Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
2;
Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini untuk membuang
/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk
purulenta (menghasilkan sputum)
3;
Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
4;
Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5;
Pada Atelektasis terdapat gejala manifestasi klinik yaitu Sianosis, Sesak nafas,
Kolaps. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong
kesisi yang sakit. Pada Foto Torax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan
diagfragma menonjol keatas.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:
Pemeriksaan fisik :
Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
Pemeriksaan Radiologi :
Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak
jelas.
PENATALAKSANAAN :
Penyuluhan
Pencegahan
Pemberian obat-obatan :
1;
2;
Bronchodilatator
3;
Expektoran
4;
OBH
5;
Vitamin
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pola aktifitas dan istirahat :
Fatique, Aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek), Sulit tidur, Berkeringat
pada malam hari
b. Pola Nutrisi :
Anorexia, Mual, tidak enak diperut, BB menurun
c. Respirasi :
Batuk produktif (pada tahap lanjut), sesak nafas, Nyeri dada.
d. Riwayat Keluarga :
Biasanya keluarga penderita ada yang mempunyai kesulitan yang sama
(penyakit yang sama)
e. Riwayat lingkungan :
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah
yang kurang, jumlah anggauta keluarga yang banyak.
f. Aspek Psikososial :
Merasa dikucilkan
2;
3;
Edema Bronchial.
Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap.
Malnutrisi
4;
Pembersihan jalan nafas yang tidak efektif sehubungan dengan sekresi yang
kental, lengket dan berdarah, lelah dan usaha batuk yang kurang, Edema
trachea/larink.
5;
Pengobatan:
1. Nama obat : INH
Dosis
: 1 x 400 mg
Farmakokinetik:
Puncak : 1 - 2 jam
Implikasi perawatan :
Pengelolaan :
Obat oral INH lebih baik diberikan sebelum makan 1 - 2 jam sebelum makanan
diabsorbsi, jika terjadi iritasi GI, obat boleh diberikan bersama makanan
Isoniazid dalam bentuk larutan disimpan dalam bentuk kristal dan disimpan
dalam temperatur yang rendah. Jika hal ini terjadi obat disimpan ditempat yang
hangat atau dalam temperatur ruangan.
Nyeri lokal sementara setelah injeksi IM, massage daerah injeksi dengan cara
memutar daerah injeksi
Tes adanya kelemahan yang tepat, sebelum pemberian therapy untuk mendeteksi
kemungkinan bakteri yang resisten
Pemeriksaan mata
Pasien seharusnya secara hati-hati dengan interview dan diperiksa dalam interval
bulanan untuk mendeteksi dini dari tanda dan gejala hepatotoksisitas
Therapi INH yang kontinyu setelah onset dari disfungsi hepatik meningkatkan
resiko kerusakan hati yang lebih berat
Instruksi pasien untuk melapor kepada medis bila ada tanda dan gejala dari
perkembangan hepatotoksik
Umumnya therapi INH diberikan 6 bulan - 2 tahun untuk pengobatan TBC yang
aktif, bila digunakan untuk terapi preventif, INH diberikan 12 bulan.
Puncak 2 - 4 jam
Eliminasi : waktu paruh 3 - 4 jam, 50% diekresikan dalam urin selama 24 jam,
20 - 22 % dikeluarkan dalam feses
Efek samping :
Hyperuresemia,
demam
malaise,
leukopenia
(jarang),
sputum
yang
Uji opthalmoskopik meliputi tes luas lapang pandang, tes untuk ketajaman
penglihatan menggunakan kertas mata, dan tes untuk penggolongan diskriminasi
warna seharusnya ditentukan lebih dulu untuk memulai therapi dan dalam
interval bulanan selama therapi. Mata seharusnya dites secara terpisah sama
baiknya secara bersama-sama
Monitor rasio input dan output pada pasien dengan kerusakan ginjal . Laporkan
adanya oliguria atau perubahan yang penting pada ratio atau dalam laporan
laboratorium tentang fungsi ginjal. Akumulasi sistemik dengan toksisitas dapat
dihasilkan dari ekresi obat-obat yang lambat
Tes fungsi ginjal dan hepatik, hitung sel darah dan determinan serum asam urat
seharusnya ditentukan dalam interval yang teratur pada terapi secara
menyeluruh.
