Вы находитесь на странице: 1из 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan perilaku merupakan permasalahan yang signifikan pada anak
autisme, salah satu gangguan perilaku yang dirasa sangat mengganggu adalah
perilaku tantrum, yaitu suatu ledakan emosi yang sangat kuat disertai rasa marah
dan agresif. Hal ini disebabkan adanya gangguan neurobiologis pada system saraf
pusat yaitu pada system limbik (Maulana, 2010). Dengan adanya penyebab
tersebut perlu adanya terapi yang dapat mempengaruhi emosi penderita sehingga
dapat tersalurkan kearah yang positive.
Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Diah Setia, 2013)
mengatakan, diperkirakan terdapat 112.000 anak di Indonesia menyandang
autisme, pada rentang usia sekitar 5-19 tahun. Bila diasumsikan dengan prevalensi
autisme 1,68 per 1000 untuk anak di bawah 15 tahun dimana jumlah anak usia 519 tahun di Indonesia mencapai 66.000.805 jiwa berdasarkan data BPS tahun
2010 maka diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak penyandang autisme
pada rentang usia 5-19 tahun.
Data anak yang menderita autis di berbagai belahan dunia menunjukkan angka
yang bervariasi. Berdasarkan data dari UNESCO pada tahun 2011 tercatat 35 juta
orang penyandang autisme di seluruh dunia. Ini berarti rata-rata 6 dari 1000 orang
di dunia mengidap autisme.
Perilaku tantrum pada autisme muncul sebagai manifestasi akibat adanya
gangguan neurobiologist pada system saraf pusat yaitu pada sytem limbik

(saputro, 2005). System ini terdapat didaerah yang disebut hippocampus dan
amygdala, sel-sel neuron pada kedua daerah tersebut sangat padat dan kecil-kecil
sehingga fungsinya kurang baik, oleh karna itu anak autisme umumnya kurang
dapat mengendalikan emosinya, agresif terhadap diri sendiri maupun orang lain
(maulana, 2010). Jika dibiarkan atau tidak diterapi secara cepat dapat
menyebabkan anak autisme mencederai diri sendiri dan orang lain, oleh karena itu
diperlukan suatu terapi untuk mengurangi gangguan perilaku. Menurut djohan
2006 terapi musik merupakan salah satuterapi yang digunakan utuk menurunkan
gangguan perilaku anak autisme dengan cara memberikan stimulus pada system
saraf pusat melalui gelombang suara.
Mendengarkan musik merupakan pilihan alternative untuk mencapai keadaan
relaks sehingga akan mengurangi stress dan emosi yang dialami. Musik akan
menstimulasi hipotalamus sehingga akan menghasilkan perasaan tenang yang
nantinya meningkatkan fungsinya dalam control mood, perilaku, agresi dan emosi
sehingga perilaku tantrum dapat berkurang (Djohan, 2006). Rangsangan musik
ternyata mampu mengaktivasi system limbik yang berhubungan dengan emosi,
saat system limbik teraktivasi maka individu tersebut menjadi rileks.
Musik sebagai salah satu terapi pelengkap, bisa menjadi alternative pilihan,
karena merupakan suara alam, tanpa adanya lirik sehingga lebih mudah di terima
oleh penderita. Dengan pemberian musik sebagai alternative dari teknik relaksasi
maka diharapkan penderita dapat mencapai keadaan relaks dan keadaan emosional
penderita yang stabil.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan


judul Pengaruh Terpai Musik Terhadap Penurunan Perilaku Tantrum Pada Anak
Autisme Kelas 1-3 Di SLB Bangkalan
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh terapi musik Terhadap penurunan perilaku tantrum pada
anak autisme kelas 1-3 di SLB Bangkalan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisa pengaruh pemberian terapi musik terhadap penurunan
1.3.2

perilaku tantrum pada anak autis di SLB Bangkalan.


Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi perilaku tantrum anak autisme sebelum diberikan
terapi music di SLB Bangkalan. Pada kelompok control dan perlakuan.
2. Mengidentifikasi perilaku tantrum anak autisme sesudah diberikan
terapi musik di SLB Bangkalan. Pada kelompok control dan perlakuan.
3. Menganalisis pengaruh terapi musik terhadap penurunan perilaku
tantrum pada anak autisme di SLB Bangkalan. Antara kelompok
kontrol dan perlakuan

Вам также может понравиться