Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka menjelaskan tentang konsep dasar skizofrenia dengan
isolasi sosial, TAK stimulasi sensori, kemampuan komunikasi dan pengaruh TAK
stimulasi sensori terhadap kemampuan komunikasi. Selengkapnya seperti pada
uraian berikut:
2.1 Konsep Dasar Skizofrenia
Konsep dasar skizofrenia menjabarkan tentang pengertian skizofrenia,
penyebab skizofrenia, gejala-gejala skizofrenia, dan terapi skizofrenia, seperti
pada uraian berikut:
2.1.1 Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan
terganggu (Videbeck, 2008). Menurut Hawari (2009), skizofrenia berasal dari dua
kata Skizo yang artinya retak atau pecah (spilt), dan frenia yang artinya jiwa.
Dengan demikian skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau
keretakan kepribadian (splitting of personality). Bleuer meyakini bahwa gangguan
ini melibatkan terpisahnya fungsi psikis yakni asosiasi mental, pemikiran, dan
emosi yang seharusnya terintegrasi. Skizofrenia adalah suatu penyakit yang
mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi,
gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu.Skizofrenia tidak dapat
didefinisikan sebagai penyakit tersendiri,melainkan diduga sebagai suatu sindrom

atau proses penyakit yang mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala
(Videbeck, 2008). Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius
yang mengakibatkan perilaku psikotik,pemikiran konkret,dan kesulitan dalam
memproses informasi,hubungan interpersonal serta memecahkan masalah
(Stuart,2006).

Skizofrenia

adalah

suatu

sindrom

klinis

dengan

variasi

psikopatologi, biasanya berat berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan


dari pikiran, persepsi serta emosi (Luana, 2007).
Jadi skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi
penyakit yang mempengaruhi otak yang persisten dan serius yang melibatkan
terpisahnya fungsi psikis yakni asosiasi mental, pemikiran dan emosi, dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan perilaku yang aneh,
perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi,
hubungan interpersonal serta memecahkan masalah terganggu.
2.1.2 Penyebab Skizofrenia
Menurut Maramis (2005), adapun kemungkinan penyebab dari
skizofrenia adalah sebagai berikut:
1. Keturunan
Potensi untuk mendapat skizofrenia diturunkan (bukan penyakit itu
sendiri) melalui gene yang resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah,
tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi
skizofrenia atau tidak. Hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang keluargakeluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka
kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9-1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi

10

anak dengan salah satu anggota keluarga yang menderita skizofrenia 7-16%, bila
kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%, bagi kembar dua telur
(heterozigot) 2-15%, bagi kembar satu telur (monozigot) 61-86%.
2. Endokrin
Teori ini berhubungan dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi hal ini
tidak dapat dibuktikan.
3. Metabolisme
Ada yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh suatu
gangguan metabolisme, karena klien dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak
sehat.
4. Susunan Saraf Pusat
Penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada
diensefalon atau kortex otak.
5. Teori Adolf Meyer
Menurut Meyes skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu
maladaptasi, oleh karena itu timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama
kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan.
6. Teori Sigmund Freud
Pada skizofrenia terdapat kelemahan ego, yang dapat timbul karena
penyebab psikogenik ataupun somatik. Superego dikesampingkan sehingga tidak
bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisme.

11

2.1.3 Gejala Skizofrenia


Ada banyak gejala-gejala skizofrenia, gejala ini dirumuskan dari
berbagai sumber. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
IV-TR, 2008 gejala skizofrenia berupa adanya :
1. Waham atau delusi (keyakinan yang salah dan tidak bisa dikoreksi yang tidak
sesuai dengan kenyataan, maupun kepercayaan, agama, dan budaya pasien
atau masyarakat umum).
2. Halusinasi (persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar).
3. Pembicaraan kacau
4. Perilaku kacau
5. Gejala negatif (misalnya berkurangnya kemampuan mengekspresikan emosi,
kehilangan minat, penarikan diri dari pergaulan sosial)
Selain itu menegakkan diagnosa skizofrenia menurut DSM IV-TR
(2008) adalah munculnya disfungsi sosial, durasi gejala khas paling sedikit enam
bulan, tidak termasuk gangguan perasaan (mood), tidak termasuk gangguan
karena zat atau karena kondisi medis, dan bila ada riwayat Autistic Disorder atau
gangguan perkembangan pervasive lainnya diagnosa skizofrenia dapat ditegakkan
bila ditemui halusinasi dan delusi yang menonjol selama paling tidak satu bulan.
Menurut Bleuer dalam NolenHoeksema, 2000 ada dua kelompok
skizofrenia yaitu :
1. Gejala primer yang meliputi :
1) Gangguan proses pikiran ( bentuk, langkah dan isi pikiran). Pada skizofrenia
inti, gangguan memang terdapat pada proses pikiran.

12

2) Gangguan afek dan emosi, gangguan ini pada skizofrenia berupa parathimi
yaitu apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada
penderita malah menimbulkan rasa sedih atau marah. Paramini yaitu
penderita merasa senang tetapi menangis.
3) Gangguan kemauan yaitu gangguan di mana banyak penderita skizofrenia
memiliki kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat bertindak dalam situasi
menekan. Gangguan yang timbul antara lain negativisme, ambivalensi dan
otomatisme.
4) Gejala psikomotor disebut juga dengan gejala-gejala katatonik. Sebetulnya
gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan
hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes
atau agak kaku.
2. Gejala sekunder yang meliputi: waham dan halusinasi.
Indikator

premorbid

(pra-sakit)

pre-skizofrenia

antara

lain

ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi, wajah dingin, jarang


tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi seperti pasien sulit
melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang atau berputar-putar.
Gangguan atensi yaitu penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan,
atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku menjadi pemalu, tertutup, menarik
diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas,
mengganggu dan tidak disiplin (Luana, 2007).
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas
(Videbeck, 2008) yaitu :

13

1. Gejala-gejala positif: termasuk halusinasi yang merupakan persepsi sensori


yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas.Waham
yaitu keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki dasar dalam
realitas. Ekoprasia yaitu peniruan gerakan dan gestur orang lain yang diamati
klien. Flight of ideas yaitu aliran verbalisasi yang terusmenerus saat individu
melompat dari satu topik ke topik lain dengan cepat. Perseverasi yaitu terusmenerus membicarakan satu topik atau gagasan pengulangan kalimat kata, atau
frase secara verbal dan menolak untuk mengubah topik tersebut. Asosiasi longgar
yaitu pikiran atau gagasan yang terpecah-pecah atau buruk. Gagasan rujukan yaitu
kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal memiliki makna khusus bagi individu.
Ambivalensi yaitu mempertahankan keyakinan atau perasaan yang tampak
kontradiktif tentang individu, peristiwa atau situasi yang sama.
Gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati
oleh orang lain.
2. Gejala-gejala negatif atau gejala samar : meliputi apati yaitu perasaan tidak
peduli terhadap individu, aktivitas dan peristiwa. Alogia yaitu kecenderungan
berbicara sangat sedikit atau menyampaikan sedikit substansi makna (miskin isi).
Afek datar yaitu tidak adnya ekspresi wajah yang akan menunjukkan emosi atau
mood. Afek tumpul yaitu rentang keadaan perasaan emosional atau mood yang
terbatas. Anhedonia yaitu merasa tidak senang atau tidak gembira dalam
menjalani hidup, aktivitas, atau hubungan. Katatonia yaitu imobilitas karena
faktor psikologis, kadangkala ditandai oleh periode agitasi atau gembira, klien
tampak tidak bergerak seolah-olah dalam keadaan setengah sadar. Tidak memiliki
kemauan yaitu tidak adanya keinginan, ambisi, atau dorongan untuk bertindak

14

atau melakukan tugas-tugas. Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena


merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 2008
adapun gejala-gejala awal yang terlihat pada tahap-tahap perkembangan adalah
sebagai berikut:
1. Pada anak perempuan tampak sangat pemalu, tertutup, menarik diri secara
sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, dan ekspresi wajah sangat terbatas.
2. Pada anak laki-laki, sering menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan
tidak disiplin.
3. Pada bayi biasanya terdapat problem tidur makan, gangguan tidur kronis, tonus
otot lemah, apatis dan ketakutan terhadap objek atau benda yang bergerak
cepat.
4. Pada balita terdapat ketakutan yang berlebihan terhadap hal-hal baru seperti
potong rambut, takut gelap, takut terhadap label pakaian, takut terhadap bendabenda bergerak.
5. Pada anak usia lima samapai enam tahun, mengalami halusinasi suara seperti
mendengar bunyi letusan, bantingan pintu atau bisikan, juga halusinasi visual
seperti melihat adanya sesuatu yang bergerak meliuk-liuk, ular, bola-bola
bergelindingan, lintasan cahaya dengan latar belakang warna gelap. Anak
terlihat bicara atau tersenyum sendiri, menutup telinga, dan sering mengamuk
tanpa sebab.
2.1.4 Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi Sosial adalah suatu keadaan klien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan disekitarnya secara wajar (Stuart dan Sundeen, 1998, dalam Hidayati,
2008). Sedangkan pengertian yang lebih lengkap menurut Nasution (2009) bahwa