Secara umum, therapi dapat berlanjut selama 1-2 terapi lebih lama, meskipun
teraturnya pengobatan yang lebih pendek bisa digunakan dengan baik
Jika pasien hamil, selama pengobatan sarankan untuk melaporkan pada dokter
dengan segera . Obat seharusnya tersendiri.
Sarankan pasien untuk melaporkan dengan tepat pada dokter tentang kejadian
mengaburnya pandangan, perubahan persepsi warna, mengecilnya luas lapang
pandang , beberapa gejala penglihatan lainnya. Pasien seharusnya secara periodik
ditanyakan tentang matanya
Jika dideteksi secara dini, defek visual secara umum tidak kelihatan lebih dari
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada beberapa instansi (jarang),
pemulihan mungkin lambat. Selama setahun atau lebih atau defek mungkin
irreversibel.
3. Nama obat : Rifampisin
Dosis : 1 x 450 mg
Farmakokinetik:
Puncak: 2 - 4 jam
Eliminasi : Waktu paruh 3 jam. Sampai 30 % diekresikan dalam urin 60% - 65%
dalam feses
Efek samping :
pada ekstremitas,
Hypersensitivitas : panas, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, rasa sakit pada mulut
dan lidah, eosinophilia, hemolisis
Implikasi Perawatan
Kapsul bisa dibuka diisi dan diminum/diteguk dengan air atau dicampur dengan
makanan
Suspensi oral dapat disiapkan dari kapsul untuk digunakan pada pasien pediatri
Beriakn 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan. Puncak dari tingkat serum
diperlambat dan mungkin agak rendah ketika diberikan dengan makanan
Pengawetan seharusnya dijaga dalam kapsul yang dikemas dalam botol , dapat
menjadi tidak stabil dalam keadaan lembab
Tes serologi dan kerentanan seharusnya ditentukan paling utama selama dan
dalam keadaan / waktu kultur positif
Disarankan tes fungsi hepatik secara periodik . Pasien dengan penyakit hepar
harus dimonitor secara tertutup (closely)
Informasikan kepada pasien bahwa obat bisa memberi warna pada urin merahoranye, feces, sputum, keringat dan air mata. Terutama yang menggunakan
kontak lensa atau kaca berwarna lainnya yang permanen
Puncak : 2 jam
Efek samping :
Implikasi perawatan
Obat seharusnya tidak dilanjutkan jika ada reaksi hepar (jaundice,pruritis, sklera
ikterik, yellow skin) atau hyperursemia dan akut gout
Efek obat
Pasien harus diperiksa secara teratur , dan kemungkinan adanya tanda toksik:
pembesaran hepar, jaundice, kerusakan integritas vaskuler (echymosis, ptekie,
perdarahan abnormal)
Reaksi hepar lebih sering terjadi pada pasien yang diberikan dosis tinggi
Tes fungsi liver (AST, ALT, serum bilirubin) harus diperiksa 2-4 minggu selama
terapi
Efek samping :
BUN,
asidosis,
agranulasitosis,
SLE,
hipertensi(post
Haluskan tablet sebelum diberikan dengan cairan yang dipilih oleh pasien.
Obat disimpan dalam tempat tertutup, dalam kemasan tahan cahaya, dalam
bentuk suspensi lebih tahan dalam waktu I bulan dibawah refrigeration.
Serum elektrolit harus dimonitor, terutama selama permulaan terapi dan siapkan
bila ada tanda-tanda ketidak seimbangan elektrolit.
Monitor intake dan output setiap hari dan cek adanya edema, laporkan
kekurangan respon diuretik atau perkembangan odem.
Laporkan bila ada efek perubahan mental, letargi, stupor pada pasien dengan
penyakit hati.
Reaksi yang merugikan, terjadi reversibel yang umum dengan tidak dilanjutkan
obat. Ginekomastik yang dihubungkan dengan dosis dan durasi terapi. Ini semua
dilakukan walaupun obat telah dihentikan.
mungkin tidak terjadi sampai 3 hari pemberian terapi. Dan deuretik kontinue
untuk 2-3 hari setelah obat dihentikan.
Intruksikan pasien untuk melaporkan tanda dari hiponatremi, yang lebih sering
terjadi pada pasien dengan serosis berat.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya.
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya.
Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensens Medical surgical Nursing A
Phsycopsicologyc Approach. W.B. Saunders Company. Philapidelpia.
Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1.
Penerbit EGC. Jakarta.
Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk
Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep
Klinis Proses - Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Yunus Faisal. (1992). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta.