak penambahan
zat aditif maka semakin menurun pula kandungan IM,
hal ini dikarenakan dengan semikin banyak aditif
maka semakin banyak pula partikel dari tar dan residu
dan minyak jelantah yang menutupi pori-pori dari
batubara selama proses pemanasan, air terikat yang
awalnya terkandung dalam batubara telah teruapkan
dan air yang terkandung di udara sekitar tidak dapat
kembali memasuki pori-pori batubara karena pori-pori
dari batubara telah tertutupi oleh zat aditif berupa
campuran residu asap cair gambut dan minyak
jelantah setelah proses upgrading. Pada pencampuran
zat aditif dengan perbandingan aditif 1:1 pada ukuran
50 mesh kadar air dikurangi
sampai 95,18%
sedangkan untuk perbandingan zat aditif 2:1 kadar air
yang berkurang sampai 92,06 %. Dari uji ANOVA
dengan taraf keberartian () sebesar 0,05
menunjukkan bahwa nilai fhitung pada zat aditif 1:1 dan
2:1 yaitu 8,876 dan 155,639 lebih besar dari ftabel yaitu
5,192
Pada Tabel 2. menunjukan
kadar abu
berubah setelah proses upgrading. Nilai kadar abunya
semakin menurun dengan bertambah tingginya
penambahan aditif walaupun penurunannya tidak
menujukan nilai yang signifikan. Sebelum perlakuan,
nilai kadar abu dari batubatara sampel awal yaitu
6,04%, setelah mengalami perlakuan yaitu
penambahan zat aditif pada semua perbandingan zat
aditif, nilai kadar abu turun hingga pada perbandingan
50 g : 60 mL (ukuran 50 mesh) nilai kadar abu turun
menjadi 4,39%. Hasil uji f ANOVA pada taraf
keberartian () sebesar 0,05 menunjukkan bahwa nilai
fhitung yaitu 4,308 lebih kecil dari ftabel 5,192.
Sedangkan pada tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar abu

batubara mengalami kenaikan setelah upgrading. Dari


yang semula 6,04% naik sampai 17-20%. Peningkatan
ini disebabkan masih banyaknya pengotor yang
terdapat pada residu,Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pengaruh jumlah jumlah bahan aditif terhadap
nilai kadar abu memberikan kecenderungan yang tidak
tetap, namun demikian dengan uji f ANOVA pada
taraf keberartian () sebesar 0,05 menunjukkan bahwa
bahan adiktif tidak signifikan terhadap nilai kadar abu
karena nilai fhitung yaitu 3,346 leih kecil dibandingkan
dengan ftabel yaitu 5,192.
Dari hasil analisa volatile matter (VM), terjadi
peningkatan nilai VM pada hasil upgrading dari yang
semula sebesar 38,39% naik menjadi sekitar 50- 65%
(ukuran 50 mesh), 52- 65 % (ukuran 60 mesh) dan 5465 % (ukuran 70 mesh). Dan pada tabel 3 dengan
perbandingan zat aditif 2:1 VMnya meningkat sampai
47-62%. Peningkatan nilai VM ini disebabkan karena
kandungan residu dan minyak jelantah yang melapisi
permukaan batubara sehingga minyak jelantah yang
merupakan senyawa hidrokarbon akan
menjadi
senyawa yang volatile dalam bentuk senyawa CXHY
dan H2 pada suhu pemanasan yang tinggi ketika
perlakuan analisa VM, yaitu pada temperatur 950 C.
Walaupun dari hasil penelitian terlihat bahwa nilai
volatile matter cenderung mengalami peningkatan
dengan semakin banyaknya aditif namun pengaruh
tersebut dapat dikatakan tidak signifikan pada
perbandingan zat aitif 1:1 karena hasil uji f ANOVA
pada taraf keberartian () sebesar 0,05 menunjukkan
bahwa nilai f hitungan yaitu 4,650 lebih kecil dari nilai
ftabel yaitu 5,192. Akan tetapi pada perbandingan Zat
aditif 2:1 cukup mempengaruhi niai VMnya, hal ini
seperti yang ditunjukkan pada hasil uji ANOVA, nilai
f hitungan yaitu 16,980 lebih besar dari nilai ftabel yaitu
5,192.
Untuk nilai fixed Carbon (FC) batubara hasil
upgrading tidak diperoleh dari analisa tersendiri tetapi
merupakan hasil pengurangan nilai moisture, ash
content dan VM yang dihitung menggunakan
persamaan 2.6 sehingga nilai FC sangat tergantung
dari moisture, ash content dan VM. Setelah proses
upgrading diperoleh persentase FC yang menurun
dibandingkan FC pada batubara awal, menurunnya
nilai FC ini disebabkan meningkatnya kandungan VM
batubara setelah proses upgrading, yang mana FC
merupakan kadar karbon yang pada temperatur
penetapan VM tidak ikut menguap.

Nilai kalor batubara dipengaruhi oleh nilai


dari IM dan FC. Nilai IM yang tinggi akan
memyebabkan sebagian panas yang dimiliki batubara
digunakan untuk menguapkan air yang terkandung
didalamnya sehingga menurunkan nilai kalori
batubara dan dengan demikian juga menurunkan nilai
FC. Sedangkan apabila nilai IM batubara rendah,
maka panas yang digunakan untuk menguapkan air
lebih kecil sehingga nilai kalor dari batubara tersebut
semakin tinggi. Dengan demikian penambahan jumlah
aditif yang semakin besar dapat meningkatkan nilai
kalori dari batubara karena nilai IM semakin rendah
sedangkan dan FC semakin tinggi. Hasil percobaan
dengan penambahan zat aditif 1:1 ini mampu
meningkatkan kalori batubara lignit yang awalnya
sebesar 4.810 kkal/kg menjadi batubara bitominus,
untuk ukuran partikel 50 mesh nilai kalorinya sebesar
7.030 kkal/kg atau tingkat kenaikannya sebesar
46,15% sedangkan untuk ukuran 60 dan 70 mesh nilai
kalorinya masing-masing sebesar 6.963%
dan
6.926% atau tingkat kenaikannya masimg-masing
44,76%
dan
43,99%. Begitu pula dengan
penambahan zat aditif 2:1 mampu meningkatkan
kalori batubara lignit menjadi 7.029 kkal/kg atau
tingkat kenaikan kalorinya sebesar 46,13 %.
4.

KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa peningkatan nilai kalor batubara
lignit menggunakan zat aditif dari campuran residu
asap cair gambut dan minyak jelantah memperoleh
ukuran partikel yang terbaik pada ukuran partikel 50
mesh dengan perbandingan massa batubara dan
volume aditif yaitu 50 gram : 60 mL, yang
menghasilkan nilai kalor sebesar 7030 kkal/kg dengan
kadar moisture 0,93 % ; VM 65,48% ; kadar ash 4,39
% dan fixed carbon 29,20 %.
Daftar Pustaka
Aswati, Nani, 2011, Peningkatan Mutu Batubara
Peringkat Rendah Indonesia Melalui Teknik
Slurry Dewatering. Skripsi, Fakultas
Teknik Universitas Indonesia.
Billah, Mutasim, 2010, Peningkatan Nilai Kalor
Batubara Peringkat Rendah Dengan
Menggunaka Minyak Tanah dan Minyak
Residu. Surabaya Press.
BPS Kaltim, (2014), Statistik Daerah Provinsi
Kalimantan
Timur
2014,
(http://kaltim.bps.go.id/web/publikasi%20lai

n/statda2012/) , diakses pada tanggal 28 Juli


2014 pukul 10:10 WITA.
British Petroleum, (2014), Statistical Review of World
Energy
June
2014,
http://www.bp.com/assets/bp_internet/global
bp/globalbp_uk_english/reports_and_public
ations/statistical_energy_review_2011/STA
GING/local_assets/pdf/statistical_review_of
_world_energy_full_report_2012.pdf.
diakses pada tanggal 19 Juli 2014 pukul
11:53 WITA.
Budiharjo, I., (2009), Teknologi UBC-Menggoreng
Batubara,
http://imambudiharjo.wordpress.com
,
Diakses pada tanggal 10 Maret 2012.
Deguchi, T., Shigehisa, T., Shimasaki, K., (1999),
Study on Upgraded Brown Coal Process for
Indonesian Low Rank Coals. Proceedings of
International Conference on Clean and
Efficient Coal Technology, in Power
Generation, Japan : Kobe Steel, Ltd.
Ditjen minerba, 2014 Harga Batubara Acuan (HBA)
& Harga Patokan Batubara (HPB) Bulan
Juni
2014.
http://www.minerba.esdm.go.id/library/cont
ent/file/28935
HBA%20Juni%202014/3f90ec68b72d9070d
53cb08de498549c2014-06-12-10-58-37.pdf
diakses pada tanggal 28 Juni 2014 pukul
09:45 WITA.
Patmawati, Y., Samosir, D., Suwarto, (2013),
Optimasi Pencampuran Aditif dan Batubara
dengan Metode Spraying pada Proses
Upgarding Batubara Lignit Kalimantan
Timur, Prosiding Seminar Rekayasa Kimia
dan Proses, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro, pp. F-04-1
f-04-6.
Sahraeni, S., Harjanto, Fauzih, M., (2013),
Pemanfaatan Residu Produk Cair Pirolisis
Sebagai Pelarut Perekat pada Biobriket
Tempurung Kelapa, Jurnal Mekanik, Jurusan
Teknik Mesin, Politeknik Negeri Samarinda.
Tekmira, (2010), Pilot Plant UBC di Palimanan,
Cirebon,
(http://www.tekmira.esdm.go.id/aset/UBC/in
dex.asp),
diakses
pada tanggal 01
September 2013 pukul 09:40 WITA.

Вам также может понравиться