15

menarik diri adalah suatu keadaan klien yang mengalami ketidakmampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan disekitarnya
secara wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang tidak realistik.
1. Tingkah Laku Isolasi Sosial
Menurut Nasution (2009), adapun tingkah laku klien Isolasi sosial yaitu:
1. Kurang sopan
2. Apatis
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Afek tumpul
5. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
6. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada
7. Mengisolasi diri
8. Kurang sadar dengan lingkungan sekitar.
9. Pemasukan makanan dan minuman berkurang.
10. Aktivitas menurun.
11. Kurang energik (tenaga).
12. Menolak hubungan dengan orang lain.

2.1.5 Terapi Skizofrenia


Skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cederung berlanjut (kronis,
menahun), oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan waktu relatif lama
berbulan-bulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil
mungkin kekambuhan (relapse). Terapi yang komprehensif dan holistik atau
terpadu dewasa ini sudah dikembangkan (Hawari, 2009). Adapun terapi atau
pengobatan dari klien skizofrenia adalah sebagai berikut:
1. Psikofarmaka
Skizofrenia dari sudut organobiologik terdapat gangguan pada fungsi
transmisi sinyal pengantar saraf (neurotransmitter) sel-sel susunan saraf pusat

16

(otak) yaitu pelepasan zat dopamine dan serotonin yang mengakibatkan gangguan
pada alam pikir, alam perasaan dan perilaku. Oleh karena itu obat psikofarmaka
yang diberikan ditujukan pada gangguan neurotransmitter sehingga gejala-gejela
klinis dapat dihilangkan atau dengan kata lain klien skizofrenia dapat diobati.
2. Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien skizofrenia, baru dapat
diberikan apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) sudah kembali
pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan
bahwa klien masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.
Menurut Hawari (2009) psikoterapi banyak ragamnya tergantung dari
kebutuhan dan latar belakang klien sebelum sakit, yaitu sebagai berikut :
1) Psikoterapi Suportif, untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi
agar klien tidak merasa putus asa dan semangat dalam menghadapi hidup ini
tidak menurun.
2) Psikoterapi Re-konstruktif, untuk memperbaiki kembali (re-konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh.
3) Psikoterapi Kognitif, untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir
dan daya ingat) rasional sehingga klien mampu membedakan nilai-nilai moral
etika, mana yang baik dan buruk.
4) Psikoterapi Psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya
untuk mencari jalan keluarnya.
5) Psikoterapi Perilaku, untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu
(maladaptif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri).

17

6) Psikoterapi

Keluarga,

untuk

memulihkan

hubungan

klien

dengan

keluarganya.
3. Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan agar klien mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri
tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat.
4. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap klien skizofrenia ternyata
mempunyai manfaat, dari penelitian yang dilakukan oleh Larson, dkk (1982,
dalam Hawari, 2009) secara umum memang menunjukkan bahwa komitmen
agama berhubungan dengan manfaatnya dibidang klinik.
Menurut Hawari (2009), klien gangguan jiwa skizofrenia yang berulang
kali kambuh, selain program terapi diperlukan juga program rehabilitasi sebagai
persiapan penempatan kembali ke keluarga dan masyarakat. Adapun program
rehabilitasi sebagai persiapan kembali ke keluarga dan masyarakat meliputi
berbagai macam kegiatan, antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Terapi aktivitas kelompok.


Menjalankan ibadah keagamaan.
Kegiatan kesenian (menyanyi, musik, tari-tarian, seni lukis dan sejenisnya).
Terapi fisik berupa olahraga.
Keterampilan (membuat kerajinan tangan).
Berbagai macam kursus.
Bercocok tanam.
Rekreasi, dan lain-lain.

2.2 Konsep Dasar TAK Stimulasi Sensori

18

Pada konsep dasar TAK stimulasi sensori dibahas tentang pengertian


TAK stimulasi sensori, manfaat TAK, indikasi dan kontraindikasi TAK,
komponen TAK, tujuan TAK stimulasi sensori, aktivitas dan indikasi TAK
stimulasi sensori. Selengkapnya seperti pada uraian berikut:
2.2.1 Pengertian TAK Stimulasi Sensori
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist (Yosep, 2009). Sedangkan
pengertian TAK stimulasi sensori menurut Purwaningsih dan Karlina (2009)
adalah aktifitas digunakan untuk memberikan stimulasi pada sensasi klien,
kemudian diobservasi reaksi sensori klien berupa ekspresi emosi atau perasaan
melalui gerakan tubuh, ekspresi muka dan ucapan. Pengertian yang lebih singkat
diungkapkan oleh Keliat dan Akemat (2005), TAK stimulasi sensori adalah upaya
menstimulasi semua pancaindera (sensori) agar memberi respons yang adekuat.
Berdasarkan pengertian TAK stimulasi sensori menurut Purwaningsih dan
Karlina, Keliat dan Akemat, maka dapat disimpulkan bahwa TAK stimulasi
sensori adalah suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok klien bersama-sama
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapistuntuk memberikan stimulasi
semua panca indera (sensori) agar memberi respons yang adekuat, kemudian
diobservasi reaksi sensori klien berupa ekspresi emosi atau perasaan melalui
gerakan tubuh, ekspresi muka dan ucapan.
2.2.2 Manfaat TAK

19

Menurut Purwaningsih dan Karlina (2009), TAK mempunyai manfaat


terapeutik, yaitu manfaat umum, khusus dan rehabilitasi. Selengkapnya seperti
pada uraian berikut:
1. Manfaat Umum
1)Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui komunikasi dan
umpan balik dengan atau dari orang lain.
2) Melakukan sosialisasi.
3) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.
2. Manfaat Khusus
1) Meningkatkan identitas diri.
2) Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3) Meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosial.
3. Manfaat Rehabilitasi
1) Meningkatkan keterampilan ekspresi diri.
2) Meningkatkan keterampilan sosial.
3) Meningkatkan kemampuan empati.
4) Meningkatkan kemampuan atau pengetahuan pemecahan masalah.
2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi
Menurut Yosep (2009), semua klien rehabilitasi perlu mendapat terapi
kelompok, kecuali mereka yang mengalami:
1.
2.
3.
4.

Psikopat dan sosiopat.


Selalu diam dan/atau autistik.
Delusi yang tidak terkontrol.
Klien yang mudah bosan.

20

5. Klien rehabilitasiambulatory yang tidak termasuk psikosis berat, tidak


menunjukkan gejala regresi dan halusinasi dan ilusi yang berat dan orangorang dengan kepribadian scizoid serta neurotic.
6. Klien dengan ego psiko patologik berat yang menyebabkan psikotik kronik
sehingga menyebabkan toleransi terhadap kecemasan rendah dan adaptasi
yang kurang.
2.2.4 Komponen TAK
Menurut Stuart & Laraia (2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005),
komponen kelompok terdiri dari delapan aspek, yaitu sebagai berikut:
1. Struktur Kelompok
Struktur

kelompok

menjelaskan

batasan

komunikasi,

proses

pengambilan keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur


kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan
interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota,
arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara
bersama.
2. Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang (Keliat dan Akemat, 2005). Jumlah
anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia (2001, dalam Keliat dan
Akemat, 2005) adalah 7-10 orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan
Beck (1993, dalam Keliat dan Akemat, 2005) adalah 5-10 orang. Jika anggota
kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan

21

mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak


cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi.Sedangkan menurut Johnson
(dalam Yosep, 2009) terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena
interaksi dan reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan
jumlah sebanyak itu. Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan terlalu
banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih
terekspos, lebih cemas, dan seringkali bertingkah laku irasional.
3. Lamanya Sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok
yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Stuart & Laraia,
dalam Keliat dan Akemat, 2005). Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa
orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi
tergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali atau dua kali perminggu; atau
dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
4. Komunikasi
Tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan
menganalisa pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan
balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang
terjadi.
5. Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada
tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja
kelompok (Bernes & Sheats, 1948, dalam Keliat dan Akemat, 2005), yaitu

22

maintenance roles, task roles, dan individual role. Maintence role, yaitu peran
serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus
pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah self-centered dan distraksi pada
kelompok.

6. Kekuatan Kelompok
Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam
mempengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan
anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak
mendengar dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.
7. Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan
terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman
masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok.
Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan normal kelompok, penting dalam
menerima anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma
dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain.
8. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam
mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah
dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas

23

terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat


dipertahankan.
2.2.5 Tujuan TAK Stimulasi Sensori
Menurut Keliat dan Akemat (2005) tujuan umum TAK stimulasi sensori
adalah klien dapat berespons terhadap stimulus pancaindra yang diberikan dan
tujuan khususnya adalah:
1. Klien mampu berespons terhadap suara yang didengar.
2. Klien mampu berespons terhadap gambar yang dibuat.
3. Klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar.
2.2.6 Aktivitas dan Indikasi TAK Stimulasi Sensori
Aktivitas TAK stimulasi sensoris dapat berupa stimulus terhadap
penglihatan, pendengaran, dan lain-lain, seperti gambar, video, tarian, dan
nyanyian. Klien yang mempunyai indikasi TAK stimulasi sensori adalah klien
isolasi sosial, menarik diri, harga diri rendah, yang disertai kurang komunikasi
verbal (Keliat dan Akemat, 2005).
TAK stimulasi sensori terdiri dari 3 sesi, yaitu sesi 1: mendengar musik,
sesi2: menggambar dan sesi 3: menonton telivisi atau video (Keliat dan Akemat,
2005). Selengkapnya pelaksanaan TAK stimulasi sensori, adalah sebagai berikut:
2.2.7 Sesi 1: Mendengar Musik
1. Tujuan
1) Klien mampu mengenali musik yang didengar
2) Klien mampu memberi respon terhadap musik
3) Klien mampu menceritakan perasaannya setelah mendengarkan musik

24

2.Setting
1) Terapis dan klien duduk bersama dalam bentuk setengah lingkaran
2) Ruangan nyaman dan tenang
3.Alat
1) Tape recorder
2) Kaset musik
4.Metode
1) Diskusi
2) Sharing persepsi
2. Langkah Kegiatan
1) Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien yang sesuai indikasi: menarik diri, harga diri
b.
2)
a.
b.
c.
1)
2)
a)

rendah dan kurang mau bicara.


Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
Orientasi
Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien
Evaluasi atau validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
Kontrak
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mendengarkan musik
Terapis menjelaskan aturan main berikut:
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin kepada

terapis
b) Lama kegiatan 45 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3) Tahap Kerja
a. Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri (nama dan nama
panggilan) dimulai dari terapis secara berurutan searah jarum jam.
b. Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri, terapis mengajak semua
klien untuk bertepuk tangan.
c. Terapis dan klien memakai papan nama.

25

d. Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu, klien boleh tepuk tangan atau
berjoget sesuai dengan irama lagu. Setelah lagu selesai, klien akan diminta
menceritakan isi dari lagu tersebut dan perasaan klien setelah mendengar lagu.
e. Terapis memutar lagu, klien mendengar, boleh berjoget atau tepuk tangan (kirakira 15 menit). Musik diputar boleh diulang beberapa kali. Terapis
mengobservasi respons klien terhadap musik.
f. Secara bergiliran, klien diminta menceritakan isi lagu dan perasaannya. Sampai
semua klien mendapat giliran.
g. Terapis memberikan pujian, setiap klien selesai menceritakan perasaannya, dan
4)
a.
1)
2)
b.

mengajak klien lain tepuk tangan.


Tahap Terminasi
Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk mendengarkan musik yang disukai dan

bermakna dalam kehidupannya.


c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati TAK yang akan datang yaitu menggambar
2) Menyepakati waktu dan tempat.
2. Evaluasi dan Dokumentasi
1) Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi sensori mendengar musik, kemampuan klien yang
diharapkan adalah mengikuti kegiatan, respons terhadap musik, memberi
pendapat tentang musik yang didengar dan perasaan saat mendengar musik.
2) Dokumentasi

26

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan


proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 1, TAK stimulasi
sensoris mendengar musik. Klien mengikuti kegiatan sampai akhir dan
menggerakkan jari sesuai dengan irama musik, namun belum mampu memberi
pendapat dan perasaan tentang musik. Latih klien untuk mendengarkan musik di
ruang rawat.

2.2.8 Sesi 2: Menggambar


1. Tujuan
1) Klien dapat mengekspresikan perasaan melalui gambar
2) Klien dapat memberi makna gambar
2. Setting
1) Klien dan terapis duduk bersama dalam bentuk setengah lingkaran
2) Ruangan nyaman dan tenang
3. Alat
1) Kertas HVS
2) Pensil 2B (bila tersedia krayon juga dapat digunakan)
4. Metode
1) Dinamika kelompok
2) Diskusi
5. Langkah Kegiatan
1) Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi 1
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2) Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Terapis dan klien memakai papan nama
b. Evaluasi atau validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menggambar dan menceritakannya
kepada orang lain
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada
terapis

27

b)
c)
3)
a.

Lama kegiatan 45 menit


Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
Tahap Kerja
Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu menggambar dan

menceritakan hasil gambar kepada klien lain


b. Terapis membagikan kertas dan pensil, untuk tiap klien
c. Terapis meminta klien menggambar apa saja sesuai dengan yang diinginkan
saat ini
d. Sementara klien mulai menggambar, terapis berkeliling, dan memberi
penguatan kepada klien untuk terus menggambar. Jangan mencela klien.
e. Setelah semua klien selesai menggambar, terapis meminta masing-masing klien
untuk memperlihatkan dan menceritakan gambar yang telah dibuatnya kepada
klien lain. Yang harus diceritakan adalah gambar apa dan apa makna gambar
tersebut menurut klien.
f. Kegiatan poin e. dilakukan sampai semua klien mendapat giliran
g. Setiap kali klien selesai menceritakan gambarnya, terapis mengajak klien lain
bertepuk tangan.
Tahap Terminasi
Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan melalui gambar
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu menonton TV
2) Menyepakati waktu dan tempat
4)
a.
1)
2)
b.

5. Evaluasi dan Dokumentasi


1) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi sensoris menggambar, kemampuan klien yang diharapkan

28

adalah mampu mengikuti kegiatan, menggambar, menyebutkan apa yang di


gambar dan menceritakan makna gambar.
2) Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 2, TAK stimulasi
sensoris menggambar. Klien mengikuti kegiatan sampai selesai. Klien mampu
menggambar, menyebutkan nama gambar, dan menceritakan makna gambar.
Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan melalui gambar.
2.2.9 Sesi 3: Menonton TV/Video
1. Tujuan
1) Klien dapat memberi respon terhadap tontonan TV/video (jika menonton TV,
acara tontonan hendaknya dipilih yang positif dan bermakna terapi untuk
klien)
2) Klien menceritakan makna acara yang ditonton
2. Setting
1) Klien dan terapis duduk membentuk setengah lingkaran di depan televisi
2) Ruangan nyaman dan tenang
3. Alat
1) Video/CDplayer dan video tape/CD
2) Televisi
4. Metode
Diskusi
5. Langkah kegiatan
1) Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti TAK sesi 2

29

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan


2) Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Terapis dan klien memakai papan nama
b. Evaluasi atau validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menonton TV/video dan
menceritakannya
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada
b)
c)
3)
a.

terapis
Lama kegiatan 45 menit
Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
Tahap Kerja
Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu menonton

TV/video dan menceritakan makna yang telah ditonton


b. Terapis memutar TV/VCD yang telah disiapkan
c. Terapis mengobservasi klien selama menonoton TV/video
d. Setelah selesai menonton, masing-masing klien diberi

kesempatan

menceritakan isi tontonan dan maknanya untuk kehidupan klien. Berurutan


searah jarum jam, dimulai dari klien yang ada di sebelah kiri terapis. Sampai
semua klien mendapat giliran.
e. Setelah selesai klien menceritakan persepsinya, terapis mengajak klien lain
4)
a.
1)
2)
b.
c.
1)
2)

bertepuk tangan dan memberikan pujian.


Tahap Terminasi
Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk menonton acara TV yang baik
Kontrak yang akan datang
Menyepakati TAK yang akan datang sesuai dengan indikasi klien
Menyepakati waktu dan tempat

5. Evaluasi dan Dokumentasi


1) Evaluasi

30

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk stimulasi sensoris menonton, kemampuan klien yang diharapkan adalah
mengikuti kegiatan, berespons terhadap tontonan, menceritakan isi tontonan dan
mengungkapkan perasaan saat menonton.
2) Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 3, TAK stimulasi
sensoris menonton. Klien mengikuti kegiatan sampai selesai, ekspresi datar, dan
tanpa respons, klien tidak dapat menceritakan isi tontonan dan perasaannya.
Tingkatkan stimulus di ruangan, ulang kembali dengan stimulus yang berbeda.
2.3 Konsep Dasar Kemampuan Komunikasi
Konsep dasar kemampuan komunikasi menjabarkan tentang pengertian
kemampuan komunikasi, jenis komunikasi, komponen komunikasi, tujuan
komunikasi, faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pada klien skizofrenia.
2.3.1 Pengertian Kemampuan Komunikasi
Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan
beragam tugas dalam suatu pekerjaan (Wikipedia, 2010). Sedangkan pengertian
yang lain menurut Wikipedia (2010) kemampuan adalah sebuah penilaian terkini
atas apa yang dapat dilakukan seseorang.
Komunikasi adalah proses yang digunakan individu untuk bertukar
informasi (Balzer-Riley, 1996, dalam Videbeck, 2008). Sedangkan menurut Taylor

31

dkk (1993, dalam Nurjannah, 2004) komunikasi adalah proses pertukaran


informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti.
Pengertian yang hampir sama menurut Musliha dan Fatimawati (2009),
komunikasi merupakan proses pertukaran informasi atau meneruskan makna atau
arti.
Menurut Nurjannah (2004), kemampuan komunikasi adalah kemampuan
untuk menerima, interprestasi, mengekspresikan bicara menulis dan pesan
nonverbal.
Berdasarkan uraian tersebut diatas yang dimaksud kemampuan komunikasi
adalah kemampuan seorang individu untuk menerima, interprestasi, dan
mengekspresikan bicara dan pesan nonverbal dalam proses pertukaran informasi
atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti.
2.3.2 Jenis Komunikasi
Menurut Videbeck (2008), pesan-pesan secara simultan dikirim dan diterima
dengan dua cara, yaitu secara verbal dan nonverbal. Selengkapnya seperti pada
uraian berikut:
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal terdiri dari kata-kata yang digunakan untuk berbicara
kepada satu pendengar atau lebih. Kata-kata merupakan simbol yang digunakan
untuk mengidentifikasi objek dan konsep yang didiskusikan. Urutan dan makna
simbol tersebut terbentuk dengan menyusun kata-kata menjadi frasa dan kalimat
yang dapat dipahami baik oleh pembicara maupun pendengar.

32

Menurut Ellis dan Nowlis (1994, dalam Musliha dan Fatmawati, 2009),
menyatakan beberapa hal yang penting dalam berkomunikasi verbal, yaitu:
1) Pengunaan Bahasa
Penggunaan bahasa perlu mempertimbangkan pendidikan klien, tingkat
pengalaman dan kemahiran dalam berbahasa.
2) Kecepatan
Kecepatan akan mempengaruhi komunikasi verbal. Seseorang yang dalam
keadaan cemas atau sibuk biasanya akan lupa untuk berhenti berbicara dan
pembicaraan dilakukan sangat cepat sehingga hal ini menyebabkan pendengar
tidak dapat memproses pesan dan menyusun respon yang akan diberikan.
Komunikasi verbal dengan kecepatan yang sesuai akan memberikan kesempatan
untuk berpikir jernih tentang apa yang diucapkan dan juga akan menyebabkan
seseorang dapat menjadi pendengar yang efektif.
3) Intonasi Suara
Menunjukkan gaya dari ekspresi yang digunakan dalam bicara dan dapat
merubah arti dari kata. Pengaruh dari bicara dengan suara keras akan berbeda
dengan suara lembut atau lemah.
2. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah perilaku yang menyertai isi verbal, seperti gerak
tubuh, ekspresi wajah dan mata, nada suara, kecepatan dan keengganan bicara,
suara mendengkur dan suara merintih serta jarak dari pendengar. Komunikasi
nonverbal dapat menunjukkan pikiran, perasaan, kebutuhan dan nilai pembicara
yang kebanyakan ditunjukkan secara tidak sadar.

33

Adapun tujuan dari komunikasi nonverbal (Stuart dan Sundeen, 1995, dalam
Musliha dan Fatmawati, 2009), adalah:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Mengekspresikan emosi.
Mengekspresikan tingkah laku interpersonal.
Membangun, mengembangkan dan memelihara interaksi sosial
Menunjukkan diri.
Terlibat dalam ritual.
Mendukung komunikasi verbal.
Menurut Musliha dan Fatmawati (2009), secara umum komunikasi nonverbal

terdiri dari:
1) Kinesics
Kinesics merupakan komunikasi verbal yang dilakukan melalui pergerakan
tubuh, terdiri dari: ekspresi muka, gesture (gerak, isyarat, sikap), gerakan tubuh
dan postur, gerak mata atau kontak mata.
2) Paralanguage
Paralanguage

menunjukkan

pada

bahasa

itu

sendiri.

Vocal

dapat

lain

yang

membedakan emosi yang dirasakan satu orang dengan orang lain.


3) Proximics
Merupakan

jarak

dalam

berkomunikasi

dengan

orang

menggambarkan keintiman.
4) Sentuhan
Setuhan merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, dapat menimbulkan
reaksi positif dan negatif tergantung dari orang yang terlibat dan lingkungan
disekeliling interaksi tersebut.
2.3.3 Komponen Komunikasi

34

Unit dasar komunikasi terdiri dari seorang pengirim, seorang penerima dan
sebuah pesan dalam konteks tertentu. Menurut Musliha dan Fatmawati (2009),
komunikasi mempunyai enam komponen, yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Komunikator: penyampaian informasi atau sumber informasi.


Komunikan: penerima informasi, pemberi respon terhadap stimulus.
Pesan: gagasan, pendapat, stimulus, fakta, informasi.
Media: saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.
Kegiatan Encoding: perumusan pesan oleh komunikator.
Kegiatan Decoding: penafsiran pesan oleh komunikan.

2.3.4 Tujuan Komunikasi


Menurut Musliha dan Fatmawati (2009), tujuan komunikasi antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

Mampumemahami perilaku orang lain


Menggali perilaku bila setuju dan tidak setuju.
Memahami perlunya memberi pujian.
Menciptakan hubungan personal yang baik.
Memperoleh informasi tentang situasi atau sikap tertentu.
Untuk menentukan suatu kesanggupan
Untuk meneliti pola kesehatan.
Mendorong untuk bertindak
Memberi nasehat

2.3.5 Faktor-Faktor

Yang

Mempengaruhi

Komunikasi

Pada

Klien

Skizofrenia
Menurut Pasaribu (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pada
klien skizofrenia adalah ditinjau dari komunikator (perawat) dan ditinjau dari
komunikan (klien skizofrenia). Selengkapnya seperti pada uraian berikut:
1. Ditinjau dari komunikator (perawat)
Ditinjau dari komunikator (perawat), faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi pada klien skizofreniaantara lain:

35

1) Kecakapan perawat (dapat menguasai cara-cara menyampaikan pikiran,


mudah dimengerti, sederhana, baik secara lisan maupun tulisan).
2) Sikap perawat (sikap terbuka, bermuka manis, saling percaya, rendah hati,
dapat menjadi pendengar yang baik).
3) Pengetahuan perawat (wawasan atau pengetahuan semakin dalam dan
menguasasi masalah akan semakin baik dalam memberikan uraian atau
penjelasan).
4) Sistem sosial (penyesuaian terhadap situasi atau kondisi, dimana, dengan
siapa berkomunikasi).
5) Pengaruh komuniasi (gerak tubuh perawat dalam berkomunikasi terutama
komunikasi lisan)
2. Dintinjau dari komunikan (klien skizofrenia)
Ditinjau dari komunikan (klien skizofrenia), faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi pada klien skizofreniaantara lain:
1)
2)
3)
4)
5)

Kecakapan.
Sifat.
Pengetahuan.
Sistem sosial.
Saluran (pendengaran, penglihatan) dari komunikan.

2.4 Pengaruh TAK Stimulasi Sensori Terhadap Kemampuan Komunikasi


TAK stimulasi sensori merupakan aktivitas yang digunakan sebagai stimulasi
pada sensori klien, kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus
yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekpresi wajah,
gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi
verbal akan terstimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan respon.
Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah: musik, seni, menyanyi,

36

menari. Jika hobi klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus
(Keliat dan Akemat, 2005).
Menurut Purwaningsih dan Karlina (2009) pada TAK stimulasi sensori, aktivitas
yang digunakan untuk memberikan stimulasi pada sensasi klien, kemudian
diobservasi reaksi sensori klien berupa ekspresi emosi atau perasaan melalui
gerakan tubuh, ekspresi muka dan ucapan. TAK untuk menstimulasi sensori
menggunakan teknik yang digunakan meliputi fasilitas penggunaan panca indera
dan kemampuan mengekspresikan stimulus baik dari internal maupun eksternal.
2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap
konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Adapun
kerangka konseppada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Terapi:
1. Psikofarmaka

Faktor Penyebab
(Keturunan, Endokrin,
Metabolisme, SSP, Teori
Adolf Meyer, Teori
Sigmund Freud)

2. Psikoterapi
3. Psikososial

Skizofrenia

4. Psikoreligius
5. Rehabilitasi:
TAK
stimulasisensori

Gejala Skizofrenia
1. Gejala Positif
(waham, kekacauan
alam pikiran, gaduh,
gelisah)
2. Gejala Negatif
- Menarik diri

37

Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi:
1. Komunikator
(perawat)
2. Komunikan (klien
skizofrenia)

Kemampuan
Komunikasi
1. Belum Mampu
2. Mampu

Keterangan :
: variabel diteliti
: variabel tidak diteliti

Gambar 2.5
Kerangka Konsep Pengaruh TAK Stimulasi Sensori Terhadap Kemampuan Komunikasi Klien
Skizofrenia Di RSJ Provinsi Bali

2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua
atau lebih variabel yang diharapkan akan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam
penelitian (Nursalam, 2008).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan hipotesa penelitian yaitu ada
pengaruh TAK stimulai sensori terhadap komunikasi klien skizofrenia dengan
isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

38

Вам также может понравиться